Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
7. Penanganan
Retensio Plasenta dengan Separasi Parsial
a. Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil.
b. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan bila ekpulsi plasenta tidak terjadi,
cobakan traksi terkontrol tali pusat.
c. Pasang infus oksitosin 20 unit dalam 50 cc Ns/RL dengan 40 tetesan/menit. Bila perlu
kombinasikan dengan misoprostol 400 mg rektal.
d. Bila troksi terkontrol gagal, lahirkan plasenta secara hati-hati dan halus.
e. Lakukan tranfusi darah bila diperlukan.
f. Berikan antibiotika profilaksis (ampisilin 29 Iv/oral dan metronidazol 20 l g
supositorial/oral).
g. Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok neurogenik.
Plasenta Inkarserata
a. Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan.
b. Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan kontruksi servik dan
melahirkan plasenta .
c. Pilih fluathane atau eter untuk kontruksi servik yang kuat tetapi siapkan infus oksitosis 20
IV dalam 500 mg NS/RL dengan 40 tetes/menit untuk mengantisipasi ganguan kontraksi yang
disebabkan bahan anestesi tersebut.
d. Bila prosedur anestesi tidak tersedia tetapi serviks dapat dilalui oleh cunam ovum. Lakukan
manuver sekrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur tersebut berikan analgesik (tramadol
100 mg IV atau pethidme 50 mg IV dan sedatif (diazepam 5mg IV) pada tabung suntik terpisah.
Plasenta akreta
Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus/korpus apabila tali
pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam, sulit ditentukan tepi plasenta karena implantasi yang
dalam upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan dasar adalah menentukan
diagnosis, stabilitas pasien dan rujuk ke RS.
C. Plasenta Manual
1. Pengertian
Plasenta manual adalah tindakan untuk melepas plasenta secara manual (menggunakan tangan)
dari tempat implantasi dan kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri (APN, 2008).
Plasenta manual dilakukan apabila terjadi perdarahan (Saifuddin, 2007)
Persiapan
a. Memasang set dan cairan infus.
b. Menjelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan
c. Melakukan anestesi verbal/analgesia per rekta
d. d. Menyiapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi.
Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri
a. Memastikan kandungan kemih dalam keadaan kosong.
b. Menjepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan dengan satu
tangan sejajar lantai.
c. Secara obstetrik, memasukkan tangan lainnya (punggung tangan menghadap kebawah) ke
dalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat.
d. Setelah mencapai bukaan servik, minta seseorang asisten/penolong lain untuk
menegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri.
e. Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam hingga ke kavum uteri sehingga
mencapai tempat implantasi plasenta.
f. Bentangkan tangan obstetrik menjadi datar seperti memberi salam (ibu jari merapat ke jari
telunjuk dan jari-jari lain saling merapat).
Melepas plasenta dari dinding uterus
v Menentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah.
a. Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap di sebelah atas dan sisipkan
ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap
ke bawah (posterior ibu).
b. Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas tali pusat dan sisipkan ujung
jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas
(anterior ibu).
v Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus, maka perluas pelepasan
plasenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan kiri sambil digeserkan ke atas (kranial)
hingga semua perlekatan plasenta terlepas dari dinding uterus.
Mengeluarkan plasenta
a. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk menilai tidak
ada sisa plasenta yang tertinggal.
b. Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simpisis (tahan segmen bawah uterus)
kemudian instruksikan asisten/penolong untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa
plasenta keluar (hindari terjadinya percikan darah).
c. Lakukan penakanan (dengan tangan yang menahan suprasimpisis) uterus ke arah dorso
kranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah
disediakan.
Pencegahan infeksi pasca tindakan
a. Dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lain yang digunakan.
b. Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan klorin 0,5 %
selama 10 menit.
c. Cuci tangan.
d. Keringkan tangan dengan handuk bersih.
Retensio plasenta dan manajemennya (pengangkatan manual plasenta) dapat memberikan efek
negatif pada kualitas kontak ibu dengan bayi yang dilahirkan maupun kesehatan post partumnya.
Retensio plasenta, dapat juga mengurangi waktu yang dihabiskan untuk berdekatan, menyusui
dan berkenalan dengan bayi barunya serta dalam jangka panjang bisa menyebabkan ibu anemis
dan nyeri. Pada kasus berat dapat menyebabkan perdarahan akut, infeksi, perdarahan post partum
sekunder, histerektomi, dan bahkan kematian maternal. Retensio plasenta terjadi pada 3%
kelahiran pervaginam sedangkan 15% retensio plasenta adalah ibu yang pernah mengalami
retensio plasenta (Chapman, 2006).
Dijumpai pada kala tiga atau post partum dengan gejala yang nyeri yang hebat perdarahan yang
banyak sampai syok. Apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas
dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis ( Geocities, 2006 ).
Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan banyak dalam waktu pendek,
tetapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama. Tanpa disadari penderita telah kehilangan
banyak darah sebelum ia tampak pucat. Nadi serta pernapasan menjadi lebah cepat dan tekanan
darah menurun, jika perdarahan berlangsung terus menerus dapat menimbulkan syok. perdarahan
yang banyak bisa juga meyebabkan syndrom Sheehan sebagai akibat nekrosis. gejala gejalanya
adalah asthenia, hipotensi, anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan penurunan fungsi
seksual, kehilangan rambut pubis dan ketiak (Sarwono, 2005).
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah anak lahir , harus diusahakan untuk
mengeluarkannya , dapat dicoba dulu dengan :
Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya pada dinding
uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual yaitu dengan melakukan tindakan
invasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang dimasukkan langsung kedalam kavum
uteri. Bila setelah 30 menit plasenta belum lepas sehingga belum dapat dilahirkan atau jika
dalam waktu menunggu terjadi perdarahan yang banyak, plasenta sebaiknya dikeluarkan dengan
segera.
Manual plasenta merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio plasenta.
Teknik operasi manual plasenta tidaklah sukar, tetapi harus dipikirkan bagaimana persiapan agar
tindakan tersebut dapat menyelamatkan jiwa penderita. (Manuaba, IBG)
Manual plasenta dilakukan karena indikasi retensio plasenta yang berkaitan dengan :
1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus dikarenakan:
Plasenta adhesive yaitu kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta.
Plasenta akreta yaitu implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan
miometrium.
Plasenta inkreta, yaitu implantasi jonjot korion plaSenta hingga mencapai/memasuki
miometrium.
Plasenta perkreta, yaitu implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot
hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
Plasenta inkarserata, yaitu tertahannya plasenta didalam kavum uteri yang disebabkan
oleh konstriksi ostium uteri.
2. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan dan dapat terjadi perdarahan
3. Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
4. Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan
Terjadinya infeksi : terdapat sisa plasenta atau membrane dan bakteria terdorong ke
dalam rongga rahim
Terjadi perdarahan karena atonia uteri.
Untuk memperkecil komplikasi dapat dilakukan tindakan profilaksis dengan memberikan
uterotonika intravena dan intamuskular misalnya dengan :
Memasang tamponade uterovaginal
Memberikan antibiotika
Memasang infus dan persiapan transfusi darah
Prosedur Manual Plasenta
Pasang set dan cairan infus RL/NaCl
Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan
Lakukan anestesia verbal atau analgesia per rektal
Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi
Pastikan kandung kemih kosong karena kandung kemih yang penuh dapat menggeser
letak uterus.
Lakukan bila plasenta tidak lahir setelah 30 menit bayi lahir dan telah disertai manajeman
aktif kala III.
Dan atau tidak lengkap keluarnya plasenta dan perdarahan berlanjut.
Lakukan persetujuan tindakan medis (informed consent).
Berikan sedatif diazepam 10 mg IM/IV.
Antibiotika dosis tunggal (profilaksis): Ampisilin 2 g IV + metronidazol 500 mg IV,
ATAU Cefazolin 1 g IV + metronidazol 500 mg IV
Cuci tangan dan pasang sarung tangan panjang steril.
Jepit tali pusat dengan klem dan tegangkan sejajar dengan lantai.
Masukkan tangan dalam posisi obstetri dengan menelusuri bagian bawah tali pusat.
Tangan sebelah dalam menyusuri tali pusat hingga masuk ke dalam kavum uteri,
sedangkan tangan di luar menahan fundus uteri, untuk mencegah inversio uteri.
Menggunakan lateral jari tangan, disusuri dan dicari pinggir perlekatan (insersi) plasenta.
Tangan obstetri dibuka menjadi seperti memberi salam, lalu jari-jari dirapatkan.
Tentukan tempat implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah.
Gerakkan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser ke arah kranial hingga seluruh
permukaan plasenta dilepaskan.
Jika plasenta tidak dapat dilepaskan dari permukaan uterus, kemungkinan plasenta akreta.
Siapkan laparotomi untuk histerektomi supravaginal.
Pegang plasenta dan keluarkan tangan bersama plasenta.
Pindahkan tangan luar ke suprasimfisis untuk menahan uterus saat plasenta dikeluarkan.
Eksplorasi untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding
uterus.
Periksa plasenta lengkap atau tidak, bila tidak lengkap, lakukan eksplorasi ke dalam
kavum uteri.
Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus atau korpus
bila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi plasenta karena
implantasi yang dalam.
Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah menetukan diagnosis,
stabilisasi pasien dan rujuk kerumah sakit rujukan karena kasus ini memerlukan tindakan
operatif.
2. Paritas
Paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian lebih tinggi, lebih tinggi paritas lebih tinggi
kematian maternal. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya retensio plasenta adalah
sering dijumpai pada multipara dan grande multipara ( Sarwono, 2005).
Multipara adalah seorang ibu yang pernah melahirkan bayi beberapa kali ( samapi 5 kali),
sedangkan grande multipara adalah seorang ibu yang pernah melahirkan bayi 6 kali atau lebih,
hidup atau mati ( Sarwono, 2005 ).
Insiden perdarahan post partum dengan retensio plasenta, faktor resiko yang berpengaruh
terhadap kejadian ini adalah multiparitas ( paritas > 3 ), faktor resiko lebih dari 3 dapat
meningkatkan resiko hampir 5 kali dibandingkan dengan 2 faktor resiko ( Geocities, 2006 ).
Menurut Ramali (1996) paritas adalah banyaknya kehamilan dan kelahiran hidup yang dimiliki
seorang wanita pada grande multipara yaitu ibu dengan jumlah kehamilan dan persalinan lebih
dari 5 kali masih banyak terdapat resiko kematian maternal dari golongan ini adalah 8 kali lebih
tinggi dari yang lainnya (Mochtar, 1998). Adapun paritas 2-3 merupakan paritas paling aman
ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (>3) mempunyai angka
kematian maternal lebih tinggi, semakin tinggi paritas maka cenderung akan semakin meningkat
pula kematian maternal dan perinatal ( Prawirohardjo, 2002).