Anda di halaman 1dari 25

Nama peserta : dr.

Azrin Agmalia

Tanggal (kasus): 11 November 2019 Nama wahana: RSUD Kota Bekasi

Tangal presentasi: Pendamping: 1.dr.Corry Christina H. 2. dr.Richard Sabar Nelson Siahaan

Tempat presentasi: Aula Komite Medik RSUD Kota Bekasi

Obyektif presentasi:



Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

√ Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi √ Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset √ Kasus Audit

Cara membahas: Diskusi √ Presentasi dan diskusi Email Pos

Data pasien: Nama: Anak A 2 tahun 6 bulan Nomor Registrasi:

Nama klinik: RSUD Kota Bekasi Telp: Terdaftar sejak: 11 November 2019

Data utama untuk bahan diskusi:

1
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis:
Kejang demam kompleks. Seorang anak umur 2 tahun 6 bulan dibawa dengan riwayat kejang 2 jam SMRS. sebelum masuk
rumah sakit, kejang dialami ± 1-2 menit, 2x. Riwayat demam dan bab cair sejak 2 hari SMRS. Bab cair 5-6x/hari.

2. Riwayat Pengobatan:
Tidak ada

3. Riwayat kesehatan/ Penyakit:


Demam dan bab cair 2 hari sebelumnya. Pasien belum pernah mengalami kejang sebelumnya.
4. Riwayat keluarga:
Tidak ada

Daftar Pustaka

1. Short, Jhon R; Gray, J.P; Dodge, J.A. Ikhtisar Penyakit Anak. Edisi Keenam. Jilid Dua. Binarupa Aksara. Jakarta: 1994; hal 62-3.
2. S, Soetomenggolo; Taslim; Ismail,S. Buku Ajar Neurologis Anak. Cetakan Kedua. BP. IDAI. Jakarta: 2000; hal 244-51.
3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah 2. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian IKA FK UI. Jakarta: 1985; hal 847-55.
4. Mansjoer, A; Suprohaita; Wardhan, W.I; Setiowulan, W. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi Ketiga. Media Aesculapius. FK UI.
Jakarta: 2000; hal 434-7.
5. ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia. 1993;34;592-8
6. Pusponegoro, H.D, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2004; hal 210-1.
7. Febrile Sizure. 2002. Pada laman http://aappolicy.aappublication.org/cgi/content/abstract/pediatrics. Diakses pada tanggal 15 november
2019

2
8. Behrman, Kliegman, Arvinka. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 3. Edisi 15. EGC. Jakarta: 1999;hal 575-8
9. Infants and children: Acute Management of Seizures. Edisi kedua. 2004. Pada laman
www.health.nsw.gov.au/fcsd/rmc/cib/circulars/2004/cir2004-66.pdf. Diakses pada tanggal 15 november 2019
10. Prodigy Guidance Convulsion. 2001. Pada Lamanhttp://www.prodigy.nhs.uk/guidance.asp?gt=febrile%20convulsion. Diakses pada
tanggal 15 november 2019
11. Committee on Quality Improvement and Subcommitte on Febrile Seizure. Practice Parameter: Long Term Treatment of The Child with
Simple Febrile Seizure. Pediatrics. 1999; 103:1307-9.
12. Sastroasmoro, S, dkk, Panduan Pelayanan Medis Departmen Ilmu Penyakit Anak. Cetakan Pertama. RSUP Nasional Dr
Ciptomangunkusumo. Jakarta: 2007; hal 252

Hasil Pembelajaran

1.Subjektif

Pasien dibawa oleh orang tuanya ke IGD RSUD Bekasi dengan keluhan kejang sejak ±14 jam SMRS. Sebelum kejangpasien demam
tinggi yang diukur dengan menggunakan termometer digital oleh ibu pasien, suhunya 38,5oC.
±13 jam SMRS kejang terjadi lagi. Saat diukur dengan termometer digital oleh ibu pasien suhunya 38,7oC.Setelah kejang, Pasien diberi
obat panas sirup yang dibeli di apotek, kemudian demam pasiendirasakan turun. Kemudian ±10 jam SMRS, pasien kembali demam, lalupasien
dibawa ke klinik yang berada di dekat rumah. Di sana pasien diberi obat penurun panas yang dimasukkan dari dubur. Setelah mendapatkan obat,
demam dirasakan turun. Namun, ±2 jam SMRS pasien kembali demam, ketika diukur suhunya 38,9oC. ±1 jam SMRS pasien kembali kejang dan
keluarga memutuskan untuk membawa pasien ke RSUD Bekasi. Di IGD, pasien sudah tidak kejang.

3
Seluruh kejang tipenya sama. Kejang terjadi pada seluruh tubuh, badan kelojotan, mata terbuka namun tidak mendelik ke atas.Saat
kejang keluar cairan berbusa dari mulut pasien warna bening,jumlah sedikit.Lidah tidak tergigit, kepala tidak terbentur saat kejang
berlangsung.Kejang terjadi selama ± 1-2 menit.Setelah kejang berhenti pasien tertidur, setelah bangun dari tidur pasien langsung
menangis.
Menurut Ibunya, sejak 2hari SMRS BAB pasien cair disertai demam. Demam muncul mendadak tinggi berlangsung terus menerus,
ketika diukur dengan termometer digital oleh ibu pasien suhunya 38,9oC.BAB cair yang dialami oleh pasien berlangsung 5-6 kali sehari,
volume ± ½ gelas aqua, cair dengan sedikit ampas, berwarna kuning, terdapat lendir, tidak ada darah, serta tidak berbau. Anak menjadi
rewel dan menjadi sering minum karena haus.Ibu pasien menyangkal adanya cairan yang keluar dari telinga, batuk (-), pilek (-), muntah
(-),tapi nafsu makan pasien menjadimenurun.

2.Objektif

a. Keadaan Umum:
- Kesan sakit : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos Mentis (cengeng)
- Kesan gizi : gizi baik
b. Data Antropometri
Berat Badan : 13 kg Lingkar kepala :48 cm (normal)
Tinggi Badan : 88 cm Lingkar lengan atas : 16 cm
Status gizi menurut WHO : gizi baik
Tanda Vital
- Frekuensi nadi :140x/ menit,regular, kuat

4
- Tekanan darah : 95/65 mmHg
- Frekuensi napas : 36x/menit,
- Suhu :36,8 ºC, axilla (diukur dengan thermometer air raksa)

c. Kepala
- Bentuk : normocephali, ubun-ubun besar sudah menutup dan datar
- Rambut : rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
- Mata : cekung+/+, conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya
tidak langsung +/+
- Telinga : normotia, liang telinga lapang, membran timpani sulit dinilai, serumen -/-
- Hidung : bentuk simetris, deviasi septum (-), sekret (-), mukosa hiperemis (-), nafas cuping hidung -/-
- Bibir : Simetris saat diam, mukosa berwarna merah muda, kering (+), sianosis (-)
- Mulut : Oral higiene baik, gigi caries (-), trismus (-), mukosa gusi merah muda, hiperemis (-), ulkus (-), halitosis (-),
lidah : normoglosia, ulkus (-), hiperemis (-) massa (-)
- Tenggorokan : tonsil T1-T1 tenang, kripta tidak melebar, detritus (-), faring tidak hiperemis, ulkus (-) massa (-)
d. Leher `: Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak
teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea teraba di tengah
e. Thoraks
- Inspeksi :Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernapasan yang tertinggal, pernapasan abdomino-
torakal, pada sela iga tidak terlihat adanya retraksi, pembesaran KGB aksila -/- , tidak ditemukan efloresensi pada
kulit dinding dada, ictus cordis terlihat pada ICS V linea midclavicularis kiri, pulsasi abnormal (-)

5
- Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan dan benjolan, gerak napas simetris kanan dan kiri, vocal fremitus sama kuat kanan dan
kiri, teraba ictus cordis pada ICS V linea midclavicularis kiri, denyut kuat
- Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, jantung dalam batas normal
- Auskultasi : Suara napas vesikuler, reguler, ronchi -/-, wheezing -/-, bunyi jantung I-II reguler, punctum maksimum pada ICS
V 1 cm linea midclavicularis kiri, murmur (-), gallop (-)

f. Abdomen
- Inspeksi :perut rata, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut maupun benjolan, kulit keriput (-) gerakan peristaltik
(-)
- Palpasi :supel dan tidak teraba adanya massa maupun pembesaran organ, nyeri tekan (-), turgor kulit baik
- Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut, nyeri ketok abdomen (-)
- Auskultasi :bising usus (+), frekuensi 5x / menit

g. Anggota Gerak
Kanan Kiri
Tangan (+) (+)
Akral hangat
Kaki (+) (+)
Tangan Normotonus Normotonus
Tonus otot
Kaki Normotonus Normotonus
Tangan Aktif Aktif
Sendi
Kaki Aktif Aktif
Capillary Tangan <2 detik <2 detik

6
refill time Kaki <2 detik <2 detik
Refleks Tangan (+) (+)
fisiologis Kaki (+) (+)
Refleks Tangan (-) (-)
patologis Kaki (-) (-)
Lain – lain Oedem (-) (-)

h. Kulit : warna sawo matang merata, tidak anemis, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit baik, lembab, pengisian
kapiler < 2 detik, petechie (-)

STATUS NEUROLOGIS
a. Rangsang meningeal
Kaku kuduk(-)
Refleks neurologis:
Kanan Kiri
Kernig > 135° > 135°
Laseq (-) (-)
Brudzinski I (-) (-)
Brudzinski II (-) (-)

7
b. Saraf cranialis
- N. I (Olfaktorius) : Tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. II dan III (Opticus dan Occulomotorius): Pupil isokor, RCL +/+, RCTL +/+
- N. IV dan VI (Trochlearis dan Abducens): Tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. V (Trigeminus) : Tidak dapat dilakukan pemeriksaan
Sensorik:
- cabang oftalmik : tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- cabang maksilaris : tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- cabang mandibularis : tidak dapat dilakukan pemeriksaan

- N. VII (Facialis) : Wajah simetris,


Motorik: tidak dapat dilakukan pemeriksaan
Sensorik: tidak dapat dilakukan pemeriksaan

- N. VIII (Vestibulo-kokhlearis): Tidak dapat dilakukan pemeriksaan


- N. IX, X (Glosofaringeus, Vagus): Tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. XI (Aksesorius) : Tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. XII (Hipoglosus) : Tidak dapat dilakukan pemeriksaan

8
DERAJAT DEHIDRASI ( berdasarkan MAURICE KING SCORE)
- Keadaan Umum: cengeng = 1
- Turgor kulit: baik =0
- Mata: sedikit cekung =1
- Ubun-ubun besar: datar =0
- Mulut: kering =1
- Denyut nadi: 140 =1
 Kesan : Jumlah skor 4 = Dehidrasi sedang

I. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 12 november 2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HEMATOLOGI RUTIN
LED 25 mm/jam 0-10
Leukosit 6,6 ribu/μL 5,5-15,5
Hemoglobin 11,8 g/dL 10,8-12,8
Hematokrit 36 % 35-43
Trombosit 283 ribu/ μL 229-553
Basofil 1% 0-1
Eosinofil 0% 1-5
Netrofil batang 1% 3-6

9
Netrofil segmen 50 % 25-60
Limfosit 48 % 25-50
Monosit 14 % 1-6
KIMIA DARAH
Gula Darah Sewaktu 118 mg/dL 33-111
ELEKTROLIT
Natrium 130 mmol/L 135-155
Kalium 3,0 mmol/L 3,6-5,5
Klorida 98 mmol/L 98-109

3.Assessment ( Penalaran klinik )

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38ºC) yang disebabkan oleh suatu
proses ekstrakranium.1-4. Menurut ConsensusStatement on Febrile Seizures, kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya
terjadi antara umur antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab
tertentu.2,3 Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Derajat tingginya demam yang
dianggap cukup untuk diagnosis kejang demam ialah 38ºC atau lebih, tetapi suhu sebenarnya saat kejang tidak diketahui.2Anak yang pernah
mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi usia
kurang dari 1 bulan tidak termasuk kejang demam.5

10
A. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko kejang demam pertama adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orangtua atau saudara
kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus dan kadar natrium rendah.4 Setelah kejang
demam pertama kira kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi (kekambuhan), dan kira kira 9% anak mengalami rekurensi 3 kali
atau lebih, risiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat
kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.2-4
Kejang demam sangat tergantung pada umur, 85% kejang pertama sebelum berumur 4 tahun, terbanyak diantara 17-23 bulan. Hanya
sedikit yang mengalami kejang demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun.Biasanya setelah berumur 6
tahun pasien tidak kejang demam lagi, walaupun pada beberapa pasien masih dapat mengalami sampai umur lebih dari 5-6 tahun.Kejang
demam diturunkan secara dominan autosomal sederhana.2

B. KLASIFIKASI
Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu kejang demam sederhana (simple febrile convulsion) dan
epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi triggered of by fever). Definisi ini tidak lagi digunakan karena studi prospektif epidemiologi
membuktikan bahwa risiko berkembangnya epilepsi atau berulangnya kejang tanpa demam tidak sebanyak yang diperkirakan.4
Di Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FK UI-RSCM Jakarta, kriteria Livingston tersebut setelahdimodifikasi dipakai sebagai
pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana ialah:3
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang hanya berlangsung sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.

11
4. Kejang timbul setalah 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria modifikasi Livingston diatas digolongkan pada epilepsi
yang diprovokasi oleh demam. Kejang kelompok ke-dua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang,
sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus saja.3
Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan,yaitu:
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure) yaitu kejang menyeluruh yang berlangsung kurang dari 15, menit dan tidak
berulang dalam 24 jam.
2. Kejang demam kompleks(Complex Febrile Seizure) yaitu kejang fokal (hanya melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung
lebih dari 15 menit dan atau berulang dalam waktu singkat (selama demam berlangsung).
Disini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurologi atau riwayat kejang demam atau kejang tanpa demam dalam keluarga.4,6,7

C. ETIOLOGI
Hingga kini belum diketahui secara pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia,
gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi, kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi
dapat menyebabkan kejang.2-4

12
D. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1ºC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter dan terjadilah kejang.3
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang pada kenaikan suhu tertentu.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38ºC sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi,
kejang baru terjadi pada suhu 40ºC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi
pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.3
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kadang kejang yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapni, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut
jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat.3
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksemia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul
edem otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.3
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang
dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan
anatomis diotak sehingga terjadi epilepsi.3

13
E. MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang
disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis, dan lain-lain.2-4,8Serangan
kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-
klonik bilateral, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik keatas dengan disertai
kekakuan atau kelemahan, gerakan semakin berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.1,2-4,8
Sebagian kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti
sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak kembali
terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung
beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang lama
lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. Jika kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka kemungkinan cedera otak
atau kejang menahun adalah kecil.4
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada penderita yang sebelumnya normal.Kelainan neurologis terjadi pada
sebagian kecil penderita, ini biasanya terjadi pada penderita dengan kejang lama atau berulang baik umum atau fokal.Gangguan intelek dan
gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam sederhana.IQ lebih rendah ditemukan pada penderita kejang demam yang berlangsung
lama dan mengalami komplikasi.Risiko retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar apabila kejang demam diikuti terulangnya kejang tanpa
demam.

F. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kejang pada seorang anak yang mengalami demam dan sebelumnya tidak ada riwayat
epilepsi. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan lanjutan yang perlu dilakukan jika didapatkan karakteristik khusus pada anak,yaitu:2,6-8

14
1. Pungsi lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan untuk menyingkirkan meningitis terutama pada pasien
kejang demam pertama. Pada bayi-bayi kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi
berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan. Berdasar penelitian yang telah diterbitkan, cairan
serebrospinal yang abnormal umumnya diperoleh pada anak dengan kejang demam yang:
a. Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh: kaku kuduk).
b. mengalami complex partial seizure.
c. Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam sebelumnya).
d. Kejang saat tiba di IGD.
e. Keadaan post ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1 jam setelah kejang demam adalah normal.
f. Kejang pertama setelah usia 3 tahun.

Pada anak dengan usia lebih dari 18 bulan, pungsi lumbal dilakukan jika tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat
yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik
sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk dilakukan.7

2. EEG
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidak-normalan gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk
dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit neurologis. 3,4 Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa
EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa
demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang demam, gambaran
tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.1,3,4,8 EEG dapat memperlihatkan

15
gelombang lambat didaerah belakang yang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang unilateral. Perlambatan ditemukan pada 88%
pasien bila EEG dikerjakan pada hari kejang dan ditemukan pada 33% pasien bila EEG dilakukan tiga sampai tujuh hari setelah serangan
kejang.2 Saat ini pemeriksaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam sederhana.2,7

2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor, magnesium, atau gula darah tidak rutin dilakukan
pada kejang demam pertama. Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan sekedar sebagai
pemeriksaan rutin.6,7

3. Pemeriksaan Imaging
Pemeriksaan imaging (CT Scan atau MRI) dapat diindikasikan pada keadaan:6
a. Adanya riwayat dan tanda klinis trauma kepala.
b. Kemungkinan adanya lesi struktural diotak (mikrosefali, spastik).
c. Adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah berulang, fontanel anterior membonjol, paresis saraf
otak VI, edema papil)

G. PENATALAKSANAAN
Dalam penanggulangan kejang demam ada 3 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu: pengobatan fase akut, mencari dan mengobati
penyebab, dan pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam;3,4
1. Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan
napas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi
jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian antipiretik.3,4,9

16
Obat yang paling cepat untuk menghilangkan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena atau intrarektal. Kadar
diazepam tertinggi dalam darah akan tercapai dalam waktu 1-3 menit apabila diazepam diberikan intravena dan dalam waktu 5 menit
apabila diberikan intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam
waktu lebih dari 2 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Apabila kejang tidak berhenti dapat diberikan diazepam lagi dengan dosis dan
cara yang sama. Apabila sukar mencari vena dapat diberikan diazepam intrarektal dengan dosis 0,5-0,75mg/kgBB atau sebanyak 5 mg
pada anak dengan berat badan kurang dari 10kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Bila kejang tidak berhenti diberikan
fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50
mg/kg/menit. Dosis selanjutnya diberikan 4-8 mg/kg/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
Dalam waktu 30-60 menit kadar diazepam dalam otak sudah menurun dan pasien dapat kejang kembali. Oleh karena itu setelah
kejang berhenti harus diberikan obat dengan masa kerja yang lama misalnya valproat atau fenobarbital. Fenobarbital diberikan secara
intramuskular dengan loadingdose. Dosis awal 10-20 mg/kg dan dosis selanjutnya 4-8 mg/kg/hari. Diberikan 24 jam setelah dosis awal.
Fenobarbital dosis tinggi intravena dapat menyebabkan depresi pernapasan, hipotensi, letargi dan somnolen, sehingga pemberian
harus dipantau dengan ketat. Diazepam juga mempunyai efek samping hipotensi dan depresi pernapasan,sebab itu setelah pemberian
fenobarbital dosis tinggi jangan diberikan diazepam.3,4,7,10

2. Mencari dan Mengobati Penyebab


Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam
yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai mengalami meningitis
atau bila kejang demam berlangsung lama. Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbar harus
dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan pada pasien berumur kurang dari 18 bulan. Pemeriksaan laboratorium
lain perlu dilakukan untuk mencari penyebab.2-4

17
3. Pengobatan profilaksis
Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena menakutkan dan bila sering berulang menyebabkan kerusakan otak
menetap. Ada 2 cara profilaksis, yaitu:

a. Profilaksis intermiten pada waktu demam.


Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat
adanya demam pada pasien. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak. Hal yang demikian sebenarnya
sukar dipenuhi. Peneliti-peneliti sekarang tidak mendapat hasil dengan fenobarbital intermiten. Diazepam intermiten memberikan
hasil lebih baik karena penyerapannya cepat. Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan
berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg, setiap pasien menunjukkan suhu 38,50 ºC
atau lebih. Diazepam dapat pula diberikan oral dengan dosis 0,5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek
samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.2-4,7,10
Kepustakaan lain menyebutkan bahwa pemberian diazepam tidak selalu efektif karena kejang dapat terjadi pada onset demam
sebelum diazepam sempat diberikan. Efek sedasi diazepam juga dikhawatirkan dapat menutupi gejala yang lebih berbahaya, seperti
infeksi sistem saraf pusat.11

b. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari (rumatan)


Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi
tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi dikemudian hari. Profilaksis setiap hari terus menerus dengan fenobarbital 4-5 mg/kg
BB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari.2 Antikonvulsan
terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.

18
Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu:
a. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan ( misalnya cerebralpalsy atau mikrosefal).
b. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti oleh kelainan neurologis sementara atau menetap.
c. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orangtua atau saudara kandung.
d. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu episode demam.
Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu
pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau rektal tiap 8 jam disamping antipiretik.2-4

19
ALGORITMA PENGOBATAN MEDIKAMENTOSA SAAT KEJANG12

5 – 15 menit
KEJANG
Perhatikan jalan napas, kebutuhanO2 atau bantuan pernapasan
Bila kejang menetap 3-5 menit,

Diazepam rektal 0,5mg/kg


dosis 5 - 10 kg
> 10 kg : 10 mg rekta
Atau
Diazepam intravena dosis rata-rata
(0,2 – 0,5 mg/kg/dosis)
dapat diulang dengan dosis/cara yang sama dengan interval 5 - 10 menit

15 – 20 menit Pencarian akses vena dan pemeriksaan


laboratorium sesuai indikasi

Kejang (-) Kejang (+)


Fenitoin IV (15 – 20mg/kg) diencerkandgn NaCl 0,9% diberikan selama 20-30 menit atau
dengan kecepatan 50mg/menit

20
> 30 menit: Status konvulsifus

Kejang (-) Kejang (+)


Dosis pemeliharaan Fenobarbotal IV/IM 10-20 mg/kg
FenitoinIV 5 – 7mg/kg
diberikan 12 jam kemudian

Kejang (-) Kejang (+)


Dosis pemeliharaan Perawatan Ruang Intensif

Fenobarbital IVIM 5-7 mg/kg Pentobarbital IV 5 – 15mg/kg


diberikan 12 jam kemudian bolus atau Midazolam 0,2 mg/kg

21
Plan:
DIAGNOSIS KERJA
Kejang Demam Kompleks
Diare akut Dehidrasi Sedang

TERAPI
Farmakologis
- IVFD RL3 cc/kgBB/jam
- Paracetamol 3x3/4 Cth
- Diazepam 2x5 mg bila suhu >390C
- Lacto B 1x1 sachet

Nonfarmakologis
 Obeservasi keadaan umum dantanda-tanda vital
 Istirahat tirah baring
 Jaga hygiene

22
II. FOLLOW UP
Tgl S O A P
12/11/19 -Kejang (-) KU/KS: TSS, rewel/CM -Kejang IVFD Asering 3 cc/kgBB/jam
RH-1 -Demam(-) Kepala: normocephali, UUB Demam Paracetamol 3x 3/4 Cth (bila suhu > 380C)
Bebas demam 1 hari -Muntah (-) sudah menutup Kompleks Diazepam 2 x 5mg (bila suhu > 390C)
-BAB cair dengan Mata: cekung(-/-),CA(-/-) -Diare Zinkid 1x20mg
N:114x/m, regular,isi ampas, lendir (+), Hidung: NCH-/-, secret -/- Akut Lacto.B 1 x ½ sach
cukup,kuat, equal darah (-), 2x/hari, Mulut: tonsil T1-T1, uvula di Dehidrasi
T:37,0 ºC volume ± ½ gelas tengah,hiperemis(-),bibir ringan
RR:32x /m aqua. kering(+)
- BAK kesan Leher: KGB dan tiroid: ttm,
cukup kaku kuduk (-)
- makan ↓/ minum Thorax: C/ BJI-II reg,
baik P/ SNV+/+,rh-/-,wh-/-
Abdomen:supel, BU(+)
5x/menit,turgor baik
Ekstremitas: CRT< 2”
R. Fisiologis: +/+
R. Patologis: -/-

23
13/11/19 -Kejang (-) KU/KS: TSS /CM -Kejang Venflon
RH-2 -Demam (-) Kepala: normocephali, UUB Demam Paracetamol 3x 3/4 Cth (bila suhu > 380C)
Bebas demam 2 hari -Muntah (-) sudah menutup Kompleks Diazepam 2 x 5mg (bila suhu > 390C)
-BAB kental, Mata: cekung (-/-),CA (-/-) -Diare Zinkid 1x20mg
N:118x/m, regular, isi warna kuning, Hidung: NCH -/-, secret -/- Akut tanpa Lacto.B 1 x ½ sach
cukup, kuat, equal lendir (-) darah (-), Mulut: tonsil T1-T1, uvula di Dehidrasi
T: 36,6 ºC 1x/hari tengah,hiperemis (-), bibir
RR: 38x /m - BAK kesan kering (-)
cukup Leher: KGB dan tiroid: ttm,
- makan / minum kaku kuduk (-)
baik Thorax: C/ BJI-II reg,
P/ SNV +/+, rh -/-, wh -/-
Abdomen: supel, BU (+)
5x/menit, turgor baik
Ekstremitas: CRT< 2”
R. Fisiologis: +/+
R. Patologis: -/-

14/11/19 -Kejang (-) KU/KS: TSS /CM -Kejang Venflon

24
RH-3 -Demam (-) Kepala: normocephali, UUB Demam Paracetamol 3x 3/4 Cth (bila suhu > 380C)
Bebas demam 3 hari -Muntah (-) sudah menutup Kompleks Diazepam 2 x 5mg (bila suhu > 390C)
-BAB cair (-), Mata: cekung (-/-),CA (-/-) -Diare Zinkid 1x20mg
N:104x/m, regular, isi lembek 1x/hari Hidung: NCH -/-, secret -/- Akuttanpa Lacto.B 1 x ½ sach
cukup, kuat, equal - BAK kesan Mulut: tonsil T1-T1, uvula di Dehidrasi
T: 36,5 ºC cukup tengah,hiperemis (-), bibir Pasien boleh pulang
RR: 32x /m - makan / minum kering (-)
baik Leher: KGB dan tiroid: ttm,
kaku kuduk (-)
Thorax: C/ BJI-II reg,
P/ SNV +/+, rh -/-, wh -/-
Abdomen: supel, BU (+)
5x/menit, turgor baik
Ekstremitas: CRT< 2”
R. Fisiologis: +/+
R. Patologis: -/-

25

Anda mungkin juga menyukai