Anda di halaman 1dari 9

Biosaintifika Vol. 2 No.

2, September 2010,
ISSN 2085-191X, Hal 101-109 101

Analisis Keanekaragaman Genetik dan Diferensiasi Jati


Jawa dan Madura berdasarkan Marka Mikrosatelit untuk
Mendukung Fingerprinting Jati

(Genetic Variety Analysis and Differentiation of Java and Madura Teak


Based on Microsatellite Marker for Supporting Fingerprinting of Teak)

Munisyatul Millah1), Noor Aini Habibah1,2) dan Endah Suwarni3)


1)
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang
Gedung D6 Lt 1 Jl. Raya Sekaran Gunungpati – Semarang 50229 Telp/Fax (024) 8508033
2)
Penulis untuk korespondensi, e-mail : nooraini.habibah@yahoo.com
3)
Dosen Lapangan Perum Perhutani Cepu

Abstract

Analysis fingerprinting teak is supported by information about teak’s character


molecularly. The information is gotten by analyzing 3 primary microsatellite in 46 teak
samples that produce total 18 kinds of alel averagely 6 alel per locus. Genetics variety level
is shown by Observed Heterozigosity (Ho), Expected Heterozygosity (He), Polimorfism
Information Content (PIC) and Genetics Differentiation Coefficient successively 0.5122;
0.6221; 0.5818; and 0.0629. Kinship connection through dendogram analysis produces
coefficient resemblance 0.3-1.00 that form 2 groups. However it has not shown inclination
of forming group based on origin grows yet. Genetics differentiation analysis indicates
different genetics in a population is higher then it is between populations. Analysis result
has not found specific alel yet but has found 12 specific genotipe that is potential for
analyzing fingerprinting if it relates to important useful genes.

Keywords: microsatellite teak, DNA fingerprinting

Pendahuluan pada keturunan jati yang akan memperbesar


Jati merupakan salah satu jenis variasi fenotipe maupun genotipe. Perbedaan
tumbuhan kayu di Indonesia yang mempunyai varietas jati selain karena faktor genetika,
nilai ekonomis tinggi. Kebutuhan masyarakat kondisi lingkungan seperti iklim yang
terhadap kayu jati semakin meningkat dari berbeda juga sangat mempengaruhi tingkat
tahun ke tahun karena kayunya memiliki keanekaragaman genetika jati. Penyebab
struktur yang indah (Chasani 2007), kekuatan keanekaragaman atau varietas diketahui
yang cukup tinggi, awet, sedikit menyusut, ada tiga faktor yaitu perbedaan lingkungan
sedikit bercabang, berbatang lurus dan silindris tempat tumbuh, perbedaan genetika dan
(Febrianto et al. 2000). Jumlah polinator yang interaksi antara keduanya (Zobel et al. 1984).
beragam pada area hutan jati memungkinkan Keberadaan keanekaragaman genetika jati
terjadi penyerbukan silang antara varietas dan perlu dipertahankan, bahkan harus diperluas
generasi yang berbeda (Pane 1980). Keadaan agar bahan untuk pembentukan varietas unggul
tersebut menyebabkan heterosigositas muncul selalu tersedia.
Millah dkk, Analisis Keanekaragaman Genetik,
102

Oleh karena itu diperlukan informasi Proses PCR berlangsung selama 35 siklus.
tentang karakterisasi DNA jati untuk Keberhasilan PCR diuji melalui elektroforesis
mempelajari keanekaragaman genetika, dengan gel agarose 0,8%.
hubungan filogenetika dan DNA fingerprinting. Template hasil PCR di uji lagi melalui
Karakterisasi DNA jati dapat dilakukan elektroforesis vertikal menggunakan gel
menggunakan marka molekuler, salah satunya poliakrilamid 6%. Larutan akrilamid 6% dibuat
melalui analisis marka mikrosatelit. dengan mencampurkan larutan akrilamid
30% 100 ml, TBE 5x 100 ml, urea 210 g
Bahan dan Metode dan deion sampai 500 ml,kemudian disaring
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium dengan kertas Whatman dan disimpan dalam
Genetika Molekuler, Perum Perhutani Cepu botol gelap pada 4ºC. Gel poliakrilamid 6%
dan Laboratorium Genetika dan Molekuler, disiapkan dengan mencampur larutan urea
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan akrilamid 6% 35 ml, TEMED 59 µl dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri amonium persulfat (APS) 10% 140 µl. Larutan
Semarang. Sampel yang digunakan dalam poliakrilamid dituangkan dengan cepat (agar
penelitian ini adalah jati yang berasal dari tidak terbentuk gelembung) di antara rongga
koleksi Kebun Benih Klonal (CSO) yang kedua plat kaca yang telah dibersihkan dengan
ada di Jawa khususnya CSO Clangap dan etanol, plat kaca pertama dan kedua masing-
CSO Ngawi serta jati dari Area Produksi masing telah dilapisi dengan larutan perekat
Benih Madura. Bahan yang digunakan dalam (Bind silane) dan antirekat (Sigmacote).
penelitian ini dibagi dalam 5 kelompok yaitu Bagian punggung sisir yang rata dimasukkan
bahan untuk isolasi DNA, bahan amplifikasi di antara dua plat, kemudian didiamkan selama
PCR, bahan pembuatan gel agarose, bahan satu jam sampai menjadi gel. Kedua plat yang
pembuatan gel poliakrilamid dan bahan untuk sudah berisi gel dirakit dengan seperangkat
silver staining. Penelitian ini menggunakan 3 alatnya, kemudian sisir dilepaskan secara hati–
primer mikrosatelit yaitu primer Tg-AC28, hati. Bagian dalam plat kaca diisi buffer TBE
Tg-ATC02 dan Tg-AAG10. 1x kira-kira 1 cm dari permukaan alat. Kotak
Tahapan penelitian yang dilakukan bagian bawah diisi dengan 300 ml buffer TBE
adalah isolasi DNA jati menggunakan 1x, alat pengukur suhu ditempelkan di plat
metode CTAB yang telah dimodifikasi bagian luar untuk memantau suhu gel selama
(Doyle dan Doyle 1987) kemudian dicek pada elektroforesis.
elektroforesis horizontal menggunakan gel Pre run dilakukan pada 60 watt (1500
agarose. DNA genom selanjutnya diamplifikasi volt 60mA) selama 1 jam. Pada waktu
dengan tiga primer mikrosatelit menggunakan yang bersamaan, setiap sampel DNA PCR
mesin PCR. Proses amplifikasi dilakukan dicampur dengan 5 µl loading dye, kemudian
dengan cara mencampur 10 ng DNA template, didenaturasi pada 94ÚC selama 5 menit dan
2 mM MgCl2, 200 ìM dNTPs, 0,2-1 ìM untuk segera dimasukkan dalam box es. Sampel
setiap primer, enzim Taq polimerase dan buffer DNA PCR yang telah didenaturasi sebanyak
1X sehingga jumlah total mix PCR dalam 4 µl dimasukkan ke dalam sumur gel secara
tabung PCR 0.2 ml adalah 12.5 µl, kemudian cepat. Elektroforesis dilakukan bersama
dimasukkan ke dalam Thermal Cycler Chain DNA standar 100 bp menggunakan arus
Reaction dengan kondisi suhu denaturasi konstan (60 watt) sampai warna yang kedua
awal 94ÚC selama 4 menit, denaturasi akhir dari loading dye mencapai sisi gel paling
pada 94ÚC selama 30 detik, annealing pada bawah (sekitar 2 jam). Setelah elektroforesis
55ÚC selama 30 detik (suhu bergantung selesai, kedua plat kaca dilepas kemudian
primer), elongasi pada 72ÚC selama 1 menit plat kaca yang ditempali gel segera dilakukan
dan ekstensi pada 72ÚC selama 5 menit. proses berikutnya yaitu proses silver staining
Biosaintifika Vol. 2 No.2, September 2010,
ISSN 2085-191X, Hal 101-109 103

(pewarnaan perak) dengan mengikuti metode 18 dengan rata-rata 6 alel per lokus. Ketiga
yang telah digunakan Retnoningsih (2009). lokus dapat mendeteksi alel pada setiap
Data yang diperoleh kemudian kultivar dengan jumlah yang bervariasi.
digunakan untuk menganalisis keanekaragaman Kultivar yang mempunyai satu alel disebut
genetika, diferensiasi genetika dan hubungan homozigot, sedangkan dua alel atau lebih
kekerabatan. Keanekaragaman genetika disebut heterozigot.
dianalisis menggunakan rumus frekuensi alel Analisis berdasarkan hasil amplifikasi
dan Expected Heterozygosity (He) (Nei 1987), ketiga mikrosatelit pada gel poliakrilamid
Observed Heterozigosity (Ho) (Lowe et al. disajikan pada Tabel 1. Hasil amplifikasi
2004), dan Polimorfism Information Content mikrosatelit pada PAGE bervariasi antara
(PIC) Anderson et al. (1993). lain muncul pita-pita meragukan (tidak jelas),
Diferensiasi genetika dianalisis pita semu dan tidak muncul pita (Gambar
menggunakan rumus Nei (1987) dan Lowe et 2), sehingga visualisasi pita pada PAGE
al. (2004) meliputi keanekaragaman genetika diperlukan ketelitian. Pita yang meragukan
dalam populasi (HS), keanekaragaman genetika dapat berasal dari kontaminasi pita di samping

antar populasi (DST), dan total keanekaragaman kanan dan kiri. Pita-pita semu muncul
genetika (HT). kemungkinan karena mutasi akibat kesalahan
Hubungan kekerabatan dianalisis replikasi pada saat amplifikasi (PCR), sehingga
melalui analisis similaritas menggunakan muncul dua pita yang dua pita yang sebenarnya
program NTSYSpc (Numerical Taxonomy satu pita. Dalam hal ini mutasi terjadi karena
and Multivariate Analysis Sistem) versi 2.01d penambahan atau pengurangan basa pada
(Rohlf 1998). saat proses ampifikasi (Slippage mutation)
(Lai et al. 2003). Pita yang tidak jelas dapat
Hasil dan Pembahasan terjadi karena kontaminasi terutama urea
Visualisasi pada Polyacrilamid Gel pada permukaan sumur gel poliakrilamid.
Electroforesis (PAGE) untuk primer Tg- Sedangkan pita yang tidak muncul dapat
AC28, Tg-ATC02 dan Tg-AAG10 pada disebabkan oleh kegagalan amplifikasi
46 sampel DNA jati Jawa dan Madura mikrosatelit, antara lain molekul DNA double
(Gambar 1) menghasilkan total jenis alel strand yang tidak dapat terdenatursi menjadi
Millah dkk, Analisis Keanekaragaman Genetik,
104

single strand, primer tidak dapat menempel membutuhkan kualitas yang terlalu bagus
pada DNA target, DNA polimerase gagal apabila kontaminan polisakarida bersifat netral
memperpanjang daerah yang ditempeli (arabinogalaktan, dekstran, gum guar, gum
primer untuk menyempurnakan daerah locust bean, inulin, manan, dan pati) karena
target (Lai et al. 2003), dan kemungkinan mikrosatelit hanya mengamplifikasi pada
urutan basa nukleotida dari primer tersebut daerah target (Prana dan Hartati 2003). Hal
bukan merupakan komplemen dari basa itu berbeda apabila DNA genom mengandung
nukleotida pada cetakan DNA target. Hal ini kontaminan polisakarida yang bersifat asam
menyebabkan primer-primer tersebut tidak (karagenan, dekstran sulfat, gun ghatti,
dapat mengamplifikasi fragmen DNA (Hartati pektin, dan silan), karena menyebabkan DNA
et al. 2007). tidak teramplifikasi (Pandey et al. 1996).
Keberhasilan amplifikasi mikrosatelit Struktur polisakarida yang mirip dengan asam
pada jati dipengaruhi oleh kualitas DNA nukleat (DNA) menyebabkan polisakarida
genom, primer, konsentrasi larutan dan dapat mengendap bersama asam nukleat dan
kondisi suhu pada siklus PCR terutama pada menghambat kerja enzim Taq polimerase
suhu annealing (Brown 1991). DNA genom (Wilkins dan Smart 1996, Porebski et al.
jati untuk mikrosatelit sebenarnya tidak 1997). Selain itu DNA yang terlalu pekat juga
Biosaintifika Vol. 2 No.2, September 2010,
ISSN 2085-191X, Hal 101-109 105

dapat menyebabkan primer tidak menempel DNA polimerase, (5) Menghindari penempelan

pada daerah target (Qiagen 2001). sesama primer agar tidak menurunkan
Suhu annealing terlalu tinggi konsentrasi larutan, sehingga terjadi kompetisi
menyebabkan penempelan primer lemah dan dengan daerah target (Solihin 2000).
produk DNA yang dihasilkan sedikit, sehingga Visualisasi pita yang bagus diperoleh
hasil visualisasi DNA tipis. Suhu annealing dari hasil amplifikasi yang sempurna dan
yang terlalu rendah menyebabkan penempelan didukung oleh PAGE, proses elektroforesis
primer tidak spesifik dan menempel di dan pewarnaan perak yang tepat. Gel
sembarang tempat sehingga daerah target poliakrilamid bersifat lebih sensitif dari
tidak teramplifikasi namun banyak dihasilkan pada gel agaros dan dapat mendeteksi
produk non spesifik dan visualisasi DNA tebal perbedaaan 1 pasang basa (Ambionet 2004),
atau smear (Kantety et al. 1995). sehingga pita-pita semu hasil kesalahan PCR
Pemilihan primer sangat diperlukan (Slippage mutation) dapat terdeteksi pada
untuk mendukung keberhasilan proses PAGE. Hambatan visualisasi pita DNA pada
amplifikasi dan dapat menghasilkan produk elektroforesis adalah penggunaan buffer
amplifikasi yang diinginkan. Dasar pemilihan yang tidak tepat. Penggunaan buffer yang
primer yang baik dapat ditentukan dari (1) terlalu asam menyebabkan arus migrasi DNA
panjang primer sekitar 20-30 nukleotida, (2) lebih lambat, karena kekuatan ion buffer
komposisi basa yang terdiri atas 40-60% GC mempengaruhi migrasi DNA (Toha 2004).
(Sulandari dan Zein 2003), (3) Penentuan Hal yang berpengaruh pada proses pewarnaan
temperatur annealing 5ÚC lebih rendah dari perak adalah suhu larutan dan waktu pada
Tm, sedangkan Tm berkisar 50-60°C (Courtois setiap tahapan pewarnaan. Suhu dingin
2002), ( 4) Pemilihan basa C atau G pada diperlukan pada larutan developer karena
ujung 3’ yang bertujuan agar dikenali enzim berfungsi mengubah ion-ion silver agar segera
Millah dkk, Analisis Keanekaragaman Genetik,
106

mengendap menjadi silver metalik berwarna lokus Tg-AAG10 mendeteksi paling banyak,
coklat. Perpindahan plat dari larutan washing yaitu 19 macam genotipe 5 di antaranya
(deion) ke larutan developer tidak boleh homosigot.
melebihi 5-10 detik, karena menyebabkan Susunan genotipe penting diketahui
kualitas pita DNA rendah atau pita tidak untuk mempelajari pola pewarisan sifat pada
muncul (Ambionet 2004). tingkat populasi yang diperoleh dari kontribusi
Nilai keanekaragaman genetika dapat genetik melalui perkawinan dan proses
ditunjukkan melalui jumlah dan frekuensi adaptasi dan untuk menghindari genotipe-
alel, genotipe serta nilai heterosigositas. genotipe penting menjadi punah. Tingkat
Koleksi jati di Kebun Benih Klonal atau CSO keanekaragaman genetika ditunjukkan dengan
merupakan koleksi pohon-pohon plus jati nilai Observed Heterozigosity (Ho), Expected
dari berbagai daerah sehingga jenis individu Heterozygosity (He) dan Polimorfisme
jati lebih bervariasi oleh karena itu semakin Information Content (PIC).
besar jumlah individu yang dianalisis maka Nilai Ho dan PIC tertinggi dan terendah
kemungkinan semakin besar pula jenis alel disajikan pada Tabel 2. Nilai PIC pada lokus
yang ditemukan (Jetse et al. 2002). Struktur Tg-AC28 rendah karena prosentase genotipe
genetika populasi jati Jawa dan Madura dapat homosigot lebih banyak dari genotipe
ditentukan dari susunan frekuensi alel dan heterosigot, namun hasil perhitungan PIC
genotipe. Berdasarkan jumlah alel, lokus Tg- (0.3784) menunjukkan bahwa lokus ini masih
AAG10 lebih bervariasi dibandingkan lokus bersifat polimorfik dan dapat digunakan untuk
Tg-AC28 dan Tg-ATC02. Frekuensi jenis alel analisis. Suatu lokus dikatakan polimorfik
tertinggi pada lokus Tg-AC28, Tg-ATC02, jika nilai polimorfisme lokus d”0.95 dan
dan Tg-AAG10 adalah alel B (76.9%), E monomorfik jika nilainya >0.95 (Nei 1987).
(57.69%), dan D (43.8%), sedangkan terendah Nilai rata-rata PIC yang cukup tinggi (0.5818)
adalah alel C, A, dan F masing-masing sebesar menunjukkan bahwa jati merupakan tanaman
2.5%. yang lebih banyak berkembang biak melalui
Setelah jenis-jenis alel dideteksi, reproduksi seksual dengan cara penyerbukan
kemudian ditentukan susunan genotipe silang (Boer 2007).
homosigot dan heterosigot masing-masing Tingkat heterosigositas yang tinggi
individu Hasil analisis 3 lokus mikrosatelit disebabkan oleh sumber aksesi yang bervariasi,
terdeteksi 37 macam genotipe. Lokus Tg- dalam penelitian ini sumber aksesi berasal dari
AC28 mendeteksi 6 macam genotipe (3 koleksi jati berbagai daerah dalam Kebun
homosigot dan 3 heterosigot). Lokus Tg- Benih Klonal (Clonal Seed Orchard). Tanaman
ATC02 mendeteksi 12 macam genotipe (2 berkayu seperti jati yang mempunyai
homosigot dan 10 heterosigot), sedangkan sistem penyerbukan melaui perkawinan silang
Biosaintifika Vol. 2 No.2, September 2010,
ISSN 2085-191X, Hal 101-109 107

(out crossing) pada umumnya juga mempunyai yang berbeda, dalam hal ini kelompok APB
variabilitas besar (Hamrick et al. 1990) Madura dan kelompok Jawa CSO Clangap
sehingga heterosigositas dalam penelitian ini tidak membentuk 1 sub kelompok daerah
menunjukkan tingkat yang tinggi. asal menyebar merata pada masing-masing
Jenis alel yang terdeteksi pada CSO sub kelompok.
populasi Jawa lebih banyak dari pada APB Beberapa kultivar mempunyai koefisien
populasi Madura, namun hal itu tidak kemiripan 100%, yang dapat terjadi karena
berpengaruh terhadap hasil perhitungan pada penelitian ini terbatas hanya mengunakan
heterosigositas karena perhitungan 3 lokus, padahal lokus mikrosatelit berjumlah
heterosigositas melibatkan jumlah sampel. banyak dan tersebar di dalam genom tanaman
Oleh karena itu rata-rata heterosigositas tidak (Solihin 2005). Analisis pada banyak
dipengaruhi oleh jenis alel yang terdeteksi dan lokus perlu dilakukan untuk memastikan
rata-rata pada kedua populasi termasuk tinggi. kemiripan tersebut dan untuk mendapatkan
Rata-rata Ho lebih kecil dari He pada kondisi pengelompokan provenan yang akurat.
kesetimbangan Hardy-Weinberg yang berarti Nilai diferensiasi genetika (G ST )
ada indikasi kecenderungan dalam jangaka dapat ditunjukkan melalui nilai rata-rata
waktu yang lama terjadi defisit heterosigositas keanekaragaman genetika antara populasi
pada setiap populasi, sehingga struktur (DST), dalam populasi (HS) dan nilai total
genotipe akan mengarah pada peningkatan keanekaragaman genetika. H T masing-
homozigot (Boer 2007). Meningkatnya masing sebesar 0.0391; 0.5817 dan 0.6208.
homozigot dalam jangka panjang akan Nilai GST yang kecil menggambarkan tingkat
menimbulkan depresi inbreeding yang tidak keanekaragaman populasi total yang tinggi
menguntungkan bagi perkembangan jati. karena semakin tinggi keanekaragaman
Analisis hubungan kekerabatan populasi total maka nilai koefisien diferensiasi
menghasilkan dendogram jarak genetika genetika (GST) semakin rendah (Nei 1987).
antara populasi jati dengan koefisien kemiripan Nilai diferensiasi genetika dapat digunakan
antara 0.30-1.00 (Gambar 3). Semakin besar untuk mempelajari keanekaragaman genetika
nilai koefisien maka hubungan kekerabatan baik dalam populasi maupun antara populasi.
maupun jarak geografis suatu populasi Nilai HS (0.5817) jauh lebih besar dari nilai
semakin dekat dan membentuk satu sub DST (0.0391) yang mengindikasikan perbedaan
kelompok (Hartati et al. 2007), namun pada genetika di dalam populasi lebih tinggi
penelitian ini menunjukkan kecenderungan dibanding antar populasi. Penelitian lain pada
Millah dkk, Analisis Keanekaragaman Genetik,
108

jati Jawa dan Sulawesi juga menunjukkan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
keanekaragaman genetika dalam populasi Ambionet Indonesia
lebih tinggi dari pada keanekaragaman antara Anderson JA, Churchill GA, Autrique JE,
populasi dengan perbedaan genetika (GST) Tanksley SD, and Sorrels ME. 1993.
sebesar 0.1051 (Chasani 2007). Hasil analisis Optimizing Parental Selection for Genetic
penelitian ini tidak terdeteksi alel spesifik, Lingkage Maps. Genome 36 : 181-186
namun dideteksi 12 genotipe spesifik (Tabel Brown TA 1991. Pengantar Kloning Gen.
3) yang dapat menjadi ciri khas dari suatu Soemiati AM dan Praseno (Penerjemah).
tanaman tertentu (fingerprinting) apabila Yogyakarta : Yayasan Essesntia Medica
berkaitan dengan gen-gen penting yang Boer D. 2007. Keragaman dan Sturktur
bermanfaat (Santoso et al. 2006). Genetik Populasi Jati Suawesi Tenggara
Analisis sidik jari pada jati bermanfaat Berdasarkan Marka Mikrosatelit.
untuk memudahkan karakterisasi plasma Disertasi. Bogor : IPB
nutfah, untuk membuat pangkalan data Chasani A R. 2007. Studi Keanekaragaman
(database) sebagai sumber pertukaran Genetika dan Hubungan Kekerabatan
informasi dan sebagai langkah pemanfaatan Provenan Jati (Tectona grandis linn.f.)
dan perlindungan tanaman (Santoso et al. Menggunakan Penanda DNA. Abstrak
2006). Jurnal Tesis Program Studi Bioteknologi.
Yogyakarta; Universitas Gajah Mada
Simpulan Courtois B. 2002. Microsatellite Markers.
Keanekaragaman genetika pada 46 Cirad-Biotrop
sampel jati yang dianalisis menggunakan 3 Doyle JJ dan Doyle JL. 1987. A Rapid
lokus mikrosatelit dapat ditunjukkan dengan Isolation Procedure from Small Quantities
nilai Ho, He dan PIC berturut-turut 0.5122; of Fresh Leaf Tissue. Phytochemistry
0.6221; 0.5818. Selain itu juga dianalisis Bulletin 19 : 11-15
melalui hubungan kekerabatan menghasilkan Febrianto F, Syafii W, dan Barata A. 2000.
dendogram dengan koefisien kemiripan antara Keawetan Alami Kayu Jati (Tectona
0.3-1.00 yang membentuk dua kelompok. grandis Linn. F) pada Berbagai Kelas
Koefisien D ST sebesar 0.0629 yang Umur. Jurnal Teknologi Hasil Hutan,
menunjukkan tingkat keanekaragaman Fakultas Kehutanan IPB 8 (2) : 25-33
genetika yang tinggi, karena semakin rendah Hamrick JL. 1989. Isozyme and The Análysis
koefisien diferensiasi genetika maka tingkat of Genetic Structure in Plant Population.
keanekaragaman genetika semakin tinggi. In : ED. Soltis and Soltis, P.S (Eds).
Nilai HS (0.5817) lebih besar dari nilai DST Isozyme in Plant Biology Dioscorides
(0.0391), hal itu mengindikasikan perbedaan Press. Oregon pp.87-105
genetika di dalam populasi lebih tinggi Hartati D, Anto K, Taryono, Endang S,
dibanding antar populasi. Dari analisis dan Widyatmoko A. 2007. Pendugaan
mikrosatelit belum ditemukan alel spesifik, Keragaman Genetik di Dalam dan Antar
namun ditemukan 12 genotipe spesifik yang Provenan Pulai (Alastonia Scholars (L.) R.
dapat menjadi ciri khas apabila berkaitan Br.) Menggunakan Penanda RAPD. Jurnal
dengan gen-gen penting sehingga berpotensi Pemuliaan Tanaman Hutan 1 (2): 1-8
untuk analisis fingerprinting. Jetse J, Bandelj D, Javornik B. 2002. Elavan
New Microsatellites for hp (Humulus
Daftar Pustaka lupulus L.). Mol Ecol Notes 2: 540-546
Ambionet. 2004. Teknik Dasar Molekular Kantety RV, Zeng X, Bennetzen JL, dan
untuk Pemuliaan Tanaman. Dalam: Zehr BE. 1995. Assessment of Genetic
Lokakarya 19-23 Juli 2004. Bogor : Badan Diversity In Dent and Popcorn Inbred
Biosaintifika Vol. 2 No.2, September 2010,
ISSN 2085-191X, Hal 101-109 109

Lines Using Intersimple Sequence Repeat Taxonomy and Multivariate Analysis


Amplification. Mol.Breed I: 365-373 Sistem Version 2.0 . User Guide. Exerter
Lai Y, Deepali S, Norman A, and Fengzhu Sofware Applied Biostatistics. Inc New
S. 2003. The Mutation Process of York.
Microsatellites During the Polimerase Santoso TJ, Dwinita W, Utami, dan Endang
Chain Reaction. Journal of Computational MS. 2006. Analisis Sidik Jari DNA Plasma
Biology 10 (2): 143-155 Nutfah Kedelai Menggunakan Marka
Lowe A, Haris S dan Ashton P. 2004. SSR. Jurnal Agrobiogen 2 (1): 1-7
Ecological Genetics : Design, Analysis, Solihin DD. 2000. Cara Mendesain Primer
and Application. Blacwell Publishing. untuk Produk PCR yang Diharapkan.
United Kingdom Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hal 3
Nei M. 1987. Molecular Evolutionary Solihin DD. 2005. Prinsip-prinsip dalam
Genetika. New York : Columbia University Teknologi Biologi Molekuler. Pelatihan
Press. Singkat Teknik Biologi Molekuler :
Pandey RN, Adams RP dan Flournoy LE. Eksplorasi Sumberdaya Genetik dengan
1996. Inhibition of Random Amplified Menggunakan Marka Molekuler. Bogor
Polymorphic DNAs (RAPDs) by Plant 12-17 Desember 2005
Polysaccharides. Plant Molec Biol Toha AHA. 2004. Ensiklopedia Biokimia
reporter 14: 15-22 and Biologi Molekuler. Manukwari:
Pane I. 1986. Pemuliabiakan Ternak Sapi. Universitas Negeri Papua
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Zobel B and Talbert J. 1984. Applied Forest
Porebski S, Bailey LG dan Baum BM. 1997. Tree Improvement. Canada: John Wiley
Modification of CTAB DNA Extraction and Sons
Protocol for Plants Containing High
Polysacharide and Polyphenol
Components. Plant Molec Biol reporter
15: 8-15
Prana TK dan Hartati NS. 2003. Identifikasi
Sidik Jari DNA Talas (Colocasia esculenta
L. Schott) Indonesia dengan Teknik
RAPD: Skrining Primer dan Optimasi
Kondisi PCR. Jurnal Natur Indonesia 5
(2) : 107-112
Qiagen. 2001. Hotstar Taq PCR Handbook.
Germany : Qiagen.
Retnoningsih A. 2009. Molecular Basesd
Classification and Phylogenetic Analysis
of Indonesian Banana Cultivars. Disertasi.
Bogor: Institut Pertanian Bogor
Rohlf. F J. 1998. NTSYSpc : Numerical

Anda mungkin juga menyukai