Anda di halaman 1dari 21

PRESENTASI KASUS

TRAUMA THORAX

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

Bedah RSUD Tjitrowardjojo

Disusun Oleh :

Adelia Rizka Amila

20194010165

Pembimbing :

dr. Wahyu Purwohadi, Sp. B

SMF BEDAH

RSUD TJITRO WARDOJO PURWOREJO

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2020
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

TRAUMA THORAX

Telah disetujui pada tanggal 18 Januari 2020

Oleh :

Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bedah

dr. Wahyu Purwohadi, Sp. B


BAB I

LAPORAN KASUS

Nama : Tn. E

Usia : 49 tahun

Alamat : Krendetan RT.01/02 Bagelen

Status : Menikah

Tgl masuk : 4 Januari 2020

ANAMNESIS

Keluhan utama :

- Pasien dibawa ke IGD RSUD Tjitrowardjojo pasca mengedarai motor dan jatuh
menabrak motor yang tiba-tiba berbelok tanpa menyalakan lampu sein. Pasien
mengeluhkan nyeri di daerah bahu, nyeri di daerah dada dan sesak nafas.

Riwayat penyakit sekarang :

- Pasien post-KLL mengeluhkan nyeri di bagian bahu kiri +, di bagian dada kiri +, dan
merasakan sesak. Pasien sadar saat kejadian.

Riwayat penyakit dahulu :

- Riwayat patah tulang di bahu kiri > 10 tahun yang lalu.

Riwayat penyakit keluarga :

- Keluarga tidak memiliki riwayat penyakit bawaan seperti diabetes mellitus, hipertensi
dan penyakit sistem cardiovaskular, asma, dan lain-lain.

Riwayat Personal Sosial


- Pasien memiliki kebiasaan merokok

ANAMNESIS SISTEM
a. Sistem saraf pusat : pusing (-), nyeri kepala (-)
b. Sistem integumentum : tidak ada keluhan
c. Sistem muskuloskeletal : nyeri pada clavicula sinistra (+), nyeri thorax sinistra (+)
d. Sistem gastrointestinal : mual (-), muntah (-), nyeri perut (-)
e. Sistem urinaria : BAK normal tidak ada keluhan
f. Sistem respiratori : sesak nafas (+), batuk (-)
g. Sistem cardiovascular : berdebar-debar (-)
PRIMARY SURVEY
a. Aiway : Jalan nafas clear, tidak ada sumbatan, berbicara lancar
Look : Jejas (-) pergerakan dada tidak simetris, ketinggalan gerak (+) sinistra
Listen : Vesikuler thorax dextra menurun
Feel : Letak trachea tidak bergeser, nyeri palpasi costa (+)
b. Breathing : Nampak sesak, frekuensi nafas 18x/m
c. Circulation : Tidak terdapat tanda shock, TD: 106/65, N: 83x/m)

PEMERIKSAAN FISIK
Kesan umum : Kesakitan dan sesak nafas
Kesadaran : Compos mentis , E4V5M6
Vital sign : Tekanan darah : 106/65 mmHg
RR : 18x/menit
Nadi : 83x /menit
Suhu : 36,6 C
Pemeriksaan kepala :
- Mata : pupil : isokor 3mm/3mm
CA (-/-), Sklera ikterik (-/-)
- Telinga : secret (-), perdarahan (-)

- Hidung : secret (-), epistaksis (-)


Pemeriksaan leher :
Kelenjar tiroid : tidak ditemukan pembengkakan

Kelenjar limfonodi : tidak ditemukan pembengkakan


Trachea : tidak ditemukan kelainan

Pemeriksaan thorax :
- Inspeksi : Jejas (-) pergerakan dada tidak simetris, ketinggalan gerak (+) sinistra
- Palpasi : Nyeri tekan (+) regio thorax sinistra,
- Perkusi : Pekak (+) sinistra
- Auskultasi : Vesikuler pulmo sinistra menurun, wheezing (-) ronkhi (-)
Pemeriksaan abdomen :
- Inspeksi : Distensi (-), jejas (-) benjolan (-)
- Auskultasi : BU (+) dbn
- Perkusi : timpani
- Palpasi : Nyeri tekan (-), abdomen supel
Pemeriksaan genital dan regio inguinal :
- Pembesaran skrotum (-)
- Pembesaran kelenjar limfe inguinal (-)
- Benjolan (-)
Pemeriksaan status lokalis urologi :
Regio Suprapubic :

▪ Inspeksi : tak tampak massa, bulging (-)


▪ Palpasi : tak teraba massa, nyeri tekan (-)

Regio Flank :

▪ Nyeri ketok (-/-)

Regio Genitalia Eksterna

▪ Inspeksi : tak tampak kelainan, OUE dbn

▪ Palpasi : nyeri tekan (-)


Pemeriksaan Ektermitas:
Regio Clavicula :
▪ Inspeksi : jejas (-)

▪ Palpasi : nyeri tekan (+) regio clavicula sisnistra

Kesimpulan anamnesis dan pemeriksaan fisik


- Pasien dibawa ke IGD RSUD Tjitrowardjojo pasca mengedarai motor dan jatuh
menabrak motor yang tiba-tiba berbelok tanpa menyalakan lampu sein. Pasien
mengeluhkan nyeri di daerah bahu, nyeri di daerah dada dan sesak nafas. Tedapat
nyeri tekan (+) dan krepitasi (+) pada regio thorax sinistra dan clavicula sinistra.

- Kesadaran : Compos mentis , E3V5M6


- Vital sign :
Tekanan darah : 106/65 mmHg
RR : 18x/menit
Nadi : 83x /menit
Suhu : 36,6 C
- Kepala : pupil isokor 3mm/3mm, SI (-/-), CA (-/-)
- Leher : dalam batas normal
- Thorax : ketinggalan gerak, vesikuler menurun, nyeri tekan, krepitasi, suara pekak
- Abdomen : dalam batas normal
- Genital dan inguinal : dalam batas normal
- Regio urologi : dalam batas normal
- Ekstermitas : nyeri tekan regio clavicula sinistra

Diagnosis sementara:
- Trauma abdomen, hematothorax
- Fraktur os clavicula
- Fraktur costa 7, 8, 9, 10
Diagnosis banding:
- Simple Pneumothorax
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah


NILAI
PARAMETER HASIL SATUAN KETERANGAN
NORMAL

HB 14,9 gr/dL 13,2 – 17,3 -

AL (Angka Leukosit) 16,5 ribu/ul 3,8 – 10,6 H

AE (Angka Eritrosit) 5,1 juta/ul 4,40 – 5,90 -

AT (Angka Trombosit) 246 ribu/ul 150-450 -

HMT (Hematokrit) 42 % 40 -52 -

MCV 83 fL 80 – 100 -

MCH 29 pg 26 – 34 -

MCHC 35 g/dL 32 – 36 -

DIFFERENTIAL COUNT

Neutrofil 90,00 % 50 – 70 H

Limfosit 4,90 % 25 – 40 L

Monosit 4,70 % 2–8 -

Eosinofil 0,20 % 2.00 – 4.00 L

Basofil 0,20 % 0–1 -

Kimia klinik

Gula Darah sewaktu 81 mg/dL 74 - 106

Sero Imunologi

HbsAg Negative
Hasil pemeriksaan Rotgen Thorax (05-01-2020)

Kesan :
- Suspek hydrothorax sinistra
- Fraktur Kompleta os Clavicula sinistra tertia media, aposisi dan aligament jelek
- Fraktur Kompleta os Costa 7, 8, 9, 10 sinistra aspek posterior, aposisi dan aligament
cukup
- Suspek Fraktur os Costa 6 sinistra aspek lateral, aposisi dan aligament cukup
- Besar Cor normal

Diagnosis Kerja
Trauma Thorax (Hematothorax), Fraktur os Clavicula, Fraktur os Costa 7, 8., 9, 10

Penatalaksanaan
Pemasangan arm sling dan bandage di dada

Farmakoterapi
Injeksi Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Injeksi Ketorolac 30 mg/ 8 jam
Injeksi Ranitidin 25 mg /12 jam
Injeksi Methylprednisolone 125 mg /12 jam
Infus RL
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Definisi

Secara umum trauma toraks dapat didefinisikan sebagai suatu trauma yang
mengenai dinding toraks yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh
pada pada organ didalamnya, baik sebagai akibat dari suatu trauma tumpul maupun
oleh sebab trauma tajam. Cedera pada parenkim paru sering terjadi pada pasien yang
mengalami cedera berat meliputi, kontusio, laserasi dan hematoma pada paru.
Hematothoraks dan Pneumothoraks juga merupakan cedera yang biasa terjadi pada
pasien – pasien trauma toraks. Pneumothorax adalah kondisi abnormal di mana terdapat
udara pada rongga pleura yang secara fisiologis hanya berisi sedikit cairan, sedangkan
Hemathothoraks (hemotoraks) adalah terakumulasinya darah pada rongga thoraks akibat
trauma tumpul atau tembus pada dada seperti pada kasus ini. Hemathothoraks biasanya
terjadi karena cedera di dada. Penyebab lainnya adalah pecahnya sebuah pembuluh darah
atau kebocoran aneurisma aorta yang kemudian mengalirkan darahnya ke rongga pleura.

B. Anatomi dan Fisiologi

Anatomi Rongga Dada

Rongga dada dibagi menjadi kompartimen:

• Sebelah kanan : Hemithoraks Dekstra


• Sebelah kiri : Hemithoraks Sinistra
• Tengah : Mediastinum

Costa berdasarkan perlekatannya dengan sternum dibagi 3:

• Costa Vera : costa 1 – 7 melekat langsung pada sternum


• Costa Spuria : costa 8 - 10
• Costa Fluktuates : costa 11 – 12, tidak menempel pada sternum

Otot2 Ekstrinsik dinding dada terdiri:

▪ M. Pektoralis mayor dan minor (superficial)


▪ M. Seratus anterior
▪ M. Trapezius
▪ M. Latissimus Dorsi
▪ M. Rhomboideus Mayor dan Minor

Otok2 Intrinsik terdiri dari:


▪ M. intercostalis internus
▪ M. Intercostalis eksternus

Semua diinervasi oleh n.intercostalis kecuali m.pektoralis mayor dan minor.


Vaskularisasi oleh r.intercostalis anterior cabang a.mamaria interna dan r.intercostalis
posterior cabang a.intercostalis superior dan aorta thoracalis.

Dinding dalam dinding thoraks ditutupi oleh Pleura parietal, dimana Pleura ini
berlanjut menutupi paru sebagai Pleura viseralis. Pelipatan pleura ini terjadi pada hillus
pulmo dan tepat dibawah hilus terjadi duplicator pleura parietalis yang dikenal juga
sebagai Ligamentum Pulmonalis.

Keadaan ini penting misal pada kasus pneumothoraks, paru akan mengecil
kearah hilus dan ligamentum pulmonalis, sedang pada kasus hematotoraks paru yang
mengecil hanya bagian bawah, karena darah cenderung mengumpul dibawah sesuai
arah gravitasi.

Fraktur iga 1 - 3 : kemungkinan cedera pembuluh darah besar

Fraktur iga 4 – 7 : kemungkinan cedera jantung dan paru

Fraktur iga 8 – 12 : kemungkinan cedera organ intra abdomen

Dinding dada tersusun dari cutis, subcutis, glandula mammae (pada wanita),
fascia, otot dan pleura parietal. Otot dada terdiri dari m pectoralis mayor, m pectoralis
minor, m intercostalis externa, costa,m intercostalis internus, m intercostalis intima, dan
m. tranversus thoracalis.

Anatomi Paru

Arteri Pulmonalis membawa darah venous dari ventrikel kanan mengikuti


bronchia melanjutkan diri sebagai kapiler pada alveoli. Vena pulmonalis mulai dari
kapiler paru membawa darah mengandung O2 ke ventrikel kiri ke seluruh tubuh. Arteri
bronchialis merupakan cabang langsung dari aorta.

Paru-paru terdiri dari 5 lobus:

Paru kanan 3 lobus, terdiri 10 segmen


▪ Lobus Superior : segmen apical, anterior, posterior
▪ Lobus anterior
▪ Lobus Inferior

Paru kiri 2 lobus, terdiri dari 8 segmen


▪ Lobus Superior : segmen apicoposterior, anterior, linguilaris sup & inf
▪ Lobus Inferior : segmen superior, anteromedis basal, laterobasal
Fisiologi Pernafasan

Udara di luar tubuh dapat masuk ke dalam tubuh jika tekanan paru lebih kecil
daripada tekanan atmosfer. Tekanan paru dapat lebih kecil jika volume paru diperbesar.
Besarnya volume paru disebabkan pembesaran rongga dada.

Pembesaran rongga dada disebabkan oleh 2 faktor yaitu Thoracal dan


Abdominal Faktor thoracal memperbesar kearah transversal dan anteroposterior, akibat
kerja m. intercostal menarik kosta kearah atas. Faktor abdominal memperbesar ke arah
vertikal melalui kerja dari diafragma, dimana waktu inspirasi diafragma akan ditarik
kearah abdomen sehingga memperbesar rongga dada kearah vertikal.

Ketika ekspirasi maka otot2 intercostal dan diafragma akan relaksasi sehingga
volume akan kembali ke semula, sehingga tekanan paru akan lebih tinggi dari atmosfer
sehingga udara akan keluar.

Inspiras dan ekspirasi = 1:2. Waktu inspirasi normal + 1 detik dan ekspirasi + 2
detik sehingga total waktu repirasi 3 detik, sehingga frekuensi normal perbnafasan + 20
x permenit. Setelah udara melalui trachea, bronchus principalis, kemudian berakhir pada
alveolus. Di alveolus CO2 akan berdifusi dari kapiler ke alveolus. Kapiler paru
mendapat darah dari a. pulmonalis yang banyak mengandung CO2 (darah venos) dan
mengalirkan darah yang mengandung O2 melalui v. pulmonalis. Tiap menit tubuh
membutuhkan O2 sebanyak 250 cc dan pada orang dewasa dibutuhkan sebanyak 4,3
L/menit yang mengalir ke alveoli. Guna transportasi O2 ke jaringan arteri dipengaruhi
kadar Hb darah. 1gram Hb maksimal mengikat 1,34 cc O2, sehingga pada keadaan
anemi transport O2 akan terganggu.

Fungsi dari pernafasan adalah:

• Ventilasi
Memasukkan / mengeluarkan udara melalui jalan nafas ke dalam / dari paru
kanan dengan cara inspirasi

• Distribusi
Mengalirkan udara tersebut merata keseluruh sistem jalan nafas sampai alveoli

• Diffusi
Zat asam (O2) dan zat asam arang (CO2) bertukar melalui membran
semipermeable pada dinding alveoli (pertukaran gas)

• Perfusi
Darah arterial dari kapiler2 meratakan pembegian muatan oksigennya dan darah
venous cukup tersedia untuk digantikan isinya dengan muatan oksigen yang
cukup untuk menghidupi jaringan tubuh.

C. Etiologi
Penyebab utama hematothorax adalah trauma, seperti luka penetrasi pada
paru, jantung, pembuluh darah besar atau dinding dada. Trauma tumpul pada
dada juga dapat menyebabkan hematothoraks karena laserasi pembuluh darah
internal. Penyebab utama lainnya adalah kecelakaan kendaraan bermotor.
Trauma thoraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan sternum,
rongga pleura saluran nafas intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan ini dapat
terjadi tunggal ataupun kombinasi tergantung dari mekanisme cedera.

D. Patofisiologi

Hemothoraks adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura (antara


pleura viseralis dan pleura parietalis). Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul
atau trauma tajam pada dada, yang mengakibatkan robeknya membran serosa
pada dinding dada bagian dalam atau selaput pembungkus paru. Robekan ini akan
mengakibatkan darah mengalir ke dalam rongga pleura, yang akan menyebabkan
penekanan pada paru.

Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A.


mamaria interna. Rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan, sehingga
pasien hematotoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya
perdarahan yang nyata, oleh karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di
dalam rongga toraks. Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan
hampir semua gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur
intrathoracic.

Respon fisiologis terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam


2 area utama: hemodinamik dan pernafasan. Tingkat respon hemodinamik
ditentukan oleh jumlah dan kecepatan kehilangan darah. Perubahan hemodinamik
bervariasi tergantung pada jumlah perdarahan dan kecepatan kehilangan darah.
Kehilangan darah hingga 750 mL pada seorang pria 70-kg seharusnya tidak
menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. Hilangnya 750-1500 mL
pada individu yang sama akan menyebabkan gejala awal syok (yaitu, takikardia,
takipnea, dan penurunan tekanan darah).

Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang buruk


terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000 mL). Karena
rongga pleura seorang pria 70 kg dapat menampung 4 atau lebih liter darah,
perdarahan dapat terjadi tanpa bukti eksternal dari kehilangan darah. Efek
pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura dapat menghambat
gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma, kelainan ventilasi dan
oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan dengan luka pada dinding dada.
Sebuah kumpulan yang cukup besar darah menyebabkan pasien mengalami
dyspnea dan dapat menghasilkan temuan klinis takipnea. Volume darah yang
diperlukan untuk memproduksi gejala pada individu tertentu bervariasi tergantung
pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera, tingkat keparahan cedera, dan
cadangan paru dan jantung yang mendasari.

Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana hemothorax


berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang sekunder untuk
penyakit metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut tidak akut untuk
menghasilkan respon hemodinamik terlihat, dan dispnea sering menjadi keluhan
utama.

Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-paru,


dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa derajat
defibrination darah sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam beberapa
jam penghentian perdarahan, lisis bekuan yang sudah ada dengan enzim pleura
dimulai. Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein
cairan pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan
osmotik tinggi intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura dan
jaringan sekitarnya yang menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga pleura.
Dengan cara ini, sebuah hemothorax kecil dan tanpa gejala dapat berkembang
menjadi besar dan gejala efusi pleura berdarah.

Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya dari


hemothorax adalah empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari kontaminasi
bakteri pada hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan benar,
hal ini dapat mengakibatkan syok bakteremia

dan sepsis. Fibrothorax terjadi ketika deposisi fibrin berkembang dalam


hemothorax yang terorganisir dan melingkupi baik parietal dan permukaan pleura
viseral. Proses adhesive ini menyebkan paru-paru tetap pada posisinya dan
mencegah dari berkembang sepenuhnya.
Gambar 1. Skema Patofisiologi Trauma Thorax

E. Klasifikasi

Pada orang dewasa secara teoritis hematothoraks dibagi dalam 3 golongan,


yaitu:

a. Hematothoraks ringan

 Jumlah darah kurang dari 400 cc

 Tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto thoraks

 Perkusi pekak sampai iga IX

b. Hematothoraks sedang

 Jumlah darah 500 cc sampai 2000 cc

 15% - 35% tertutup bayangan pada foto thoraks

 Perkusi pekak sampai iga VI

c. Hematothoraks berat

 Jumlah darah lebih dari 2000 cc

 35% tertutup bayangan pada foto thoraks

 Perkusi pekak sampai iga IV


Gambar 2. Klasifikasi Thorax; a. ringan; b. sedang; c. berat

F. Manifestas Klinik

Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah di


dinding dada. Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan
nyeri. Kadang-kadang anemia dan syok hipovalemik merupakan keluhan
dan gejala yang pertama muncul. Secara klinis pasien menunjukan distress
pernapasan berat, agitasi, sianosis, takipnea berat, takikardia dan
peningkatan awal tekanan darah, di ikuti dengan hipotensi sesuai dengan
penurunan curah jantung.

Respon tubuh dengan adanya hemothoraks dimanifestasikan dalam 2 area


mayor:

a) Respon hemodinamik

Respon hemodinamik sangat tergantung pada jumlah perdarahan yang


terjadi. Tanda-tanda shock seperti takikardi, takipnea, dan nadi yang
lemah dapat muncul pada pasien yang kehilangan 30% atau lebih volume
darah

b) Respon respiratori

Akumulasi darah pada pleura dapat menggangu pergerakan napas. Pada


kasus trauma, dapat terjadi gangguan ventilasi dan oksigenasi, khususnya
jika terdapat injuri pada dinding dada. Akumulasi darah dalam jumlah
yang besar dapat menimbulkan dispnea. Tingkat respon hemodinamik
ditentukan oleh jumlah dan kecepatan hilangnya darah. Perdarahan hingga
750 mL biasanya belum mengakibatkan perubahan hemodinamik.
Perdarahan 750-1500 mL akan menyebabkan gejala gejala awal syok
(takikardi, takipneu, TD turun).

Adapun tanda dan gejala adanya hemotoraks dapat bersifat simptomatik


namun dapat juga asimptomatik. Asimptomatik didapatkan pada pasien
dengan hemothoraks yang sangat minimal sedangkan kebanyakan pasien
akan menunjukan symptom, diantaranya:

 Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada

 Tanda-tanda syok, seperti hipotensi, nadi cepat dan lemah, pucat,


dan akral dingin

 Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output ↓ TD ↓

 Kehilangan banyak darah vasokonstriksi perifer pewarnaan


kulit oleh darah berkurang

 Tachycardia

 Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output ↓ hipoksia


kompensasi tubuh takikardia

 Dyspnea

 Adanya darah atau akumulasi cairan di dalam rongga pleura


pengembangan paru terhambat pertukaran udara tidak adekuat
sesak napas.

 Darah atau akumulasi cairan di dalam rongga pleura


pengembangan paru terhambat pertukaran udara tidak adekuat
kompensasi tubuh takipneu dan peningkatan usaha bernapas
sesak napas.

 Hypoxemia

 Hemotoraks paru sulit mengembang kerja paru terganggu


kadar O2 dalam darah ↓

 Takipneu

 Akumulasi darah pada pleura hambatan pernapasan reaksi


tubuh meningkatkan usaha napas takipneu.

 Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output ↓ hipoksia


kompensasi tubuh takipneu.

 Anemia
 Deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena.

 Akumulasi darah yang banyak menekan struktur sekitar


mendorong trakea ke arah kontralateral.

 Gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama (paradoxical).

 Penurunan suara napas atau menghilang pada sisi yang terkena

 Suara napas adalah suara yang terdenger akibat udara yang


keluar dan masuk paru saat bernapas. Adanya darah dalam
rongga pleura pertukaran udara tidak berjalan baik suara
napas berkurang atau hilang.

 Dullness pada perkusi (perkusi pekak)

 Akumulasi darah pada rongga pleura suara pekak saat


diperkusi (Suara pekak timbul akibat carian atau massa padat)

 Adanya krepitasi saat palpasi

G. Diagnosis

Penegakkan diagnosis hemothoraks berdasarkan pada data yang diperoleh


dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesa didapatkan penderita hemothoraks mengeluh nyeri dada dan
sesak napas. Juga bisa didapatkan keterangan bahwa penderita sebelumnya
mengalami kecelakaan pada dada. Pada pemeriksaan fisik dari inspeksi
biasanya tidak tampak kelainan, mungkin didapatkan gerakan napas
tertinggal atau adanya pucat karena perdarahan. Pada perkusi didapatkan
pekak dengan batas tidak jelas, sedangkan pada auskultasi didapatkan bunyi
napas menurun atau bahkan menghilang.

Pemeriksaan penunjang untuk diagnostik, diantaranya:

 Chest x-ray : adanya gambaran hipodense (menunjukkan akumulasi


cairan) pada rongga pleura di sisi yang terkena dan adanya mediastinum
shift (menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)). Chest
x-ray sebagi penegak diagnostik yang paling utama dan lebih sensitif
dibandingkan lainnya.
Gambar 3. Chest X-Ray Hematothorax

 CT Scan : diindikasikan untuk pasien dengan hemothoraks minimal, untuk


evaluasi lokasi clotting (bekuan darah) dan untuk menentukan kuantitas
atau jumlah bekuan darah di rongga pleura.

Gambar 4. CT Scan Hematothorax

Gambar 5. USG Hematothorax

 USG : USG yang digunakan adalah jenis FAST dan diindikasikan untuk
pasien yang tidak stabil dengan hemothoraks minimal.
 Nilai AGD : Hipoksemia mungkin disertai hiperkarbia yang menyebabkan
asidosis respiratori. Saturasi O2 arterial mungkin menurun pada awalnya
tetapi biasanya kembali ke normal dalam waktu 24 jam.

 Cek darah lengkap : menurunnya Hb dan hematokrit menunjukan jumlah


darah yang hilang pada hemothoraks.

 Torakosentesis : Menunjukkan darah/cairan serosanguinosa


(hemothoraks).

Diagnosis Banding

Kondisi Penilaian

Tension pneumothorax • Deviasi Tracheal


• Distensi vena leher
• Hipersonor
• Bising nafas (-)
Cardiac tamponade • Distensi vena leher
• Bunyi jantung jauh dan lemah
• EKG abnormal

H. Penatalaksanaan

Tatalaksana hemathotorax dibagi menjadi dua, yaitu konservatif dan invasif.


Terapi konservatif dapat berupa: pemberian analgetik, pemasangan plak/plester,
dan antibotik (jika perlu). Tujuan utama terapi dari hemothoraks adalah untuk
menstabilkan hemodinamik pasien, menghentikan perdarahan dan mengeluarkan
darah serta udara dari rongga pleura. Langkah pertama untuk menstabilkan
hemodinamik adalah dengan resusitasi seperti diberikan oksigenasi, cairan infus,
transfusi darah, dilanjutkan pemberian analgetik dan antibiotik.
Langkah selanjutnya untuk penatalaksanaan pasien dengan hemothoraks secara
invasif adalah mengeluarkan darah dari rongga pleura yang dapat dilakukan
dengan cara:
 Chest tube (Tube thoracostomy drainage) : tube thoracostomy drainage merupakan
terapi utama untuk pasien dengan hemothoraks. Insersi chest tube melalui dinding
dada untuk drainase darah dan udara. Pemasangannya selama beberapa hari untuk
mengembangkan paru ke ukuran normal.

 Indikasi untuk pemasangan thoraks tube antara lain:

1. Adanya udara pada rongga dada (pneumothorax)

2. Perdarahan di rongga dada (hemothorax)

3. Post operasi atau trauma pada rongga dada (pneumothorax /


hemothorax)

4. Abses paru atau pus di rongga dada (empyema)


 Adapun langkah-langkah dalam pemasangan chest tube thoracostomy
adalah sebagai berikut:

1. Memposisikan pasien pada posisi trandelenberg

2. Disinfeksi daerah yang akan dipasang chest tube dengan menggunakan


alkohol atau povidin iodine pada ICS VI atau ICS VII posterior Axillary
Line

3. Kemudian dilakukan anastesi local dengan menggunakn lidokain

4. Selanjutnya insisi sekitar 3-4cm pada Mid Axillary Line

5. Pasang curved hemostat diikuti pemasangan tube dan selanjutnya


dihubungkan dengan WSD (Water Sealed Drainage)

6. Lakukan jahitan pada tempat pemasangan tube

 Thoracotomy : merupakan prosedur pilihan untuk operasi eksplorasi rongga dada


ketika hemothoraks massif atau terjadi perdarahan persisten. Thoracotomy juga
dilakukan ketika hemothoraks parah dan chest tube sendiri tidak dapat mengontrol
perdarahan sehingga operasi (thoracotomy) diperlukan untuk menghentikan
perdarahan. Perdarahan persisten atau berkelanjutan yang segera memerlukan
tindakan operasi untuk menghentikan sumber perdarahan di antaranya seperti
ruptur aorta pada trauma berat.

 Operasi (Thoracotomy) diindikasikan apabila :

1. 1 liter atau lebih dievakuasi segera dengan chest tube

2. Perdarahan persisten, sebanyak 150-200cc/jam selama 2-4 jam

3. Diperlukan transfusi berulang untuk mempertahankan stabilitas


hemodinamik

4. Adanya sisa clot sebanyak 500cc atau lebih

 Trombolitik agent : trombolitik agent digunakan untuk memecahkan bekuan darah


pada chest tube atau ketika bekuan telah membentuk massa di rongga pleura, tetapi
hal ini sangat berisiko karena dapat memicu terjadinya perdarahan dan perlu
tindakan operasi segera.

I. Komplikasi

1. Kegagalan pernafasan (Paru-paru kolaps sehingga


terjadi gagal napas dan meninggal).

2. Fibrosis atau skar pada membran pleura.


3. Pneumothorax.

4. Pneumonia.

5. Septisemia.

6. Syok.

Perbedaan tekanan yang didirikan di rongga dada oleh gerakan diafragma


(otot besar di dasar toraks) memungkinkan paru-paru untuk memperluas
dan kontak. Jika tekanan dalam rongga dada berubah tiba-tiba, paru-paru
bisa kolaps. Setiap cairan yang mengumpul di rongga menempatkan pasien
pada risiko infeksi dan mengurangi fungsi paru-paru, atau bahkan
kematian.

J. Prognosis

Prognosis berdasarkan pada penyebab dari hemothoraks dan seberapa cepat penanganan
diberikan. Apabila penanganan tidak dilakukan segera maka kondisi pasien dapat
bertambah buruk karena akan terjadi akumulasi darah di rongga thoraks yang
menyebabkan paru-paru kolaps dan mendorong mediastinum serta trakea ke sisi yang
sehat.
Daftar Pustaka

1. De Jong, dkk. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 3. Jakarta : EGC

2. Grace, A & Borley. At a glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga. Jakarta : Erlangga. 2007

3. Guyton & Hall. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. EGC : Jakarta.

4. Gopinath N, Invited Arcticle “Thoracic Trauma”, Indian Journal of Thoracic and


Cardiovascular Surgery Vol. 20, Number 3, 144-148.

5. Medscape Reference. Hematothorax [updated July 05, 2018] Available from:


https://emedicine.medscape.com/article/2047916-overview

6. Medscape Reference. Hematothorax Treatment & Management [updated July 05,


2018] Available from: https://emedicine.medscape.com/article/2047916-treatment

Anda mungkin juga menyukai