Anda di halaman 1dari 1

Bagaimana Seharusnya Museum Dikelola

Museum terus berubah ke arah yang lebih baik seiring perkembangan teknologi dan
keinginan publik. Dulu museum hanya bertugas melestarikan peninggalan-peninggalan lama
yang tidak ditemukan lagi pada masa kemudian. Namun selanjutnya museum berorientasi
publik, artinya museum menyajikan informasi yang bermanfaat untuk menambah
pengetahuan segala lapisan masyarakat. Bahkan dicanangkan menjadi lembaga yang bersifat
kultural edukatif. Karena berorientasi publik, seharusnya museum memenuhi keinginan
publik. Selama ini justru kebalikannya, museumlah yang memaksa publik agar menerima
konsep yang ditawarkan. Banyak keluhan publik seperti museum itu kotor, gelap,
menyeramkan, informasi minim, kurang fasilitas internet, tidak bersahabat, dan lain-lain
menandakan bahwa museum masih memiliki kekurangan. Maka museum yang baik dan ideal
harus memperbaiki kekurangan tersebut.

Selama ini kebanyakan museum dikelola oleh institusi pemerintah. Inilah yang
menyebabkan pengelolaan museum tidak maksimal karena tergantung APBN/APBD.
Bekerja di museum pun dianggap orang buangan. Di berbagai daerah memang nama museum
belum populer. Maka pejabat daerah yang pernah kena kasus hampir selalu dilempar ke
instansi museum, istilahnya dimuseumkan. Citra inilah yang menyebabkan nama museum
tetap memudar. Di pihak lain museum dituntut menyumbang PAD yang lumayan besar.
Sebaliknya, dana yang dikucurkan lewat APBD untuk memperbaiki museum relatif kecil.
Sementara pusat hanya bisa memberikan bantuan dengan skala prioritas.

Di luar Jawa bahkan museum menjadi ‘anak tiri”. Beberapa pemda justru tidak
mendukung perbaikan museum lewat APBD karena dianggap hanya membuang-buang uang.
Untuk itulah kita perlu punya pemimpin yang melek museum, sekaligus mengerti sejarah dan
budaya. Jelas pengelola museum harus jeli dan punya strategi. Museum memang berbeda
dengan objek-objek wisata. Kalau pada objek-objek wisata, publik hanya sekadar bersantai
ria. Namun pada museum ada informasi yang mereka ingin ketahui. Karena itu mengunjungi
museum terasa lebih berat daripada mengunjungi objek-objek wisata termasuk mal. Inilah
tantangan pengelola museum. Lain dari itu museum bersifat benefit (manfaat pengetahuan),
bukan profit (keuntungan finansial). Jangan heran kalau museum-museum di lingkungan
pemerintah masih ditunjang dana APBN dan APBD. Sejak lama, tak satu pun museum
mampu menghidupi dirinya hanya dari penghasilan karcis masuk. Pengeluaran museum
selalu lebih besar daripada pemasukan. Kiranya perlu ada terobosan baru untuk melibatkan
publik, dalam hal ini perusahaan swasta atau BUMN. Banyak dari perusahaan itu memiliki
dana CSR untuk bidang pendidikan dan kebudayaan. Mereka perlu diberi arahan agar
memberikan apresiasi untuk menaikkan harkat dan derajat museum.

Sumber: Kompasiana.com

Anda mungkin juga menyukai