Anda di halaman 1dari 25

BAB I

1.1. LATAR BELAKANG


Penyakit darah tinggi atau hipertensi (hypertension) adalah suatu
keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas
normal yang ditunjukkan oleh angka bagian atas (systolic) dan angka
bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat
pengukur tekanan darah baik berupa cuff air raksa (Spygmomanometer)
ataupun alat digital lainnya (Herlambang, 2013).
Tensi (tekanan darah) adalah banyaknya darah yang dipompakan
jantung dikalikan tahanan di pembuluh darah perifer. Adapun hipertensi
(tekanan darah tinggi) adalah keadaan ketika seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal atau tekanan sistolik lebih tinggi
dari 140 mmHg dan diastoliknya diatas 90 mmHg (Wijoyo, 2011).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah di atas batas normal yang mengakibatkan
peningkatan angka morbiditas dan angka kematian (mortalitas). Tekanan
yang abnormal tinggi pada pembuluh darah menyebabkan meningkatnya
risiko terhadap stroke, gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan
ginjal (Rusdi, et al, 2009).
BAB II

2.1 Konsep Teori Lansia


2.1.1 Batasan Lansia
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45
sampai 59 tahun.
b. Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.

2.1.2 Proses Menua


Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang
berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa
anak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahap ini
berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua
berarti mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis.
Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut
memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan
lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional
meningkat dan kurang gairah.
Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai
organ, tetapi tidak harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia
lanjut harus sehat. Sehat dalam hal ini diartikan:
a. Bebas dari penyakit fisik, mental dan social.
b. Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan
sehari – hari.
c. Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan
masyarakat (Rahardjo, 1996).
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan –
perubahan yang menuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus
– menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya
kurang berhasil maka timbullah berbagai masalah. Hurlock (1979)
seperti dikutip oleh Munandar Ashar Sunyoto (1994) menyebutkan
masalah – masalah yang menyertai lansia yaitu:
a. Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan
pada orang lain.
b. Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan
total dalam pola hidupnya.
c. Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka
yang telah meninggal atau pindah.
d. Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang
yang bertambah banyak.
e. Belajar memperlakukan anak – anak yang telah tumbuh
dewasa. Berkaitan dengan perubahan fisk, Hurlock mengemukakan
bahwa perubahan fisik yang mendasar adalah perubahan gerak.
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama
minat terhadap diri makin bertambah. Kedua minat terhadap
penampilan semakin berkurang. Ketiga minat terhadap uang semakin
meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan – kegiatan rekreasi tak
berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi
yang tinggi pada diri usia lanjut untuk selalu menjaga kebugaran
fisiknya agar tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlukan
untuk melakukan latihan fisik secara benar dan teratur untuk
meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990)
mengatakan bahwa perubahan yang dialami oleh setiap orang akan
mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut dan akhirnya
mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang ditunjukkan
apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung dari
pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya.
Perubahan ynag diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang
berkaitan dengan masalah peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan
dan peran sosial (Goldstein, 1992).
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan
penyesuaian. Ciri – ciri penyesuaian yang tidak baik dari lansia
(Hurlock, 1979, Munandar, 1994) adalah:
1) Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya.
2) Penarikan diri ke dalam dunia fantasi.
3) Selalu mengingat kembali masa lalu.
4) Selalu khawatir karena pengangguran.
5) Kurang ada motivasi.
6) Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang
baik.
7) Tempat tinggal yang tidak diinginkan.
Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara
lain adalah: minat yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi,
kontak sosial luas, menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati
kegiatan yang dilakukan saat ini dan memiliki kekhawatiran minimal
trehadap diri dan orang lain.
2.2 Teori Proses Menua
2.2.1 Teori-teori Biologi.
2.2.2 Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory).
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk
spesies – spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari
perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul – molekul /
DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai
contoh yang khas adalah mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi
penurunan kemampuan fungsional sel).Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah
(rusak).

2.2.3 Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory).


Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu
zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidaktahan terhadap
zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
2.2.4 Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus
theory). Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia
dan masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkab kerusakan
organ tubuh.
2.2.5 Teori stress.
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-
sel tubuh lelah terpakai.
2.2.6 Teori radikal bebas. Radikal bebas dapat terbentuk dialam
bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom)
mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti
karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-
sel tidak dapat regenerasi.
2.2.7 Teori rantai silang. Sel-sel yang tua atau usang , reaksi
kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan
kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan dan
hilangnya fungsi.
2.2.8 Teori program. Kemampuan organisme untuk menetapkan
jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut mati.
2.2.9 Teori Kejiwaan Sosial
a) Aktivitas atau kegiatan (activity theory).
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan
secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang
sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam
kegiatan sosial. Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada
cara hidup dari lanjut usia. Mempertahankan hubungan antara
sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia
pertengahan ke lanjut usia
b) Kepribadian berlanjut (continuity theory).
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut
usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori
ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang
yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang
dimiliki.
c) Teori pembebasan (disengagement theory).
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,
seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari
kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi
sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple
loss), yakni :
1. Kehilangan peran.
2. Hambatan kontak social
3. Berkurangnya kontak komitmen

2.3 Permasalahan yang terjadi pada lansia


Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian
kesejahteraan lanjut usia, antara lain: (Setiabudhi, T. 1999 : 40-42).
2.3.1 Permasalahan umum :
a. Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis
kemiskinan.
b. Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota
keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan , dihargai dan
dihormati.
c. Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d. Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional
pelayanan lanjut usia.
e. Belum membudaya dan melembaganya kegiatan
pembinaan kesejahteraan lansia.
2.3.2 Permasalahan khusus :
a. Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya
masalah baik fisik, mental maupun sosial.
b. Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
c. Rendahnya produktifitas kerja lansia.
d. Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada
tatanan masyarakat individualistik.
f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang
dapat mengganggu kesehatan fisik lansia

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Menua


a. Hereditas atau ketuaan genetik
b. Nutrisi atau makanan
c. Status kesehatan
d. Pengalaman hidup
e. Lingkungan
f. Stres

2.5 Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia


1) Perubahan fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistim organ tubuh,
diantaranya sistim pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler,
sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastro intestinal, genito
urinaria, endokrin dan integumen.
2) Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a.Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
b. Kesehatan umum
c.Tingkat pendidikan
d. Keturunan (hereditas)
e.Lingkungan
f. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan
jabatan.
h. Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan
dengan teman dan famili.
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep dir.
3) Perubahan spiritual
a.Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya
(Maslow, 1970).
b. Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal
ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray
dan Zentner, 1970).

2.6 Penyakit yang sering diderita Lansia


Menurut the National Old People’s Welfare Council , dikemukakan 12
macam penyakit lansia, yaitu : Depresi mental
a. Gangguan pendengaran
b. Bronkhitis kronis
c. Gangguan pada tungkai/sikap berjalan.
d. Gangguan pada koksa / sendi pangul\Anemia
e. Demensia

2.7. KONSEP HIPERTENSI PADA LANSIA


2.7.1. Definisi

Penyakit darah tinggi atau hipertensi (hypertension) adalah suatu


keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas
normal yang ditunjukkan oleh angka bagian atas (systolic) dan angka
bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat
pengukur tekanan darah baik berupa cuff air raksa (Spygmomanometer)
ataupun alat digital lainnya (Herlambang, 2013).

Tensi (tekanan darah) adalah banyaknya darah yang dipompakan


jantung dikalikan tahanan di pembuluh darah perifer. Adapun hipertensi
(tekanan darah tinggi) adalah keadaan ketika seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal atau tekanan sistolik lebih tinggi
dari 140 mmHg dan diastoliknya diatas 90 mmHg (Wijoyo, 2011).

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami


peningkatan tekanan darah di atas batas normal yang mengakibatkan
peningkatan angka morbiditas dan angka kematian (mortalitas). Tekanan
yang abnormal tinggi pada pembuluh darah menyebabkan meningkatnya
risiko terhadap stroke, gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan
ginjal (Rusdi, et al, 2009).

2.7.2. Klasifikasi hipertensi


Menurut Herlambang (2013) penyakit darah tinggi atau hipertensi
dikenal dengan 2 jenis klasifikasi, diantaranya hipertensi primary dan
hipetensi secondary.
1) Hipertensi primary adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan
darah tinggi sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor
lingkungan. Seseorang yang pola makannya tidak terkontrol dan
mengakibatkan kelebihan berat badan atau bahkan obesitas, merupakan
pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula
seseorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stressor tinggi
sangat mungkin terkena penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang-
orang yang kurang olahraga pun mengalami tekanan darah tinggi.
2) Hipertensi secondary adalah suatu kondisi dimana terjadinya
peningkatan tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorang
mengalami/menderita penyakit lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal,
atau kerusakan sistem hormon tubuh. Sedangkan pada ibu hamil tekanan
darah secara umum meningkat saat kehamilan berusia 20 minggu.
Terutama pada wanita yang berat badannya diatas normal atau gemuk
(obesitas). Hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140
mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan
tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering
ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir
setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus
meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat
sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan
menurun drastis.

Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa menurut JNC VII

Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik

Normal < 120 mmHg (dan) < 80 mmHg

Pre-hipertensi 120-139 mmHg (atau) 80-89 mmHg

Stadium 1 140-159 mmHg (atau) 90-99 mmHg

Stadium 2 >= 160 mmHg (atau) >= 100 mmHg


2.7.3. Etiologi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada (Ritu Jain, 2011) :
1. Elastisitas dinding aorta menurun.
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena
kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

2.7.4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis
di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat
sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan
rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon
ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan
structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab
pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan
tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh
darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Rahmawati, 2012).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya
“hipertensi palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak
dikompresi oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo, 2010)
2.7.5. Patway
2.7.6. Manifestasi klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan
gejala; meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan
dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal
sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala,
perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa
saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan
tekanan darah yang normal. Jika hipertensinya berat atau menahun dan
tidak diobati, bisa timbul gejala berikut (Kristanti, 2013):
1. Sakit kepala
2. Kelelahan
3. Mual
4. Muntah
5. Sesak nafas
6. Gelisah

Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada


otak, mata, jantung dan ginjal. Kadang penderita hipertensi berat
mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi
pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang
memerlukan penanganan segera. Tanda dan gejala pada hipertensi
dibedakan menjadi : (Edward K Chung, 2013).

a. Tidak Ada Gejala


Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala Yang Lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan
medis.

2.7.7. Komplikasi
Hipertensi tidak dapat secara langsung membunuh penderitanya,
melainkan hipertensi memicu terjadinya penyakit lain yang tergolong
kelas berat alias mematikan. Laporan Komite Nasional Pencegahan,
Deteksi, Evaluasi dan Penanganan Hipertensi menyatakan bahwa tekanan
darah yang tinggi dapat meningkatkan resiko serangan jantung, gagal
jantung, stroke dan gagal ginjal (Wahdah, 2011)
Hipertensi merupakan penyebab utama terjadinya komplikasi
kardiovaskular dan merupakan masalah utama kesehatan masyarakat yang
tengah mengalami transisi sosial ekonomi. Dibandingkan dengan individu
yang memiliki tekanan darah normal, penderita hipertensi memiliki risiko
terserang penyakit jantung koroner 2 kali lebih besar dan risiko yang lebih
tinggi untuk terserang stroke. Apabila tidak diobati, kurang lebih setengah
dari penderita hipertensi akan meninggal akibat penyakit jantung dan
sekitar 33% akan meninggal akibat stroke sementara 10 sampai 15 % akan
meninggal akibat gagal ginjal. Oleh sebab itu pengontrolan tekanan darah
merupakan hal yang sangat penting (Junaidi, 2010).

2.7.8. Faktor resiko

Menurut Fauzi (2014) tekanan darah tinggi memiliki beberapa faktor


resiko antara lain:
1. Risiko tekanan darah tinggi meningkat sesuai dengan faktor usia.
2. Ras dan suku bangsa juga berhubungan dengan risiko hipertensi.
3. Latar belakang keluarga
4. Kelebihan berat badan atau obesitas
5. Tidak aktif secara fisik. Denyut jantung orang-orang yang tidak
aktif cenderung lebih tinggi. Sehingga semakin keras jantung harus
bekerja dengan setiap kontraksi dan semakin kuat gaya pada arteri.
Kekurangan aktifitas fisik juga meningkatkan risiko kelebihan berat
badan.
6. Merokok, terlalu banyak garam (sodium) pada diet. Terlalu banyak
sodium pada diet dapat menyebabkan tubuh menahan caira yang
meningkatkan tekanan darah.
7. Terlalu potassium pada diet. Potassium membantu
menyeimbangkan jumlah dari sodium di sel. Jika tidak mendapat
potassium yang cukup pada diet atau menahan potassium bisa
menumpuk terlalu banyak sodium di dalam darah.
Faktor-faktor risiko penyakit hipertensi yang tidak ditangani dengan
baik dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu faktor risiko yang tidak
dapat diubah dan dapat diubah (Depkes RI, 2006).
a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
1. Umur
Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi, dengan
bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar
sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi,
yaitu sekitar 40% dengan kematian sekitar diatas 65 tahun.
a. Jenis kelamin
Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi,
dimana pria lebih banyak yang menderita hipertensi
dibandingkan dengan wanita, rasio sekitar 2.29 untuk
peningkatan tekanan darah sistolik.
b. Keturunan
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor
keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama
pada hipertensi primer (esensial). Tentunya faktor genetik ini
juga dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain, yang kemudian
menyebabkan seorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga
berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin
membran sel. Menurut Davidson bila kedua orang tua menderita
hipertensi maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila
salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar
30% akan turun ke anak-anaknya.
b. Faktor risiko yang dapat diubah
Faktor risiko dapat diubah yaitu faktor risiko yang diakibatkan
perilaku tidak sehat dari penderita hipertensi antara lain (Depkes RI,
2006) :
1) Status gizi
Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang
gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang
badannya normal.
2) Psikososial dan stres
Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa
marah, dendam, rasa takut, rasa (bersalah) dapat merangsang
kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu
jantung berdenyut lebih kuat dan cepat, sehingga tekanan darah
akan meningkat. Jika stres berlangsung lama, tubuh akan berusaha
mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau
perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi
atau penyakit maag.
3) Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon
monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran
darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, dan
mengakibatkan proses artereoskelerosis, dan tekanan darah tinggi.
Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan
merokok dengan adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh
darah. Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan
oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok peda
penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko
kerusakan pembuluh darah arteri.
4) Olahraga
Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan
darah dan bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Pada orang
tertentu dengan melakukan olahraga aerobik yang teratur dapat
menurunkan tekanan darah, tanpa perlu sampai berat badan turun.
5) Konsumsi alkohol berlebih
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan darah telah dibuktikan.
Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum
jelas. Namun, diduga peningkatan kadar kartisol, dan peningkatan
volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam
menaikkan tekanan darah.
6) Konsumsi garam berlebih
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena
menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada masyarakat yang
mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang, ditemukan tekanan
darah rata-rata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam
sekitar 7-8 gram tekanan darah rata-rata lebih tinggi.
a. hiperlipedimea / Hiperkolestrolemi
b. Kelainan metabolisme lipid (lemak) yang ditandai dengan
peningkatan kadar kolestrol total, trigliserida, kolestrol LDL,
dan/atau penurunan kadar kolestrol HDL dalam darah. Kolestrol
merupakan faktor penting dalam terjadinya ateroskelerosis yang
mengakibatkan peninggian tahanan perifer pembuluh darah
sehingga tekanan darah meningkat.

2.7.9. Penatalaksanaan Medis


Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua
jenis penatalaksanaan (Ni Kadek, et al, 2014):
1. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
a. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin
dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
b. Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan,
jogging, bersepeda atau berenang.
2. Penatalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
a. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
b. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
c. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
d. Tidak menimbulkan intoleransi.
e. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
f. Memungkinkan penggunaan jangka panjang. Golongan obat -
obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti golongan
diuretik, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium, golongan
penghambat konversi rennin angitensin.

2.7.10. Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap
volume cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko
seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
2. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi
ginjal.
3. Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
4. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal
dan ada DM.
5. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
6. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
7. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu
ginjal, perbaikan ginjal.
8. Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.

BAB III

3.1. Konsep Keperawatan


3.1.1. Pengkajian
Pengkajian secara Umum
1. Identitas Pasien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini yaitu antara lain: Nama,
Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Status Mental,
Suku, Keluarga/orang terdekat, alamat, nomor registrasi.
2. Riwayat atau adanya factor resiko
a. Riwayat garis keluarga tentang hipertensi
b. Penggunaan obat yang memicu hipertensi
3. Aktivitas / istirahat
a. Kelemahan,letih,napas pendek,gaya hidup monoton.
b. Frekuensi jantung meningkat
c. Perubahan irama jantung
d. Takipnea
a. Integritas ego
1. Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria
atau marah kronik.
2. Faktor faktor stress multiple (hubungan, keuangan yang
berkaitan dengan pekerjaan).
b. Makanan dan cairan
1. Makanan yang disukai, dapat mencakup makanan tinggi
garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang
digoreng,keju,telur)gula-gula yang berwarna hitam, kandungan
tinggi kalori.
2. Mual, muntah.
3. Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat atau
menurun).
c. Nyeri atau ketidak nyamanan
1. Angina (penyakit arteri koroner /keterlibatan jantung)
2. Nyeri hilang timbul pada tungkai.
3. Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi
sebelumnya.
4. Nyeri abdomen.

3.1.2 Pengkajian Persistem


a. Sirkulasi
1. Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung
koroner atau katup dan penyakit cerebro vaskuler.
2. Episode palpitasi,perspirasi.
b. Eleminasi
1. Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau
obtruksi atau riwayat penyakit ginjal masa lalu.
c. Neurosensori
1. Keluhan pusing.
Berdenyut, sakit kepala subokspital (terjadi saat bangun dan
menghilang secara spontan setelah beberapa jam).
2. Pernapasan
a. Dispnea yang berkaitan dengan aktifitas/kerja
b. Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal.
c. Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum.
d. Riwayat merokok

3.1.3 Diagnosa Keperawatan


a.Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular Cerebral.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
umum.
c.Curah Jantung, resiko tinggi terhadap hipertensi berhubungan
dengan peningkatan afterload, vasokontriksi.
d. Nutrisi , perubahan lebih dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kebutuhan metabolic.
e.Koping individu tidak efektif berhubungan dengan system
pendukung yang tidak adekuat.
f. Kurang pengetahuan berhubungnya dengan kurang informasi atau
keterbatasan kognitif

3.1.4 Intervensi
a. Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan
vascular Cerebral
1. Intervensi : Mempertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional : Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi
2. Intervensi : Berikan tindakan non farmakologi untuk
menghilangkan sakit kmepala, misalnya kompres dingin pada
dahi, pijat punggung dan leher, tenang, redupkan lampu kamar,
tekhnik relaksasi.
Rasional : tindakan yang menurunkan tekanan vascular serebral
dan yang memperlambat atau memblok respons simpatis efektif
dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya
3. Intervensi : Hilangkan atau minimalkan aktivitas fase
kontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala, misalnya
mengejam saat bab, batuk panjang, membungkuk
Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi
menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatan tekanan
vascular cerebral

b. Dx 2 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan


kelemahan umum
Intervensi : kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatikan
frequency nadi lebih dari 20 kali per menit diatas frequency
istirahat : peningkatan tekan darah yang nyata selama atau sesudah
aktivitas (tekanan sistolik meningkat 40 mmhg atau tekanan diastolic
meningkat 20 mmhg) dispnea atau nyeri dada : kelemahan dan
keletihan yang belebihan :pusing atau pingsan.

Rasional : menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji


respon fisiologi terhadap stress, aktivitas bila ada merupakan
indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat
aktivitas.

Intervensi : instruksikan pasien tentang teknik penghematan energy,


misalnya menggunakan kursi saat mandi,duduk saat menyisir rambut
atau menyikat gigi,melakukan aktivitas dengan perlahan.
Rasional : teknik memghemat energy mengurangi penggunaan
energy, juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.

c. DX 3 : Curah Jantung, resiko tinggi terhadap hipertensi


berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokontriksi.
Intervensi: pantau TD.ukur pad kedua tangan atau paha untuk evaluasi
awal.gunakan ukuran manset yang tepat dan teknik yang akurat.

Rasional : perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang


lebih lengkap tentang keterlibatan/bidang masalah vascular.
Hipertensi berat diklasifikasikan pada orang dewasa sebagai
peningkatan tekanan diastolic sampai 130, hasil pengukuran
diastolic diatas 130 dipertimbangkan sebagai penigkatan pertama,
kemudian maligna. Hipertensi sistolik juga merupakan faktor resiko
yang di tentukan untuk penyakit cerebrovaskular dan penyakit iskemi
jantung bila tekanan diastolic 90-115.

d. DX 4 : Nutrisi , perubahan lebih dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan kebutuhan metabolic
Intervensi : kaji pemahaman pasien tentang hubungan langsung antara
hipertensi dan kegemukan.

Rasional : kegemukan adalah resiko tambahan pada tekanan darah


tinggi karena disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan
curah jangtung berkaitan dengan peningkatan masa tubuh.
Intervensi : bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan
membatasi masukan lemak,garam,dan sesuai indikasi.

Rasional : kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya


ateroskelorosis dan kegemukan yang merupakan predesposisi untuk
hipertensi dan komplikasinya misalnya stroke,penyakit ginjal,gagal
jantung. Kelebihan memasukkan garam memperbanyak volume
cairan intravascular dan dpat merusak ginjal yang lebih
memperburuk hipertensi.

e. DX 5 : Koping individu tidak efektif berhubungan dengan


system pendukung yang tidak adekuat
Intervensi : Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi
perilaku, misalnya kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian,
keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan.

Rasional : Mekanisme adaptif perlu untuk mengubah pola hidup


seseorang, mengatasi hipertensi kronik dan mengintegrasikan terapi
yang diharuskan ke dalam kehidupan sehari-hari.

Intervensi : Bantu pasien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan


kemungkinan strategi untuk mengatasinya.

Rasional : Pengenalan terhadap stressor adalah langkah pertama


dalam mengubah respons seseorang terhadap stressor.

Intervensi : Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri


dorongan partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan.

Rasional : Keterlibatan memberikan pasien perasaan control diri


yang berkelanjutan, memperbaiki keterampilan koping, dan dapat
meningkatkan kerja sama dalam regimen terapeutik.

Intervensi : Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan,


kerusakan konsentrasi, peka rangsang, penurunan toleransi sakit
kepala ketidakmampuan untuk mengatasi/menyelesaikan masalah.

Rasional : Menifestasi mekanisme koping maladaptive mungkin


merupakan indicator marah yang ditekan dan diketahui telah
menjadi penentu utama TD diastolic

f. DX 6 : Kurang pengetahuan berhubungnya dengan kurang


informasi atau keterbatasan kognitif
Intervensi : Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar, termasuk
orang terdekat.

Rasional : Kesalahan konsep dan menyangkal diagnose karena


perasaan sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minat
pasien/orang terdekat untuk mempelajari penyakit, kemajuan, dan
prognosis. Bila pasien tidak menerima realitas bahwa membutuhkan
pengobatan kontinu, maka perubahan perilaku tidak akan
dipertahankan.

Intervensi : Tetapkan dan nyatakan batas TD normal. Jelaskan tentang


hipertensi dan efeknya pada jantung, pembuluh darah, ginjal dan otak.
Rasional : Memberikan dasar untuk pemahaman tentang peningkatan
TD dan mengklarifikasi istilah medis yang sering digunakan.
Pemahaman bahwa TD tinggi dapat terjadi tanpa gejala adalah ini
untuk memungkinkan pasien melanjutkan pengobatan meskipun
ketika merasa sehat.

Intervensi : Hindari mengatakan TD “normal” dan gunakan istilah


“terkontrol dengan baik” saat menggambarkan TD pasien dalam batas
yang diinginkan.

Rasional : Karena pengobatan untuk hipertensi adalah sepanjang


kehidupan, maka dengan penyampaian ide “terkontrol” akan
membantu pasien untuk memahami kebutuhan untuk melanjutkan
pengobatan/medikasi.

Intervensi : Bantu pasien dalam mengidentifikasi faktor-faktor risiko


kardiovaskular yang dapat diubah misalnya obesitas, diet tinggi lemak
jenuh, dan kolesterol, pola hidup monoton, merokok, dan minum
alcohol( lebih dari 60cc/hari dengan teratur), pola hidup penuh stress.

Rasional : Faktor-faktor resiko ini telah menunjukkan hubungan


dalam menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskular serta
ginjal.

3.1.5 Evaluasi
a. Pasien melaporkan nyeri/ketidaknyamanan hilang atau terkontrol.
b. Pasien berpartisupasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan.
c. Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan
darah atau beban kerja jantung.
d. Menunjukkan perubahan pola makan ( misalnya pilihan makan,
kuantitas,dan sebagainya), mempertahankan berat badan yang
diinginkan dengan pemeliharaan kesehatan optimal.
e. Mengidentivikasi perilaku koping efektif dan konsekuensinya
f. Pasien menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan
regimen pengobatan

DAFTAR PUSTAKA

Agus Purwadianto (2000), Kedaruratan Medik: Pedoman Penatalaksanaan


Praktis, Binarupa Aksara, Jakarta.
Bustan. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta

Cahyono, S. 2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Yogyakarta: Kanisius

Darmojo, R. Boedhi. (2010). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta:


FKUI.
Departemen Kesehatan RI. 2012. Pharmaceutical Care untuk Penyakit
Hipertensi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Evelyn C.pearce (1999), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT


Gramedia, Jakarta.
Fauzi. I. 2014. Buku Pintar Deteksi Dini Gejala dan Pengobatan Asam Urat,
Diabetes dan Hipertensi. Yogyakarta: Araska.

Junaedi, E. 2013. Hipertensi Kandas Berkat Herbal. Jakarta Selatan

Kristanti, H. 2013. Mencegah dan Mengobati 11 Penyakit Kronis. Citra Pustaka:


Yogyakarta.
Ni Kadek, et al. 2014. Pengaruh Kombinasi Jus Seledri, Wortel dan Madu
Terhadap Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Barat.
Artikel Penelitian, Stikes Bina Husada
Nugroho, W. (2010). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.
Rahmawati, R. 2012. Pengaruh Jus Seledri Kombinasi Wortel dan Madu
Terhadap Penurunan Tingkat Hipertensi Pada Pasien Hipertensi. Gresik
(skripsi) from: http://www.google.com , diakses 11 September 2015.
Rusdi, Nurlaela Isnawati. 2009. Awas Anda Bisa Mati Cepat Akibat Hipertensi
dan Diabetes. Yogyakarta: Powerbooks publishing.

Ritu Jain. 2011. Pengobatan Alternatif untuk Mengatasi Tekanan Darah. Jakarta:
Gramedia.

Wahdah, N. 2011. Menaklukan Hipertensi dan Diabetes. Yogyakarta: Multipress

Wijoyo, P. M. 2011. Rahasia Penyembuhan Hipertensi Secara Alami. Bee Media


Agro: Jakarta

Wilkinson, Judith. (2011). Buku saku diagnosa keperawatan: diagnose NANDA,


intervensi NIC, Kriteria hasil NOC, ed.9. Alih bahasa, Esty Wahyuningsih;
editor edisi bahasa Indonesia, Dwi Widiarti. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai