Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perbankan adalah suatu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi
utama yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang dan jasa-jasa
nasabah. Dalam sejarah perekonomian kaum muslimin. Fungsi-fungsi
bank telah dikenal sejak jaman Rasulullah SAW, fungsi-fungsi tersebut
adalah menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan
konsumsi dan keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang.
Bank syariah merupakan lembaga perbankan yang menggunakan
sistem dan operasi berdasarkan prinsip-prinsip hokum atau syariat islam,
seperti diatur dalam Al-Quran dan Al Hadist. Perbankan syariah
merupakan suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan
sistem syariah (hukum islam). Usaha pembentukan sistem ini berangkat
dari larangan islam untuk memungut dan meminjam berdasarkan bunga
yang termasuk dalam riba dan investasi usaha yang dikategorikan haram,
misalnya dalam usaha-usaha lain yang tidak islami, yang hal tersebut tidak
diatur dalam bank Konvensional.
Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat
Indonesia. Berdiri pada tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis
Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim.
saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah diatur dalam Undang-
undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 Tahun
1992 tentang perbankan. Adanya perbankan syariah di Indonesia bertujuan
untuk mewadahi penduduk di negara indonesai yang hampir seluruh
penduduknya beragama islam. Dengan adanya bank tersebut diharapkan
tidak adanya kerancaun dalam proses muamalah bagi para pemeluk agama
islam, sehingga mereka terjaga dari keharaman akibat tidak adanya suatu
wadah yang melayani mereka dalam bidang muamalah yang bersifat
islami. Namaun realitas yang ada, dari 80% penduduk Indonesia yang
beragama islam tidak lebih dari 10% di antara mereka yang bertransaksi
secara syar’I lebih-lebih dalam hal perbankan. Sampai saat ini perbankan
syariah di Indonesia belum mampu menunjukkan eksistensinya, banyak
masyarakat yang tidak menaruh kepercayaan terhadap perbankan syariah.
Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menyimpan uangnya di
bank konvensional. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman
mengenai sistem operasi perbankan syariah dalam bank syariah di anggap
sama dengan sistem operasi yang ada dalam bank kovensional. Kurangnya
pemahaman masyarakat terhadap bank syariah berakibat pada kurangnya
kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah. Hal tersebut menjadi
landasan untuk menyadarkan masyarakat akan keurgenan perbankan islam
di negara ini. Khususnya bagi mereka yang beragama islam. Upaya-upaya
pensosialisasian mekanisme dan syariah di rasa perlu, sehingga
masyarakat tidak lagi terjebak dalam transaksi-transaksi yang tidak islami
dan masyarakat kembali menaruh kepercayaan terhadap transaksi syariah.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan rumusan masalah diatas penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana dasar hukum (Dalil rujukan) tentang bank syariah?
2. Bagaimana pengertian bank syariah?
3. Bagaimana fungsi bank syariah?
4. Bagaimana praktek bank syariah?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dasar hukum (Dalil rujukan) tentang bank syariah
2. Untuk mengetahui pengertian bank syariah
3. Untuk mengetahui fungsi bank syariah
4. Untuk mengetahui praktek bank syariah
1.4 Ruang Lingkup
Luasnya pembahasan mengenai bank syariah ini serta terbatasnya
kemampuan penulis untuk membahasnya, maka perlu dibuat suatu batasan
masalah. Tujuan untuk memperjelas masalah yang akan dibahas dan tidak
menyimpang. Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas
dalam makalah ini mengenai bank syariah.
BAB 2
DASAR HUKUM, DALIL DAN TEORI

2.1 Dasar Hukum Bank Syariah

Berdasarkan pasal 4 UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan


syariah, bank syariah di wajibkan untuk menjalankan fungsi menghimpun
dan menyalurkan dana dari masyarakat. Disamping itu, bank syariah juga
dapat menjalankan fungsi social dalam bentuk lembaga baitulmal dan
menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. Bank syariah juga
dapat menghimpun dana social yang berasal dari wakaf uang dan
menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak
pemberi wakaf.

2.2 Dalil Rujukan

1. Al-Baqarah Ayat 275-278

Artinya:

275 Orang-orang yang memakan (mengambil) riba tidak dapat berdiri


melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaam mereka yang demikian
itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus
berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum dating larangan) dan urusannya
(terserah) kepada Allah, orang yang kembali (mengambil riba),
maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal
didalamnya.

276 Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah


tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan
selalu berbuat dosa.

277 sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal


saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat
pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

278 Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan


tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang
yang beriman.

Dengan ayat ini, Allah memerintahkan hambanya untuk beriman dan


bertakwa melalui meninggalkan sesuatu yang dapat menjauhi hambanya dari
kerihaan-Nya. Makna dari “tinggalkan sisa riba” di sini adalah tinggalkanlah
hartamu yang merupakan kelebihan dari pokok yang harus dibayarkan oleh orang
lain. Pada ayat selanjutnya, dijelaskan pula bahwa apabila sisa riba tersebut tidak
ditinggalkan oleh orang-orang yang beriman, maka Allah dan Rasul-Nya akan
memerangi pada pengambil riba tersebut.

2. Ar-rum Ayat 39
Artinya:

39 Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia


bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah
pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang
kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang
berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya).

Barang siapa yang memberikan sesuatu kepada seseorang dengan


harapan orang itu akan membalas dengan pemberian yang lebih banyak daripada
yang telah diberikannya, maka pemberian yang demikian tidak berpahala di sisi
Allah. Sedangkan orang yang memberikan zakat kepada seseorang denga tujuan
untuk mendapatkan keridhaan Allah, maka akan dilipatgandakan pahala dan
batasan si pemberinya oleh Allah.

Hal tersebut disampaikan dalam ayat ini dengan maksud bahwa


semua harta yang dikeluarkan sesuai dengan aturan Allah akan dilipatgandakan
pahala dan balasannya. Allah, sebagai maha pemberi rizki, tidak menambahkan
keridhaannya kepada harta riba walaupun secara nominal ada kemungkinan lebih
banyak mendapatkan tambahan, namun karena tidak diridhai Allah harta tersebut
akan terasa tidak pernah cukup bagi para pemakan riba tersebut.

3. Al-Imran Ayat 130

Artinya:

130 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba


dengan berlipat ganda dan bertawakkallah kamu kepada Allah
supaya kamu mendapat keberuntungan.
Allah melarang hamba-hamba-Nya yang beriman melakukan riba
dan memakannya dengan berlipat ganda, sebagaimana yang mereka lakukan pada
masa jahiliyah. Orang-orang jahiliyah berkata “jika utang sudah jatuh tempo,
maka ada dua kemungkinan dibayar atau dibungakan. Jika dibayarkan, maka
selesai urusannya. Jika tidak dibayar, maka dikenakan bunga yang kemudian
ditambahkan kepada pemimjam pokok”. Maka pinjaman yang sedikit dapat
bertambah besar berlipat-lipat (pinjaman ditambah bunga lalu ditambahkan lagi).

2.3 Hadist Rujukan

Pelarangan riba dalam islam tak hanya merujuk pada Al-Quran


melainkan Al-Hadits. Sebagaimana posisi umum hadist yang berfungsi
untuk menjelaskan lebih lanjut aturan yang telah digariskan melalui Al-
Quran, pelarangan riba dalam hadits lebih terinci. Banyalk hadits yang
menguraikan masalah riba. Diantaranya adalah:

Diriwayatkan oleh Aun bin Abu Juhaifa, “Ayahku membeli seorang


budak yang pekerjaanya membekam (mengeluarkan darah kotor dari
tubuh), ayahku kemudian memusnahkan peralatan bekam si budak
tersebut. Aku bertanya kepada ayah mengapa beliau melakukannya.
Ayahku menjawab, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang untuk menerima uang dari transaksi darah, anjing dan kasab
budak perempuan, beliau juga melaknat pekerjaan pembuat tato dan yang
meminta ditato, menerima dan memberi riba serta beliau melaknat para
pembuat gambar”. (Shahih al-Bukhari no. 2084 kitab Al-buyu’)
Diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Abu Bakar bahwa ayahnya
berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang penjualan
emas dan perak dengan perak kecuali sama beratnya, dan membolehkan
kita menjual emas dengan perak dan begitu juga sebaliknya sesuai dengan
keinginan kita”. (Shahih al_Bukhari no. 2034, kitab Al-buyu’)

Diriwayatkan oleh Abu Said Al Khudri bahwa Rasulullah


shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “emas hendaklah dibayar dengan
emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, tepung dengan
tepung, kurma dengan kurma. Garam dengan garang, bayaran haarus
dari tangan ke tangan (cash). Barang siapa memberi tambahan atau
meminta tambahan sesungguhnya ia telah berurusan dengan riba.
Penerima dan pemberi statusnya sama (berdosa).” (shahih Muslim no.
2971, dalam kitab Al-Masaqqah)

Jabir berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam


mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya dan
orang yang mencatatnyadan dua orang saksinya, kemudian beliau
bersabda, “mereka itu semuanya sama”. (Shahih Muslim no. 2995, kitab
Al-Masaqqah)
Al Hakimmeriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, bahwa Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Riba itu mempunyai 73 pintu (tingkatan),
yang paling rendah dosanya sama dengan seseorang melakukan zina
dengan ibunya!”.

2.4 Pengertian Bank Syariah

Bank syariah merupakan bank yang menjalankan kegiatan usahanya


berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS)
dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Usaha pembentukan
sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut
maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta
larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram, dimana
hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.

2.5 Fungsi Bank Syariah

Bank syariah dalam skema non-riba memiliki empat fungsi sebagai


berikut :
1. Fungsi Manajer Investasi
Fungsi ini dapat dilihat dari segi penghimpunan dana oleh bank
syariah, khususnya dana mudharabah. Bank syariah bertindak sebagai
manajer investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dalam hal dana
tersebut harus dapat disalurkan pada penyalur yang produktif, sehingga
dana yang dihimpun dapat menghasilkan keuntungan yang akan
dibagihasilkan antara bank syariah dan pemilik dana.

2. Fungsi Investor
Dalam penyaluran dana bank syariah berfungsi sebagai investor
(pemilik dana). Penanaman dana yang dilakukan oleh bank syariah harus
dilakukan pada sektor – sektor yang produktif dengan risiko minim dan
tidak melanggar ketentuan syariah. Produk investasi yang sesuai dengan
syariah diantaranya akad jual beli (murabahah, salam, dan istishna), akad
investasi (mudharabah dan musyarakah), akad sewa menyewa (ijarah dan
ijarah muntahiya bittamlik) dan beberapa akad lainnya yang dibolehkan
oleh syariah.
3. Fungsi Sosial
Fungsi ini merupakan sesuatu yang melekat pada bank syariah. Ada
dua instrumen yang digunakan oleh bank syariah dalam menjalankan
fungsi sosialnya, yaitu instrumen zakat, infak, sedekah, dan wakaf (Ziswaf)
dan instrumen qardhul hasan. Instrumen Ziswaf berfungsi untuk
menghimpun ziswaf dari masyarakat, pegawai bank, serta bank sendiri
sebagai lembaga milik para investor. Instrumen qardhul hasan berfungsi
menghimpun dana dari penerimaan yang tidak memenuhi kriteria halal
serta dana infak dan sadaqah yang tidak ditentukan peruntukannya secara
spesifik oleh yang memberi.

4. Fungsi jasa keuangan


Fungsi jasa keuangan yang dijalankan oleh bank syariah tidaklah
berbeda dengan bank konvensional, seperti memberikan layanan kliring,
transfer, inkaso, pembayaran gaji, letter of guarantee, letter of credit, dan
lain-lain. Namun mekanisme untuk mendapatkan keuntungan dari
transaksi tersebut, bank syariah tetap menggunakan skema yang sesuai
dengan prinsip syariah
BAB 3

PRAKTIKUM SYARIAH

3.1 Penyaluran Dana

Dalam menyalurkan dana pada nasabah, secara garis besar produk


pembiayaan syariah terbagi ke dalam tiga kategori yang dibedakan
berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu:

1. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan


dengan prinsip jual beli.

2. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa


dilakukan dengan prinsip sewa.

3. Transaksi pembiayaan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna


mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.

Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank


ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang
dijual. Produk yang termasuk dalam kelompok ini adalah produk yang
menggunakan prinsip jual-beli seperti murabahah, salam, dan istishna serta
produk yang menggunakan prinsip sewa yaitu ijarah. Sedangkan pada
kategori ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya
keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi-hasil. Pada produk bagi hasil
keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati di muka.
Produk perbankan yang termasuk ke dalam kelompok ini adaiah
musyarakah dan mudharabah.

a. Prinsip Jual Beli (Ba'i)

Prinsip jual-beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya


perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat
keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas
barang yang dijual. Transaksi jual-beli dibedakan berdasarkan bentuk
pembayarannya dan waktu penyerahan barang seperti:
1.) Pembiayaan Murabahah
Murabahah bi tsaman ajil atau lebih dikenal sebagai murabahah.
Murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan) adalah transaksi jual-beli
di mana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai
penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli
bank dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus menyepakati
harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam
akad jual-beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama
berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah lazimnya dilakukan
dengan cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil). Dalam transaksi ini
barang diserahkan segera setelah akad sedangkan pembayaran dilakukan
secara tangguh.
2.) Salam
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan
belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh sedangkan
pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara
nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun
dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan
barang harus ditentukan secara pasti. Dalam praktek perbankan, ketika
barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada
rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara
cicilan. Harga jual yang ditetapkan bank adalah harga beli bank dari
nasabah ditambah keuntungan. Dalam hal bank menjualnya secara tunai
biasanya disebut pembiayaan talangan (bridging financing). Sedangkan
dalam hal bank menjualnya secara cicilan, kedua pihak harus menyepakati
harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam
akad jual-beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama
berlakunya akad. Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan
barang yang belum ada seperti pembelian komoditi pertanian oleh bank
untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau secara cicilan.
3.) Istishna
Produk istishna menyerupai produk salam, namun dalam istishna
pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin)
pembayaran. Skim istishna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan
pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
b. Prinsip Sewa (Ijarah)
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahaan manfaat. Jadi pada
dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, namun
perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek
transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah
jasa.
Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang
disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah
dikenal ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan
berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada
awal perjanjian.
c. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
1.) Musyarakah
Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah (syirkah atau
syarikah atau serikat atau kongsi). Transaksi musyarakah dilandasi adanya
keinginan para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai asset
yang mereka miliki secara bersamasama. Termasuk dalam golongan
musyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau
lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk
sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud.
Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerjasama dapat
berupa dana, barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan
(entrepreneurship), kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan
(equipment) , atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill),
kepercayaan / reputasi (credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang
dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari
bentuk kontribusi masing-masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu
menjadikan produk ini sangat fleksibel.
2.) Mudharabah
Secara spesifik terdapat bentuk musyarakah yang popular dalam
produk perbankan syariah yaitu mudharabah. Mudharabah adalah bentuk
kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahibul
maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib)
dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan
kerjasama dengan kontribusi 100% modal dari shahibul maal dan keahlian
dari mudharib.
Transaksi jenis ini tidak mensyaratkan adanya wakil shahibul maal
dalam manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus
bertindak hati-hati dan bertanggung jawab untuk setiap kerugian yang
terjadi akibat kelalaian. Sedangkan sebagai wakil shahibul maal dia
diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk
menciptakan laba optimal.
Perbedaan yang esensial dari musyarakah dan mudharabah terletak
pada besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu
diantara itu. Dalam mudharabah modal hanya berasal dari satu pihak,
sedangkan dalam musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih.
musyarakah dan mudharabah dalam literatur fiqih berbentuk perjanjian
kepercayaan (uqud al amanah) yang menuntut tingkat kejujuran yang
tinggi dan menjunjung keadilan. Karenanya masing-masing pihak harus
menjaga kejujuran untuk kepentingan bersama dan setiap usaha dari
masing-masing pihak untuk melakukan kecurangan dan ketidakadilan
pembagian pendapatan betul-betul akan merusak ajaran Islam.
d. Akad Pelengkap
Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya
diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk
mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan
pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam
akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini
sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.
1.) Hiwalah (Alih Utang-Piutang)
Hiwalah adalah transaksi mengalihkan utang piutang. Dalam praktek
perbankan syariah fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier
mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank
mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang. Untuk mengantisipasi
resiko kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas
kemampuan pihak yang berutang dan kebenaran transaksi antara yang
memindahkan piutang dengan yang berutang. Katakanlah seorang supplier
bahan bangunan menjual barangnya kepada pemilik proyek yang akan
dibayar dua bulan kemudian. Karena kebutuhan supplier akan likuiditas,
maka ia meminta bank untuk mengambil alih piutangnya. Bank akan
menerima pembayaran dari pemilik proyek.
2.) Rahn (Gadai)
Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran
kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.
Apabila nasabah wanprestasi, bank dapat melakukan penjualan barang
yang digadaikan atas perintah hakim. Nasabah mempunyai hak untuk
menjual barang tersebut dengan seizin bank. Apabila hasil penjualan
melebihi kewajibannya, maka kelebihan tersebut menjadi milik nasabah.
Dalam hasil penjualan tersebut lebih kecil dari kewajibannya, nasabah
menutupi kekurangannya.
3.) Qardh
Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh dalam perbankan
biasanya dalam empat hal, yaitu :
Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan
pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran. Biaya perjalanan
haji. Nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatannya ke haji.
Sebagai pinjaman tunai (cash advanced) dari produk kartu kredit
syariah, dimana nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai
milik bank melalui ATM. Nasabah akan mengembalikannya sesuai waktu
yang ditentukan.
Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, dimana menurut
perhitungan bank akan memberatkan si pengusaha bila diberikan
pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah, atau bagi hasil.
Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, dimana bank menyediakan
fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank.
Pengurus bank akan mengembalikannya secara cicilan melalui
pemotongan gajinya.
4.) Wakalah (Perwakilan)
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah
memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan
pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang.
Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kuasa
harus cakap hukum. Khusus untuk pembukaan L/C, apabila dana nasabah
ternyata tidak cukup, maka penyelesaian L/C (settlement L/C) dapat
dilakukan dengan pembiayaan murabahah, salam, ijarah, mudharabah, atau
musyakarah.
Kelalaian dalam menjalankan kuasa menjadi tanggung jawab bank,
kecuali kegagalan karena force majeure menjadi tanggung jawab nasabah.
Apabila bank yang ditunjuk lebih dari satu, maka masing-masing bank
tidak boleh bertindak sendiri-sendiri tanpa musyawarah dengan bank yang
lain, kecuali dengan seizin nasabah.
Tugas, wewenang dan tanggung jawab bank harus jelas sesuai
kehendak nasabah bank. Setiap tugas yang dilakukan harus
mengatasnamakan nasabah dan harus dilaksanakan oleh bank. Atas
pelaksanaan tugasnya tersebut, bank mendapat pengganti biaya
berdasarkan kesepakatan bersama. Pemberian kuasa berakhir setelah tugas
dilaksanakan dan disetujui bersama antara nasabah dengan bank.
5.) Kafalah (Garansi Bank)
Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin
pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mempersyaratkan
nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai
rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi ah.
Bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan.

3.2 Penghimpunan Dana

Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan


dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam
penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadi ah dan mudharabah.

a. Prinsip Wadiah
Prinsip Wadi’ah yang diterapkan adalah wadi ah yad dhamanah
yang diterapkan pada produk rekening giro. Wadi’ah dhamanah berbeda
dengan wadi’ah amanah. Dalam wadi’ah amanah, pada prinsipnya harta
titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sedangkan dalam hal
wadi’ah dhamanah, pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas
keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan
tersebut. Karena wadi’ah yang diterapkan dalam produk giro perbankan
ini juga disifati dengan yad dhamanah, maka implikasi hukumnya sama
dengan qardh, dimana nasabah bertindak sebagai yang meminjamkan
uang, dan bank bertindak sebagai yang dipinjami. Jadi mirip seperti yang
dilakukan Zubair bin Awwam ketika menerima titipan uang di jaman
Rasulullah SAW'.
b. Prinsip Mudharabah
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau
deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank
sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan bank untuk
melakukan pembiayaan murabahah atau ijarah seperti yang telah
dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana tersebut digunakan bank untuk
melakukan pembiayaan mudharabah. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan
berdasarkan nisbah yang disepakati. Dalam hal bank menggunakannya
untuk melakukan pembiayaan mudharabah, maka bank bertanggung
jawab penuh atas kerugian yang terjadi2. Rukun mudharabah terpenuhi
sempurna (ada mudharib - ada pemilik dana, ada usaha yang akan dibagi
hasilkan, ada nisbah, ada ijab kabul). Prinsip mudharabah ini
diaplikasikan pada produk tabungan berjangka dan deposito berjangka.
c. Akad Pelengkap
Untuk mempermudah pelaksanaan penghimpunan dana, biasanya
diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan
untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah
pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari
keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta
pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini.
Besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar-
benar timbul.
1.) Wakalah (Perwakilan)
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah
memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan
pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang.

3.3 Jasa Perbankan

Bank syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan


kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan.
Jasa perbankan tersebut antara lain berupa :

a. Sharf (Jual Beli Valuta Asing)


Pada prinsipnya jual-beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf.
Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini, penyerahannya harus dilakukan
pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli
valuta asing ini.
b. ljarah (Sewa)
Jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (safe
deposit box) dan jasa tata-laksana administrasi dokumen (custodian). Bank
dapat imbalan sewa dari jasa tersebut.
BAB 4
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1 Kesimpulan
Bank syariah merupakan bank yang berlandaskan Al-Quran dan
Hadist. Artinya bank syariah itu adalah bentuk layanan keuangan
beretika dan bermoral yang prinsip dasarnya bersumber dari ajaran
islam. Elemen penting dalam bank syariah adalah larangan terhadap
riba, baik nominal, sederhana atau riba dari riba, riba tetap maupun
riba yang mengambang.
4.2 Rekomendasi
Bank syariah memiliki kekurangan yaitu masih kurangnya
kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah karena pemahaman
akan sistem bank syariah masyarakat masih kurang. Sehingga,
harapannya sistem bank syariah perlu disosialisasikan kembali kepada
masyarakat untuk membangun kepercayaan masyarakat kepada bank
syariah.
KATA PENGANTAR

Dengan memanjat puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
memberi Rahmat dan ridho-Nya, sehingga penyusun makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik dan tanpa hambatan apa apun.
Dalam penyusun makalah ini, penyusun telah mendapatkan bimbingan dan
bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu melalui kesempatan ini penyusun
menyampaikan terimaksih dan penghargaan kepada segenap pihak yang telah
membantu dalam proses peyusunan makalah ini sampai berakhir seperti sekarang
ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penyusun mengharapkan keritik
dan saran dari pembaca dan dosen pembimbing sangat diharapkan demi perbaikan
dan kesempurnaan makalah ini, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan pelajaran dan pendidikan, khususnya bagi penyusun dan juga
pembaca.

Kendari, Februari 2019

Penyusun
WORKSHOP EKONOMI DAN BISNIS SYARIAH

NAMA : EKA FITRA DAUD

NIM : B1A316028

JURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019

Anda mungkin juga menyukai