Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN
Meningitis merupakan salah satu masalah kesehatan yang membutuhkan
penanganan segera. Tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat tinggi
terutama dinegara berkembang (WHO, 2015). angka mortalitas pada meningitis yang
tidak diobati mencapai 70% hingga 100%. umumnya prognosispada meningitis akan
lebihbanyak terjadi pada bayi, namun tidak menutup kemungkinan akan terjadi pada
usia lanjut. Komplikasi pada meningitis akan jarang terjadi jika penyakit ini terdeteksi
secara dini dan dilakukan penanganan secara segera (Kowalak, 2013). penanganan
serta pengobatan yang terlambat bisa menimbulkan kecatatan bahkan bisa
menyebabkan kematian (Stephen, 2015)
Penderita meningitis menurut dan WHO (world health organizatin) pada tahun
2015 terjadi sekitar 1,2 juta orang, dengan 135.000 kasus kematian setiap tahunnya
(WHO, 2015). diindonesia penderita meningitis pada tahun 2013 lebih banyak terjadi
pada laki-laki dibandingkan pada perempuan yakni sebanyak 12.010 orang pada lki-
laki dan 7.371 orang pada wanita, dimana sebanyak 1,025 orang dilaporkan
meninggal dunia (Malmiati, 2013). dijawa timur penderita meningitis pada tahun
2012 sebanyak 102 pasien (Maharani, 2012).
Penyebab tersering timbulnya meningitis adalah infeksi bakteri ataupun virus,
Mikroorganisme tersebut masuk menginflamasi meningen otak dan medula spinalis
melalui pembuluh darah serta menginfeksi lapisan otak sub araknpoid dan piameter.
Didalam aliran darah mikrorganisme tersebut menetap dan mengeluarkan endotoksin.
Sehingga akan mengakibatkan terjadinya reaksi inflamasi. Reaksi inflamasi tersebut
dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intrakrania (TIK) yang ditandai dengan
sakit kepala, maka muncul masalah keperawatan nyeri. Pasien juga akan mengalami
panas atau demam, sehingga muncul masalah keperawatan termoregulasi.
Peningkatan TIK juga dapat mengakibatkan mual dan muntah, sehingga muncul
masalah keperawatan risiko kletidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Inflamasi tersebut juga akan menimbulkan iritasi pada meningeal yang menyebabkan
tanda seperti kaku kuduk, kejang, opistotonus, tanda kernig dan tanda brudzinski
positif, maka muncul masalah keperawatan risiko cidera (Ester, 2010)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Meningitis


Meningitis adalah inflamasi pada otak dan meningen medula spinalis
yang dapat menyerang ketiga membran meningen (dura mater, membran
araknoid, dan pita mater) (Lippincott & Wilkins, 2012).
Meningitis adalah inflamasi lapisan disekeliling otak dan medula spinalis
yang disebabkan oleh bakteri atau virus (Brunner & Suddarth, 2015).
Meningitis atau radang selaput otak adalah infeksi pada cairan
serebrospinal (CCS) disertakan radang pada pia dan araknoid, ruang
subaraknoid, jaringan superfisial otak dan medula spinalis (Harsono, 2015)
Jadi dapat disimpilkan bahwa meningitis adalah inflamasi pada otak dan
meningen medula spinalis yang dapat menyerang ketiga (duramater,
membran araknoid, dan piameter) yang disebabkan oleh virus atau bakteri

2.2 Klasifikasi Meningitis


Klasifikasi meningitis menurut (Morton, 2013), meningitis dibagi
menjadi 2 yaitu berdasarkan pada cairan otak dan berdsarkan penyebabnya:
1. Berdasarkan perubahan pada cairan otak
a. Meningitis serosa
Serosa dalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai
cairan otak yang jernih
b. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah araknoid dan piameter yang meliputi otak
dan medula spinalis
2. Berdasarkan penyebabnya
a. Meningitis aseptik
Mengacu pada salah satu meningitis virus atau menyebabkan iritasi
meningen
b. Meningitis sepsis
Meningitis yang disebabkan oleh organisme bakteri
c. Meningitis tuberkulosa
Disebabkan oleh basilus tuberkulosa
2.3 Etiologi
Etiologi meningitis menurut (morton, 2013)
1. Berdasarkan perubahan pada cairan otak
A. Meningitis serosa : mycobacterium tuberculosa, lues, virus,
toxoplasma gondhii, ricketsia
B. Meningitis purulenta : Diplococcus pneumoniae (pneumokokok),
neisteria meningitis (meningokoko), streptococcus hameolyticus,
staphylococcus aureus, hamopholus influenzae, eschericia choli,
klebisella pneumoniae, pseudomons aeruginosa.
2. Berdasarkan penyebabnya
A. Meningitis aseptik
Disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limpoma, leukekia atau
darah diruang sub aracnoid
B. Meningitis sepsis
Disebabkan oleh mikroorganisme seperti menikokus, stapilokokus,
atau basilus influenza
C. Meningitis tuberkulosa
Disebabkan oleh basilus tuberculosa
3. Faktor predisposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan
dengan wanita
4. Kelainan saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan
system persyarafan.
2.4 Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis menurut (Digiulio, 2014)
1. Leher kaku terkait dengan iritasi mengeal dan iritasi saraf tulang
belakang
2. Kaku nuchal (sakit ketika dag melentur kearah dada) karena iritasi
meningeal dan iritasi saraf tulang belakang)
3. Mual dan muntah karena naiknya TIK
4. Rasa tidak enak badan dan kelelahan karena infeksi

2.5 Patofisiologi
Meningitis disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk dan menginflamasi
lapiran disekeliling otak dan medula spinalis. Organisme penyebab meningitis masuk
melalui aliran darah, melintasi sawar darah sampai menuju otak. Kemudian memicu
timbulnya reaksi inflamasi dimeningens. Bakteri atau virus melepaskan endotoksin ke
aliran darah yang masuk ke sistem vaskuler dan meyebar dipembuluh darah otak.
Inflamasi terjadi pada lapisan subaracnoid dan pia meter tanpa mengenal agen
penyebabnya yang seringkali menimbulkan demam, kemudian dapat menimbulkan
keringat yang berlebih. Suhu tubuh yang biasanya terjadi pada klien meningitis lebigh
dari 38-41°C yang menjadi gejala awal pada penyakit meningitis. Pada meningitis
terjadi peningkatan jumlah leukosit dan neutrofil akibatnya terjadi peningkatan
produksi eksudat purulen dan obstruksi pada aliran cairan cerebrospinal. Obstruksi
tersebut dapat mengakibatkan edema otak. Edem otak akan memicu terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai dengan munculnya gejala mual dan
muntah, sakit kepala baik tingkat ringan sedang maupun berat, dan iritasi meningeal
(Chang, 2010). kenaikan tekanan intrakranial dan edema serebri mengakibatkan
terjadi penurunan kesadaran. Sehingga mengakibatkan aliran O2 ke otak berkurang
dan klien akan mengalami penurunan kesadaran seperti delirium, sopor berat, dan
koma sehingga apabila terjadi penurunan kesadaran maka klien hanya mampu tirah
baring (Kowalak, 2013).

2.6 Pemeriksaan penunjang


1. Pemeriksaan cairan otak

Karakteristik NORMAL Bakteri Virus


CSF
Tekanan cairan 80-90 mmH2O 200-500 mmH2O Normal /meningkat
otak
Warna cairan Bening Keruh/purulen bening
Leukosit 0-8/mm3 500-10.000/mm3 10-500/mm3
Tipe sel - Neutropil Limposit
Protein 15-45 mg Meningkat Meningkat
Glukosa 45-75/100ml Menurun Normal
Kultur Negatif Positif bakteri Negatif bakteri

2. Pemeriksaan darah tepi : leukosit meningkat


3. Sel darah putih sedikit meningkat dengan peningkatan netrofil (infeksi
bakteri)
4. Ronsen dada, kepala, sinus : untuk mengetahui kemungkinan adanya indikasi
sumber infeksi intra kranial

2.7 Pencegahan
Pencegahan penyakit meningitis menurut (Ginsberg, 2008)
1. Kemoprofilaksis (rifampisin atau siprofloksasin) diindikasikan untuk orang
yang berada dalam satu rumah dengan pasien meningitis
2. Pemberian imunisasi vaksin N.meningiditis vaksinasi penderita asplenik,
penurunan imun, pelancong ke daerah endemik, diberikan pada jamaah haji
atau umroh untuk mencegah terjadinya penularan penyakit meningitis
3. S. Pneumonia : vaksinasi orang dewasa yang berusia lebih dari 65 tahun,
diperuntukkan bagi penderita penyakit kardiovaskuler kronis, paru, hepar atau
ginjal, penyakit DM, HIV. Diberikan booster tiap 6 tahun.

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit meningitis menurut (Brunner & Suddarth, 2015)
1. Penatalaksanaan medis
A. Vankomisin hidroklorida dikombinasikan dengan salah satu sefalosporin
B. Deksametason (dekadron) telah terbukti bermanfaat sebagai terapi
pelengkap pada terapi meningitis bakterial akut dan meningitis
pnemokokal
C. Dehidrasi dan syok ditangani dengan pengembangan volume cairan
D. Kejang yang dapat terjadi diawal perjalanan penyakit. Dikontrol dengan
menggunakan dilantin (anti koagulan)
2. Penatalaksanaan keperawatan
A. Kaji status neurologis dan tanda-tanda vital secara kontinu
B. Kaji tekanan datrah (biasanya dipantau dengan menggunakan slang artial)
untuk mendeteksi syokpm insipien, yang terjadi sebelum gagal jantung atau
pernafasan
C. Penggantian cepat cairan IV dapat diprogramkan, tetapi hati-hati jangan
sampai menghidrasi pasien secara berlebihan karena pasien beresiko
mengalami edema serebral
D. Turunkn demam yang tinggi untuk mengurangi beban kebutuhan oksigen
pada jantung dan otak
E. Lindungi pasien dari cedera sekunder akibat aktivitas kejang atau
perubahan tingkat kesadaran (LOC)
F. Pantau badan setiap hari : elektrolit serum dan volume, berat jenis, dan
oshormon antideuretik (SIADH)
G. Lakukan upaya pengendalian infeksi sampai 24 jam setelah dimulainya
terapi antibiotik (rabas oral dan nasal dianggap menular)
H. Informasikam keluarga mengenai kondisi pasien dan izinkan keluarga
melhat pasien pada interval waktu yang tepat

2.6 Analisa data

No Data Etiologi Problem


1 DS: Kemungkinan pasien 1. Aliran darah pada gangguan perfusi
mengatakan sesak napas meningen jaringan serebral
DO: Terdapat pernafasan 2. Inflamasi
cuping hidung, respirasi
3. Adanya eksudat
diatas normal (16-
14x/menit), memakai O2
nasal
2 DS: kemungkinan pasien 1. Bakteri atau virus Nyeri akut
atau keluarga mengataka
2. Reaksi inflamasi
pusing
3. Nyeri kepala
DO: Merintih, gelisah,
perubahan tanda vital,
mual, muntah

2.7 Dignosa dan Intervensi Keperawatan


1. Gagguan perfusi jaringan b.d penigkatan tekanan intra kranial
Tujuan :

 Pasien kembali pada keadaan srtatus neurologis sebelum sakit

 Meningkatkan kesadaran pasien dan fungsi sensori

Kriteria Hasil :

 Tanda tanda vital dalam batas normal


 Rasa sakit kepala berkurang
 Kesadaran meningkat
 Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnyatanda tanda tekanan
intrakranal yang meningkat
INTERVENSI RASIONAL
1. Pasien bad rest total dengan 1. Perubahan pada teknan
posisi tidurterlentang tanpa intrakranial akan dapat
bantal menyebabkan resiko untuk
teradinya herniasi otak
2. Monitor tanda tanda status 2. Dapat mengurangi kerusakan
neurologs dengan GCS oak lebih lanjut
3. Moitor tanda tanda vital spt 3. Pada kadaan normal
TD, Nadi, suhu, resiorasi dan autoregulasi mempertahankan
hati hat pada hipertensi keadaan tekanan darah sistemik
sistolik berubah secara fluktuasi.
Kegagalan autoregulasi akan
menyebabkan kerusakan
vaskulercerebral yang dapat
dimanifestasikan dengan
peningkatan sistolik dan
diikutioleh penurunan tekanan
diastolik. Sedangkan
peningkatan suhu dapat
meggambarkan perjalanan
infeksi.

4. Monitor intake dan output 4. Hipertermi dapat menyebabkan


peningkatan IWL dan
meningkatkanresiko dehidrasi
terutama pada asien yang tidak
sadar, neusea yang menurunkan
intake peroral
5. Bantu pasien untuk membatasi 5. Aktifitas ini dapat meningkatkan
muntah, batuk. Anjurkan tekanan intrakranial dan
pasien untuk mengeuarkan intraabdomen. Mengeluarkan
napas apabila bergerak atau napas sewaktu bergerak atau
berbalik di tempat tidur merubah posisi dapat
melindungi diri dari efekvalsava
6. Kolaborasi berikan cairan 6. Meningkatkan sluktuasi pada
perinfus dengan perhatian beban vaskuler dan tekanan
ketat intrakranial,vetriksi cairan dan
cairan dan cairan dpat
menurunkan edema cerebral
7. Adanya kemungkinan asidosis
7. Moitor AGD bila diperlukan
disertai dengan pelepasan
pemberian oksigen
oksigen pada tingkat sel dapat
menyebabkan terjadinya
iskhmik serebral
8. Terapi yang diberikan apat
8. Berikan terapi sesuai advis menurunkan permeabilitas
dokter seperti : Steroid, kapiler. Menurunkan edema
Aminovel, Antibiotika cerebri. Menurunkan metabolik
sel/ konsumsi dan kejang

2. Nyeri b.d Adanya agen cidera biologis (infeksi)


Tujuan : Pasien terlihat rasa sakit terkontrol
Kriteria Hasil :

 Pasien dapat tidur dengan tenang


 Memverbalisasi penurunan rasa sakit
INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau berat ringan nyeri yang 1. Menyetahui tingkat nyeri yang
dirasakan dengan skala nyeri dirasakan sehingga memudahkan
pemberian intervensi
2. Usahakan membuat lingkungan
yang aman dan tenang 2. Meurunkan reaksi terhadap
rangsangan eksternal atau
3. Kompres dingin pada kepala
kesensitifan terhadap cahaya dan
dan kaindingin pada mata
menganjurkanpasien untuk
4. Lakukan latihan gerak aktif atau beristirahat
pasif sesuai kondisi dengan
3. Dapat menyebabkan vasokotriksi
lembut dan hati hati
pembuluh darah otak
5. Kolaborasi berikan obat
4. Dapat membantu relaksasi otot otot
analgrsic
yang tegang dan dapat
menurunkan rasa sakit/ diskonfort
5. Diperlukan untuk menurunkan rasa
sakit

3. Hipertermi b.d proses infeksi


Tujuan : Suhu tubuh pasien menurun da kembali normal
Kritera hasil : Suhu Tubuh 3,6-3,7 oC

INTERVENSI RASIONAL
1. Ukur suhu badan anak setiap 4 1. Suhu 38,9-41,1 menunjukkan
jam proses penyakit infeksius
2. Pantau suhu lingkungan 2. Untukmemertahankan suhu badan
mendekati normal
3. Berikan kompres hangat
3. Untuk menguragi deman dengan
4. Berikan selimut pendingin
proses konduksi
5. Kolabrasi pemberian antipiretik
4. Untuk mengurangi demam dengan
aksi sentralnya di hipotalamus
DAFTAR PUSTAKA
Batt, Alan. 2015. http://battalan.wixsite.com/meningitis/epidemiology
Brunner & Suddarth. 2015. Keperawatan Medikal Bedah Ed 12. jakarta : EGC
Kowalak . 2013. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC
Mutaqqin, Arif. 2008. Asuhan Kpeperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta : Salemba Medika
Maimaiti. 2013. Incidence Of Bacterial Meningitis In South East Asia Region. BMC
Public Health
Satyanegara. 2014. Ilmu Bedah Saraf Ed 5. Jakarta : Gramedia

Anda mungkin juga menyukai