Anda di halaman 1dari 21

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Sejarah Vaksin


Vaksin menerobos dunia modern pertama kali pada tahun 1796, ketika Edward Jenner,
seorang dokter dari Inggris, meneliti seorang pekerja harian yang terkena penyakit cacar,
dengan diimunisasi dengan cacar sapi ringan. Dia mengambil beberapa cairan dari luka
penderita cacar sapi dan menggoreskan di permukaan lengan anak berusia 8 tahun. Empat
pulah delapan (48) hari kemudian Jenner memberi nama “vaksin” (bahasa latin dari Sapi).
Terobosan baru lainnya datang pada akhir abad 19, ketika Louis Pasteur seorang ahli
kimia dari Perancis, mengembangkan tehnik kimia untuk mengisolasi virus
dan melemahkannya, yang efeknya dapat dipakai sebagai vaksin. Sebelum vaksinasi
memancing kontroversi. Pasteur pertama kali mencatat, memasukkan vaksin rabies ke tubuh
manusia yang mendapat protes keras oleh ahli jiwa dan masyarakat.
Upaya untuk menggalakkan imunisasi di Inggris yang menurun pada
abad tersebut merupakan kenyataan pahit akibat dari penentangan/protes terhadap
imunisasi. Meskipun Inggris menghadapi resiko serius terhadap penyakit Tipus yang
mewabah di medan perang Boer (Afrika Selatan).
Pada perubahan jaman ini, peneliti lainnya telah mengembangkan vaksin yang tidak
aktif untuk melawan Tipus, wabah Rabies dan Kolera. Pada pertengahan tahun 1920-
an, vaksin telah dikembangkan untuk melawan Dipteri (penyakit yang sering menyebabakan
kematian pada anak-anak) dan Pertusis.
Dua tim ahli dipimpin oleh Jonas Salk and Albert Sabin mengembangkan vaksin Polio.
Vaksin untuk mencegah Polio, digunakan untuk membunuh virus, dipatenkan pada tahun
1954 dan digunakan untuk kampanye imunisasi. Kurang dari enam tahun, kasus Polio
menurun 90%. Tetapi vaksin Salk tidak melengkapi imunisasi secara menyeluruh untuk
semua jenis virus Polio. Pada tahun 1961, Sabin telah mengembangkan vaksin oral yang
bekerja secara aktif (hidup) berupa virus yang telah dilemahkan, untuk menggantikan
imunisasi dengan suntik jenis Salk di Amerika Serikat. Pada tahun 1960-an, vaksin
digunakan secara rutin dan tidak menyebabkan kontroversi pada masyarakat dan paramedis,
dan vaksin virus aktif (hidup) telah dikembangkan untuk Campak (1963), Rubella/ campak
Jerman (1966) dan penyakit Gondong (1968).
Bahaya Serangan DPT (Mary H. Cooper, 1995).
Pada awal tahun 1980-an, wabah infeksi yang membunuh ratusan anak-anak tiap tahun
telah mencemaskan orang tua. Sebagian kecil orang tua merasa anaknya menderita akibat
vaksin yang diberikan tidak aman bagi anak mereka terutama DPT. Di antara mereka adalah
anggota National Vaccine Information Center (NVIC)
Pada tahun 1982. Fisher dan para ibu menemukan kelompok pembela yang tergabung
dalam NVIC dan meyakinkan konggres untuk menyediakan vaksin DPT yang aman.
Pada tahun 1991, Fisher mendokumentasikan perkembangan vaksin DPT dalam “A
Shot in the Dark” (menyerang dalam kegelapan), dan menerangkan bagaimana lebih banyak
racun pertusis menyebabkan banyak masalah, dan mengapa diamankan dan tidak dipasarkan
secara luas di Amerika Serikat.
Tidak tahu secara pasti mengapa pemerintah Amerika Serikat menarik vaksin DPT dari
pasaran pada tahun 1996 dan merekomendasikan dokter menutup vaksin jenis DTaP. Hanya
6-7 persen dari vaksin pertusis di Amerika Serikat masih mengandung DPT. Tetapi itu
telah digunakan secara luas di masyarakat dunia ketiga (negara berkembang).
Pada masa pemerintahan Clinton telah diijinkan untuk memperpanjang program
vaksinasi untuk masyarakat miskin dan merekomendasikan ijin baru untuk memperbaiki
tingkat vaksinasi. Sejak tahun 1994, program vaksinasi telah dijalankan dalam pemerintahan
untuk anak-anak miskin secara Cuma-Cuma.
2.2 Pengertian Vaksinasi

Vaksin berasal dari kata vacca (sapi). Di temukan oleh edward jenner pada tahun 1798

yang mengendalikan penyakit cacar (smallpox) pada manusia. Vaksin adalah bahan antigenik

yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat

mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau "liar".

Vaksin dapat berupa galur virus atau bakteri yang telah dilemahkan sehingga tidak

menimbulkan penyakit. Vaksin dapat juga berupa organisme mati atau hasil-hasil

pemurniannya (protein, peptida, partikel serupa virus, dsb.). Vaksin akan mempersiapkan

sistem kekebalan manusia atau hewan untuk bertahan terhadap serangan patogen tertentu,

terutama bakteri, virus, atau toksin. Vaksin juga bisa membantu sistem kekebalan untuk

melawan sel-sel degeneratif (kanker).


2.3 Macam Macam Vaksin

a. Hidup, dilemahkan Vaksin

Hidup, vaksin dilemahkan berisi versi dari mikroba hidup yang telah melemah di

laboratorium sehingga tidak dapat menyebabkan penyakit. Karena vaksin, hidup dilemahkan

adalah hal yang paling dekat dengan infeksi alami, vaksin ini baik "guru" dari sistem

kekebalan tubuh: Mereka mendapatkan tanggapan seluler dan antibodi yang kuat dan sering

memberikan kekebalan seumur hidup dengan hanya satu atau dua dosis.

Meskipun keuntungan dari hidup, vaksin dilemahkan, ada beberapa kelemahan. Ini

adalah sifat dari makhluk hidup untuk mengubah, atau bermutasi, dan organisme yang

digunakan dalam hidup, vaksin dilemahkan tidak berbeda. Kemungkinan jarak jauh ada

bahwa mikroba dilemahkan dalam vaksin bisa kembali ke bentuk virulen dan menyebabkan

penyakit. Juga, tidak semua orang dapat menerima hidup aman, vaksin dilemahkan. Untuk

perlindungan mereka sendiri, orang-orang yang telah rusak atau melemah sistem kekebalan

tubuh-karena mereka telah menjalani kemoterapi atau memiliki HIV, misalnya-tidak dapat

diberikan vaksin hidup.

Keterbatasan lain adalah bahwa hidup, vaksin dilemahkan biasanya perlu didinginkan

untuk tetap kuat. Jika vaksin harus dikirim ke luar negeri dan disimpan oleh pekerja

perawatan kesehatan di negara berkembang yang kekurangan pendingin luas, vaksin hidup

mungkin bukan pilihan terbaik.

Hidup, vaksin dilemahkan relatif mudah untuk membuat untuk virus tertentu. Vaksin

campak, gondok, dan cacar air, misalnya, dibuat dengan metode ini. Virus mikroba sederhana

yang berisi sejumlah kecil gen, dan ilmuwan karena itu dapat lebih mudah mengontrol

karakteristik mereka. Virus sering dilemahkan melalui metode generasi yang tumbuh dari

mereka dalam sel di mana mereka tidak mereproduksi sangat baik.


Lingkungan yang tidak bersahabat ini mengambil bertarung habis virus: Ketika mereka

berevolusi untuk beradaptasi dengan lingkungan baru, mereka menjadi lemah sehubungan

dengan tuan alami mereka, manusia.

Hidup, vaksin dilemahkan lebih sulit untuk membuat untuk bakteri. Bakteri memiliki

ribuan gen dan dengan demikian jauh lebih sulit untuk mengendalikan. Para ilmuwan bekerja

pada sebuah vaksin hidup untuk bakteri, bagaimanapun, mungkin bisa menggunakan

teknologi DNA rekombinan untuk menghapus gen beberapa kunci. Pendekatan ini telah

digunakan untuk membuat vaksin melawan bakteri yang menyebabkan kolera, Vibrio

cholerae, meskipun vaksin kolera hidup belum berlisensi di Amerika Serikat.

b. Vaksin yang dilemahkan

Para ilmuwan memproduksi vaksin dilemahkan dengan membunuh mikroba penyebab

penyakit dengan bahan kimia, panas radiasi, atau. Vaksin tersebut lebih stabil dan lebih aman

dari vaksin hidup: Para mikroba mati tidak dapat bermutasi kembali ke penyebab penyakit

negara mereka. Vaksin dilemahkan biasanya tidak memerlukan pendinginan, dan mereka

dapat dengan mudah disimpan dan diangkut dalam bentuk beku-kering, yang membuat

mereka dapat diakses oleh orang di negara berkembang.

Kebanyakan vaksin tidak aktif, bagaimanapun, merangsang respon sistem kekebalan

yang lebih lemah dibandingkan vaksin hidup. Jadi kemungkinan akan mengambil dosis

beberapa tambahan, atau suntikan booster, untuk mempertahankan kekebalan seseorang. Hal

ini bisa menjadi kelemahan di daerah di mana orang tidak memiliki akses ke perawatan

kesehatan rutin dan tidak bisa mendapatkan tembakan pendorong tepat waktu.
c. Vaksin subunit

Alih-alih seluruh mikroba, vaksin subunit hanya mencakup antigen yang paling

merangsang sistem kekebalan tubuh. Dalam beberapa kasus, vaksin ini menggunakan epitop-

bagian yang sangat spesifik antigen yang antibodi atau sel T mengenali dan mengikat. Karena

vaksin subunit hanya berisi antigen penting dan tidak semua molekul lain yang membentuk

mikroba, kemungkinan reaksi negatif terhadap vaksin lebih rendah.

Vaksin subunit dapat berisi mana saja dari 1 sampai 20 atau lebih antigen. Tentu saja,

mengidentifikasi antigen yang terbaik merangsang sistem kekebalan tubuh adalah, rumit

proses memakan waktu. Setelah para ilmuwan itu, bagaimanapun, mereka dapat membuat

vaksin subunit dalam salah satu dari dua cara:

1. Mereka bisa tumbuh mikroba di laboratorium dan kemudian menggunakan

bahan kimia untuk istirahat itu terpisah dan mengumpulkan antigen penting.

2. Mereka dapat memproduksi molekul antigen dari mikroba menggunakan

teknologiDNA rekombinan. Vaksin diproduksi dengan cara ini disebut "vaksin

subunit rekombinan."

Sebuah vaksin subunit rekombinan telah dibuat untuk virus hepatitis B. Para ilmuwan

dimasukkan hepatitis B gen yang kode untuk antigen penting ke ragi roti yang umum itu.

Ragi kemudian menghasilkan antigen, yang para ilmuwan dikumpulkan dan dimurnikan

untuk digunakan dalam vaksin. Penelitian melanjutkan vaksin subunit rekombinan terhadap

virus hepatitis.
d. Vaksin toksoid

Untuk bakteri yang mengeluarkan racun, atau bahan kimia berbahaya, vaksin toksoid

mungkin jawabannya. Vaksin ini digunakan ketika sebuah toksin bakteri adalah penyebab

utama penyakit. Para ilmuwan telah menemukan bahwa mereka dapat menonaktifkan racun

dengan memperlakukan mereka dengan formalin solusi, formaldehida dan air steril. Seperti

"didetoksifikasi" racun, yang disebut toxoid, aman untuk digunakan dalam vaksin.

Ketika sistem kekebalan tubuh menerima vaksin yang mengandung toksoid tidak

berbahaya, ia belajar bagaimana untuk melawan toksin alami. Sistem kekebalan tubuh

menghasilkan antibodi yang mengunci ke dan blok toksin. Vaksin terhadap difteri dan tetanus

adalah contoh dari vaksin toksoid.

e. Vaksin Konjugat

Jika bakteri memiliki lapisan luar dari molekul gula yang disebut polisakarida, seperti

bakteri berbahaya banyak, para peneliti dapat mencoba membuat vaksin konjugasi untuk itu.

Coating antigen polisakarida bakteri menyamar sehingga sistem kekebalan yang belum

matang bayi dan anak-anak muda tidak dapat mengenali atau menanggapi mereka. Konjugat

vaksin, tipe khusus vaksin subunit, mendapatkan sekitar masalah ini.

Ketika membuat vaksin konjugasi, para ilmuwan menghubungkan toxoid antigen atau

dari mikroba bahwa sistem kekebalan bayi bisa mengenali dengan polisakarida. Hubungan

yang membantu sistem kekebalan tubuh yang belum matang bereaksi terhadap lapisan

polisakarida dan membela terhadap bakteri penyebab penyakit.

Vaksin yang melindungi terhadap Haemophilus influenzae tipe B (Hib) adalah vaksin

konjugasi.
f. Vaksin DNA

Setelah gen dari mikroba telah dianalisis, para ilmuwan bisa mencoba untuk membuat

vaksin DNA terhadap itu.

Masih dalam tahap percobaan, vaksin ini menunjukkan janji besar, dan beberapa jenis sedang

diuji pada manusia. Vaksin DNA mengambil imunisasi ke tingkat teknologi baru. Vaksin ini

mengeluarkan dengan baik organisme keseluruhan dan bagian-bagiannya dan mendapatkan

hak ke penting: materi genetik mikroba. Secara khusus, vaksin DNA menggunakan gen yang

kode untuk mereka semua-penting antigen.

Para peneliti telah menemukan bahwa ketika gen untuk antigen mikroba adalah

diperkenalkan ke dalam tubuh, beberapa sel akan mengambil DNA yang. DNA kemudian

memerintahkan sel-sel untuk membuat molekul antigen. Sel-sel mensekresikan antigen dan

menampilkan mereka di permukaan mereka. Dengan kata lain, sel-sel tubuh sendiri menjadi

vaksin-membuat pabrik, menciptakan antigen yang diperlukan untuk merangsang sistem

kekebalan tubuh.

Sebuah vaksin DNA terhadap mikroba akan membangkitkan respon antibodi yang

kuat terhadap antigen yang mengambang bebas disekresikan oleh sel, dan vaksin juga akan

merangsang respon seluler yang kuat terhadap antigen mikroba yang ditampilkan pada

permukaan sel. Vaksin DNA tidak dapat menyebabkan penyakit karena tidak akan

mengandung mikroba, hanya salinan dari beberapa gen. Selain itu, vaksin DNA relatif mudah

dan murah untuk merancang dan menghasilkan.


Jadi yang disebut vaksin DNA telanjang terdiri dari DNA yang diberikan langsung ke

dalam tubuh. Vaksin ini dapat diberikan dengan jarum suntik atau dengan perangkat jarum-

kurang yang menggunakan gas bertekanan tinggi untuk menembak partikel emas dilapisi

dengan DNA mikroskopis langsung ke dalam sel. Kadang-kadang, DNA dicampur dengan

molekul yang memfasilitasi penyerapan oleh sel-sel tubuh. Vaksin DNA telanjang yang

sedang diuji pada manusia termasuk yang melawan virus yang menyebabkan influenza dan

herpes.

g. Vaksin rekombinan vektor

Vaksin rekombinan vektor vaksin eksperimental mirip dengan vaksin DNA, tetapi

mereka menggunakan sebuah virus dilemahkan atau bakteri untuk memperkenalkan DNA

mikroba untuk sel-sel tubuh. "Vector" mengacu pada virus atau bakteri digunakan sebagai

carrier.

Di alam, virus menempel pada sel-sel dan menyuntikkan materi genetik mereka ke

dalamnya. Di laboratorium, para ilmuwan telah mengambil keuntungan dari proses ini.

Mereka telah menemukan cara untuk mengambil genom virus lapang tidak berbahaya atau

dilemahkan tertentu dan memasukkan bagian-bagian dari materi genetik dari mikroba lain ke

dalamnya. Virus pembawa kemudian feri bahwa DNA mikroba untuk sel. Vaksin

rekombinan vektor sangat menyerupai infeksi alam dan karena melakukan pekerjaan dengan

baik merangsang sistem kekebalan tubuh.

Dilemahkan bakteri juga dapat digunakan sebagai vektor. Dalam hal ini, materi genetik

disisipkan menyebabkan bakteri untuk menampilkan antigen dari mikroba lain pada

permukaannya. Akibatnya, bakteri tidak berbahaya meniru mikroba berbahaya, memicu

respon kekebalan tubuh.

Para peneliti sedang bekerja di kedua vaksin bakteri dan virus berbasis vektor rekombinan

untuk HIV, rabies, dan campak.


2.4 Cara Kerja

Bakteri, virus dan kuman penyakit mengancam tubuh setiap harinya. Tetapi bila penyakit

yang disebabkan mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh, maka tubuh kita akan

membentuk suatu sistem kekebalan, membuat protein yang disebut antibodi untuik melawan

mikroorganisme tersebut. Tujuan dari sistem kekebalan tubuh adalah mencegah penyakit

dengan menghancurkan serbuan dari luar atau membuatnya menjadi tidak berbahaya.

Vaksin merangsang sistem kekebalan tubuh. Untuk memahami bagaimana vaksin

bekerja, maka perlu diketahui juga bagaimana tubuh kita mendapatkan kekebalan.

1) Memahami kekebalan tubuh

Tubuh kita bisa kebal terhadap bakteri, virus dan kuman dengan dua cara:

a) Dengan mendapat penyakit (kekebalan alami).

b) Dengan vaksin (kekebalan yang disebabkan oleh vaksin).

Baik itu kekebalan alami atau dari vaksinasi, sekali anda mendapat kekebalan terhadap

penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme, anda akan lebih terlindungi dari penyakit

tersebut.

2) Kekebalan Alami

Kekebalan alami berkembang setelah terekspos oleh organisme tertentu. Sistem

kekebalan anda akan bekerja sebagai pertahanan terhadap penyakit yang sama dari virus atau

bakteri tertentu.

Paparan terhadap penyerbu ini akan merangsang pembentukan sel darah putih tertentu dalam

tubuh yang disebut sel B. Sel B memproduksi plasma sel, yang kemudian memproduksi

antibodi yang didesain spesifik untuk melawan kuman. Antibodi ini disirkulasi ke cairan

tubuh. Bila ada kuman yang sama masuk dalam tubuh di lain waktu, antibodi itu akan

mengenali dan akan menghancurkannya.


Sekali tubuh kita memproduksi antibodi tertentu, maka antibodi tersebut akan

diproduksi bila diperlukan.

Disamping kerja B sel, sel darah putih lain singgah macrophages menghadapi dan

memusnahkan penyerbu asing. Jika tubuh bertemu dengan kuman yang belum pernah

terekspos sebelumnya, informasi mengenai kuman disampaikan ke sel darah putih yang

disebut sel T pembantu. Sel ini membantu produksi sel yang berjuang melawan infeksi lain.

Satu kali terekspos oleh virus atau bakteri tertentu, waktu berikutnya terekspos, antibodi dan

sel T akan bekerja. Mereka dengan segera bereaksi terhadap organisme, menyerangnya

sebelum penyakit berkembang. Sistem kekebalan bisa mengenali dan secara efektif

bertempur melawan organisme yang berbeda.

2.5 Jenis-jenis vaksin pada ternak

1) Vaksin Marek

Vaksin ini digunakan untuk mencegah penyakit Marek dan diberikan secara subcutan

atau intramuskular pada DOC. Biasanya vaksin ini sudah dilakukan oleh breeder. Menurut

literature vaksinasi dilakukan dengan injeksi subcutan di bawah leher.

2) Vaksin ND + IB

Vaksin ini digunakan untuk mencegah penyakit Newcastle Disease dan Infectious

Bronchitis. Cara pemberian vaksin ini ada 2 cara yaitu dengan tetes mata dan suntik injeksi

intramuskular pada bagian dada. Perbedaan metode vaksin ini dikarenakan perbedaan umur

ayam yang akan divaksin.

3) Vaksin IB

Vaksin IB digunakan untuk menimbulkan kekebalan ayam terhadap Infectious Bronchitis.

Pemberian vaksin ini sangat mudah yaitu dengan mencampurkannya dalam air minum.
4) Vaksin ND

Pemberian vaksin ini bertujuan mencegah timbulnya penyakit Newcastle Disease pada

unggas. Vaksin ini juga dilakukan dengan 3 cara yaitu dengan pemberian tetes mata, metode

injeksi subcutan dan injeksi intramuskuler pada dada.

5) Vaksin Cocci

Vaksin Cocci ini sangat mahal harganya, sehingga kadangkala banyak peternak yang

melewati vaksin ini karena dalam beberapa pakan ayam jadipun sudah mengandung

koksidiostat. Cara pemberian vaksin ini terdapat 2 kategori ada yang menggunakannya

melalui air minum dan ada juga yang menyemprotkannya ke pakan.

6) Vaksin Gumoro

Vaksin gumoro juga diberikan pada air minum.

7) Vaksin Coryza

Vaksin coryza ini digunakan untuk mencegah timbulnya wabah Snot atau Coryza. Cara

pemberian vaksin ini dilakukan dengan injeksi intramuskuler pada dada atau paha. Menurut

SHS, petunjuk pemakaian vaksin ini adalah sbb:

a) Double injeksi 0,5-1 ml pada ayam umur 10 minggu

b) Initial dose 0,5-1 ml pada ayam umur 4-6 minggu

c) Booster 0,5-1 ml pada ayam umur 14-16 minggu

d) Injeksi dilakukan pada otot paha untuk mendapatkan kekebalan

8) Vaksin Fowl Pox/Cacar

Vaksinasi cacar ini sangat berbeda dengan vaksin-vaksin lainnya. Pemberian vaksin ini

dilakukan dengan metode tusuk sayap. Vaksin ini dikemas dalam satu vial berbentuk cairan

emulsi.
Petunjuk pemakaian dan dosisnya menurut Vaksindo adalah sebagai berikut:

a. Kocok vaksin sampai emulsinya menjadi rata (homogen) sebelum dipakai.

b. Bentangkan sayap ayam sedemikian rupa sehingga “wingweb”nya terlihat

jelas.

c. Celupkan jarum yang tersedia ke dalam vaksin

d. Tusuk wingweb dengan jarum tersebut hingga tembus.

e. Satu dosis vaksin setara dengan 0,01 ml.

f. Vaksinasi dilakukan pada ayam umur 4-7 minggu dan dapat diulang pada

umur 8-12 minggu.

g. Lima sampai tujuh hari setelah vakinasi akan terjadi kekebalan ditandai

dengan terbentuknya sarang pox. Sarang pox akan mengecil dan menghilang

setelah 21 hari.

9) Vaksin ILT

Vaksinasi ILT bertujuan untuk membentuk kekebalan tubuh ayam terhadap terjadinya

infeksi pada saluran laringotracheal. Cara pemberian vaksin ini adalah tetes mata, tetes

hidung dan pemberian pada air minum.

10) Vaksin EDS

Vaksin ini selain merupakan booster untuk ND dan IB, vaksin ini juga

digunakan untuk mencegah terjadinya Egg Drop Syndrom pada ayam layer. Vaksinasi ini

dilakukan dengan melakukan injeksi intramuskuler pada dada.


11) Vaksin AI

Vaksinasi ini mulai merebak setahun belakangan ini akibat adanya kasus flu burung

yang melanda Thailand, China dan Malaysia. Di beberapa wilayah Indonesia juga terjangkit

wabah flu burung. Penyakit ini juga membuat kerugian yang sangat luar biasa karena seluruh

ayam yang terkena harus dimusnahkan. Namun, flu burung ini dapat ditanggulangi dengan

melakukan vaksinasi sejak dini yaitu melakukan vaksinasi pada anak-anak ayam atau pada

ayam dewasa agar terbentuk kekebalan tubuh terhadap serangan flu burung yang dicurigai

disebarkan melalui burung-burung liar yang melakukan migrasi.

Vaksin ini dilakukan dengan dua cara yaitu dengan injeksi subcutan dan injeksi

intramuskuler pada otot dada. Perbedaan ini didasari oleh umur ayam yang akan dilakukan

vaksinasi. Menurut Vaksindo sebagai produsen, spesifikasi dan petunjuk pemakaian vaksin

ini adalah sbb:

VAKSIFLU AIÒ adalah vaksin inaktif yang dibuat dari virus Avian Influenza (AI) isolat

lapangan (autovaksin) subtipe H5N1.

Kegunaan ; Vaksin ini digunakan untuk menimbulkan kekebalan terhadap virus AI subtipe

H5N1 pada ayam atau unggas lainnya.

2.6 Proses Pembuatan Vaksin


1. Tahap produksi vaksin

Cara produksi vaksin bukanlah seperti cara membuat obat racikan, namun proses
pembuatannya sangat rumit sehingga untuk 1 jenis vaksin baru, dibutuhkan pembuatan
hingga pengujian selama 10 – 20 tahun. Produksi vaksin memiliki beberapa tahap. Proses
pembuatan vaksin memiliki langkah-langkah berikut:

2. Menghasilkan antigen dari Kuman

Produksi awal melibatkan pembentukan antigen dari mikroba. Untuk ini virus atau
mikroba tumbuh baik pada sel-sel dasar seperti telur ayam (misalnya vaksin influenza).
Antigen juga bisa merupakan racun atau toxoid dari organisme (misalnya difteri atau tetanus)
atau mungkin berupa bagian potongan tubuh kuman. Selain itu antigen juga bisa jad berupa
protein atau bagian dari organisme yang dibiakkan dengan media jamur, bakteri lain atau sel
budidaya. Bakteri atau virus dibuat lemah dengan menggunakan bahan kimia atau panas
untuk membuat vaksin (misalnya vaksin polio).

3. Isolasi antigen

Isolasi bertujuan untuk menghilangkan komponen yang tidak diinginkan dari hasil
kultur. Pemurnian / pencucian bertujuan untuk mempertahankan komponen yang diinginkan
secara selektif sesuai dengan spesifikasi tertinggi, sekaligus secara selektif membuang
komponen yang tidak diperlukan. Umumnya purifikasi ini dilakukan setelah proses
fermentasi.

Beberapa metode yang digunakan pada purifikasiadalah sentrifugasi, kromatografi


dan filtrasi. Filtrasi dilakukan dengan memberikan tekanan tertentu agar larutan yang ingin
dimurnikan masuk melalui membran penyaringan, “dicuci” hingga jutaan kali (seperti pada
beberapa vaksin yang bersinggungan dengan enzim tripsin babi), sehingga pada akhirnya
yang tersisa hanyalah komponen yang diinginkan.

4. Penambahan Bahan Dasar Vaksin

Setelah antigen dibentuk, vaksin diformulasikan dengan menambahkan ajuvan, stabilisator


dan pengawet :

1. Adjuvan : berfungsi untuk memperkuat respons imun


2. Stabilizer : berfungsi untuk menstabilkan vaksin, misalnya dalam suhu ekstrim
3. Aditif/ Preservatif / Pengawet : berfungsi sebagai antimikroba, khususnya pada vaksin
kemasan multidosis.

Adalah hal yang sulit untuk membuat vaksin vaksin kombinasi karena kemungkinan tidak
kompatibel dan interaksi antara antigen dan bahan-bahan lain dari vaksin, oleh karena itu
harga vaksin kombinasi lebih mahal daripada harga vaksin tunggal.

Persyaratan-persyaratan produksi vaksin

Setiap tahap dari produksi vaksin wajib mengikuti kaidah GMP (Good Manufacturing
Practice) dan diawasi ketat oleh lembaga yang berwenang. WHO (Badan Kesehatan Dunia)
telah mengeluarkan peraturan ini sehingga vaksin yang diproduksi oleh perusahaan manapun
di setiap belahan negar akan memiliki kualitas yang sama. Produk perlu dilindungi dari
udara, air dan kontaminasi manusia. Lingkungan perlu dilindungi dari tumpahan antigen.
Proses kendali mutu vaksin dilakukan dengan sangat ketat, konsisten dan berkala.
Secara acak dipilih vaksin yang akan diperiksa kualitasnya. Indikator yang diperiksa adalah
sterilitas, stabilitas kimiawi, keamanan/ toksisitas, virulensi, bahkan hingga pengaruhnya
kepada lingkungan sekitar.

Salah satu hal penting lainnya adalah pelaksanaan uji lot / batch release. Pada setiap

rangkaian produk vaksin dalam suatu waktu tertentu, dilakukan penandaan berupa kode

tertentu misalnya lot/ batch number untuk memastikan konsistensi kemurniaan, potensi dan

keamanan vaksin yang diproduksi pada waktu berlainan tetaplah sama dan tidak terjadi

penyimpangan.

2.7 Vaksin yang Diberikan Pada Manusia

Di Indonesia, vaksin hepatitis B, polio, BCG, DTP dan campak merupakan imunisasi
wajib. Sedangkan sisanya merupakan vaksinasi yang direkomendasikan. Berikut ini adalah
jenis-jenis vaksin yang direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dalam
program imunisasi, di antaranya:
1. Hepatitis B
Hepatitis B merupakan salah satu penyakit infeksi hati berbahaya yang disebabkan oleh
virus melalui cairan tubuh dan darah. Pemberian vaksin hepatitis B bisa dilakukan pertama
kali pada anak setelah kelahirannya. Selanjutnya vaksin ini bisa kembali diberikan pada saat
anak berusia satu bulan dan pemberian ketiga di kisaran usia 3-6 bulan.
Efek samping vaksin hepatitis B yang tergolong umum adalah demam dan rasa lelah pada
anak. Sedangkan efek samping yang jarang terjadi adalah gatal-gatal, kulit menjadi
kemerahan, dan pembengkakan pada wajah.
2. Polio
Polio merupakan penyakit virus yang dapat menyebabkan kelumpuhan, sesak napas, dan
terkadang kematian. Pemberian vaksin polio harus dilakukan dalam satu rangkaian, yaitu
pada saat anak baru dilahirkan dan pada saat anak berusia dua, empat, serta enam bulan.
Vaksin ini selanjutnya bisa diberikan kembali di usia satu setengah tahun, dan yang terakhir
di usia lima tahun.
Efek samping vaksin polio yang paling umum adalah demam dan kehilangan nafsu
makan, sedangkan efek samping yang sangat jarang terjadi adalah reaksi alergi berupa gatal,
kulit kemerahan, wajah membengkak hingga susah bernapas atau menelan.
3. BCG
Vaksin BCG diberikan untuk mencegah penyakit tuberkulosis atau yang lebih dikenal
sebagai TBC. Penyakit ini merupakan penyakit serius yang dapat ditularkan melalui
hubungan dekat dengan orang yang terinfeksi TB, seperti hidup di rumah yang sama.
Pemberian vaksin BCG hanya dilakukan satu kali, yaitu pada saat anak baru dilahirkan
hingga berusia dua bulan. Efek samping vaksin BCG yang paling umum adalah munculnya
benjolan bekas suntik pada kulit, sedangkan efek samping yang sangat jarang terjadi adalah
reaksi alergi.
4. DTP
Vaksin DTP merupakan jenis vaksin gabungan. Vaksin ini diberikan untuk mencegah
penyakit difteri, tetanus, dan pertusis. Pertusis lebih dikenal dengan sebutan batuk rejan.
Difteri merupakan penyakit berbahaya yang dapat menyebabkan sesak napas, radang
paru-paru, hingga masalah pada jantung dan kematian. Sedangkan tetanus merupakan
penyakit kejang dan kaku otot yang sama mematikannya. Dan yang terakhir adalah batuk
rejan atau pertusis, yaitu penyakit batuk parah yang dapat mengganggu pernapasan. Sama
seperti difteri, batuk rejan juga dapat menyebabkan radang paru-paru, kerusakan otak, bahkan
kematian.
Pemberian vaksin DTP harus dilakukan lima kali, yaitu pada saat anak berusia:
a. Dua bulan
b. Empat bulan
c. Enam bulan
d. Satu setengah tahun
e. Lima tahun
Vaksin DTP tidak dilisensikan untuk anak-anak usia di atas tujuh tahun, remaja, atau
dewasa. Namun vaksin sejenis yang disebut Tdap bisa diberikan pada usia 12 tahun. Efek
samping vaksin DTP yang tergolong umum adalah rasa nyeri, demam, dan mual. Efek
samping yang jarang terjadi adalah kejang-kejang.
5. Campak
Campak adalah penyakit virus yang menyebabkan demam, pilek, batuk, sakit
tenggorokan, radang mata, dan ruam. Vaksin campak diberikan tiga kali yaitu pada saat anak
berusia sembilan bulan, dua tahun, dan enam tahun.
6. MMR
Selain vaksin campak biasa, ada pilihan alternatif yaitu vaksin MMR yang merupakan
vaksin kombinasi. Vaksin ini merupakan gabungan antara vaksin campak, gondong, dan
campak Jerman.
Gondong merupakan penyakit virus yang menyebabkan terjadinya pembengkakan
kelenjar parotis di bawah telinga. Gejala lain dari gondong adalah demam, nyeri sendi, dan
sakit kepala. Campak Jerman merupakan penyakit virus yang dapat menyebabkan nyeri
sendi, pilek, demam, pembengkakan kelenjar di sekitar kepala dan leher, serta munculnya
ruam berwarna merah pada kulit.
Pemberian vaksin MMR dilakukan dua kali, yaitu saat anak berusia satu tahun tiga bulan
dan saat anak berusia 15-18 bulan dengan minimal jarak 6 bulan dengan pemberian vaksin
campak. Pemberian kedua diberikan saat anak berusia 6 tahun. Sebagai patokan, imunisasi
campak diberikan dua kali atau MMR dua kali.
Efek samping vaksin MMR yang paling umum adalah demam dan efek samping yang
jarang terjadi adalah sakit kepala, ruam berwarna ungu pada kulit, muntah, nyeri pada tangan
atau kaki, dan leher kaku.
Banyak beredar isu negatif seputar imunisasi, salah satunya adalah isu autisme akibat
pemberian vaksin MMR. Isu tersebut sama sekali tidak benar. Hingga kini tidak ditemukan
kaitan yang kuat antara imunisasi MMR dengan autisme.
7. Hib
Vaksin Hib diberikan untuk mencegah infeksi mematikan yang disebabkan oleh bakteri
haemophilus influenza tipe B. Beberapa kondisi parah yang dapat disebabkan virus Hib
adalah meningitis (radang selaput otak), pneumonia (radang paru-paru), septic arthritis
(radang sendi), dan pericarditis (radang kantong jantung).
Pemberian vaksin Hib harus dilakukan empat kali, yaitu saat anak berusia dua bulan,
empat bulan, enam bulan, dan 18 bulan. Efek samping yang mungkin terjadi setelah vaksin
Hib adalah reaksi alergi berupa kemerahan dan gatal.
8. Pneumokokus
Vaksin pneumokokus (PCV) diberikan untuk mencegah penyakit pneumonia, meningitis,
dan septikemia yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae.
Pemberian vaksin ini harus dilakukan secara berangkai, yaitu saat anak berusia dua,
empat, dan enam bulan. Selanjutnya pemberian vaksin dapat kembali dilakukan saat anak
berusia 12-15 bulan.
Efek samping vaksin PCV yang bisa terjadi adalah pembengkakan dan warna kemerahan
pada bagian yang disuntik, serta diikuti dengan demam ringan.
9. Rotavirus
Vaksin rotavirus merupakan jenis vaksin untuk mencegah diare. Pemberian vaksin ini
dilakukan secara berangkai, yaitu pada saat anak berumur 10 minggu dan 6 minggu
(maksimal pada usia 6 bulan). Efek samping vaksin rotavirus yang paling umum diare ringan.
Efek pada bayi dapat menyebabkannya menjadi lebih rewel.
10. Varisela
Vaksin varisela merupakan vaksin untuk mencegah penyakit cacar air yang disebabkan
oleh virus varicella zoster. Vaksin ini diberikan pada anak berusia satu tahun ke atas. Vaksin
diberikan dua kali jika anak berusia di atas 13 tahun dengan jarak waktu 4-8 minggu.
Efek samping pemberian vaksin varisela yang tergolong umum adalah kemerahan dan
nyeri pada bagian yang disuntik. Dan efek samping yang tergolong lebih jarang adalah ruam
kulit.
11. HPV
Vaksin HPV diberikan kepada remaja perempuan untuk mencegah kanker serviks atau
kanker pada leher rahim yang sebagian besar kasusnya disebabkan oleh virus Human
papilloma virus. Vaksin HPV dapat diberikan sejak anak berumur 10 hingga 26 tahun. Efek
samping pemberian vaksin HPV yang tergolong umum adalah:
1) Sakit kepala
2) Nyeri, bengkak, gatal, memar, dan merah pada bagian kulit yang disuntik
3) Demam
4) Nyeri tangan dan kaki
5) Mual
6) Sedangkan efek samping yang jarang terjadi adalah urtikaria atau biduran.
12. Hepatitis A
Vaksin hepatitis A diperuntukkan mencegah penyakit hepatitis A yang disebabkan oleh
virus. Vaksin ini harus diberikan dua kali mulai usia 2 tahun. Suntikan pertama dan kedua
harus berjarak 6 bulan atau 12 bulan.
Efek samping vaksin hepatitis A yang umum adalah demam dan rasa lelah, sedangkan
efek samping yang tergolong jarang adalah gatal-gatal, batuk, sakit kepala, dan hidung
tersumbat.
13. Tifus
Vaksin tifus diberikan untuk mencegah penyakit tifus yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhi. Gejala penyakit ini meliputi demam, diare, dan sakit kepala.Jika tidak
segera ditangani, gejala tersebut bisa memburuk, dan menyebabkan berbagai komplikasi,
seperti infeksi usus dan perforasi (robek) usus.
2.8 Manfaat Vaksin

Berikut ini beberapa manfaat vaksin bagi tubuh, diantaranya adalah:

a) Dapat Menyelamatkan Hidup Anak-anak

Dengan adanya kemajuan di bidang ilmu kedokteran, dapat memberikan dampak yang
positif bagi anak-anak kita, dimana mereka dapat terlindung dari berbagai jenis penyakityang
bisa menyerang mereka kapan saja. Kita tahu bahwa usia kana-kanak merupakan usia yang
rentan terhadap serangan berbagai macam penyakit, karena diusia tersebut mereka belum
memiliki sistem kekebalan tubuh sekuat orang-orang dewasa.

Namun dengan kemajuan ilmu di bidang kedokteran tersebut, beberapa penyakit yang
dapat membuat mereka cidera atau bahkan dapat mengakibatkan kematian pada usia anak-
anak dapat dikurangi prosentasenya, yaitu dengan jalan memberikan mereka vaksin yang
bekerja dengan aman dan efektif di dalam tubuh. Salah satu contoh kasus yang pernah terjadi
adalah wabah polio yang dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian ya bagi penderita
di tiap harinya. Kasus tersebut terjadi hampir diseluruh negara-negara di dunia ini. Dengan
pemberian vaksin polio, laporan tentang akibat penyakit tersebut menurun dengan drastis

b) Vaksin Sangat Aman dan Juga Efektif

Pemberian vaksin pada anak-anak akan dapat menimbulkan ketidaknyaman bagi


mereka, seperti dengan timbulnya rasa nyeri baik itu di bagian yang terkena suntikan vaksin
maupun anggota tubuh yang lain, serta juga dapat menimbulkan ruam pada kulit yang terkena
suntikan. Namun tentu saja hal itu hanya berlangsung untuk sementara waktu saja.

Kasus timbulnya alergi pasca pemberian vaksin sangat jarang terjadi. Hal tersebut
tentu saja tak sebanding dengan apabila mereka merasakan sakit akibat serangan suatu
penyakit berbahaya dan mematikan. Manfaat pencegahan dengan mendapatkan vaksin jauh
lebih besar daripada efek samping yang mungkin dirasakan oleh anak-anak tersebut.
c) Vaksin Dapat Membantu Mencegah Penularan Suatu Penyakit pada Orang
Lain.

Beberapa tahun yang lalu banyak sekali kita dengar mengenai kasus kematian pada bayi
dan anak-anak yang diakibatkan oleh serangan penyakit campak maupun pertusis (batuk
rejan). Hal tersebut kebanyakan terjadi pada bayi maupun anak-anak yang belum sempat
mendapatkan vaksin. Hal tersebut mungkin saja dikarenakan oleh beberapa kondisi seperti
terjadinya alergi yang cukup parah, sistem kekebalan tubuh yang lemah, karena kondisi
kesehatan seperti leukemia, maupun karena adanya alasan lain.

Untuk itu, bagi bayi maupun anak-anak yang berpotensi untuk mendapatkan vaksin,
sebaiknya mereka mendapatkan vaksinasi, yaitu melalui prosedur imunisasi lengkap. Hal ini
tidak hanya melindungi mereka, tetapi juga dapat membantu mencegah penyebaran penyakit
pada mereka sendiri maupun pada orang lain.

d) Dapat Menghemat Waktu dan Biaya

Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan pemberian vaksin dapat membantu anak-anak
terhindar dari berbagai macam penyakit yang dapat menyebabkan cacat yang
berkepanjangan, dimana hal tersebut tentu saja akan merugikan baik dari segi waktu maupun
dari segi materi hanya untuk melakukan tindakan perawatan dan pengobatan yang bisa terjadi
dalam kurun waktu yang panjang.

Dengan memberikan vaksin pencehan penyakit sejak dini pada anak-anak, merupakan
suatu investasi yang menguntungkan bagi kita, dimana pemborosan terhadap waktu dan
materi dapat lebih diminimalkan. Pemberian vaksin merupakan suatu program pemerintah,
dimana hal tersebut bisa didapatkan dengan gratis tanpa biaya apapun. Selain itu dampak
yang bisa dirasakan adalah anak-anak dapat terhindar dari seangan berbagai penyakit
berbahaya nantinya.

e) Dapat Melindungi Generasi Berikutnya.

Dengan pemberian vaksin telah terbukti dapat menurunkan resiko terhadap berbagai
jenis penyakit yang dapat berdampak pada kematian maupun cacat yang berkepanjangan bagi
anak-anak generasi masa depan. Beberapa contoh diantaranya adalah pemberian vaksinasi
cacar pada usia anak-anak dapat membantu menyelamatkan mereka dari serangan cacar di
masa depan.
Contoh lainnya adalah pemberian vaksin campak, dapat membantu menurunkan resiko
penularan virus tersebut dari seorang wanita hamil kepada janin yang dikandungnya maupun
bagi bayi yang baru lahir secara drastis. Untuk itu sangat penting bagi bayi atau anak-anak
untuk dapat segera mendapatkan vaksinasi secara lengkap dan benar guna pencegahan
terserangnya berbagai jenis penyakit berbahaya di masa depan.

2.9 Efek Samping Vaksin

Umumnya efek samping imunisasi tergolong ringan, misalnya:


1. Nyeri atau bekas berwarna kemerahan di bagian yang disuntik
2. Demam
3. Mual
4. Pusing
5. Hilang nafsu makan
6. Untuk efek samping yang tergolong parah (misalnya kejang dan reaksi alergi),
jarang sekali terjadi.

DAFTAR PUSTAKA:

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Depkes RI. Jakarta.

Agustian, ary. 2000. Kesehatan Modern. Jakarta : Puspa Swara.

Usman. 1990. Perkembangan Pembuatan Vaksin. Jakarta: Pusat Penelitian dan

Pengembangan PT Kalbe Farma.

Katzung Bertram. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika.

Usman. 1990. Perkembangan Pembuatan Vaksin. Jakarta: Pusat Penelitian dan

Pengembangan PT Kalbe Farma.

Anda mungkin juga menyukai