Anda di halaman 1dari 18

A.

Pengertian Standar Pelayanan Kebidanan


Standar pelayanan kebidanan (SPK) adalah rumusan tentang penampilan atau nilai
diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan yaitu
standar pelayanan kebidanan yang menjadi tanggung jawab profesi bidan dalam sistem
pelayanan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka
mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat (Depkes RI, 2001: 53).
B. Manfaat Standar Pelayanan Kebidanan
Standar Pelayanan Kebidanan mempunyai beberapa manfaat sebagai berikut :
1. Standar pelayanan berguna dalam penerapan norma tingkat kinerja yang diperlukan
untuk mencapai hasil yang diinginkan.
2. Melindungi masyarakat.
3. Sebagai pelaksana, pemeliharaan dan penelitian kualitas pelayanan.
4. Untuk menentukan kompetensi yang diperlukan bidan dalam menjalankan praktek
sehari-hari.
5. Sebagai dasar untuk menilai pelayanan, menyusun rencana pelatihan dan
pengembangan pendidikan (Depkes RI, 2001: 2).

C. Mekanisme pelepasan plasenta


Kala III dimulai sejak bayi lahir sampai lahirnya plasenta, rata-rata lama kala III
berkisar 15-30 menit, baik pada primipara maupun multipara. Penyebab terpisahnya plasenta
dari dinding uterus adalah kontraksi uterus (spontan atau stimulus) setelah kala II selesai.
Berat plasenta mempermudah terlepasnya selaput ketuban, yang terkelupas dan dikeluarkan.
Tempat perlekatan plasenta menentukan kecepatan pemisahan dan metode ekspulsi plasenta.
Selaput ketuban dikeluarkan dengan penonjolan bagian ibu atau bagian janin.
Pada kala III, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume
rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya
ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil,
sedangkan ukuran plasenta tidak berubah, maka plasenta akan terlipat, menebal, dan
kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun kebagian bawah
uterus.
Mekanisme pelepasan plasenta:
1. Mekanisme Schultze
Pelepasan plasenta dimulai dari bagian tengah sehingga terjadi bekuan retroplasenta.
Cara pelepasan ini sering terjadi. Tanda pelepasan dari tengah ini mengakibatkan
perdarahan tidak terjadi sebelum plasenta lahir
2. Mekanisme Ducan
Terjadi pelepasan plasenta dari pinggir atau bersamaan dari pinggir dan tengah plasenta.
Hal ini mengakibatkan terjadi semburan darah sebelum plasenta lahir.
Tanda-tanda pelepasan plasenta:
a) Perubahan bentuk uterus menjadi globuler atau berbentuk seperti buah alpukat.
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk
bulat penuh dan tinggi fundus sekitar dibawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan
plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau
alpukat dan fundus berada diatas pusat
b) Semburan darah tiba-tiba
Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan membantu mendorong plasenta
keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacental pooling)
dalam ruang di antara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi
kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.
c) Tali pusat memanjang
Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda ahfeld)
D. Pengertian Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir dan
pentebabnya antara lain : plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas
akan tetapi belum dilahirkan, jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan;
jika lepas sebagian terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas sama sekali dari dinding uterus karena:
1. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesive)
2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus desidua
sampai miometrium-sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta)
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan
oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III,
akibatnya terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta)
E. Jenis-jenis Retensio Plasenta
1. Plasenta adhesiva : implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2. Plasenta Akreta : implantasi jonjot korion plasenta sehingga memasuki sebagian
lapisan miometrium.
3. Plasenta Inkreta : implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot
hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
4. Plasenta Perkreta : implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan serosa
dinding uterus hingga ke peritonium.
5. Plasenta Inkarserata : tertahannya plasenta di dalam kavum uteri disebabkan oleh
kontriksi ostium uteri.

2.5. Etiologi Retensio Plasenta


Penyebab retensio plasenta menurut Sastrawinata (2006: 174)
a. Fungsional
1. His kurang kuat (penyebab terpenting)
2. Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba) bentuknya (plasenta
membranasea, plasenta anuralis) dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil). Plasenta yang
sukar lepas karena penyebab di atas disebut (plasenta adhesiva).
b. Patologi – Anatomi
1. Plasenta akreta
2. Plasenta Inkreta
3. Plasenta Perkreta
Menurut Manuaba (2006: 301) kejadian retensio plasenta berkaitan dengan :
a. Grandemultipara dengan implantasi dalam bentuk plasenta adhesiva, plasenta akreta,
plasenta inkreta dan plasenta perkreta.
b. Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan :
1. Darah penderita terlalu banyak hilang
2. Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi.
3. Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.
2.6. Gejala Klinis
a. Anamnesis
Meliputi pertanyaan tentang periode prenatal meminta informasi mengenai episode
perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multiple fetus dan polihidramnion.
Serta riwayat postpartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul
perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
b. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis
tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
2.7. Tanda dan Gejala Retensio Plasenta
1. Plasenta Akreta Parsial / Separasi
a. Konsistensi uterus kenyal
b. TFU setinggi pusat
c. Bentuk uterus discoid
d. Perdarahan sedang – banyak
e. Tali pusat terjulur sebagian
f. Ostium uteri terbuka
g. Separasi plasenta lepas sebagian
h. Syok sering
2. Plasenta Inkarserata
a. Konsistensi uterus keras
b. TFU 2 jari bawah pusat
c. Bentuk uterus globular
d. Perdarahan sedang
e. Tali pusat terjulur
f. Ostium uteri tertutup
g. Separasi plasenta sudah lepas
h. Syok jarang
3. Plasenta Akreta
a. Konsistensi uterus cukup
b. TFU setinggi pusat
c. Bentuk uterus discoid
d. Perdarahan sedikit / tidak ada
e. Tali pusat tidak terjulur
f. Ostium uteri terbuka
g. Separasi plasenta melekat seluruhnya
h. Syok jarang sekali, kecuali akibat inversio oleh tarikan kuat pada tali pusat.
(Prawirohardjo, S. 2002 : 178).
A. Pemeriksaan Penunjang
a. Hitung darah lengkap : untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit
(Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai
dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
b. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung Protrombin Time (PT) dan
Activated Partial Tromboplastin Time (APTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time
(CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang
disebabkan oleh faktor lain.
penatalaksanaannya
Sikap seorang bidan dalam menghadapi retensio placenta sebagai berikut :
a. Sikap umum Bidan
→ Memperhatikan keadaan umum penderita
· Apakah anemis
· Bagaimana jumlah perdarahannya
· Keadaan umum panderita : TD, nadi. Suhu
· Keadaan FU : kontraksi dan TFU
· Mengetahui keadaan placenta
· Apakah placenta inkarserata
· Melakukan tes placenta lepas : Metode kusnert, metode klien, metode
strassman, metode manuaba.

b. Sikap khusus Bidan


o Retensio placenta dengan perdarahan
· langsung melakukan manual placenta
o Retensio placenta dengan tanpa perdarahan
· Setelah dapat memastikan keadaan umum penderita segara memasang infuse dan
memberikan cairan.
· Merujuk penderita ke pusat dengan fasilitas yang cukup , untuk mendapatkan penanganan
yang lebih baik
· Memberikan transfuse
· Proteksi dengan antibiotika

7. Penanganan
Retensio Plasenta dengan Separasi Parsial
a. Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil.
b. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan bila ekpulsi plasenta tidak terjadi,
cobakan traksi terkontrol tali pusat.
c. Pasang infus oksitosin 20 unit dalam 50 cc Ns/RL dengan 40 tetesan/menit. Bila perlu
kombinasikan dengan misoprostol 400 mg rektal.
d. Bila troksi terkontrol gagal, lahirkan plasenta secara hati-hati dan halus.
e. Lakukan tranfusi darah bila diperlukan.
f. Berikan antibiotika profilaksis (ampisilin 29 Iv/oral dan metronidazol 20 l g
supositorial/oral).
g. Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok neurogenik.

Plasenta Inkarserata
a. Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan.
b. Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan kontruksi servik dan
melahirkan plasenta .
c. Pilih fluathane atau eter untuk kontruksi servik yang kuat tetapi siapkan infus oksitosis 20
IV dalam 500 mg NS/RL dengan 40 tetes/menit untuk mengantisipasi ganguan kontraksi yang
disebabkan bahan anestesi tersebut.
d. Bila prosedur anestesi tidak tersedia tetapi serviks dapat dilalui oleh cunam ovum. Lakukan
manuver sekrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur tersebut berikan analgesik (tramadol
100 mg IV atau pethidme 50 mg IV dan sedatif (diazepam 5mg IV) pada tabung suntik terpisah.

Plasenta akreta
Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus/korpus apabila tali
pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam, sulit ditentukan tepi plasenta karena implantasi yang
dalam upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan dasar adalah menentukan
diagnosis, stabilitas pasien dan rujuk ke RS.

C. Plasenta Manual

1. Pengertian
Plasenta manual adalah tindakan untuk melepas plasenta secara manual (menggunakan tangan)
dari tempat implantasi dan kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri (APN, 2008).
Plasenta manual dilakukan apabila terjadi perdarahan (Saifuddin, 2007)

2. Penatalaksanaan Plasenta Manual (APN, 2008)

Persiapan
a. Memasang set dan cairan infus.
b. Menjelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan
c. Melakukan anestesi verbal/analgesia per rekta
d. d. Menyiapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi.
Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri
a. Memastikan kandungan kemih dalam keadaan kosong.
b. Menjepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan dengan satu
tangan sejajar lantai.
c. Secara obstetrik, memasukkan tangan lainnya (punggung tangan menghadap kebawah) ke
dalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat.
d. Setelah mencapai bukaan servik, minta seseorang asisten/penolong lain untuk
menegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri.
e. Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam hingga ke kavum uteri sehingga
mencapai tempat implantasi plasenta.
f. Bentangkan tangan obstetrik menjadi datar seperti memberi salam (ibu jari merapat ke jari
telunjuk dan jari-jari lain saling merapat).
Melepas plasenta dari dinding uterus
v Menentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah.
a. Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap di sebelah atas dan sisipkan
ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap
ke bawah (posterior ibu).
b. Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas tali pusat dan sisipkan ujung
jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas
(anterior ibu).
v Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus, maka perluas pelepasan
plasenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan kiri sambil digeserkan ke atas (kranial)
hingga semua perlekatan plasenta terlepas dari dinding uterus.
Mengeluarkan plasenta
a. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk menilai tidak
ada sisa plasenta yang tertinggal.
b. Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simpisis (tahan segmen bawah uterus)
kemudian instruksikan asisten/penolong untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa
plasenta keluar (hindari terjadinya percikan darah).
c. Lakukan penakanan (dengan tangan yang menahan suprasimpisis) uterus ke arah dorso
kranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah
disediakan.
Pencegahan infeksi pasca tindakan
a. Dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lain yang digunakan.
b. Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan klorin 0,5 %
selama 10 menit.
c. Cuci tangan.
d. Keringkan tangan dengan handuk bersih.

Pemantauan pasca tindakan


a. Periksa kembali tanda vital ibu.
b. Catat kondisi ibu dan buat laporan tindakan.
c. Tuliskan rencana pengobatan, tindakan yang masih diperlukan dan asuhan lanjutan.
d. Beritahu pada ibu dan keluarga bahwa tindakan telah selesai.
e. Lanjutkan pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindakan sebelum dipindah ke ruang rawat
gabung .
Patogenesis Retensio Plasenta

Retensio plasenta dan manajemennya (pengangkatan manual plasenta) dapat memberikan efek
negatif pada kualitas kontak ibu dengan bayi yang dilahirkan maupun kesehatan post partumnya.
Retensio plasenta, dapat juga mengurangi waktu yang dihabiskan untuk berdekatan, menyusui
dan berkenalan dengan bayi barunya serta dalam jangka panjang bisa menyebabkan ibu anemis
dan nyeri. Pada kasus berat dapat menyebabkan perdarahan akut, infeksi, perdarahan post partum
sekunder, histerektomi, dan bahkan kematian maternal. Retensio plasenta terjadi pada 3%
kelahiran pervaginam sedangkan 15% retensio plasenta adalah ibu yang pernah mengalami
retensio plasenta (Chapman, 2006).

2.5. Tanda Gejala Retensio Plasenta


Tanda-tanda gejala yang selalu ada yaitu plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan
segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-kadang timbul :

1. Tali Pusat putus akibat kontraksi berlebihan


2. Inversio uteri akibat tarikan
3. Perdarahan lanjutan.

Dijumpai pada kala tiga atau post partum dengan gejala yang nyeri yang hebat perdarahan yang
banyak sampai syok. Apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas
dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis ( Geocities, 2006 ).

Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan banyak dalam waktu pendek,
tetapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama. Tanpa disadari penderita telah kehilangan
banyak darah sebelum ia tampak pucat. Nadi serta pernapasan menjadi lebah cepat dan tekanan
darah menurun, jika perdarahan berlangsung terus menerus dapat menimbulkan syok. perdarahan
yang banyak bisa juga meyebabkan syndrom Sheehan sebagai akibat nekrosis. gejala gejalanya
adalah asthenia, hipotensi, anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan penurunan fungsi
seksual, kehilangan rambut pubis dan ketiak (Sarwono, 2005).

2.6. Penanganan Retensio Plasenta

Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah anak lahir , harus diusahakan untuk
mengeluarkannya , dapat dicoba dulu dengan :

2.6.1. Manual Plasenta

Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya pada dinding
uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual yaitu dengan melakukan tindakan
invasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang dimasukkan langsung kedalam kavum
uteri. Bila setelah 30 menit plasenta belum lepas sehingga belum dapat dilahirkan atau jika
dalam waktu menunggu terjadi perdarahan yang banyak, plasenta sebaiknya dikeluarkan dengan
segera.

Manual plasenta merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio plasenta.
Teknik operasi manual plasenta tidaklah sukar, tetapi harus dipikirkan bagaimana persiapan agar
tindakan tersebut dapat menyelamatkan jiwa penderita. (Manuaba, IBG)

2.6.1.1. Indikasi Manual Plasenta

Manual plasenta dilakukan karena indikasi retensio plasenta yang berkaitan dengan :
1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus dikarenakan:

 Plasenta adhesive yaitu kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta.
 Plasenta akreta yaitu implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan
miometrium.
 Plasenta inkreta, yaitu implantasi jonjot korion plaSenta hingga mencapai/memasuki
miometrium.
 Plasenta perkreta, yaitu implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot
hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
 Plasenta inkarserata, yaitu tertahannya plasenta didalam kavum uteri yang disebabkan
oleh konstriksi ostium uteri.

2. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan dan dapat terjadi perdarahan
3. Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
4. Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan

 Darah penderita terlalu banyak hilang,


 Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi,
 Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.
2.6.1.2. Patologis Manual Plasenta

Manual plasenta dapat segera dilakukan apabila :

 Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang.


 Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc
 Pada pertolongan persalinan dengan narkosa.
 Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.
 Tanda dan Gejala Manual Plasenta

Tanda dan gejala manual plasenta antara lain :

 Adanya riwayat multiple fetus dan polihidramnion


 Plasenta tidak dapat lahir spontan setelah bayi lahir (lebih dari 30 menit)
 Timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan
 Plasenta tidak ditemukan didalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap
menempel didalam uterus.
 Perdarahan yang lama lebih dari 400 cc setelah bayi lahir Setelah mengetahui tanda dan
gejala manual plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan lebih dari 400
cc jika masih terdapat kesempatan penderita untuk dapat dikirim ke puskesmas atau
rumah sakit sehingga mendapat pertolongan yang adekuat. Dalam melakukan rujukan
penderita dilakukan persiapan dengan memasang infus dan memberikan cairan serta
dalam merujuk didampingi oleh tenaga kesehatan sehingga dapat memberikan
pertolongan darurat.

2.6.1.3. Komplikasi Tindakan Manual Plasenta


Tindakan plasenta manual dapat menimbulkan komplikasi, terjadinya perforasi uterus misalnya :

 Terjadinya infeksi : terdapat sisa plasenta atau membrane dan bakteria terdorong ke
dalam rongga rahim
 Terjadi perdarahan karena atonia uteri.
 Untuk memperkecil komplikasi dapat dilakukan tindakan profilaksis dengan memberikan
uterotonika intravena dan intamuskular misalnya dengan :
 Memasang tamponade uterovaginal
 Memberikan antibiotika
 Memasang infus dan persiapan transfusi darah
 Prosedur Manual Plasenta
 Pasang set dan cairan infus RL/NaCl
 Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan
 Lakukan anestesia verbal atau analgesia per rektal
 Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi
 Pastikan kandung kemih kosong karena kandung kemih yang penuh dapat menggeser
letak uterus.
 Lakukan bila plasenta tidak lahir setelah 30 menit bayi lahir dan telah disertai manajeman
aktif kala III.
 Dan atau tidak lengkap keluarnya plasenta dan perdarahan berlanjut.
 Lakukan persetujuan tindakan medis (informed consent).
 Berikan sedatif diazepam 10 mg IM/IV.
 Antibiotika dosis tunggal (profilaksis): Ampisilin 2 g IV + metronidazol 500 mg IV,
ATAU Cefazolin 1 g IV + metronidazol 500 mg IV
 Cuci tangan dan pasang sarung tangan panjang steril.
 Jepit tali pusat dengan klem dan tegangkan sejajar dengan lantai.
 Masukkan tangan dalam posisi obstetri dengan menelusuri bagian bawah tali pusat.
 Tangan sebelah dalam menyusuri tali pusat hingga masuk ke dalam kavum uteri,
sedangkan tangan di luar menahan fundus uteri, untuk mencegah inversio uteri.
Menggunakan lateral jari tangan, disusuri dan dicari pinggir perlekatan (insersi) plasenta.
 Tangan obstetri dibuka menjadi seperti memberi salam, lalu jari-jari dirapatkan.
 Tentukan tempat implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah.
 Gerakkan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser ke arah kranial hingga seluruh
permukaan plasenta dilepaskan.
 Jika plasenta tidak dapat dilepaskan dari permukaan uterus, kemungkinan plasenta akreta.
Siapkan laparotomi untuk histerektomi supravaginal.
 Pegang plasenta dan keluarkan tangan bersama plasenta.
 Pindahkan tangan luar ke suprasimfisis untuk menahan uterus saat plasenta dikeluarkan.
 Eksplorasi untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding
uterus.
 Periksa plasenta lengkap atau tidak, bila tidak lengkap, lakukan eksplorasi ke dalam
kavum uteri.

2.6.1.4. Komplikasi Tindakan Plasenta Manual

 Terjadinya perforasi uterus


 Terjadinya infeksi : terdapat sisa plasenta atau membran dan bakteri terdorong kedalam
rongga rahim
 Terjadinya perdarahan karena atonia uteri ( Manuaba, 1998 )

2.6.2. Penanganan plasenta akreta

 Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus atau korpus
bila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi plasenta karena
implantasi yang dalam.
 Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah menetukan diagnosis,
stabilisasi pasien dan rujuk kerumah sakit rujukan karena kasus ini memerlukan tindakan
operatif.

2.7. Karakteristik Ibu Bersalin dengan Retensio Plasenta

Adapun karakteristik ibu bersalin dengan retensio plasenta adalah :


1. Umur
Harlock (1999) dan Balai Pustaka (2002) mengatakan bahwa, umur adalah indeks yang
menempatkan individu dalam urutan atau lamanya seorang hidup dari lahir sampai mengalami
retensio plasenta. Faktor yang mempengaruhi tingginya kematian ibu adalah umur, masih
banyaknya terjadi perkawinan dan persalinan diluar kurun waktu reproduksi yang sehat adalah
umur 20-30 tahun. Pada Usia muda resiko kematian maternal tiga kali lebih tinggi pada
kelompok umur kurang dari 20 tahun dan kelompok umur lebih dari 35 tahun (Mochtar, 1998).
Tingginya Angka Kematian Ibu pada usia muda disebabkan belum matangnya organ reproduksi
untuk hamil sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan
janin. (Manuaba, 1998).

2. Paritas
Paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian lebih tinggi, lebih tinggi paritas lebih tinggi
kematian maternal. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya retensio plasenta adalah
sering dijumpai pada multipara dan grande multipara ( Sarwono, 2005).

Multipara adalah seorang ibu yang pernah melahirkan bayi beberapa kali ( samapi 5 kali),
sedangkan grande multipara adalah seorang ibu yang pernah melahirkan bayi 6 kali atau lebih,
hidup atau mati ( Sarwono, 2005 ).

Insiden perdarahan post partum dengan retensio plasenta, faktor resiko yang berpengaruh
terhadap kejadian ini adalah multiparitas ( paritas > 3 ), faktor resiko lebih dari 3 dapat
meningkatkan resiko hampir 5 kali dibandingkan dengan 2 faktor resiko ( Geocities, 2006 ).

Menurut Ramali (1996) paritas adalah banyaknya kehamilan dan kelahiran hidup yang dimiliki
seorang wanita pada grande multipara yaitu ibu dengan jumlah kehamilan dan persalinan lebih
dari 5 kali masih banyak terdapat resiko kematian maternal dari golongan ini adalah 8 kali lebih
tinggi dari yang lainnya (Mochtar, 1998). Adapun paritas 2-3 merupakan paritas paling aman
ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (>3) mempunyai angka
kematian maternal lebih tinggi, semakin tinggi paritas maka cenderung akan semakin meningkat
pula kematian maternal dan perinatal ( Prawirohardjo, 2002).

3.Interval Kelahiran Anak


Usaha pengaturan jarak kelahiran akan membawa dampak positif terhadap kesehatan ibu dan
janin.Interval kelahiran adalah selang waktu antara dua persalinan (Ramali, 1996). Perdarahan
postpartum karena retensio plasenta sering terjadi pada ibu dengan interval kelahiran pendek (<2
tahun ), seringnya ibu melahirkan dan dekatnya jarak kelahiran mengakibatkan terjadinya
perdarahan karena kontraksi rahim yang lemah (Chalik. MTA, 1998).

2.8. Standar Penanganan Kegawatan pada Penanganan Retensio Plasenta


A. Standar 20 : Penanganan Kegawatdaruratan Retensio Plasenta.
1. Tujuan :
Mengenali dan melakukan tindakan yang tepat ketika terjadi retensio plasenta total atau
parsial.
2. Pernyataan Standar :
Bidan mampu mengenali retensio plasenta dan memberikan pertolongan pertama, termasuk
plasenta manual dan penanganan perdarahan sesuai dengan kebutuhan.
3. Hasil :
a. Penurunan kejadian perdarahan hebat akibat retensio plasenta.
b. Ibu dengan retensio plasenta mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat.
c. Penyelamatan ibu dengan retensio plasenta meningkat.
4. Prasyarat.
a. Bidan telah terlatih dan terlampil dalam :
1. Fisiologi dan manajemen aktif kala III
2. Pengendalian dan penangan perdarahan, termasuk pemberian oksitoksika, cairan IV
dan plasenta manual.
b. Tersedianya pralatan dan perlengkapan penting.
c. Tersedia obat – obat antibiotik dan oksitoksika.
d. Adanya partograf dan catatan persalianan atau kartu ibu.
e. Ibu, suami dan keluarga diberitahu tindakan yang akan dilakukan.
f. Sistem rujukan yang efektif, termasuk bank darah berjalan dengan baik, untuk ibu
yang mengalami perdarahan paska persalinan sekunder.
5. Proses
1. Melaksanakan penatalaksanaan aktif persalinan kala III pada semua ibu yang
melahirkan melalui pervagina.
2. Amati adanya gejala dan tanda retensio plasenta.
3. Bila plasenta tidak lahir dalam 15 menit sesudah bayi lahir, ulangi penatalaksanaan
aktif persalinan kala III dengan memberikan oksitoksin 10 IU IM dan teruskan penegangan
tali puasat terkendali dengan hati – hati. Teruskan melakukan penatalaksaan aktif persalinan
kala III 15 menit atau lebih, dan jika placenta masih belum lahir, lakukan penegangan tali
pusat terkendali untuk terakhir kalinya. Jika plasenta masih tetap belum lahir dan ibu tidak
mengalami perdarahan hebat rujuk segera ke rumah sakit atau ke puskesmas terdekat.
4. Bila terjadi perdarahan maka plasenta harus segera dilahirkan secara manual. Bila
tidak berhasil rujuk segera.
5. Berikan cairan IV : NaCl 0,9 % atau RL dengan tetesan cepat jarum berlubang besar
untuk mengganti cairan yang hilang sampai nadi dan tekanan darah membaik atau kembali
normal.
6. Siapkan peralatan untuk melakukan teknik manual, yang harus dilakukan secara septik.
7. Baringkan ibu telentang dengan posisi lutut ditekuk dan ke dua kaki di tempat tidur.
8. Jelaskan pada ibu apa yang akan dilakukan dan jika ada berikan diazepam 10 mg IM.
9. Cuci tangan sampai ke bagian siku dengan sabun, air bersih yang mengalir dan handuk
bersih, gunakan sarung tangan bersih / DTT.
10. Masukkan tangan kanan dengan hati – hati. Jaga agar jari – jari tetap rapat dan
melengkung mengikuti tali pusat sampai mencapai placenta.
11. Ketika tangan kanan sudah mencapai plasenta, letakkan tangan kiri diatas fundus agar
uterus tidak naik. Dengan tangan kanan yang berada di dalam uterus carilah tepi plasenta
yang terlepas, telapak tangan kanan menghadap ke atas lalu lakukan gerakan mengikis
kesamping untuk melepaskan plasenta dari dinding uterus.
12. Bila plasenta sudah terlepas dengan lengkap, keluarkan plasenta dengan hati – hati dan
perlahan.
13. Bila plasenta sudah lahir, segera melakukan masase uterus bila tidak ada kontraksi.
14. Periksa plasenta dan selaputnya. Jika tak lengkap, periksa lagi cavum uteri dan
keluarkan potongan plasenta yang tertinggal.
15. Periksa robekan terhadap vagina jahit robekan bila perlu.
16. Bersihkan ibu bila merasa nyaman.
17. Jika tidak yakin placenta sudah keluar semua atau jika perdarahan tidak terkendali,
maka rujuk ibu kerumah sakit dengan segera.
18. Buat pencatatan yang akurat.
B. Ingat !
1. Sesudah persalinan dengan tindakan plasenta manual, ibu memerlukan antibiotik
berspektrum luas (ampicilin 1gr secara IV) kemudian diikuti 500 mg per oral setiap 6 jam
dan mentronidazol 500 mg per oral setiap 6 jam selama 5 hari.
2. Lakukan test sensitivitas sebelum memberikan suntikan ampisilin.

Anda mungkin juga menyukai