Anda di halaman 1dari 7

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. .

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia

– Nya sehingga pembuatan karya tulis berupa paper di Departemen Ilmu Saraf

Rumah Sakit Umum Haji Medan yang berjudul Traumatik Sub Dural Hematom dapat

tersusun dan terselesaikan tepat pada waktunya.

Terima kasih saya ucapkan kepada dr. Sumarnita Tarigan Sp.S selaku pembimbing

saya penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini masih

banyak terdapat kekurangan didalam penulisannya, baik dalam penyusunan kalimat

maupun didalam teorinya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran.

Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Penulis
Pendahuluan
Multipel sklerosis (MS) merupakan kelainan susunan saraf pusat yang paling banyak mengenai usia
muda dan paruh baya. Penyakit ini memiliki manifestasi yang beragam dan perjalanan yang
bervariasi, lesi demielinating memiliki spektrum klinis yang luas, mulai dari episode tunggal yang
ringan hingga yang berpotensi fatal. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa MS lebih banyak
didapatkan di area Utara, dua kali lebih banyak pada wanita, dan paling sering muncul pada dekade
ketiga dan keempat. Ras Kaukasia -kulit berwarna- beresiko dua kali lebih besar menderita MS di
United States dan Kanada. Menariknya, ketika MS berkembang di populasi Asia, MS dominan
mempengaruhi nervus optikus dan medula spinalis, keterlibatan otak jarang didapatkan, berbeda
dengan di Amerika Utara dan Eropa. Individu yang lahir di area Utara, dengan ras dan usia yang
sesuai, memiliki resiko bawaan yang lebih kecil karena habitat wilayah jika mereka berpindah ke
area Selatan sebelum usia 15 tahun. Individu lain yang juga berpindah dari Utara ke Selatan, namun
setelah usia 15 tahun, memiliki resiko bawaan yang tetap lebih tinggi. Meskipun ada beberapa
predisposisi faktor genetik yang masih perlu diidentifikasi untuk MS, faktor ini saja bertanggung
jawab terhadap variabilitas yang disebutkan sebelumnya, seperti populasi yang dibandingkan secara
genetik bervariasi dalam prevalensi MS tergantung pada tempat kelahiran dan usia migrasi.
Tidak ada tipe genetik pasti yang ditentukan pada review tentang heritabilitas alami MS. Namun
kadang kala kluster penyakit familial memang ada. Resiko MS pada keluarga dekat (first-degree
relative) pada individu yang terkena (diperkirakan 1 diantara 500-1000) mencapai 20 kali lipat pada
populasi umumnya. Pada pasien dengan MS, setidaknya 10-15% memiliki 1 anggota keluarga dekat
(first-degree relative) yang terkena, namun resikonya tidak jauh berbeda untuk hubungan orang tua-
anak dengan hubungan lainnya, hal ini menyingkirkan penurunan tipe dominan, resesif, maupun
sex-linked. Resiko MS pada first-degree relative tidak pernah lebih dari 5%, kecuali pada kembar
monozigot, dimana angka kecocokannya sekitar 25%.
Multiple Sklerosis
Multiple sklerosis adalah penyakit kronis sistem saraf pusat. Penyakit ini biasanya memperlihatkan
gejala defisit neurologis, yang kemudian dalam perjalan penyakitnya, cenderung tidak kembali
seperti semula bahkan semakin lama semakin parah defisit yang dialami bahkan dapat
menyebabkan kecacatan. Manifestasi klinis sangat beragam tergantung dari area kerusakan yang
dialaminya.
Multiple sklerosis merupakan salah satu gangguan neurologis yang paling sering menyerang orang
pada usia muda. Gejala jarang muncul sebelum usia 15 tahun atau setelah usia 60 tahun. Multiple
sklerosis ditandai dengan timbulnya destruksi bintik mielin yang meluas diikuti oleh gliosis pada
susbtansia alba susunan saraf pusat. Ciri khas perjalanan multiple sklerosis adalah serangkaian
serangan terbatas yang menyerang bagian susunan saraf pusat yang berlainan. Masing-masing
serangan kemudian akan memperlihatkan beberapa derajat pengurangan, namun keseluruhan
gambaran adalah suatu keadaan yang makin memburuk.
Multiple Sklerosis merupakan penyakit demielinasi inflamasi sistem saraf pusat. Penyakit ini
menunjukkan cidera pada selubung myelin (materi lemak yang menutupi akson) dan oligodendrti
(sel yang membentuk myelin). Gejala-gejala multiple sklerosis sangat bervariasi tergantung dari
lokasi plak dalam sistem saraf pusat. Meskipun penyakit ini tidak dapat disembuhkan atau dicegah,
pengobatan tersedia untuk mengurangi keparahan dan progresifitas penyakitnya.
Penyakit ini terutama mengenai substansia alba otak dan medulla spinalis, serta nervus optikus.
Ditemukan sel inflamasi kronik dan kerusakan mielin dengan akson yang relatif masih baik. Pada
substansia alba terdapat daerah yang masih tampak normal yang berselang seling dengan focus
inflamasi dan demielinisasi yang disebut juga plak, yang seringkali terletak dekat venula.
Demielinisasi inflamasi jalur susunan saraf pusat menyebabkan penurunan dan gangguan kecepatan
hantar saraf dan akhirnya hilangnya penghantaran informasi oleh jaras tertentu.
Gejala-gejala klasik yang merupakan manifestasi dari multiple sklerosis adalah kelemahan motorik,
parastesia, penurunan penglihatan, diplopia, nistagmus, disartria, tremor, ataksia, kehilangan
sensibilitas, gangguan saluran berkemih, paraparesis, dan perubahan respon emosional. Karena
bervariasinya manifestasi klinis yang muncul, maka penegakan diagnosisnya tidak selalu dilihat
dari gejala klinis yang dirasakan penderita, karena gejala tersebut muncul sangat tergantung dari
letak lesi yang terjadi.
Epidemiologi
Multipel sklerosis adalah salah satu gangguan neurologis yang paling sering menyerang orang
muda. Di Amerika Serikat diperkirakan 250.000 hingga 350.000 orang yang terinfeksi ( 1 dari 1000
atau kurang dari sepersepuluh dari 1% - Reingold,2000). Perempuan terinfeksi dua kali lipat
daripada laki-laki, walaupun rasio perempuan-laki-laki lebih jarang muncul pada multiple sklerosis
awitan yang lebih lambat. Gejala jarang muncul sebelum usia 15 tahun atau setelah 60 tahun. Usia
rata-rata timbulnya gejala adalah 30 tahun, dengan kisaran antara 18 tahun hingga 40 tahun pada
sebagian besar pasien. Multiple sklerosis ditandai dengan timbulnya destruksi bintik mielin yang
meluas diikuti oleh gliosis pada substansia alba susunan saraf pusat. Ciri khas perjalanan multiple
sklerosis adalah serangkaian serangan terbatas yang menyerang bagian susunan saraf pusat yang
berlainan. Masing-masing serangan kemudian akan memperlihatkan beberapa derajat pengurangan,
namun keseluruhan gambaran adalah suatu keadaan yang makin memburuk.
Multiple sklerosis lebih sering ditemukan di area dengan suhu sedang dibandingkan iklim tropis.
Perbedaan etnis pada insidensi penyakit merupakan argument kerentanan genetic terhadap kondisi
ini. Akan tetapi, variasi geografis juga memperlihatkan peran faktor lingkungan misalnya virus. Hal
ini terutama terlihat dari pandemi munculnya multiple sklerosis. Misalnya pada kepulauan Faroe
dan Islandia. Terdapat juga bukti bahwa orang yang dilahirkan pada area berisiko tinggi untuk
multiple sklerosis akan membawa resiko itu jika mereka berpindah keresiko yang rendah, dan
sebliknya, tetapi hanya jika perpindahan tersebut pada usia remaja. Hal ini menunjukkan bahwa
virus yang berdasarkan hipotesis bekerja pada dekade pertama atau kedua kehidupan.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki (1,5 : 1). Penyakit ini dapat
terjadi pada segala umur, walaupun onset pertama jarang terjadi pada anak-anak dan orang usia
lanjut. Biasanya usia munculnya gejala antara 20-40 tahun. Di Inggris, prevalensinya diperkirakan 1
dari 1000 orang.
Etiologi dan Patologi
Mielin merupakan suatu kompleks protein berwarna putih yang mengisolasi tonjolan saraf. Mielin
menghalangi aliran ion natrium dan kalium melewati membran neuronal dengan hampir sempurna.
Selubung meilin tidak kontinyu di sepanjang tonjolan saraf dan terdapat celah-celh yang tidak
memiliki meilin yang disebut Nodus Ranvier. Tonjolan saraf pada susunan saraf pusat dan tepi
dapat bermeilin dan dapat tidak bermeilin dan dalam susunan saraf pusat di namakan substansia
alba. Serabut-serabut tak bermielin di dalam susunan saraf pusat disbut massa kelabu atau
substansia gresia. Transmisi impuls saraf disepanjang serabut bermielin lebih cepat dari impuls
serabut tak bermielin karena impuls berjalan dengan cara 3meloncat ́ dari nodus yang satu ke nodus
yang lain disepanjang selubung mielin. Cara tersebut di sebut konduksi saltatorik.
Hal terpenting dari peran mielin pada proses transmisi dapat terlihat dengan mengamati hal yang
terjadi jika tidak lagi terdapat mielin di sana. Pada orang-orang dengan multiple sklerosis, lapisan
mielin yang mengelilingi serabut saraf menjadi hilang. Sejalan dengan hal itu, orang tersebut
perlahan-perlahan kehilangan kemampuan mengontrol otot-ototnya dan akhirnya tidak mampu
sama sekali.
Sifat dasar gangguan yang menyebabkan multiple sklerosis tidak diketahui dengan pasti. Bukti-
bukti terbaru mendukung teori bahwa multiple sklerosis adalah penyakit autoimun, mungking
berkaitan dengan pemicu lingkungan yang tidak dapat ditentukan seperti infeksi virus. Hipotesis ini
berasal dari observasi bahwa infeksi virus biasanya menyebabkan peradangan yang melibatkan
produksi interferon gamma, yaitu suatu zat kimia yang diketahui dapat memperburuk multiple
sklerosis. Sejumlah virus telah diajukan sebagai agen penyebab yang mungkin pada multiple
sklerosis. Beberapa peneliti menduga virus campak (rubeola). Berbagai antibodi campak telah
ditemukan dalam serum dan cairan serebrospinalis (CSF) pasien multiple sklerosis, dan bukti yang
ada mengesankan antibody ini dihasilkan dalam otak. Teori lain menduga bahwa faktor genetic
tertentu menyebabkan beberapa orang lebih peka terhadap invasi susunan saraf pusat dengan
berbagai virus 3lambat ́. Virus yang lambat memiliki masa inkubasi yang lama dan hanya mungkin
berkembang dengan keadaan defisiensi atau imun yang abnormal. Antigen histokompabilitas
tertentu ( HLA-A3, HLA-A7) telah ditemukan lebih sering pada pasien multiple sklerosis
dibandingkan dengan subjek yang terkontrol. Adanya antigen ini mungkin berkaitan dengan
defisiensi pertahanan imunologis dalam melawan infeksi virus.
Beberapa keadaan yang biasanya dianggap sebagai faktor pencetus adalah kehamilan, infeksi
(khususnya dengan demam), stress emosional, dan cedera. Penyembuhan sempurna biasanya terjadi
setelah serangan pertama. Remisi biasanya timbul dalam waktu 1 hingga 3 bulan dengan serangan
yang berturut-turut. Namun pada akhirnya penyembuhan tidak terjadi secara sempurna, dan pasien
diwarisi kerusakan permanen tambahan setelah serangan penyakit tersebut.
Morfologi
Lesi-lesi (plakat) adalah daerah-daerah berbatas tegas dengan diskolorasi abu-abu substansia alba
yang terjadi terutama disekeliling ventrikel tetapi potensial terjadi dimana saja sistem saraf pusat.
Plakat-plakat aktif memperlihatkan pemecahan lielin, makrofag berisi lipid dan preservasi relatif
akson-akson. Sel-sel limfosit dan mononuklear menonjol di pinggir-pinggir plakat dan disekitar
venula-venula dan sekitar plakat. Plakat-plakat inaktif tidak mempunyai infiltrat sel radang dan
memperlihatkan gliosis, sebagian besar akson didalam lesi tetap tidak bermielin.
Perjalanan Penyakit
Pola waktu evolusi gejala yang umum terjadi adalah gambaran klinis memburuk selama beberap
hari atau beberapa minggu, mencapai plateau dan kemudian membaik secara bertahap, sebagaian
atau total. Kemudian dapat terjadi rekurensi pada interval yang tidak dapat diperkirakan yang
mengenai pada bagian yang sama atau berbeda pada susunan saraf pusat. Peran cidera fisik, infeksi,
kehamilan,dan stres emosional dalam menyebabkan relaps masih kontrofersial.4
Perjalanan alamiah multiple sklerosis pada tiap pasian amat bervariasi. Beberapa pasien dapat
mengalami satu atau lebih episode inisial kemudian tidak ada gejala untuk bertahun- tahun (pola
jinak hingga 10%). Dapat terjadi resolusi simptomatik total atau hamoir total, khususnya dengan
episode-episode awal (penyakit relaps-remisi, kurang lebih pada 80%). Sebagian akan mengalami
akumulasi disabilitas, walaupun tetap mampu bekerja selama bertahun-tahun. Akan tetapi sepertiga
pasien terkena lebih parah. Saat ini belum dapat diprediksi prognosis setiap pasien, walaupun
biasanya keterliibatan motorik dan serebelar mempunyai prognosis lebih buruk.
Gambaran Klinis
Lokasi lesi menetukan manifestasi klinis multiple sklerosis. Kombinasi gejala dan tanda yang dapat
terjadi, antara lain :
Gangguan Sensorik. Derajat parestesia (rasa baal, rasa geli, perasaan 3mati ́, tertusuk-tusuk jarum
dan peniti) (pins and needles) bervariasi dari satu hari ke hari lainnya. Bila terdapat lesi pada
kolumna posterior medulla spinalis servikalis, fleksi pada leher menyebabkan sensasi seperti syok
yang menuruni spinalis (tanda Lhermitte). Gangguan proprioseptif seringkali meningkatkan ataksia
sensoris dan inkoordinasi lengan. Sensasi getar seringkali terbatas.
Keluhan Visual Banyak pasien yang mengalami keluhan visual sebagai gejala awal. Sering
dilaporkan adanya diplopia (pandangan ganda), pandangan buram, distorsi warna merah-hijau, dan
lapangan pandang abnormal dengan bintik buta (skotoma) pada satu atau dua mata. Penglihatan
dapat hilang sepenuhnya pada satu mata dalam beberapa jam hingga beberapa hari. Neuritis optikus
merupakan dasar dari gangguan ini. Keluhan lain yang sering diungkapkan adalah diplopia akibat
lesi batang otak yang mengenai jaras serabut atau nucleus dari otot ekstraokular dan nistagmus.
Kelemahan Spastik pada Ekstremitas Sering dikeluhkan kelemahan ekstremitas pada satu sisi tubuh
atau kelemahan dengan distribusi asimetris pada keempat ekstremitas. Pasien dapat mengeluh
kelelahan dan rasa berat di satu tungkai dan secara sadar menyeret kaki itu dan memiliki control
yang buruk. Spastisitas lebih jelas jika dibarengi dengan spasme otot yang nyeri. Refleks tendon
dapat menjadi hiperaktif dan tidak terdapat refleks abdomen; respons plantaris adalah ekstensor
(tanda Babinski). Tanda- tanda tersebut mengindikasikan keterlibatan jaras kortikospinalis.
Tanda Serebelum Nistagmus (bola mata bergerak cepat kearah horizontal atau vertikal) dan ataksia
serebelum adalah gejala lazim lain yang mengindikasikan keterlibatan traktus serebelum dan
kortikospinalis. Gerakan volunter yang tidak terkoordinasi, trenor intensional, gangguan
keseimbangan, dan disartria (pengamatan bicara dengan kata-kata yang terpisah ke dalam suku kata
dan berhenti di antara suku kata) adalah tanda dari ataksia serebelum.
Disfungsi kandung kemih Lesi pada traktus kortikospinalis seringkali menyebabkan gangguan
pengontrolan sfingter; hesitansi, urgensi (tidak dapat menahan kencing), dan sering berkemih lazim
terjadi dan mengindikasikan adanya penurunan kapasitas spastik kandung kemih. Juga terjadi
retensi akut dan inkontinensia.
Gangguan Suasana Hati Banyak pasien mengalami euforia (perasaan gembira yang tidak
sewajarnya). Perasaan ini diyakini akibat keterlibatan substansia alba lobus frontalis. Tanda lain dari
gangguan otak adalah hilangnya memori dan demensia.
Diagnosis
Tidak ada satu pemeriksaan atau gejala yang meyakinkan diagnosis multiple sklerosis. Diagnosis
multiple sklerosis biasanya ditegakkan berdasarkan pada riwayat episode neurologis yang tidak
dapat dihubungkan dengan lesi tunggal susunan sarf pusat dan ditandai dengan remisi dan penyakit
berulang. Kadang-kadang plak dapat terlihat dengan MRI. Penggunaan agen kontras gadolinium
dapat membantu membedakan antara plak baru dan lama. Spektroskopi resonansi megnetik
(magnetic resonance spectroscopy, MRS), yaitu suatu alat baru yang dapat membuktikan
kegunaannya dalam memperlihatkan informasi perubahan biokimia dalam otak lebih dini daripada
perubahan anatomi yang terlihat kemudian. Analisi CSF juga dapat membantu : multiple sklerosis
seringkali disertai peningkatan leukosit dan protein (khususnya mielin berdasar protein dan
antibody immunoglobulin G). prosedur laboratorium yang disebut elektroforesis yang memisahkan
dan menggambar protein ini, seringkali mengidentifikasi adanya pola khusus dalam multiple
sklerosis yang disebut 3pita oligoklonal ́.
Penatalaksanaan
Pengobatan multiple sklerosis bersifat simtomatik. Pasien beristirahat selama masa relaps akut,
namun begitu istirahat total harus dihindari. Hormon adrenokortikotropik atau glukokortikoid
digunakan selama fase akut untuk mempercepat remisi. Manfaat terapi obat sulit dievaluasi karena
sifat alami episode penyakit dan kemungkinan bersifat nonspesifik atau berdasarkan kerja
antiinflamasi obat tersebut.
Agen imunosupresif dan plasmaparesis telah dilaporkan berguna dalam menstabilkan keadaan
pasien dan memperlambat pemburukan. Pasien mengalami perubahan dalam semua fungsi :
penglihatan, mobilitas dan koordinasi, nutrisi, eliminasi, dan komunikasi. Perawatan pasien
multiple sklerosis membutuhkan pendekatan tim perawatan kesehatan yang menyeluruh.2
Episode akut kembali (relaps) dapat diobati dengan steroid dosis tinggi misalnya metylprednisolon
500 mg iv/hari selama 5 hari. Setelah itu diganti dengan obat oral 100 mg perhari lalu dosisnya
secara perlahan diturunkan selama dua minggu. Pasien dengan kekambuhan yang sering dapat
dilakukan perwatan jangka panjang dengan immune modulator interferon. Selama 3 atau 4 hari
perminggu. Tindakan ini dapat menurunkan angka relaps skiatr 30% pertahunnya.
Prognosis
Perkembangan multiple sklerosis sangat bervariasi. Gambaran klasik dan tersering adalah salah
satu relaps intermiten yang diikuti oleh lebih banyak atau lebih sedikit remisi yang lengkap. Remisi
kurang lengkap dengan eksaserbasi berikutnya, sehingga dalam waktu 10 hingga 20 tahun, pasien
lumpuh secara nyata. Keadaan ini disebut remisi multiple sklerosis (relapsing-remitting, RR) yang
berulang. Terdapat tiga pola multiple sklerosis lain yang lebih jarang terjadi. Yang pertama adalah
progresif primer (primary progressive, PP) yang ditandai oleh penurunan fungsi secara bertahap dan
menetap dengan tidak adanya periode remisi yang pasti. Mungkin terdapat masa plateau sementara
yaitu saat keadaan pasien tetap stabil. Alternatif kedua dari pola penyakit multiple sklerosis adalah
multiple sklerosis Progresif Sekunder (secondary progressive, SP). Pasien mengalami pola RR,
diikuti dengan rangkaian PP yang lebih cepat. Pola yang paling jarang terlihat adalah suatu bentuk
agresif yang disebut multiple sklerosis progresif berulang (progressive-relapsing, PR). Penyakit
tersebut cepat memburuk dengan serangan akut intermiten yang menyebabkan hilangnya fungsi
secara cepat dan berat tanpa remisi. Tiga pola yang lebih jarang terjadi ini hanya dapat dibedakan
menurut waktu. PP, SP, dan PR seringkali dimasukkan dalam kategori yang disebut progresif
kronik.
Referensi :
1. 1) Mumenthelar, Mark. Multiple sklerosis .: Fundamentals.of.Neurology.edisi 1 volume 1.2006.New
York:ebook. Hal:156
2. 2) Price Sylvia A., Wilson Lorraine M. Multipel Sklerosis. Patofisiologi : konsep klinis proses-
proses penyakit Edisi 6 Volume 2. 2005. Jakarta : EGC. Hal. 1145-1147.
3. 3) Chamberli, Stacey L. Multiple Sclerosis. The Gael Ensiklopedia of Neurogikal Disorder. Volume
2. Hal 561, Ebook.
4. 4) Ginsberg, Lionel. Sklerosis Multiple. Lecture Notes Neurologi edisi kedelapan. 2005. Jakarta:
Erlangga. Hal 143-150
5. 5) Principles of Neurology, 6th. Ed, 1998 : Raymond. D.Adams, Maurice Victor, Allan H. Ropper.
Hal: 756
6. 6) Feriyawati, Lita. Anatomi Sistem Saraf dan Peranannya Dalam Regulasi Otot Rangka. [Cited on
Oktober 18, 2005]. Available from : http://library.usu.ac.id/download/fk/06001194.pdf
7. 7) Robbins, Sistem Saraf Pusat. Dasar Patologi Penyakit edisi 5 Volume 2. 1999. Jakarta: EGC. Hal
803
-

Anda mungkin juga menyukai