Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan didalam masyarakat tentunya ada persoalan-persoalan
yang muncul akibat dari interaksi perindividu.Permasalahan yang timbul dalam
masyarakatpun sangat beragam, diantaranya adalah permasalahan tindak
perdata atau tindak pidana. Maka dari itu hukum di Indonesia harus memenuhi
asas berkeadilan. Dimana apabila ada pelanggaran baik perdata maupun pidana
maka penegakan hukum harus didirikan. Dalam perkara perdata, perkara perdata
yang tidak dapat diselesaikan secara non litigasi, tidak boleh memakai cara
menghakimi sendiri, akan tetapi harus diselesaikan melalui pengadilan (litigasi).
Seseorang yang merasa hak keperdataan dilanggar oleh orang lain dan ia tidak
dapat menyelesaikan sendiri masalahnya itu, dapat mengajukan tuntutan hak
kepada Pengadilan untuk menyelesaikannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku untuk memperoleh penyelesaian
sebagaimana mestinya, yakni dengan menyampaikan gugatan terhadap pihak
yang merasa dirugikan.
Selain itu pula hukum di Indonesia memberikan ruang dalammasyarakat
yang merasa dirugikan dalam permasalah-permasalahan tersebut untuk dapat
mengajukan gugatan atau permohonan di pengadilan. Gugatan atau
permohonan merupakan sebuah pengajuan perkara di pengadilan. Dalam
Peradilan Agama gugatan atau permohonan diajukan kepada Ketua Pengadilan
Agama atau dilimpahkan kepada hakim. Gugatan dan permohonan memiliki
perbedaan. Perbedaan utama gugatan dan permohonan adalah, diamana
gugatan memiliki perkara sengketa yang harus diselesaikan dan diputus oleh
pengadilan.Sedangkan permohonan tidak adanya sengketa di dalamnya 1.
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam, dibidang : Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah Wakaf, Zakat,
Infaq, Shadaqah, Ekonomi Syariah; memberikan keterangan, pertimbangan dan

1
Ahmad Fathomi Ramli, Administrasi Peradilan Agama, Jakarta: Mandar Maju, 2013, hlm.
12

1
nasehat hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya apabila
diminta dan memberikan itsbat kesaksian rukyat hilal serta penentuan arah kiblat
dan waktu sholat serta tugas dan kewenangan lain yang diberikan oleh atau
berdasarkan Undang-undang (Pasal 49 dan 52 UU No. 3 Tahun 2006 tentang
Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama). 2
Seringkali pengertian gugatan disama artikan dengan permohonan oleh
sebagian orang yang belum memahami secara menyeluruh mengenai hukum
acara perdata (peradilan agama). Dan dalam beracara di Peradilana agama kita
juga mengenal gugatan dan permohonan juga pemeriksaan perkara. gugatan
adalah, surat yang diajukan oleh penggugat kepda ketua pengadilan agama yang
berwenang yang didalamnya memuat mengenai tuntutan hak. sedangkan
Permohonan adalah, surat permohonan yang didalamnya berisi tuntutan hak
perdata oleh suatu pihak yang berkepentingan terhadap sesuatu yang tidak
mengandung sengketa.
Hadirnya pengadilan Agama yaitu memenuhi kebutuhana masyarakat di
Indonesia yang mana mayoritas warganegara nya adalah beragam muslim.
tentunya dalam setiap penyelesaian perkara yang berkaitan dengan Agama harus
diberikan kepada lembaga peradilan yang berdasarkan kepada konsep-konsep
agama islam.

1.2 RUMUSAN MASALAH

a. Apa yang dimaksud dengan gugatan dan permohonan?

b. Bagaimana isi dan ciri-ciri dari surat permohonan dan surat gugatan?

c. Bagaimana tata cara mengajukan permohonan atau gugatan?

d. Apa yang dimaksud dengan pemeriksaan perkara di pengadilan agama?

2
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama, Pasal 49 dan 52.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PERBEDAAN GUGATAN DAN PERMOHONAN

Perkara yang diperiksa pengadilan dilingkungan pengadilan agama ada


dua macam, yaitu Permohonan (voluntair) dan Gugatan ( contentieus).
Permohonan adalah mengenai suatau perkara yang tidak ada pihak pihak lain
yang bersengketa.3Gugatan adalah suatu perkara yang terdapat sengketa antara
dua belah pihak.4
Jadi perbedaan dari gugatan dan permohonan adalah bahwa permohona
itu tuntutan hak perdata yang didalam kepentingannya itu bukan suatu perkara
sedangkan gugatan adalah surat yang diajukan oleh penggugat terhadap
tergugat yang menuntut tuntutan hak yang yang didalamnya berisi suatu
perkara. Alam gugatan inilah yang disebut dengan pengadilan yang
sesungguhnya dan produk hokum yang dihasilkan adalah putusan hukum.
Perbedaan antara gugatan dan permohonan :

1. Gugatan :

a. Para pihak terdiri dari penggugat dan tergugat.

Penggugat mungkin saja adalah satu orang atau gabungan dari beberapa orang
begitu juga dengan tergugat juga mungkin sendiri atau atau mungkin gabungan
dari beberapa orang/ memakai kuasa. 5 Gabungan dari penggugat atau tergugat
disebut “ kumulasi subjektif”6

b. Aktifitas hakim yang memeriksa hanya terbatas pada apa yang diperkerakan
untuk diputuskan.

3
Abdullah Tri Wahyudi. Pengadilan Agama di Indonesia, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2004,
hlm.126
4
Wulan Soentantio Retno dan Iskandar, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek,
Bandung : Mandar Maju,1997, hlm.10
5
Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2007,
hlm.58
6
ibid, hlm.59

3
c. Hakim hanya memperhatikan dan menerapkan apa yang telah di tentukan
undang-undang dan tidak berada dalam tekanan atau pengaruh siapapun.

d. Kekuatan mengikat, keputusan hakim hanya mempunyai kekuaan men gikat


kepada para pihak yang bersengketa dan keterangan saksi yang diperiksa atau
didengarkan keterangannya.

didalam gugatan dikenal dengan gugatan gabungan/kumulasi yang terbagi dua


yaitu

a. Kumulasi subyektif,yaitu apabila ada lebih dari seorang penggugat berhadapan


dengan seorang tergugat,atau seorang penggugat melawan lebih dari seorang
tergugat.

b. Kumulasi obyektif, yaitu penggabungan yang dapat terjadi apabila penggugat


mengajukan lebih dari satu tuntutan dalam suatu proses sekaligus.

2. Permohonan :

a. Pihak yang mengajukan hanya terdiri dari satu pihak saja.

b. Aktifitas hakim lebih dari apa yang dimihinkan oleh pihak yang bermohon
karena hanya bersifat administrative.

c. Hakim mempunyai kebebasan atau kebijaksanaan untuk mengatur sesuatu


hal.

d. Keputusan hakim mengikat terhadap semua orang.

Permohonan atau gugatan pada prinsipnya secara tertulis namun apabila para
pihak tidak mampu membaca dan menulis (buta huruf) permohonan/gugatan
dapat diajukan secara lisan ke Ketua Pengadilan Agama atau dilimpahkan kepada
hakim untuk disusun permohonan/gugatan kemudian dibacakan dan diterangkan
maksud dan isinya kepada pihak kemudian ditandatangani oleh Ketua Pengadilan
Agama atau hakim yang ditunjuk. 7 Kesimpulannya untuk di lingkungan peradilan
7
Abdullah Tri Wahyudi. Hukum Acara Peradilan Agama Dilengkapi Contoh Surat-Surat dalam
Praktik Hukum Acara di Peradilan Agama, Bandung : Mandar Maju, 2018, Hl m.93

4
agama, dalam perkara-perkara perkawinan, walaupun disebutkan “pemohon”
atau “termohon” tidaklah mutlak selalu perkara voluntaria sepenuhnya seperti
teori umum hokum acara perdata.8

Pihak-pihak yang dapat membaca dan menulis dapat menyampaiakan


gugatannya secara lisan ke Pengadilan Agama dengan menyampaikan
maksudnya kepada perugad Pengadilan Agama untuk dibuatkan
permohonan/gugatan oleh yang bersangkutan dan ditandatangani oleh yang
bersangkutan.

2.2 ISI DAN CIRI-CIRI SURAT GUGATAN DAN PERMOHONAN

1) Isi dan ciri-ciri permohonan/ Surat Gugatan :

a. Dalam membuat permohonan pada dasarnya memuat :

1. Identitas pemohon;

2. Uraian kejadian (posita);

3. Permohonan(petitum);

b. Permohonan ini merupakan kepentingan sepihak dari pemohon yang


tidak mengandung sengketa dengan pihak lain.

Ciri dari voluntair ini diantaranya:

1. Masalah yang diajukan berisi kepentingan sepihak

2. Permasalah yang diselesaikan di pengadilan biasanya tidak mengandung


sengketa.

3. Tidak ada pihak lain atau pihak ketiga yang dijadikan lawan.

2) Isi dan ciri-ciri gugatan :

a. Isi surat gugatan secara garis besar memuat hal-hal sebagai berikut :
8
Roihan A. Rasyid, Op.cit, hlm.61

5
1) Identitas para pihak9

Identitas para pihak meliputi nama, alamat, umur, pekerjaan, agama,


kewarganegaraan.

2) Uraian kejadian (posita)

Berisi uraian kejadian atau fakta-fakta yang menjadi dasar adanya


sengketa yang terjadi dan hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan.Posita
juga disebut fundamentum petendi.

3) Permohonan (petitum)

Petitum atau tuntutan berisi rincian apa saja yang diminta dan diharapkan
penggugat untuk dinyatakan dalam putusan penetapan kepada para pihak
terutama pihak tergugat dalam putusan perkara. 10

b. Ciri – ciri dari gugatan ini diantaranya:

1) Ada pihak yang bertindak sebagai penggugat dan tergugat.

2) Pokok permasalahan hokum yang diajukan mengandung sengketa diantara


para pihak.

2) Surat Permohonan

Surat permohonan (dalam pengertian asli), supaya dibuat sesuai dengan


prinsipnya, yaitu tidak ada lawan, itulah yang pokok 11. Jadi bentuknya tidak jauh
dari bentuk surat gugatan, tapi tidak ada lawan 12. Dengan demikian, identitas
pihak hanyalah pihak pemohon saja, bagian positanya adalah tentang situasi

9
H. A. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2008).,hlm 28
10
Abdullah Tri Wahyudi, Op.cit, hlm.93-94
11
Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2007,
hlm.67
12
Ibid

6
hukum atau peristiwa hukum yang dijadikan dasar terhadap apa yang
dimohonkankan oleh pemohon dalam bagian petita 13.

2.3 TATA CARA PENGAJUAN GUGATAN DAN PERMOHONAN

1. Tahap Persiapan

Sebelum mengajukan permohonan atau gugatan ke pengadilan perlu diperhatika


hal-hal sebagai berikut:

a. Pihak yang berpekara : Setiap orang yang mempunyai kepentingan dapat


menjadi pihak dalam berpekara di pengadilan.

b. Kuasa : Pihak yang berpekara di pengadilan dapat menghadapi dan


menghadiri pemeriksaan persidangan sendiri atau mewakilkan kepada orang lain
untuk menghadiri persidangan di pengadilan.

c. Kewenangan Pengadilan : Kewenangan relative dan kewenangan absolut


harus diperhatikan sebelum me,buat permomohan atau gugatan yang di ajukan
ke pengadilan.14

2. Tahap pembuatan permohonan atau Gugatan

Permohonan atau gugatan pada prinsipnya secara tertulis (pasal 18 HIR) namun
para pihak tidak bisa baca tulis (buta huruf) permohonan atau gugatan dapat
dilimpahkan kepada hakim untuk disusun permohonan gugatan keudian
dibacakan dan diterangkan maksud dan isinya kepada pihak kemudian
ditandatangani oleh ketua pengadilan agama hakim yang ditunjuk berdasarkan
pasal 120 HIR.15

3. Tahap pendaftaran pemohon atau gugatan

Setelah permohonan atau gugatan dibuat kemudian didaftarkan di kepaniteraan


pengadilan agam yang berwenang memeriksa dengan membayar biaya panjar

13
Ibid
14
A. Mukti Arto , 0p.Cit, hlm.131
15
ibid, hlm. 59

7
perkara. Dengan membayar biaya panjar perkara maka penggugat atau
pemohon mendapatkan nomor perkara dan tinggal menunggu panggilan siding.

Perkara yang telah terdaftar di pengadilan agama oleh panitera diampaikan


kepada ketua pengadilan agama untuk dapat menunjuk majelis hakim yang
memeriksa, memutus, dan mengadili perkara dengan suatu penetapan ya g
disebut penetapan majelis hokum (PMH) yang terdiri satu orang hakim sebagai
ketua majelis dan dua orang hakim sebagai hakim anggota serta panitera siding.
Apabila belum ditetapkan panitera yang ditunjuk, majelis hakim dapat menunjuk
panitera siding sendiri.

4. Tahap Pemeriksaan Permohonan atau Gugatan

Pada hari sidang telah ditentukan apabila satu pihak atai kedua belah pihak tidak
hadir maka persidangan ditunda dan menetapkan hari sidang berikutnya kepada
yang hadir diperintahkan menghadiri sidang berikutnya tanpa dipanggil dan yang
tidak hadir dilakukan pemanggilan sekali lagi. Dalam praktek pemanggilan pihak
yang tidak hadir dilakukan maksimal tiga kali apabila :

a. Penggugat tidak hadir maka gugatan gugur. Tergugat tidak hadir maka
pemeriksaan dilanjutkan dengan putusan verstek atau putusan tanpa hadirnya
pihak tergugat.

b. Apabial terdapat beberapa tergugat yang hadir ada yang tidak hadir,
pemeriksaan tetap dilakukan dan kepada yang tidak hadir dianggap tidak
menggunakan haknya untuk membela diri.

c. Penggugta dan tergugat hadir, maka Pemeriksaan dilanjutkan sesuai


dengan hukum yang berlaku.16

2.4 Pemeriksaan Perkara di Pengadilan Agama

1. Pembacaan Surat Gugatan Penggugat

16
ibid, hlm.60

8
Sebelum surat gugatan dibacakan, jika perkara perceraian, hakim wajib
menyatakan sidang tertutup untuk umum, sementara perkara perdata umum
sidangnya selalu terbuka. Pencabutan gugatan itu sendiri terjadi apabila pihak ke
penggugat mencabut gugatan sewaktu atau selama proses persidangan
berlangsung17. Pencabutan gugatan ini boleh dilakukan dengan sendiri dalam
perkara yang penggugatnya sendiri. Namun dengan catatan apabila tergugat
terdiri dari beberapa orang, ada yang mencabutnya saja, sedangkan perkara
masih tetap jalan.

Perubahan gugatan menurut pasal 127 Rv perubahan gugatan diperbolehkan


sepanjang pemeriksaan perkara, asalkan tidak mengubah atau menambah pokok
tuntutan maupun petitumnya.

2. Mediasi

Mediasi adalah penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai


penengah atau penyelesaian sengketa secara menengahi, yang menengahinya
dinamakan mediator

3. Jawaban tergugat

Setelah gugatan dibacakan, kemudian tergugat diberi kesempatan mengajukan


jawabannya, baik ketika sidang hari itu juga atau sidang berikutnya. Jawaban
tergugat dapat dilakukan secara tertulis atau lisan ( pasal 158 ayat (1) Rbg).
Pada tahap jawaban ini, tergugat dapat pula mengajukan Eksepsi (tangkisan)
atau rekonvensi (gugatan balik). Dan pihak tergugat tidak perlu membayar
Panjar biaya perkara.

4. Jawaban tergugat, Ekspesi dan Rekonvensi

Setelah pembacaan gugatan maka kesempatan berikut yang diberikan kepada


tergugat untuk menjawab gugatan penggugat. Jawaban tergugat sedapat
mungkin menjawab seluruh dalil gugatan yang diajukan penggugat dalam
gugatannya.

a. Jawaban gugatan

Jawaban tergugat meliputi beberapa hal sebagai berikut:

1. Jawaban yang tidak langsung mengenai pokok perkara disebut ekspensi atau
tangkisan

Jawaban tergugat meliputi beberapa hal sebagai berikut:

17
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata (Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan
Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafiak, 2008, hal. 81

9
A. jawaban yang tidak langsung mengenai pokok perkara disebut ekspesi atau
tangkisan

B. jawabannya mengenai pokok perkara jawaban mengenai pokok perkara


berupa pengakuan, bantahan, dan referte

2. Ekspesi

Ekspesi adalah jawaban tergugat yang tidak mengenai pokok perkara.

3. Rekonvensi

Rekonvensi disebut juga gugat balik atau gugatan balasan yaitu gugatan yang
diajukan oleh tergugat kepada penggugat di dalam proses pemeriksaan yang
sedang berlangsung.

Rekonvensi diajukan bersama-sama dengan jawaban, rekonvensi diajukan


setelah jawaban maka frekuensinya tidak dapat diterima 18

5. Replik

Setelah tergugat menyampaikan jawabannya kemudian si penggugat


diberi kesempatan untuk menanggapinya sesuai dengan pendapat penggugat.
Pada tahap ini mungkin penggugat tetap mempertahankan gugatannya atau bisa
pula merubah sikap dengan membenarkan jawaban/ bantahan tergugat.

6. Duplik

Setelah penggugat menyampaikan replik nya, kemudian tergugat diberi


kesempatan untuk menanggapi nya/menyampaikan duplik nya. Dalam tahap ini
dapat diulang ulangi sampai ada titik temu antara penggugat dengan tergugat.
Apabila acara jawab menjawab dianggap cukup oleh Hakim, dan masih ada hal-
hal yang tidak disepakati oleh kedua belah pihak, maka hal ini dilanjutkan
dengan acara pembuktian.

7. Pemeriksaan bukti surat

Setelah proses jawab menjawab selesai maka pemeriksaan perkara


dilanjutkan dengan pemeriksaan bukti surat. Penggugat diberikan kesempatan
terlebih dahulu untuk mengajukan bukti surat guna mempertahankan dalil-dalil
gugatannya dan mematahkan dalil-dalil jawaban tergugat. Setelah penggugat
sudah tidak mengajukan bukti surat lagi, maka kecepatan diberikan kepada
tergugat untuk mengajukan bukti surat19.

18
Abdullah Tri Wahyudi, Hukum Acara Peradilan Agama di Lengkapi Contoh Surat-surat dalam
Praktik Hukum Acara di Peradilan Agama, Bandung: Mandar Maju, 2014.123

10
8. Pemeriksaan Saksi

Setelah semua pemeriksaan bukti surat penggugat dan tergugat selesai maka
pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi. Dalam pemeriksaan saksi,
yang diberi kesempatan mengajukan saksi adalah pihak penggugat. Selanjutnya
apabila semua saksi dari penggugat sudah diperiksa dan sudah tidak lagi
mengajukan saksi maka kesempatan diberikan kepada tergugat untuk
mengajukan saksi-saksi nya ke dalam persidangan.

9.pemeriksaan Saksi Ahli

Keterangan ahli dapat diminta oleh para pihak yang berperkara atau atas
perintah Hakim karena jabatannya. Keterangan ahli bertujuan untuk dapat
membuat jelas atau terang suatu perkara

sedang diperiksa. Keterangan ahli tidak mengikat pada Hakim yang memeriksa
perkara kalau keterangan yang berlawanan dengan keyakinan Hakim.

10. Pemeriksaan setempat

Dalam suatu pemeriksaan perkara Hakim karena jabatannya dapat melakukan


pemeriksaan di luar sidang terhadap keadaan barang atau benda yang tidak
dimungkinkan dibawa ke persidangan pengadilan. Pemeriksaan setempat
bertujuan untuk meyakinkan Hakim terhadap keterangan, keadaan, dan
peristiwa yang menjadi sengketa (pasal 153 HIR)

11. Kesimpulan

Pada tahap ini, setelah proses persidangan seluruhnya selesai maka masing-
masing pihak diberi kesempatan untuk mengajukan kesimpulan. Kesimpulan ini
sifatnya tidak wajib, masing-masing pihak boleh mengajukan kesimpulan dan
diperbolehkan pula apabila tidak mengajukan kesimpulan.

12. Putusan

Setelah selesai musyawarah majelis hakim, Sesuai dengan jadwal sidang, pada
tahap ini di bacakan putusan majelis hakim. Setelah dibacakan putusan tersebut,
penggugat dan tergugat berhak mengajukan upaya hukum banding dalam
tenggang waktu 14 hari setelah putusan diucapkan. Apabila pengguga tergugat
tidak hadir saat di bacakan putusan, Maka jurusita pengadilan agama akan
menyampaikan isi atau Amar putusan itu kepada pihak yang tidak hadir, dan

19
Abdullah Tri Wahyudi, Hukum Acara Peradilan Agama Dilengkapi contoh Surat-Surat dalam
Praktik Hukum Acara di Peradilan Agama, Bandung : Mandar Maju , 2018, hal.138

11
putusan baru berkekuatan hukum tetap setelah 14 Hari Amar putusan diterima
oleh pihak yang tidak hadir itu.

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Surat gugatan adalah yang diajukan oleh penggugat kepada ketua


pengadilan yang berwenang, yang berisi tuntutan hak yang didalamnya
mengandung suatu sengketa dan merupakan dasar landasan pemeriksaan
perkara dan pembuktian kebenaran suatu hak.

12
Gugatan adalah permasalahan perdata yang mengandung sengketa
antara dua pihak atau lebih yang diajukan kepada ketua pengadilan negeri di
mana salah satu pihak sebagai penggugat dan salah satunya lagi adalah
tergugat. Antara gugatan dan permohonan adalah bahwa bahwa dalam perkara
gugatan atau perkara contentiosa ada suatu sengketa, suatu konflik yang harus
diselesaikan yang diputus oleh pengadilan. Dalam dalam perkara yang disebut
permohonan foto perkara voluntair tidak ada sengketa.

Mengingat begitu pentingnya proses pemeriksaan dalam setiap perkara


yang diajukan keperadilan agama. Pelaksanaan proses perkara yang benar dan
sesuai prosedur akan memudahkan proses berperkara dari awal hingga
pelaksaan putusan yang menjadikan pelaksaan hukum yang benar sesuai aturan.

Proses pemeriksaan perkara terdiri dari (1) pencabutan dan perubahan


gugatan, (2) mediasi pembacaan, (3) gugatan, (4) jawaban tergugat, ekspensi
dan rekopensi, (5) replik, (6) duplik, (7) pemeriksaan bukti surat, (8)
pemeriksaan saksi, (9) pemeriksaan saksi ahli, (10) pemeriksaan setempat, (11)
kesimpulan dan, (12) penetapan atau putusan.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama, Pasal 49 dan


52.
Abdullah Tri Wahyudi. 2004. Pengadilan Agama di Indonesia. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
Abdullah Tri Wahyudi, 2018, Hukum Acara Peradilan Agama Dilengkapi Contoh
Surat-Surat dalam Praktik Hukum Acara di Peradilan Agama , Bandung
: Mandar Maju

13
Ahmad Fathomi Ramli, 2013,Administrasi Peradilan Agama, Jakarta: Mandar
Maju
H. A. Mukti Arto,2008, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama ,
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
M. Yahya Harahap,2008, Hukum Acara Perdata (Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafiak
Roihan A. Rasyid,2007, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada
Wulan Soentantio Retno dan Iskandar, 1997, Hukum Acara Perdata dalam Teori
dan Praktek, Bandung : Mandar Maju

14

Anda mungkin juga menyukai