Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan ekonomi yang diselenggarakan oleh suatu negara bangsa dewasa
ini harus dilihat sebagai upaya terencana, terprogram, sistematik, dan berkelanjutan
dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan mutu hidup seluruh warga masyarakat.
Pada gilirannya pembangunan ekonomi yang berhasil akan berakibat positif pada
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal itulah yang akan dicoba
diidentifikasikan dan dibahas dalam makalah ini.
Ketika berbagai negara baru memperoleh kembali kemerdekaannya, apakah
melalui perang kemerdekaan atau melalui jalan damai di meja perundingan,
kemerdekaan tersebut bukan hanya menyangkut bidang politik, akan tetapi juga
dalam bidang-bidang kehidupan dan penghidupan yang lain. Salah satu implikasi dari
persepsi demikian ialah bahwa suatu negara, bangsa bebas untuk menentukan dan
memilih sendiri cara-cara yang ingin ditempuhnya dalam upaya mencapai tujuan
negara, bangsa yang bersangkutan.
Terlepas dari cara dan pendekatan yang dilakukan, berbagai tindakan yang
diambil, termasuk kebijaksanaan dan prioritas pembangunannya dimaksudkan untuk
meningkatkan kesejahteraan seluruh warga masyarakat. Itulah sebabnya berkembang
pandangan yang mengatakan bahwa suatu negara modern merupakan suatu negara
kesejahteraan (welfare state). Meskipun di banyak negara industri maju konsep
“negara kesejahteraan tidak lagi menonjol seperti halnya di masa-masa lalu karena
biaya yang sangat besar yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk menjamin
tingkat kesejahteraan yang tinggi bagi para warganya, kiranya masih relevan
menekankan bahwa bagi negara-negara yang tergolong miskin dan sedang
membangun konsep tersebut masih wajar untuk diwujudkan dan mekanisme untuk
mencapai tujuan itu ialah dengan melakukan berbagai kegiatan pembangunan.
Siapapun akan mengakui bahwa pembangunan merupakan kegiatan yang rumit
karena sifatnya multifaset dan multidimensional. Karakteristik demikian merupakan
tuntutan kehidupan berbangsa dan bernegara. Itulah sebabnya bidang-bidang yang
menjadi “objek” pembangunan termasuk bidang politik, ekonomi, pertahanan dan
keamanan, sosial budaya, pendidikan, ilmu pengetahuan dan tekhnologi, dan
administrasi pemerintahan negara.
Akan tetapi karena berbagai faktor keterbatasan yang dihadapi oleh suatu
negara bangsa seperti keterbatasan dana, keterbatasan sumber daya manusia yang
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan pembangunan,
keterbatasan daya, dan keterbatasan waktu pada umumnya suatu negara dihadapkan
pada keharusan untuk menentukan skala prioritas pembangunannya. Kemampuan
yang dimiliki tidak memungkinkan penyelenggaraan pembangunan dilakukan secara
simultan dengan intensitas yang sama.
Tuntutan dalam penentuan prioritas dalam pembangunan bagi negara-negara
yang sedang membangun pada umumnya menunjuk pada pembangunan di bidang
ekonomi. Tuntutan demikian mudah dipahami dan diterima karena memang
kenyataan menunjukan bahwa keterbelakangan negara-negara tersebut paling terlihat
dalam bidang ekonomi.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas dapat ditarik beberapa rumusan masalah yaitu
sebagai berikut:
1. Bagaimana pembangunan ekonomi dari segi komponen kependudukan dan
ketenagakerjaan?
2. Bagaimana pembangunan ekonomi dari segi komponen pertanian?
3. Bagaimana pembangunan ekonomi darp segi komponen ekspor dan impor?
4. Bagaimana pambangunan ekonomi dari segi komponen Kemiskinan?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pembangunan ekonomi dari segi komponen kependudukan dan
ketenagakerjaan
2. Mengetahui pembangunan ekonomi dari segi komponen pertanian
3. Mengetahui pembangunan ekonomi darp segi komponen ekspor dan impor
4. Mengetahui pambangunan ekonomi dari segi komponen Kemiskinan
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pembangunan Ekonomi Indonesia Ditinjau dari Komponen
Kependudukan dan Ketenagakerjaan
Pembangunan ekonomi dan yang lebih merata merupakan syarat untuk
meredakan laju pertumbuhan penduduk dan mengantarkan suatu negara untuk lebih
maju. Darwis dalam BKKBN mengatakan bahwa penduduk menjadi independent
variabel pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi. Sedangkan, kemajuan
suatu bangsa sangat ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Jadi, teori
tentang kependudukan terhadap pembangunan menjadi sangat penting untuk
kemajuan suatu bangsa. Negara Indonesia berada pada struktur penduduk Muda yang
kini menjadi beban besar bagi bangsa indonesia. Akan tetapi ada suatu masa di masa
yang akan datang Indonesia akan menerima Bonus demografi sebagai bentuk Transi
penduduk muda menuju penduduk dewasa/produktif. Kesempatan besar yang akan
diperoleh Indonesia mengenai bonus demografi akan menjadi kesempatan yang sia-
sia jika tidak bisa memanfaatkan momentum ini untuk membawa Indonesia menjadi
lebih maju dari sebelumnya.
Piramida penduduk seperti ini umumnya kita temukan di negara berkembang. Hal ini
terjadi karena:

1. Tidak efektifnya program KB


2. Anggapan Kuno tentang banyak anak banyak rezeki
3. Belum berkembangnya Pola pikir masyarakat tentang bahaya kepadatan
penduduk
4. Banyaknya usia kawin muda
5. Nafsu yang tak dapat dikontrol

Ada 3 dampak dari banyaknya penduduk Muda:

1. Untuk penduduk usia Muda,jumlah berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi


relatif besar. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, dimana struktur
penduduknya didominasi penduduk usia muda,hal ini merupakan Beban
Nasional
2. Golongan usia muda merupakan penduduk yang belum produktif,artinya
tidak dapat menstimulasi pertumbuhan ekonomi
3. Golongan usia muda akan meningkatkan jumlah angkatan kerja. Padahal
untuk jumlah ini belum tentu pula tersedia lapangan kerja,karena yang
berada diatas usia itu pun masih banyak yang belum mendapatkan pekerjaan.

Jika satu negara cenderung lebih banyak penduduk usia muda, tidak menutup
kemungkinan akan terjadi ledakan penduduk di satu negara. Hal ini dapat
menyebabkan kesenjangan strata sosial serta penyimpangan sosial di sekitar kita,
diantaranya:

1. Tenaga kerja lebih banyak dibandingkan lapangan pekerjaan


2. Pengangguran cenderung lebih tinggi
3. Tingkat kriminalitas akan meningkat
4. Lahan produktif semakin sempit
5. Tingginya angka ketergantungan
Persoalan kependudukan memiliki dampak pada lingkungan. Kualitas SDM
sangat menentukan tingkat kesadaran perilaku manusia dalam mengelola lingkungan.
Jumlah penduduk yang besar dan tidak diikuti kualitas kesadaran lingkungan yang
baik, akan mengakibatkan terjadinya degradasi kerusakan lingkungan. Saat ini
Indonesia begitu agresif mendorong pertumbuhan ekonomi, namun secara tidak sadar
merusak lingkungan. Yang terpenting ke depan adalah peningkatan kualitas SDM
karena angka Human Development Index (HDI) Indonesia saat ini menempati urutan
ke-111 dari 182 negara. Di ASEAN, Indonesia berada di urutan keenam dari sepuluh
negara.

Di masa depan, bangsa Indonesia harus siap mengelola potensi dan sumber
daya angkatan kerja yang terus meningkat. Tingkat pertumbuhan tenaga kerja
Indonesia sangat tinggi. Bangsa Indonesia mengalami bonus demografi hingga 2035
mendatang. Saat itu, jumlah generasi muda jauh lebih banyak daripada generasi tua.
Jadi, Indonesia harus melakukan persiapan membangun potensi dan sumber daya
manusia (SDM). Indonesia juga harus mampu menghadapi persaingan antar tenaga
kerja dari berbagai negara, apalagi dengan potensi bonus demografi yang sedang
dialami.

Bonus demografi ini harus disyukuri, karena negara lain di Eropa dan Amerika
tidak mengalaminya. Sebagian besar warga Eropa dan Amerika Serikat, mayoritas
adalah generasi tua, jumlah anak-anak atau generasi muda mereka relatif sedikit.
Pemerintah harus kritis melihat perlunya menanggapi bonus demografi yang dialami
Indonesia. Tanpa persiapan yang matang, maka bonus demografi bisa menjadi beban
tambahan. Dengan bonus demografi ini, jumlah penduduk usia produktif mencapai
2/3 dari total jumlah penduduk. Lapangan kerja yang dibutuhkan pun makin
banyak. Kalau lapangan kerja tidak diakomodasi, maka bisa menciptakan banyak
pengangguran.

Agar pengangguran tidak lantas membengkak, maka kompetensi sumber daya


manusia harus ditingkatkan. Salah satunya melalui pendidikan yang baik. Populasi
terbesar merupakan golongan anak muda dengan tingkat konsumsi tinggi. Dengan
demikian, konsumsi domestik akan mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar enam
hingga tujuh persen. Sumber daya manusia (SDM) Indonesia saat ini harus
diberdayakan untuk menghadapi berkah bonus demografi pada 2020-2030.
Diharapkan tingginya jumlah penduduk usia produktif akan mampu mempercepat
peningkatan produksi negara. Bonus demografi akan menjadi modal besar bagi NKRI
apabila kualitas sumber daya manusianya tinggi sehingga memiliki daya saing di era
pasar bebas saat itu. Selain itu, bonus demografi itu juga akan mampu mempercepat
peningkatan produksi negara yang sekaligus mampu melepaskan diri dari
keterjebakan sindrome negara berkembang.

Pemerintah harus mampu memanfaatkan bonus demografi yang terjadi di


Indonesia. Usia produktif harus didorong untuk terus meningkatkan produktivitas.
Bonus demografi harus diisi dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dapat
meningkatkan pertumbuhan netto dari bonus demografi.

2.2 Pembangunan Ekonomi Indonesia Ditinjau dari Komponen Pertanian


Pembangunan pertanian di Indonesia dengan prinsip kemandirian dan
berkelanjutan senantiasa harus diwujudkan dari waktu ke waktu, sebagai prasyarat
bagi keberlanjutan eksistensi bangsa dalam mengatasi ancaman kelangkaan pangan
dunia.

Indonesia sebenarnya memiliki pengalaman yang baik dalam merumuskan


respons kebijakan dalam meredam dampak krisis pangan global 2008-2009.
Kebetulan juga musim hujan cukup bersahabat sehingga produksi beras, sebagai
pangan pokok, juga meningkat bahkan di atas 6 persen. Perum Bulog juga mampu
melakukan manajemen logistik beras dan penyaluran beras untuk rakyat miskin
(raskin). Kini, musim hujan di Indonesia diperkirakan masih akan terlambat sehingga
kinerja produksi pangan tak sebaik tahun 2008-2009.
Secara hakikat, sejarah tak akan pernah dapat diulang secara sama persis
sehingga respons kebijakan yang harus segera diambil pemerintah juga perlu lebih
inovatif. Benar bahwa Kementerian Pertanian telah melakukan rapat koordinasi
dengan seluruh kepala dinas pertanian. Begitu pula konsep dan strategi telah disusun
dengan sejumlah perencanaan akan menambah jumlah anggaran produksi pangan,
membuka akses pada daerah-daerah yang terisolasi, serta meningkatkan pendapatan
para petani.

Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam


masalah yang dihadapi, masalah Pertama yaitu penurunan kualitas dan kuantitas
sumber daya lahan pertanian. Dari segi kualitas, faktanya lahan dan pertanian kita
sudah mengalami degradasi yang luar biasa, dari sisi kesuburannya akibat dari
pemakaian pupuk an-organik. Berdasarkan Data Katalog BPS, Juli 2012, Angka
Tetap (ATAP) tahun 2011, untuk produksi komoditi padi mengalami penurunan
produksi Gabah Kering Giling (GKG) hanya mencapai 65,76 juta ton dan lebih
rendah 1,07 persen dibandingkan tahun 2010. Jagung sekitar 17,64 juta ton pipilan
kering atau 5,99 persen lebih rendah tahun 2010, dan kedelai sebesar 851,29 ribu ton
biji kering atau 4,08 persen lebih rendah dibandingkan 2010, sedangkan kebutuhan
pangan selalu meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk Indonesia.

Berbagai hasil riset mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian


intensif di Indonesia, terutama di Pulau Jawa telah menurun produktivitasnya, dan
mengalami degradasi lahan terutama akibat rendahnya kandungan C-organik dalam
tanah yaitu kecil dari 2 persen. Padahal, untuk memperoleh produktivitas optimal
dibutuhkan kandungan C-organik lebih dari 2,5 persen atau kandungan bahan organik
tanah > 4,3 persen. Berdasarkan kandungan C-organik tanah/lahan pertanian tersebut
menunjukkan lahan sawah intensif di Jawa dan di luar Jawa tidak sehat lagi tanpa
diimbangi pupuk organik dan pupuk hayati, bahkan pada lahan kering yang ditanami
palawija dan sayur-sayuran di daerah dataran tinggi di berbagai daerah. Sementara
itu, dari sisi kuantitasnya konfeksi lahan di daerah Jawa memiliki kultur dimana
orang tua akan memberikan pembagian lahan kepada anaknya turun temurun,
sehingga terus terjadi penciutan luas lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi
lahan bangunan dan industri.

Masalah kedua yang dialami saat ini adalah terbatasnya aspek ketersediaan
infrastruktur penunjang pertanian yang juga penting namun minim ialah
pembangunan dan pengembangan waduk. Pasalnya, dari total areal sawah di
Indonesia sebesar 7.230.183 ha, sumber airnya 11 persen (797.971 ha) berasal dari
waduk, sementara 89 persen (6.432.212 ha) berasal dari non-waduk. Karena itu,
revitalisasi waduk sesungguhnya harus menjadi prioritas karena tidak hanya untuk
mengatasi kekeringan, tetapi juga untuk menambah layanan irigasi nasional. Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan, 42 waduk saat ini dalam
kondisi waspada akibat berkurangnya pasokan air selama kemarau. Sepuluh waduk
telah kering, sementara 19 waduk masih berstatus normal. Selain itu masih rendahnya
kesadaran dari para pemangku kepentingan di daerah-daerah untuk mempertahankan
lahan pertanian produksi, menjadi salah satu penyebab infrastruktur pertanian
menjadi buruk.

Masalah ketiga adalah adanya kelemahan dalam sistem alih teknologi. Ciri
utama pertanian modern adalah produktivitas, efisiensi, mutu dan kontinuitas pasokan
yang terus menerus harus selalu meningkat dan terpelihara. Produk-produk pertanian
kita baik komoditi tanaman pangan (hortikultura), perikanan, perkebunan dan
peternakan harus menghadapi pasar dunia yang telah dikemas dengan kualitas tinggi
dan memiliki standar tertentu. Tentu saja produk dengan mutu tinggi tersebut
dihasilkan melalui suatu proses yang menggunakan muatan teknologi standar.
Indonesia menghadapi persaingan yang keras dan tajam tidak hanya di dunia tetapi
bahkan di kawasan ASEAN. Namun tidak semua teknologi dapat diadopsi dan
diterapkan begitu saja karena pertanian di negara sumber teknologi mempunyai
karakteristik yang berbeda dengan negara kita, bahkan kondisi lahan pertanian di tiap
daerah juga berbeda-beda. Teknologi tersebut harus dipelajari, dimodifikasi,
dikembangkan, dan selanjutnya baru diterapkan ke dalam sistem pertanian kita.
Dalam hal ini peran kelembagaan sangatlah penting, baik dalam inovasi alat dan
mesin pertanian yang memenuhi kebutuhan petani maupun dalam pemberdayaan
masyarakat. Lembaga-lembaga ini juga dibutuhkan untuk menilai respon sosial,
ekonomi masyarakat terhadap inovasi teknologi, dan melakukan penyesuaian dalam
pengambilan kebijakan mekanisasi pertanian

Masalah keempat, muncul dari terbatasnya akses layanan usaha terutama di


permodalan. Kemampuan petani untuk membiayai usaha taninya sangat terbatas
sehingga produktivitas yang dicapai masih di bawah produktivitas potensial.
Mengingat keterbatasan petani dalam permodalan tersebut dan rendahnya
aksesibilitas terhadap sumber permodalan formal, maka dilakukan pengembangkan
dan mempertahankan beberapa penyerapan input produksi biaya rendah (low cost
production) yang sudah berjalan ditingkat petani. Selain itu, penanganan pasca panen
dan pemberian kredit lunak serta bantuan langsung kepada para petani sebagai
pembiayaan usaha tani cakupannya diperluas. Sebenarnya, pemerintah telah
menyediakan anggaran sampai 20 Triliun untuk bisa diserap melalui tim Kredit
Usaha Rakyat (KUR) dan Bank BRI khusus Kredit Bidang Pangan dan Energi.

Masalah kelima adalah masih panjangnya mata rantai tata niaga pertanian,
sehingga menyebabkan petani tidak dapat menikmati harga yang lebih baik, karena
pedagang telah mengambil untung terlalu besar dari hasil penjualan.

Pada dasarnya komoditas pertanian itu memiliki beberapa sifat khusus, baik
untuk hasil pertanian itu sendiri, untuk sifat dari konsumen dan juga untuk sifat dari
kegiatan usaha tani tersebut, sehingga dalam melakukan kegiatan usaha tani
diharapkan dapat dilakukan dengan seefektif dan seefisien mungkin, dengan
memanfaatkan lembaga pemasaran baik untuk pengelolaan, pengangkutan,
penyimpanan dan pengolahannya. Terlepas dari masalah-masalah tersebut, tentu saja
sektor pertanian masih saja menjadi tumpuan harapan, tidak hanya dalam upaya
menjaga ketahanan pangan nasional tetapi juga dalam penyediaan lapangan kerja,
sumber pendapatan masyarakat dan penyumbang devisa bagi negara
2.3 Pembangunan Ekonomi Indonesia Ditinjau dari Komponen Ekpor dan
Impor

Perkembangan perekonomian suatu negara saat ini tidak dapat terlepas dari
kondisi perekonomian global. Hubungan ekonomi antar negara menjadi faktor
penting yang berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi masing-masing negara.
Kondisi ini menyebabkan daya saing sebagai salah satu faktor yang menentukan
dalam kompetisi antar negara agar memperoleh manfaat dari semakin terbukanya
perekonomian dunia. Keuntungan dari terbukanya perekonomian dunia dapat dilihat
dari keadaan neraca pembayaran suatu negara.

Menurut Bank Indonesia, neraca pembayaran merupakan catatan transaksi


ekonomi antara penduduk Indonesia dengan bukan penduduk pada suatu periode
tertentu. Neraca pembayaran sebuah negara dikatakan surplus apabila terdapat
kelebihan dana perdagangan dan investasi dibandingkan kewajiban-kewajiban yang
dibayarkan kepada negara sedangkan dikatakan defisit apabila impor lebih besar dari
pada ekspor. Keadaan neraca pembayaran yang surplus atau defisit mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Hubungan antara perdagangan internasional dan pertumbuhan ekonomi menjadi


topik yang banyak di bahas di bidang ekonomi tetapi masih kontroversial.
Kemunculan literature mengenai pertumbuhan endogen memungkinkan peran yang
lebih besar dari keterbukaan eksternal negara-negara dalam proses perkembangan
teknologi dibandingkan dengan model pertumbuhan Solow yang tradisional.
Pendekatan baru ini menekankan bahwa inovasi teknologi muncul sebagai respon
terhadap insentif ekonomi dimana lingkungan kelembagaan, hukum, keterbukaan dan
integrasi ekonomi mempengaruhi kecepatan dan arah perubahan teknologi.

Di sisi lain, banyak literatur yang menunjukkan bahwa perdagangan


internasional dan kebijakan perdagangan yang lebih terbuka merupakan faktor utama
untuk menjelaskan pertumbuhan ekonomi. Negara dengan sikap perdagangan yang
lebih liberal memungkinkan menikmati jumlah input liberal lebih tinggi dengan biaya
yang lebih rendah sehingga menghasilkan pertumbuhan yang lebih tinggi.

Neraca pembayaran bertindak sebagai kendala pada tingkat pertumbuhan


output. Kenaikan output domestik karena meningkatnya impor dapat menyebabkan
defisit neraca pembayaran yang memungkinkan penurunan permintaan atau
depresiasi nilai tukar riil. Negara-negara tumbuh lebih cepat dalam menghadapi
elastisitas pendapatan yang lebih tinggi untuk ekspor daripada impor. Hal ini
disebabkan tidak ada negara yang pertumbuhannya lebih cepat daripada tingkat
pembayaran yang harus dibayar karena rasio utang luar negeri terhadap PDB yang
besar menyebabkan keruntuhan kepercayaan internasional dan eksternal.

Defisit neraca berjalan yang tinggi tidak menjadi masalah bila anggaran
pemerintah seimbang dan keputusan penghematan dan investasi diambil secara
optimal oleh agen swasta. Namun, defisit eksternal harus menjadi perhatian dalam
menerapkan kebijakan bahkan jika defisit akun berjalan tidak mengarah pada krisis
mata uang. Dengan kata lain bukan pada seberapa besar defisitnya tetapi bagaimana
negara menjalankan defisit yang tidak berkelanjutan. Secara umum, defisit transaksi
berjalan yang tidak melebihi 5% dari PDB dianggap tidak berkelanjutan sehingga
diatas ambang ini mulai dilakukan proses penyesuaian.

Suatu Negara melakukan kegiatan perdagangan internasional dikarenakan


banyaknya manfaat yang akan diperoleh dari kegiatan tersebut terutama bagi negara.
Adapun manfaat perdagangan internasional diantaranya:

1. Memperoleh devisa

Manfaat ini tentu akan diperoleh oleh Negara karena jika Negara mengekspor
suatu komoditas keluar negeri tentu Negara akan memperoleh pembayaran
menggunakan mata uang asing baik dollar maupun mata uangan lainnya. Dan mata
uang asing ini disebut devisa.

2. Memperluas kesempatan kerja

Hal ini dapat terjadi jika komoditas ekspor memerlukan tenaga kerja yang
cukup banyak, contohnya untuk ekspor gerabah atau rotan tentunya diperlukannya
tenaga kerja pengrajin pada bidang tersebut, sehingga secara otomatis dapat
menyerap tenaga kerja cukup banyak.

3. Menstabilkan harga-harga

Jika harga barang dalam negeri mengalami kenaikan atau mahal dan jumlah
barang atau jasa terbatas sehingga hal ini menyebabkan tidak terpenuhinya
permintaan pasar, maka barang mau tidak mau tersebut harus diimpor. Hal ini
bertujuan untuk menstabilkan harga barang tersebut kembali normal.

4. Meningkatkan kualitas konsumsi

Melalui perdagangan internasional, penduduk mampu membeli barang yang


belum dapat dihasilkan didalam negeri atau mutunya belum sebaik produk dalam
negeri. Perdagangan internasional dapat memacu industry dalam negeri untuk
meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasar internasional.
Di Indonesia barang seperti itu beragam, antara lain televise, pakaian, sepatu, dan
perabotan.

5. Mempercepat alih teknologi

Agar dapat menggunakan barang impor dari luar negeri yang dirasa cukup
asing bagi masyarakat, maka diperlukannnya pengetahuan atau keterampilan dalam
penggunaan barang tersebut. Sehingga penjual perlu untuk mengadakan pelatihan
penggunaan barang tesebut. Hal ini akan mempercepat alih teknologi dengan
demikian memungkinkan untuk suatu Negara mempelajari teknolgi baru.

2.4 Pembangunan Ekonomi Indonesia Ditinjau dari Komponen Kemiskinan


Kemiskinan merupakan hal yang mengakar di kalangan masyarakat, penyebab
terjadinya kemiskinan merupapkan tantangan besar bagi pemerintah dalam
memajukan perekonomian suatu negara.kemiskinan bisa disebabkan oleh banyak
faktor yang saling berkaitan satu sama lain.Bank dunia membagi teori kemiskinan
menjadi dua konsep, yaitu kemiskinan Absolut dan kemiskinan Relatif.

Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dengan


pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan
dibawah $2 per hari, dengan batasan ini maka diperkiraan pada 2001 1,1 miliar orang
didunia mengonsumsi kurang dari $1/hari dan 2,7 miliar orang didunia mengonsumsi
kurang dari $2/hari. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang
konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari
pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg
cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk
laki laki dewasa)

Kemiskinan Absolut, yang diartikan sebagai suatu keadaan dimana tingkat


pendapatan dari seseorang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokoknya
seperti sandang, pangan, pemukiman, kesehatan dan pendidikan. Ukuran ini dikaitkan
dengan batasan pada kebutuhan pokok atas kebutuhan dasar minimum yang
memungkinkan seseorang dapat hidup secara layak. Seseorang yang mempunyai
pendapatn dibawah kebutuhan minimum, maka orang tersebut dikatakan miskin.

Kemiskinan Relatif, yang berkaitan dengan distribusi pendapatan yang


mengukur ketidakmerataan. Dalam kemiskinan relatif ini, seseorang yang telah
mampu memenuhi kebutuhan minimumnya belum tentu disebut tidak miskin.
Kondisi seseorang atau keluarga apabila dibandingkan dengan masyarakat sekitarnya
mempunyai pendapatan yang lebih rendah, maka orang atau keluarga tersebut berada
dalam keadaan miskin. Dengan kata lain, kemiskinan ditentukan oleh keadaan
sekitarnya dimana orang tersebut tinggal. Kemiskinan relatif merupakan kondisi
masyarakat karena kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh
lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan.
Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk
mencukupi kebutuhan pokok minimum. Kemiskinan struktural dan kultural
merupakan kemiskinan yang disebabkan kondisi struktur dan faktor-faktor adat
budaya dari suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang.

Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat umumnya begitu banyak dan


kompleks. Pertama, dengan banyaknya pengangguran berarti banyak masyarakat
tidak memiliki penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak
memiliki penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Secara
otomatis pengangguran telah menurunkan daya saing dan beli masyarakat. Sehingga,
akan memberikan dampak secara langsung terhadap tingkat pendapatan, nutrisi, dan
tingkat pengeluaranrata-rata. Dalam konteks daya saing secara keseluruhan, belum
membaiknya pembangunan manusia di Tanah Air, akan melemahkan kekuatan daya
saing bangsa. Ukuran daya saing ini kerap digunakan untuk mengetahui kemampuan
suatu bangsa dalam bersaing dengan bangsa-bangsa lain secara global. Dalam
konteks daya beli di tengah melemahnya daya beli masyarakat kenaikan harga beras
akan berpotensi meningkatkan angka kemiskinan.

Meluasnya pengangguran sebenarnya bukan saja disebabkan rendahnya tingkat


pendidikan seseorang. Tetapi, juga disebabkan kebijakan pemerintah yang terlalu
memprioritaskan ekonomi makro atau pertumbuhan (growth). Ketika terjadi krisis
ekonomi di kawasan Asia tahun 1997 silam misalnya banyak perusahaan yang
melakukan perampingan jumlah tenaga kerja. Sebab, tak mampu lagi membayar gaji
karyawan akibat defisit anggaran perusahaan. Akibatnya jutaan orang terpaksa harus
dirumahkan atau dengan kata lain meraka terpaksa di-PHK (Putus HubunganKerja).
Kedua, kekerasan. Sesungguhnya kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini
merupakan efek dari pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari
nafkah melalui jalan yang benar dan halal. Ketika tak ada lagi jaminan bagi seseorang
dapat bertahan dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun
dilakukan. Misalnya, merampok, menodong, mencuri, atau menipu [dengan cara
mengintimidasi orang lain] di atas kendaraan umum dengan berpura-pura kalau sanak
keluarganya ada yang sakit dan butuh biaya besar untuk operasi,sehingga dengan
mudah ian mendapatkan uang dengan memalak.

Ketiga, pendidikan. Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena


yang terjadi dewasa ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin
tidak dapat lagi menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Jelas mereka tak dapat
menjangkau dunia pendidikan yang sangat mahal itu. Sebab, mereka begitu miskin.
Untuk makan satu kali sehari saja mereka sudah kesulitan.

Bagaimana seorang penarik becak misalnya yang memiliki anak cerdas bisa
mengangkat dirinya dari kemiskinan ketika biaya untuk sekolah saja sudah sangat
mencekik leher. Sementara anak-anak orang yang berduit bisa bersekolah di
perguruan-perguruan tinggi mentereng dengan fasilitas lengkap. Jika ini yang terjadi
sesungguhnya negara sudah melakukan "pemiskinan struktural" terhadap rakyatnya.
Akhirnya kondisi masyarakat miskin semakin terpuruk lebih dalam. Tingginya
tingkat putus sekolah berdampak pada rendahya tingkat pendidikan seseorang.
Dengan begitu akan mengurangi kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan yang
lebih layak. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu
bersaing di era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang.

Keempat, kesehatan. Seperti kita ketahui, biaya pengobatan sekarang sangat


mahal. Hampir setiap klinik pengobatan apalagi rumah sakit swasta besar
menerapkan tarif atau ongkos pengobatan yang biayanya melangit. Sehingga,
biayanya tak terjangkau oleh kalangan miskin.
Kelima, konflik sosial bernuansa SARA. Tanpa bersikap munafik konflik
SARA muncul akibat ketidakpuasan dan kekecewaan atas kondisi miskin yang akut.
Hal ini menjadi bukti lain dari kemiskinan yang kita alami. M Yudhi Haryono
menyebut akibat ketiadaan jaminan keadilan "keamanan" dan perlindungan hukum
dari negara, persoalan ekonomi-politik yang obyektif disublimasikan ke dalam
bentrokan identitas yang subjektif.

Terlebih lagi fenomena bencana alam yang kerap melanda negeri ini yang
berdampak langsung terhadap meningkatnya jumlah orang miskin. Kesemuanya
menambah deret panjang daftar kemiskinan. Dan, semuanya terjadi hampir merata di
setiap daerah di Indonesia. Baik di perdesaan maupunperkotaan.

Karena itu situasi di Indonesia sekarang jelas menunjukkan ada banyak orang
terpuruk dalam kemiskinan bukan karena malas bekerja. Namun, karena struktur
lingkungan [tidak memiliki kesempatan yang sama] dan kebijakan pemerintah tidak
memungkinkan mereka bisa naik kelas atau melakukan mobilitas sosial secara
vertical.
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dengan jumlah penduduk yang terus meningkat setiap tahunnya, Negara
Indonesia belum mampu menyejahterakan semua penduduknya. Berbagai dampak
atas banyaknya penduduk yang belum sejahtera akan mengakibatkan berbagai
persoalan yang berhubungan dengan kependudukan.
Indonesia tahu dan sadar bahwa bangsa Indonesia mempunyai potensi besar
dalam sektor pertanian. Hal ini dapat dilihat dari mata pencaharian utama masyarakat
Indonesia adalah bertani. Atau dapat dikatakan pula bahwa sebagian besar
masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya dari sektor agraris ini. Baik itu
bercocok tanam, beternak, ataupun yang lainnya. Namun, pada kenyataanya
Indonesia belum mampu mensejahterahkan masyarakat petaninya hal ini karena
banyaknya masalah pertanian yang masih kompleks.
Dalam perdagangan internasional tentunya tidak terlepas dengan kegiatan
ekspor dan impor, karena kedua hal ini merupakan nadi dalam perdagangan
internasional. Indonesia masih terus melakukan impor yang lebih banyak
dibandingkan dengan ekspor. Hal ini menggambarkan bahwa produk dalam negeri
masih jauh dari sisi kualitas karena tidak mampu bersaing.
Masalah kemiskinan adalah masalah yang kompleks dan global. di Indonesia
masalah kemiskinan seperti tak kunjung usai. masih banyak kita dapati para pengemis
dan gelandangan berkeliaran tidak hanya di pedesaan bahkan di kota-kota besar
seperti Jakarta pun pemandangan seperti ini menjadi tontonan setiap hari. Kini di
Indonesia jerat kemiskinan semakin parah. Dengan tingkat kemiskinan yang tinggi,
sulitnya pembangunan ekonomi untuk tercapai.
PEREKONOMIAN INDONESIA

NAMA : EKA FITRA DAUD

NIM : B1A316028

JURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019

Anda mungkin juga menyukai