Anda di halaman 1dari 29

Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

EMPAT PILAR MPR RI: POLITIK BAHASA DAN


DELEGITIMASI MAKNA PANCASILA
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
Hastangka
Armaidy Armawi
Kaelan
hastangka@gmail.com.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis terkait problem penggunaan istilah 4 Pilar
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara atau 4 Pilar MPR RI yang menimbulkan banyak kritik
dan pertentangan di masyarakat. Istilah 4 Pilar yang mengkatgorikan Pancasila, UUD 1945,
NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai bagian dari pilar menjadi polemik sejak MPR RI
menggunakan istilah tersebut sebagai program sosialisasinya. Studi ilmu politik dan sosial
jarang meneliti dan menganalisis terkait implikasi dari politik bahasa dalam penggunaan
istilah kenegaraan seperti Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Penelitian ini merupakan bagian dari disertasi yang menganalisis secara kritis tentang
penggunaan istilah 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara melalui kajian filsafati
yang ditinjau dari perspektif Filsafat Bahasa. Metode penelitian ini menggunakan metode
kualitatif dengan pendekatan filsafat analitika bahasa. Data primer dalam penelitian ini
diperoleh melalui kajian pustaka, dan analisis teks wacana yang berkembang tentang
polemik dan perdebatan 4 Pilar baik secara online maupun offline. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pertama, penggunaan istilah 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan
Bernegara dengan mengkategorikan Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal
Ika sebagai pilar tidak tepat. Kedua, penggunaan istilah 4 Pilar tidak dikenal dalam sejarah
dan memori kolektif bangsa Indonesia untuk menyebut Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan
Bhinneka Tunggal Ika sebagai bagian pilar. Ketiga, penggunaan istilah 4 Pilar oleh MPR RI
merupakan kesalahan kategoris. Keempat, kegiatan sosialisasi 4 Pilar yang dilakukan justru
mendelegitimasi makna Pancasila dan upaya pembodohan kepada masyarakat.

Kata kunci: Empat Pilar, Filsafat, bahasa, Politik bahasa, deligitimasi, makna, Pancasila.

A. Pendahuluan
Studi ilmu politik dan sosial menimbulkan perdebatan dan
jarang sekali meneliti dan menganalisis kontraversi baik dari aspek yuridis-
implikasi dari politik bahasa dalam ketatanegaraan, pendidikan, filsafat,
penggunaan istilah kenegaraan seperti sejarah, dan sosial. Sejak
Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhinneka diperkenalkannya sosialisasi Empat
Tunggal Ika, Proklamasi Kemerdekaan Pilar Kehidupan Berbangsa dan
Indonesia, Sumpah Pemuda, dan jargon- Bernegara oleh Majelis
jargon politik lainnya yang dibuat oleh Permusyawaratan Rakyat Republik
para politisi atau pendiri bangsa. Indonesia (MPR RI) yaitu Pancasila,
Misalnya, istilah 4 Pilar Kehidupan UUD 1945, Negara Kesatuan Republik
Berbangsa dan Bernegara yang muncul Indonesia (NKRI), dan Bhinneka
sejak tahun 2009an yang terdiri atas Tunggal Ika, pada tahun 2009, Istilah
Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Empat Pilar dianggap sebagai suatu
Bhinneka Tunggal Ika telah peletak dasar kehidupan berbangsa dan

Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
1
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

bernegara. Konsep sosialisasi empat Argumen yang ditunjukkan oleh


pilar kehidupan berbangsa dan Kaelan: pertama, frasa empat pilar
bernegara yang dilakukan oleh MPR RI kehidupan berbangsa dan bernegara
pada awal diperkenalkan di era tidak memenuhi kaidah gramatikal atau
kepemimpinan Taufiq Kiemas sebagai tidak lazim. Kedua, menyamakan
ketua MPR RI (2009-2014). kedudukan dan fungsi Pancasila,
Istilah tersebut telah menuai Undang-Undang Dasar 1945, Bhinneka
kritik dan perdebatan di kalangan Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan
masyarakat, akademisi dan para Republik Indonesia menjadi suatu
pendidik. Secara khusus penggunaan varian yang sama. Artinya baik
istilah Empat Pilar Kehidupan Pancasila, UUD 1945, Bhinneka
Berbangsa dan Bernegara menjadi pro Tunggal Ika, dan NKRI merupakan
dan kontra dalam konteks politik, unsur kategori yang sama. Ketiga,
ideologi, yuridis, dan kefilsafatan. kekeliruan dalam memahami
Ironisnya, tidak banyak ahli politik pengetahuan tentang Pancasila, UUD
Indonesia dan ahli hukum tata negara 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI
memberikan penjelasan dan catatan dengan mencampuradukkan antara nilai,
kritis tentang penggunaan istilah 4 Pilar norma, dan kehidupan praksis terhadap
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara keempat hal tersebut dalam kehidupan
yang terdiri atas Pancasila, UUD 1945, masyarakat telah menimbulkan
NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. pertanyaan dan memperlemah rasa
Berbagai literatur dan kajian ilmiah persatuan dan kesatuan bangsa
jarang atau hampir tidak ada untuk Indonesia. Kemudian, terdapat sebuah
melakukan tinjauan tentang problem artikel yang ditulis oleh Sidik, Sidik
epistemologis, ontologis, dan aksiologis dalam artikelnya berjudul Menggugat
terkait istilah 4 Pilar Kehidupan empat Pilar Kebangsaan, pada media
Berbangsa dan Bernegara. Pada tahun, online kompasiana.com juga
2012, salah satu buku yang ditulis oleh menjelaskan bahwa sosialisasi empat
Prof. Dr. Kaelan berjudul Problem pilar kebangsaan hanya berhenti sampai
Epistemologis Empat Pilar Berbangsa ranah kognitif (pengetahuan) saja,
dan Bernegara yang memberikan kritik belum mampu sampai pada ranah
dan tinjauannya dalam perspektif afektif (sikap) dan psikomotorik
epistemologis dan filsafat bahasa (perilaku) secara menyeluruh. Hal
terhadap problem 4 pilar kehidupan tersebut terbukti dari konflik berbau
berbangsa dan bernegara (Kaelan, SARA masih terjadi, perlindungan
2012). terhadap warga negara belum
Kaelan (2012:16-17) mengawali sepenuhnya berlaku asas equality before
kritiknya atas empat pilar kehidupan the law (persamaan di depan hukum).
berbangsa dan bernegara dengan Selain itu, pengistilahan empat pilar
menunjukkan bahwa istilah empat pilar menimbulkan keambiguan. Beberapa
mengalami problem fundamental kelompok masyarakat, akademisi, dan
menyangkut sistem epistemologisnya. aktivis memberikan catatan kritis

Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
2
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

terhadap keberadaan Empat Pilar yang melaksanakan program sosialisasi


meresahkan dan tidak tepat digunakan empat pilar kehidupan berbangsa dan
untuk sosialisasi tentang kebangsaan bernegara, tanpa ada upaya kajian dan
yang dilakukan oleh MPR RI. koreksi terhadap penggunaan istilah
empat pilar kehidupan berbangsa dan
Pada tanggal 3 Oktober 2013, bernegara dalam program
Delegasi Gerakan Pemantapan sosialisasinya. Begitu juga, Rachmawati
Pancasila (GPP) melakukan kunjungan Soekarnoputri dalam siaran pers
ke MPR RI untuk menyampaikan tertanggal 15 April 2013 juga pernah
aspirasinya terkait persoalan sosialisasi melakukan somasi terhadap Ketua MPR
empat pilar kehidupan berbangsa dan RI Taufiq Kiemas perihal kosa kata
bernegara yang telah menimbulkan pro- empat pilar, Rachmawati mengatakan
kontra di masyarakat. Ketua delegasi bahwa “penggunaan kosakata empat
GPP, Saiful Sulun (2015) mengatakan pilar telah menyesatkan dan
bahwa: mengaburkan makna dan pengertian
“Mengenai Empat Pilar yang Pancasila, UUD 1945, Bhinneka
kontroversial, istilah “Empat Tunggal Ika, dan NKRI”(2013). Boni
Pilar” seyogyanya menggunakan Hargens, pengamat politik dari
istilah yang baku supaya tidak
Universitas Indonesia juga menyatakan
menimbulkan pro dan kontra
karena mensejajarkan Pancasila tidak sependapat terhadap konsep empat
dengan pilar lainnya tidak bisa pilar. Boni berpandangan bahwa konsep
diteruskan. Padahal Pancasila empat pilar sangat tidak tepat dan fatal
adalah dasar negara. Ibarat karena merendahkan nilai Pancasila.
sebuah rumah kebangsaan, Pancasila merupakan dasar negara tidak
Pancasila adalah pondasi rumah, setara dengan Kebhinnekaan atau UUD
tiang-tiang rumah sebagai UUD,
1945, dan bahkan NKRI
bangunan rumah sebagai NKRI,
dan penghuni rumah adalah Silalahi, Harry Tjan dalam
rakyat Indonesia yang bhinneka artikelnya di Kompas (12/3/2013)
tunggal ika. “Istilah Empat Pilar berjudul Sesat Pikir, samakan
cukup mengganggu” Pancasila sebagai pilar menjelaskan
bahwa penyebaran luasan konsep empat
pilar kehidupan berbangsa dan
Aspirasi dari kelompok
bernegara dapat diapresiasi dengan baik
masyarakat yang menyebut sebagai
GPP tersebut mendapatkan tanggapan tetapi ketika menyamakan Pancasila
hanya menjadi salah satu pilar
dari Ketua MPR RI, Sidarto
merupakan pola pikir yang salah dan
Danusubroto bahwa MPR hanya bisa
harus dibuang jauh. Pola pikir yang
mengakomodasi aspirasi rakyat dan
keliru akan menghasilkan tindakan dan
mendengarkan dan menangkap spirit
praksis hidup yang keliru pula. Silalahi
keprihatinan dari masyarakat. Namun,
menegaskan bahwa Pancasila adalah
kenyataannya MPR RI, tidak dapat
dasar dalam kehidupan berbangsa dan
menghentikan atau menghapus
bernegara. Darmanto dalam tulisan
istilah “empat pilar” dan tetap

Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
3
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

artikelnya pada harian Kedaulatan yang menempatkan Pancasila sebagai


Rakyat (19 Juni 2013:12) berjudul salah satu pilar dari empat pilar sama
Media dan Empat Pilar Kehidupan saja dengan menyejajarkan Pancasila
Berbangsa menjelaskan seandainya dengan tiga pilar lainnya (UUD 1945,
secara kebahasaan memang benar Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara
bahwa pilar dapat berarti “dasar”, tetapi Kesatuan Republik Indonesia,), cara
menyejajarkan Pancasila dengan UUD pandang ini jelas mendegradasi
1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI Pancasila sebagai dasar Negara atau
jelas merupakan kekeliruan. Kalau hal Weltanschauung. Iskandar (2013)
itu dilakukan oleh masyarakat biasa, dalam siaran pers Partai Kebangkitan
tentu dampaknya tidak begitu besar, Bangsa (PKB) di DPP PKB Jakarta
namun ketika kekeliruan itu dilakukan (7/4/2013) menjelaskan bahwa
secara institusional oleh lembaga Pancasila sebagai salah satu doktrin
terhormat bernama MPR, tentu tidak empat pilar kebangsaan perlu dikoreksi.
bisa dibiarkan. Seharusnya Pancasila bukanlah sebagai
Sudjito (2013: 11) dalam pilar, melainkan sebagai dasar Negara.
pengantar FGD pakar bertema Kajian Nasir dari Keluarga Besar
Ilmiah Masalah Perbedaan Pendapat 4 Mahasiswa Universitas Bung Karno
Pilar Kehidupan berbangsa dan (UBK) mengungkapkan bahwa konsep
bernegara pada tanggal 14 September empat pilar yang dilakukan oleh
2013 di Yogyakarta memberikan dua MPR RI menyebabkan pembuyaran
catatan kritis terkait persoalan makna dan implementasi Pancasila
perbedaan pendapat tentang 4 pilar dengan memasukkan Pancasila dalam
yaitu 1). Apakah istilah “pilar” sekedar istilah empat pilar. Kondisi tersebut
persoalan linguistik, bagaimana dimensi mengakibatkan adanya penyesatan dan
ilmiahnya, apa makna filosofisnya, pengaburan terhadap pengertian dan
bagaimana implikasi ideologisnya makna Pancasila, UUD 1945, NKRI,
terhadap kehidupan berbangsa dan dan Bhinneka Tunggal Ika. Nasir
bernegara. 2). Dalam dimensi waktu: berpendapat bahwa penggunaan kosa
dulu, istilah “pilar” tidak dikenal dalam kata empat pilar menimbulkan
kehidupan berbangsa dan bernegara. persoalan politik, sosial, bahkan dapat
Sekarang, dikenal istilah “pilar” tetapi diduga sebagai penyimpangan anggaran
kontroversial. Apakah ada argumen dan pelanggaran hukum atas nama
ilmiahnya? Atau sekedar alat “sosialisasi empat pilar” yang
komunikasi politik? Bagaimana menggunakan uang negara melalui
penggunaan istilah “pilar” pada waktu APBN.
yang akan datang agar kehidupan Berdasarkan berbagai fakta dan
berbangsa dan bernegara stabil? realitas di atas menunjukkan bahwa
Kurnia (2013) dalam tulisannya persoalan tentang empat pilar kehidupan
berjudul Pancasila, dasar atau Pilar? berbangsa dan bernegara menjadi suatu
pada media berdikarionline kajian yang penting dalam konteks studi
mengungkapkan bahwa cara pandang filsafat saat ini karena: pertama, konsep

Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
4
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

empat pilar kehidupan berbangsa dan ini tidak bisa diteliti sekedar melalui
bernegara merupakan masalah aktual cara berpikir logis tetapi perlu
yang menimbulkan kontraversi menggunakan cara berpikir dialektis
berkaitan dengan konteks kerangka yang selama ini belum dilakukan.
konseptual hakikat negara dan dasar Kelima, penggunaan istilah
negara Indonesia didefinisikan yang empat pilar kehidupan berbangsa dan
pada akhirnya berpengaruh pada bernegara belum menjadi kajian ilmiah
komitmen, filosofi, dan jati diri dalam dan menjadi fokus penelitian di bidang
kehidupan berbangsa dan bernegara di Filsafat, Sosial, Humaniora, dan
masyarakat. Sudjito (2014:35) dalam Pendidikan. Untuk itu, perlu penjelasan
kesaksian pada sidang uji materiil yang komprehensif terkait dengan kritik
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011, atas Empat Pilar Kehidupan Berbangsa
14 Maret 2014 di Gedung MK dan Bernegara di masyarakat yang
mengungkapkan bahwa kontroversi selama ini masih menimbulkan
istilah pilar bukan sesederhana perdebatan.
persoalan kamus bahasa. Persoalan ini Penelitian ini merupakan bagian
pada dasarnya menyangkut filosofi dari penelitian disertasi melalui
ideologi, keberlangsungan negara, dan pendekatan penelitian kefilsafatan yang
nasib generasi penerus yang perlu menggunakan tinjauan filsafat bahasa
dikoreksi. berdasarkan teori Speech Act dari J.L
Kedua, konsep empat pilar Austin, teori Bertrand Russell tentang
memunculkan permasalahan filosofis logika bahasa, , analisis semiotika, serta
karena telah menimbulkan gejolak analisis filosofis (ontologis,
pemikiran dan menjadi problem pokok epistemologis, dan aksiologis) untuk
kefilsafatan yaitu perdebatan tentang menjelaskan kritik atas penggunaan
substansi, sumber pengetahuan, dan istilah Empat Pilar Kehidupan
nilai yang mendasari empat pilar Berbangsa dan Bernegara sebagai
tersebut. Masalah ini menarik untuk persoalan aktual, konseptual, dan
diteliti karena mengakibatkan filosofis. Dasar pemikiran penggunaan
munculnya kesenjangan pengetahuan tiga kerangka analisis kefilsafatan ialah
antara yang seharusnya dengan realitas pertama, objek material dalam
yang ada. Ketiga, wacana tentang penelitian ini menunjukkan suatu
kedudukan dan peran Pancasila sebagai kompleksitas pemikiran dan persoalan.
dasar negara kembali diperdebatkan Konsep empat pilar sebagai teks dan
dalam dinamika konsep empat pilar. realitas yang ada (eksis) memiliki
Berdasarkan hasil kajian awal persoalan ontologis, epistemologis, dan
menunjukkan muncul berbagai aksiologis yang masih diperdebatkan.
pertentangan terkait adanya konsep Untuk itu, perlu menggali dan
empat pilar kehidupan berbangsa dan eksplorasi lebih mendalam dan
bernegara. Keempat, konsep empat pilar komprehensif bagaimana dinamika
kehidupan berbangsa dan bernegara perdebatan, relasi, perubahan, dan
sebagai objek material dalam penelitian pemahaman ontologis, epistemologis,

Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
5
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

dan aksiologis tentang konsep empat sebagai suatu istilah dianggap salah?,
pilar yang berkembang saat ini secara Kelima, bagaimana penggunaan istilah
kritis. 4 Pilar dapat mendelegitimasi makna
Kedua, penelitian ini bukan atas Pancasila?
semata-mata untuk memberikan
legitimasi atau justifikasi terkait teori
dan unsur-unsur ontologis, B. Metode
epistemologis, dan aksiologis yang Penelitian ini merupakan penelitian
perlu dimasukkan dan terdapat dalam kefilsafatan, dengan menggunakan
konsep empat pilar, tetapi justru pendekatan metode penelitian kualitatif
berupaya untuk mengkritisi, melalui kajian kepustakaan. Penelitian
menganalisis, dan memverifikasi kualitatif dimaknai sebagai kajian
konsep empat pilar kehidupan berbagai studi dan kumpulan berbagai
berbangsa dan bernegara secara jenis materi empiris, seperti studi kasus,
kefilsafatan melalui kerangka filsafat pengalaman personal, pengakuan
bahasa yang sampai sejauh ini belum introspeksi, kisah hidup, wawancara,
dilakukan secara akademik. artefak, berbagai teks dan produk
Ketiga, kajian filosofis terhadap kultural, pengamatan, sejarah,
Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan interaksional, dan berbagai teks visual
Bernegara sangat diperlukan untuk (Santana, 2010:5). Sedangkan, dalam
mengkaji tentang esensi dasar yang ada, pemahaman filsafat terkait kategori
perdebatan nilai yang muncul, persoalan model penelitian yang digunakan dalam
kebenaran pengetahuan yang menjadi penelitian ini ialah termasuk model
sumber dan persoalan hakikat realitas penelitian mengenai masalah aktual
yang menjadi dasar konsep empat pilar (Bakker dan Zubair, 1992:107).
kehidupan berbangsa dan bernegara. Masalah aktual yang dibahas ialah
Analisis filosofis ini menjadi objek persoalan perdebatan konsep Empat
formal dalam penelitian yang Pilar Kehidupan Berbangsa dan
dirumuskan oleh peneliti. Bernegara.
Penelitian ini akan menjawab Objek material penelitian ini
empat pertanyaan mendasar yaitu: ialah konsep Empat Pilar Kehidupan
pertama, apa yang melatar belakangi berbangsa dan bernegara yang menjadi
munculnya istlah 4 Pilar Kehidupan masalah kontraversial dan objek
Berbangsa dan Bernegara?, kedua, formalnya adalah kajian filosofis yang
bagaimana proses rekayasa politik dan menekankan pada aspek analisis filsafat
politisasi bahasa atas penggunaan istilah bahasa. Proses penelitian ini meliputi
4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan inventarisasi data, kategorisasi data, dan
Bernegara, sehingga memunculkan analisis data untuk merumuskan pokok-
reaksi dan protes dari masyarakat? pokok materi penelitian sesuai dengan
Ketiga, bagaimana diskursus dan dasar persoalan yang dikaji. Adapun tahapan
legitimasi bahasa yang digunakan dalam penelitian dapat dijelaskan sebagai
4 Pilar? Keempat, mengapa 4 Pilar berikut:

Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
6
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

Data yang digunakan dalam keputusan Sidang MK terkait gugatan


penelitian ini terdiri dari tiga sumber empat pilar, risalah sidang MK terkait
data yaitu sumber data tertulis (teks), gugatan empat pilar, risalah sidang DPR
sumber data gambar visual dan foto, RI tentang RUU Nomor 2 tahun 2008
dan sumber data lisan (hasil tentang partai politik yang dikumpulkan
wawancara). Sumber tertulis dalam kemudian dikategorisasikan
penelitian ini adalah dokumen baik berdasarkan relasi antara teks dan
yang sudah diterbitkan maupun belum konteks dokumen tersebut dengan topik
diterbitkan dalam bentuk arsip, penelitian.
dokumen negara (peraturan perundang- Data sekunder yaitu data yang
undangan, UU, Perpu, Kepres, diambil dan diperoleh dari berbagai
Ketetapan), buku, jurnal, makalah, tulisan ilmiah baik berupa artikel, jurnal
memoar, artikel di surat kabar baik ilmiah, dan hasil penelitian yang telah
offline maupun online yang sudah diterbitkan maupun unpublished works
terseleksi dengan mengacu pada topik yang pernah dilakukan dan yang
penelitian. Sumber data gambar baik mendukung dalam proses dan topik
visual maupun foto yaitu berupa video penelitian. Setelah mendapatkan data
dan gambar foto tentang topik yang primer dan sekunder, kemudian peneliti
diteliti. Data penelitian sumber lisan melakukan langkah metodologis yaitu
merupakan hasil wawancara yang telah pertama, mengidentifikasi dan
ditranskrip atau yang sudah diketik dari mengklasifikasi aspek filosofis yang
beberapa narasumber terkait dengan terdapat dalam sumber-sumber terpilih
topik penelitian ini. tersebut yaitu menyelidiki dan
Proses pengumpulan data dilakukan menginventarisasikan konsep filosofis
melalui dua tahap untuk mendapatkan (ontologis, epistemologis, dan
data primer dan data sekunder sebagai aksiologis) yang tersembunyi dalam
berikut: Data primer merupakan data teks, peristiwa, situasi dan masalah
yang diperoleh secara langsung oleh yang terkait dengan penelitian.
peneliti dari hasil wawancara dan Kedua, evaluasi atau analisis kritis
observasi. Lokasi penelitian antara lain terhadap sumber-sumber yang telah
perpustakaan Filsafat, Perpustakaan dikumpulkan untuk menemukan
UGM, Perpustakaan Fisipol, Pusat Studi kelebihan dan kekurangan di masing-
Pancasila UGM, Perpustakaan UNY, masing sumber data yang telah
Perpustakaan Pasca Sarjana UIN Sunan dikumpulkan untuk dikonfirmasikan
Kalijaga Yogyakarta, Perpustakaan atau dikonfrontasikan dengan data atau
Fakultas Hukum UGM, Atmajaya, masalah yang dibahas yaitu meneliti
Universitas Sarjana Wiyata, koherensi internal. Ketiga, Analisis atau
Perpustakaan Taman Siswa, kajian filosofis dengan menjelaskan
Perpustakaan umum Amsterdam kedudukan realitas atau fenomena
Belanda, serta perpustakaan Universitas
aktual yang terjadi dalam penelitian
Leiden Belanda.
untuk dapat menemukan suatu
Literatur utama yang digunakan
pemahaman baru. Metode untuk
terdiri dari dokumen negara seperti hasil
Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
7
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

menganalisis data yang digunakan hermeneutik. Jadi, interpretasi teks


dalam penelitian ini adalah: didasarkan pada hakikat pemahaman
Interpretasi, peneliti berusaha oleh penanda. Analisis hermeneutik
melakukan penafsiran dan mengungkap pada dasarnya lebih memfokuskan pada
esensi ontologis, epistemologis, dan aspek kebahasaan dalam teks seperti
aksiologis dari bacaan/teks yang ada. aspek sintaktik yaitu berkaitan dengan
Webster mendefinisikan interpretasi struktur gramatika. Aspek semantik
adalah kegiatan untuk menjelaskan yang berkaitan dengan arti simbolik
sesuatu yang tidak jelas; seperti konotatif dan denotatif.
memberitahukan tentang makna Kemudian aspek pragmatik yang
sesuatu; menerjemahkan sesuatu berkaitan dengan proses pembentukan
menjadi lebih dimengerti dengan bahasa kata, pengelompokkan kata, sejarah
yang familiar dan istilah yang umum tulisan, pembentukan kalimat, tanda
dipahami, menguraikan; memaparkan baca, dan pengucapan yang
(T.H.H, 1936:5). Stecker (1994:194) berpengaruh pada perilaku manusia
menjelaskan bahwa berbagai objek (Poespoprodjo, 1987:168-170).
pengalaman dapat dijadikan bahan
interpretasi termasuk karya seni dan Critical discourse analysis (CDA),
sastra. Interpretasi berkaitan dengan analisis CDA merupakan analisis yang
sesuatu hal dari tidak dapat ditangkap biasa digunakan untuk menganalisis
kepada dapat ditangkap. Interpretasi wacana dalam teks. CDA adalah metode
ialah proses menyampaikan pesan yang ilmiah untuk mengetahui bagaimana
secara eksplisit dan implisit termuat “bahasa” atau “istilah” diproduksi
dalam realitas. Oleh karena itu, secara sosial. CDA menganalisis
interpretasi dimaknai untuk orientasi bahasa yang digunakan
mengungkap inti dari pesan seseorang dengan melihat pertimbangan
tersembunyi dibalik teks berdasarkan siapa aktor yang berperan dalam
konteks yang ada (Poespoprodjo, memproduksi bahasa tersebut, kapan
1987:197). Hermeneutik, analisis ini waktu/periode bahasa tersebut
digunakan untuk memahami teks yang digunakan, bagaimana
ada di dalam bacaan. Gracia (1990:496) pandangan/argumentasi yang
menjelaskan bahwa teks dimaknai digunakan, dan apa arah ideologi dari
sebagai serangkaian tanda yang di tata bahasa tersebut (Meyer, 2001:25).
dengan cara tertentu oleh penulis untuk Merujuk CDA dalam kerangka Michel
menyampaikan makna tertentu. Secara Foucoult tentang teori wacana
khusus, makna suatu teks tergantung meletakkan beberapa isu epistemologis
dari dua faktor yaitu:1) makna yaitu pengetahuan yang tersusun dari
individual, 2) makna yang terdapat aspek apa saja yang dianggap valid
dalam fungsi-fungsi tanda tertentu di dalam kurun ruang dan waktu tertentu;
dalam teks yang tersusun. Sedangkan, bagaimana pengetahuan valid tersebut
konsep hermeneutik yang digunakan diproduksi; bagaimana pengetahuan
dalam penelitian ini lebih mendekatkan tersebut juga dapat berakhir; apa fungsi
pada teori Gadamer yaitu dialetika pengetahuan dalam melegitimasi subjek
Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
8
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

dan masyarakat; dan apa dampak dari aklamasi sebagai ketua MPR RI pada
pengetahuan untuk seluruh bulan Oktober 2009. Sebelumnya MPR
perkembangan masyarakat (Jager, RI tidak pernah menggunakan istilah
2001:33). Empat Pilar dalam melaksanakan
agenda kerjanya. Misalnya, pada
Analisis CDA digunakan dalam periode 2004-2009, MPR RI
penelitian ini untuk melihat bagaimana menggunakan istilah “sosialisasi
relasi kuasa dan bahasa yang tersirat putusan MPR RI”. Sosialisasi putusan
maupun tersurat dalam teks pemberitaan MPR RI yang dimaksud ialah UUD
di media dan publikasi tentang empat 1945 hasil perubahan dan Ketetapan
pilar kehidupan berbangsa dan MPR RI yang dirasa perlu
bernegara yang berkembang saat ini. dimasyarakatkan agar diketahui publik
Secara khusus, analisis CDA digunakan dan penyelenggara negara karena
dengan tujuan untuk menganalisis banyak masyarakat tidak mengetahui
secara kritis tentang kesenjangan yang produk atau putusan MPR RI (Majelis,
diekspresikan, tersimbolisasikan, edisi 12/TH.X/Desember 2016, hal.6).
dibentuk, dilegitimasi melalui
penggunaan bahasa dalam hal ini dalam Kepemimpinan MPR RI kemudian
konteks pewacanaan empat pilar berganti, pada tahun 2009, maka
kehidupan berbangsa dan bernegara. berubah istilah nama “sosialisasi
Semiotika, semiotika secara umum putusan MPR RI” menjadi “sosialisasi 4
dapat dimaknai sebagai teori kode (a Pilar Kehidupan Berbangsa dan
theory of codes) dan teori tentang Bernegara” pada periode kepemimpinan
produksi tanda (theory of sign Taufiq Kiemas (2000-2014) yaitu
production). Teori semiotik berupaya Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan
untuk menjelaskan setiap kasus tentang Bhinneka Tunggal Ika. Pada saat itulah,
fungsi tanda dalam kerangka yang Taufiq Kiemas dikenal sebagai pencetus
diletakkan pada suatu sistem yang dan penggas 4 Pilar Kehidupan
berkaitan satu atau lebih kode. berbangsa dan bernegara (Majelis, edisi
Perbedaan antara teori kode dan teori 12/TH.X/Desember 2016, hal.6).
produksi tanda tidak serta merta
berkaitan dengan perbedaan antara Gagasan tentang perlunya sosialisasi
“langue” dan “parole”, kompeten dan 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan
penampilan, sintaktis dan semantik, dan Bernegara berangkat dari berbagai
pragmatik (Eco, 1979:3-4). persoalan kebangsaan dan kenegaraan
yang terjadi di Indonesia. Realitas
C. Hasil dan Pembahasan
tersebut menjadi titik tolak lahirnya
1. Melacak sejarah Empat Pilar
Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan
Kehidupan Berbangsa dan
Bernegara. Dinamika politik dan sosial
Bernegara
sejak era reformasi tahun 1998
Istilah Empat Pilar Kehidupan digulirkan diawali dengan gerakan
Berbangsa dan Bernegara mulai dikenal gerakan reformasi yang menyebabkan
sejak Taufiq Kiemas dipilih secara empat mahasiswa Universitas Trisakti

Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
9
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

pada tanggal 12 Mei 1998 gugur Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai
melalui gerakan reformasi. Gerakan Politik (UU Partai Politik) pasal 34 ayat
reformasi telah membawa perubahan (3b) huruf (a) yang berbunyi:
yang signifikan dan berdampak positif
“Pendidikan Politik sebagaimana
terhadap kehidupan berbangsa dan
dimaksud pada ayat (3a) berkaitan
bernegara, tetapi juga membawa dengan kegiatan: a) pendalaman
sejumlah tantangan kebangsaan yang mengenai empat pilar berbangsa dan
perlu dicarikan solusinya (Kiemas, bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945,
2013:4). Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia…”
Pancasila sejak reformasi tahun
1998, dianggap lenyap seperti ditelan Meskipun pada saat perancangan
bumi dari kehidupan bangsa dari multi- RUU perubahan atas UU Nomor 2
etnis dan multi kepercayaan. Keadaan tahun 2008 sebelum menjadi Undang-
bangsa Indonesia yang mengalami Undang terdapat pandangan akhir dari
berbagai macam persoalan seperti Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
perang etnis terjadi dimana-mana, satu Perjuangan (PDI-P) yang diwakili oleh
kelompok berbenturan dengan Arif Wibowo terhadap RUU tentang
kelompok lain, warga bertetangga Perubahan Atas UU Nomor 2 Tahun
kampung saling serang, pemberantasan 2008 tentang Partai Politik menyebut
korupsi semakin gencar tetapi korupsi dengan istilah “empat pilar konsensus
semakin merajalela dan transparan. dasar” (lihat Risalah Rapat Kerja
Berbagai peristiwa tersebut telah Komisi II DPR RI dengan Menteri
mengusik kehidupan berbangsa dan dalam Negeri dan Menteri Hukum dan
bernegara (lihat Majalah Majelis Edisi HAM-RUU Perubahan Atas UU Nomor
No.7/TH.V/Juli 2011, hal.3). Selain itu, 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik-
isi dari Sosialisasi Empat Pilar Senin, 13 Desember 2010, hal.16-17).
Berbangsa dan Bernegara ini adalah Setelah menjadi UU istilah empat pilar
menguraikan pentingnya menjaga konsensus dasar tersebut menghilang
NKRI dengan mengamalkan Pancasila, dan tidak muncul dalam UU dan
menjalankan konstitusi, dan menghargai menjadi istilah empat pilar kehidupan
kebhinnekaan. Taufiq Kiemas tidak berbangsa dan bernegara. Kemudian,
ingin Indonesia terperosok mengikuti istilah Empat Pilar Kehidupan
jejak Uni Soviet dan Yugoslavia yang Berbangsa dan Bernegara justru
terpecah menjadi beberapa digunakan oleh MPR RI untuk
negara(Majelis, edisi memasyaratkan pendidikan politik. Tim
12/TH.X/Desember 2016, hal.6). kerja sosialisasi Empat Pilar Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara dari MPR RI
Istilah Empat Pilar Kehidupan menyatakan bahwa:
Berbangsa dan Bernegara diperkenalkan
secara yuridis melalui Undang-Undang “Penyebutan Empat Pilar
kehidupan berbangsa dan
Nomor 2 Tahun 2011 tentang
bernegara tidaklah dimaksudkan
Perubahan Atas Undang-Undang bahwa keempat pilar tersebut
Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
10
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

memiliki kedudukan yang Majalah Majelis edisi No.1/


sederajat.Setiap pilar memiliki Th.IX/Januari 2015 (2015:21) MPR RI
tingkat, fungsi, dan konteks yang menyebutkan bahwa empat pilar
berbeda. Dalam hal ini posisi
sebagai janji-janji kebangsaan MPR RI
Pancasila tetap ditempatkan
sebagai nilai fundamental yang merupakan nilai-nilai luhur bangsa
berbangsa dan bernegara. Empat (Pancasila, UUD NRI Tahun 1945,
pilar dari konsepsi kenegaraan NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika).
Indonesia tersebut merupakan Pada Majalah Majelis edisi
prasyarat minimal bagi bangsa ini No.9/TH.VIII/September 2014 (2014:4)
untuk bisa berdiri kukuh dan menyebut empat pilar sebagai nilai-nilai
meraih kemajuan berlandaskan
dalam 4 konsensus dasar kehidupan
karakter kepribadian bangsa
Indonesia sendiri. Setiap warga berbangsa dan bernegara. MPR RI
Negara Indonesia harus memiliki memberikan pemaknaan khusus
keyakinan, bahwa itulah prinsip- terhadap pengertian Empat Pilar
prinsip moral ke-indonesian Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
yang memandu tercapainya yaitu:
perikehidupan bangsa yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil,
“Empat Pilar Kehidupan
dan makmur” (Pimpinan MPR RI
Berbangsa dan bernegara adalah
dan Tim kerja Sosialisasi MPR RI
kumpulan nilai-nilai luhur yang
periode 2009-2014, 2012:xii).
harus dipahami oleh seluruh
MPR RI memberikan pengertian masyarakat dan menjadi panduan
tentang Empat Pilar Kehidupan dalam kehidupan ketatanegaraan
untuk mewujudkan bangsa dan
Berbangsa dan Bernegara merupakan
negara yang adil, makmur,
kumpulan nilai-nilai luhur yang harus sejahtera, dan bermartabat,
dipahami oleh seluruh masyarakat dan melalui pengamalan nilai-nilai
menjadi panduan dalam kehidupan Empat Pilar, maka diharapkan
ketatanegaraan untuk mewujudkan dapat mengukuhkan jiwa
bangsa dan negara yang adil, makmur, kebangsaan, nasionalisme, dan
sejahtera, dan bermartabat (Pimpinan patriotisme generasi penerus
bangsa untuk semakin mencintai
MPR RI dan Tim kerja Sosialisasi MPR
dan berkehendak untuk
RI periode 2009-2014, 2012:xx). membangun negeri. Empat pilar
Sedangkan, istilah “pilar” yang ini akan dapat menjadi panduan
digunakan oleh MPR RI untuk yang efektif dan nyata, apabila
menyebut empat pilar merujuk pada semua pihak, segenap elemen
Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi bangsa, para penyelenggara
negara dan masyarakat konsisten
III tahun 2008) yang menyatakan bahwa
mengamalkannya dalam arti yang
pilar mengandung pengertian sebagai seluas-luasnya”. (Pimpinan MPR
tiang penguat, dasar, yang pokok, atau RI dan Tim kerja Sosialisasi MPR
RI periode 2009-2014, 2012: xx).
induk (Pimpinan MPR RI dan Tim kerja
Sosialisasi MPR RI periode 2009-2014, Istilah Empat Pilar Kehidupan
2012:6). Berbangsa dan Bernegara yang

Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
11
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

diletakkan oleh Taufiq Kiemas sebagai Oesman Sapta Oedang di Gedung


istilah yang digunakan untuk Nusantara, kompleks MPR/DPR/DPD
memberikan pemahaman kepada senayan Jakarta (Majelis Edisi No.1/TH.
masyarakat tentang pentingnya IX/Januari 2015, hal. 9). Sejak
Pancasila, UUD 1945, NKRI dan pimpinan MPR RI yang baru, istilah
Bhinneka Tunggal Ika. Pada masa empat pilar kemudian diganti
kepemimpinan Taufiq Kiemas menjadikan istilah sosialisasi 4 Pilar
sosialisasi Empat Pilar menjadi program MPR RI. Perubahan istilah tersebut
utama yang dilakukan oleh MPR RI. terjadi karena hasil dari konsultasi
Pada awalnya, MPR RI hanya kepada Mahkamah Konstitusi terkait
mensosialisasikan UUD 1945 dan dampak dari putusan MK tentang empat
Ketetapan MPR RI, namun seiring pilar melalui, putusan Mahkamah
perkembangannya MPR RI Konstitusi Nomor 100/PUU-XII/2013
menganggap perlu mensosialisasikan 3 tentang perkara pengujian materiil
pilar lainnya dalam kegiatan sosialisasi. terhadap Undang Undang Nomor 2
Kegiatan itu kemudian disebut Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
sosialisasi 4 pilar yakni: Pancasila, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka tentang Partai Politik terhadap Undang-
Tunggal Ika (Majalah Majelis Edisi No. Undang Dasar Negara Republik
7/TH.V/Juli 2011, hal. 3). Indonesia Tahun 1945,( 3 April 2014,
hal. 87) amar putusannya menyatakan
Setelah Taufiq Kiemas bahwa:
meninggal dunia karena penyakit yang 1.1 Frasa “empat pilar
dialaminya tepatnya pada tanggal 8 Juni berbangsa dan bernegara” yaitu
2013. Ketua MPR RI digantikan oleh dalam Pasal 34 ayat (3b) huruf a
Sidarto Danusubroto, politisi senior Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2011 tentang Perubahan Atas
PDIP. Sosialisasi Empat Pilar tetap Undang-Undang Nomor 2 Tahun
dilanjutkan oleh ketua yang baru yaitu 2008 tentang Partai Politik
Sidarto Danusubroto hingga tahun (Lembaran Negara Republik
2014. Setelah kepemimpinan dan Indonesia Tahun 2011 Nomor 8,
Tambahan Lembaran Negara
kepengurusan anggota MPR RI berakhir Republik Indonesia Nomor 5189)
pada tahun 2014, dan Sidarto bertentangan dengan Undang-
Danusubroto tidak terpilih kembali Undang Dasar Negara Republik
menjadi anggota Dewan Perwakilan Indonesia Tahun 1945.
1.2 Frasa “empat pilar
Daerah untuk wilayah Yogyakarta pada berbangsa dan bernegara” yaitu
pemilihan tahun 2014. Pada 8 Oktober dalam Pasal 34 ayat (3b) huruf a
2014, Pimpinan sidang sementara MPR Undang-Undang Nomor 2 Tahun
RI, Maimanah Umar, didampingi Ade 2011 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 2 Tahun
Rezki Pratama menetapkan pimpinan 2008 tentang Partai Politik
MPR periode 2014-1019 yaitu Zulkifli (Lembaran Negara Republik
Hasan sebagai Ketua MPR dan wakil Indonesia Tahun 2011 Nomor 8,
Tambahan Lembaran Negara
ketua MPR ialah Mahyudin, EE
Republik Indonesia Nomor 5189)
Mangindaan, Hidayat Nur Wahid, dan
Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
12
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

tidak mempunyai kekuatan hukum Pilar Berbangsa dan Bernegara” (lihat


mengikat. Majelis periode terbit 2011-2013),
setelah itu penyebutan istilah 4 Pilar
MPR RI melalui siaran pers di
Berbangsa dan Bernegara yaitu
gedung MPR RI Jakarta menyatakan
Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan
bahwa MPR RI akan menggunakan
Bhinneka Tunggal Ika tidak lagi secara
istilah lain yang disebut Empat Pilar
eksplisit dikatakan sebagai sosialisasi
MPR RI untuk mensosialisasikan
Empat Pilar (Pancasila, UUD 1945,
Pancasila, UUD 1945, NKRI dan
NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika)
Bhinneka Tunggal Ika. Wakil Ketua
tetapi hanya disebutkan sebagai
MPR RI, Oesman Sapta Odang
sosialisasi Pancasila, UUD 1945, NKRI,
membuat pernyataan pada wartawan di
dan Bhinneka Tunggal Ika (lihat Majelis
Gedung MPR RI, Jakarta (Senin,
periode terbit 2014- sekarang). Pada
16/2/2015) dengan menyatakan bahwa:
tahun 2015 tampilan website MPR RI
mengalami perubahan dan beberapa
“Setelah pimpinan MPR didampingi
badan MPR ke Mahkamah Konstitusi majalah Majelis elektronik mulai tahun
(MK), maka MK menyatakan nama 2011 hingga 2017 yang biasanya
Empat Pilar MPR RI bisa dipakai ditampilkan pada menu download
dengan kepanjangan Empat Pilar
MPR RI, Pancasila sebagai Dasar
kemudian sulit ditemukan lagi di dalam
dan Ideologi Negara, Undang- website untuk didownload.
Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 sebagai
Konstitusi Negara dan ketetapan 2. Politisasi Bahasa Empat Pilar
MPR. Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagai bentuk negara, dan MPR RI
Bhinneka Tunggal Ika sebagai
semboyan negara.” Hutton (2009) dalam tulisannya
berjudul Language, Meaning, and the
Pada masa kepemimpinan MPR Law mengungkapkan bahwa bahasa
RI sekarang memiliki komitmen untuk sebagai medium hukum dapat dilihat
mengawal Pancasila, UUD 1945, dan memiliki sumber potensi
NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika ketidakkonsistenan dan ketidakpastian
sebagai harga mati, MPR RI (Hutton, 2009:23). Lebih lanjut Hutton
menyatakan janji dan komitmen menjelaskan bahwa dalam pemikiran
tersebut tidak hanya sekedar sebagai kefilsafatan dan politik terkait bahasa
pilar atau slogan (lihat Majelis Edisi menunjukkan kekhawatiran bahwa
No.10/TH.VIII/Oktober 2014, hal.3). bahasa dapat mengalami kegagalan
Pada majalah yang diterbitkan oleh sebagai media bertukar informasi dan
MPR yaitu Majelis ditemukan bahwa tidak sampainya pesan oleh narasumber,
sebelum adanya putusan MK terkait bahasa dapat menjadi sebab perpecahan
dengan Empat Pilar Kehidupan sosial, manipulasi, dan kebingungan
Berbangsa dan Bernegara pada tahun (Hutton, 2009:48).
2014. Majalah yang diterbitkan oleh Penggunaan bahasa Empat Pilar
MPR banyak menggunakan istilah “4 Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
13
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

yang terdiri Pancasila, UUD 1945, Soeharto. Ketiga, kekacauan


NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika telah epistemologis ketiga yang sangat fatal
menimbulkan kerancuan dalam sistem adalah memahami dan meletakkan
ontologis, epistemologis, dan aksiologis Pancasila sebagai suatu varian yang
dalam kerangka filsafat bahasa secara setingkat dengan agama (Kaelan,
khusus logika bahasa dan semiotika 2013:192).
bahasa, kedudukan dan fungsi, serta tata Empat Pilar Kehidupan
hubungannya. Sebagaimana diuraikan Berbangsa dan Bernegara yang
Pancasila pada aspek ideologis pada dirumuskan oleh Majelis
pasca reformasi dipahami sebagai Permusyawaratan Rakyat Republik
bagian dari warisan rezim Orde Baru, Indonesia ditemukan beberapa
dimana berbagai sentimen terhadap ide kelemahan yaitu pertama, MPR RI
dan konsep Pancasila cenderung meletakkan pemahaman yang keliru
dijauhkan dari masyarakat dan ketika menggunakan istilah Pancasila,
diskursus akademik mengarahkan UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan
Pancasila sebagai produk rezim Orde NKRI disebut Empat Pilar Kehidupan
Baru pada awal gerakan reformasi Berbangsa dan Bernegara. Kedua, MPR
muncul. Pandangan umum tersebut RI tidak menjelaskan hubungan antara
membawa persepsi dan makna terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka
hakikat Pancasila yang berbeda dengan Tunggal Ika, dan NKRI sebagaimana
fakta sejarah yang ada di Indonesia. yang dimaksud oleh MPR RI sendiri
Kaelan menjelaskan dalam era sebagai pilar. Ketiga, MPR RI tidak
reformasi sejak tumbangnya kekuasaan menjelaskan akar sejarah dari Pancasila,
Orde baru muncul berbagai argumen UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan
politis terkait dengan pemahaman NKRI eksis (exist) yang tidak dapat
Pancasila sebagai suatu sistem dimaknai sebagai pilar. Kelima, MPR
pengetahuan. Dalam perkembangannya RI telah melakukan kekeliruan dengan
berbagai argumen atau ungkapan mendudukan Pancasila, UUD 1945,
tersebut menunjukkan adanya Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI
kekacauan epistemologis akan sejajar dengan istilah Empat Pilar
pemahaman Pancasila dan kekredilan Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.
pemikiran anak bangsa tentang filosofi Keenam, MPR RI telah melampaui
dan kepribadian bangsanya. Pertama, kewenangannya dengan melakukan
kekacauan epistemologis pertama sosialisasi Empat Pilar Kehidupan
ditemukan adalah menyamakan antara Berbangsa dan Bernegara yang tidak
nilai, norma, dan praksis (fakta) dalam diatur dalam tugas dan kewenangan
memahami Pancasila. Kedua, MPR RI sebagai lembaga negara.
kekacauan epistemologis kedua pada Ketujuh, MPR RI tidak dapat
konteks politik, menyamakan nilai-nilai menunjukkan landasan dan sumber
Pancasila dengan suatu kekuasaan, hukum untuk meletakkan konsep empat
rezim atau orde, sehingga berbicara pilar kehidupan berbangsa dan
Pancasila seakan-akan sebagai label bernegara atau saat ini disebut sebagai
Orde Baru, identik dengan kekuasaan
Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
14
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

Empat Pilar MPR RI dalam peraturan bernegara tidak hanya terbatas Empat
perundang-undangan. Pilar tersebut, melainkan masih ada
banyak aspek lainnya yang penting
Pada dasarnya, dalam kajian antara lain, negara hukum, kedaulatan
politik hukum membahas tentang rakyat, wawasan nusantara, ketahanan
perubahan hukum yang berlaku (ius nasional dan lain sebagainya (Putusan
constittutum) menjadi hukum yang Mahkamah Konstitusi Nomor
seharusnya (ius constituendum) untuk 100/PUU-XII/2013, hal.84-85). Pada
memenuhi perubahan kehidupan dalam halaman 86 angka [3.13] putusan MK
masyarakat (Latif dan Ali, 2010:8). tersebut, Mahkamah
Namun, dalam penggunaan bahasa mempertimbangkan, bahwa
Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan permohonan para Pemohon sepanjang
Bernegara menunjukkan arah yang mengenai frasa Empat Pilar Berbangsa
berbeda terkait dengan tujuan dan dan Bernegara yaitu dalam Pasal 34
orientasi paradigmatik pemakaian ayat (3b) huruf a UU 2/2011 beralasan
istilah tersebut dalam bahasa menurut hukum.
konstitusionalitas telah menimbulkan
paradoks. Istilah yang dibuat oleh MPR
RI telah terjadi kesalahan kategori 3. Telaah Filsafat Bahasa
terkait menginterpretasikan Pancasila,
UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Empat Pilar Kehidupan
Tunggal Ika menjadi persoalan Berbangsa dan Bernegara dalam
epistemologis bahasa, politik, dan kedudukan sebagai realitas yang ada
hukum. masih perlu dikaji ulang. Empat Pilar
Pandangan Mahkamah yang yang terdiri dari Pancasila, Undang-
dituangkan dalam putusan Nomor Undang Dasar 1945, NKRI dan
100/PUU-XII/2013 tentang perkara Bhinneka Tunggal Ika belum memiliki
pengujian materiil terhadap Undang dasar struktur logika bahasa yang benar.
Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Logika bahasa yang digunakan dalam
Perubahan Atas Undang-Undang berbagai argumen yang ditawarkan oleh
Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai MPR RI sebagaimana yang telah
Politik terhadap Undang-Undang Dasar diuraikan hanya menunjukkan logika
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahasa yang dipakai sebatas
mengakui bahwa penggunaan istilah menggunakan sumber dari Kamus Besar
Empat Pilar dalam materi pendidikan Bahasa Indonesia. Sehingga
politik dimaknai sebagai empat tiang, penggunaan istilah tersebut telah
empat penguat kehidupan berbangsa menimbulkan pertentangan dan
dan bernegara menurut pandangan perdebatan dan dalam kontek logika
Mahkamah dari perspektif bahasa dan ketentuan hukum yang
konstitutional adalah tidak tepat. Sebab berlaku karena penggunaan istilah yang
keempat materi tersebut sudah tercakup dicantumkan dalam peraturan
dalam UUD 1945. Menurut Mahkamah perundang-undangan akan
Pendidikan Politik berbangsa dan menimbulkan akibat hukum tertentu.
Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
15
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

Apabila dianalisis struktur logis struktur bahasa yang lazim.


berdasarkan teori Russell terhadap Sebagaimana dalam teori tipe logis
istilah Empat Pilar Kehidupan Russell menunjukkan bahwa kategori
Berbangsa dan Bernegara atau Empat yang disusun oleh MPR RI untuk
Pilar MPR RI yang terdiri atas menyebutkan Empat Pilar Kehidupan
Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Berbangsa dan Bernegara tidak dapat
Bhinneka Tunggal Ika yaitu: pertama, dikatakan logis karena keempat hal
logical types (tipe logis), yang berarti tersebut tidak sesuai dengan kategori
bahwa pernyataan dapat dikatakan logis sebagai “pilar”. Hal ini dapat diperkuat
apabila sesuai dengan kategori misalnya juga dengan hukum logika yang telah
kategori jenis buah-buahan berarti dikembangkan oleh Aristoteles pada
jeruk, mangga, anggur, jambu, pisang, zaman Yunani Kuno, yaitu tiga hukum
dan pepaya merupakan kategori dari logika yang terkenal antara lain: 1).
jenis buah-buahan. Sedangkan dalam Hukum identitas (law of identity), A
konteks Empat Pilar yang terdiri atas adalah selalu sama dengan A;2). Hukum
Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Kontradiksi (the law of Contradiction),
Bhinneka Tunggal Ika bukan suatu A tidak mungkin B, dan sekaligus
kategori yang sama. Pancasila memiliki bukan-B;3). Hukum tiada jalan tengah
peran dan fungsi yang berbeda dengan (the law of the excluded Middle), A
UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan pasti adalah B atau bukan –B (Walters,
NKRI memiliki peran dan fungsi yang 2003:71). Sehingga, pendekatan
berlainan dengan Pancasila dan UUD kategoris yang digunakan MPR RI
1945. Telaah struktur logika bahasa ini dengan istilah Empat Pilar kehidupan
juga diperkuat dengan analisis Berbangsa dan Bernegara
penafsiran hukum melalui 4 pendekatan mengasumsikan secara mutlak dianggap
penafsiran sebagaimana yang dapat dengan mudah menggantikan hal-
dirumuskan oleh Starke dalam Latif dan hal yang sudah didefinisikan.
Ali (2010:44-45) yaitu:1). penafsiran Kedua, prinsip paradoksial,
gramatikal, 2). penafsiran berdasarkan prinsip ini mengandung pengertian
objek dan konteks peraturan perundang- bahwa suatu pernyataan bertentangan di
undangan, 3). penafsiran reasionable dalam dirinya sendiri. Pernyataan yang
dan konsisten, 4). penafsiran bertentangan di dalam dirinya sendiri
berdasarkan prinsip efektivitas, dan menimbulkan persoalan dan
penggunaan bahan ekstrinsik mengandung makna paradoksial (saling
menunjukkan logical fallacy (sesat bertentangan). Empat Pilar yang terdiri
pikir) dan absurditas (tidak masuk atas Pancasila, UUD 1945, Bhinneka
akal). Tunggal Ika, dan NKRI mengandung
Empat Pilar Kehidupan pernyataan yang bertentangan didalam
Berbangsa dan Bernegara yang terdiri dirinya. Istilah Empat Pilar digunakan
dari Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan untuk menyebutkan Pancasila, UUD

Bhinneka Tunggal Ika sebagai frasa 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI
telah bertentangan dengan logika dan telah melanggar dan bertentangan
Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
16
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

dengan kaidah logika bahasa, dalam didalamnya terdiri atas Pancasila, UUD
istilah Russell disebut sebagai 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika
pernyataan paradoks. Pada penafsiran justru tidak dikenal oleh nalar publik
hukum dari aspek gramatikal juga (public knowledge) dan realitas di
menunjukkan bahwa dalam penafsiran masyarakat. Penggunaan istilah Empat
gramatikal berlaku asas sens clair, yakni Pilar sebagai bahasa komunikasi yang
asas yang menetapkan bahwa bila kata akan disampaikan ke masyarakat tidak
dan kalimat suatu ketentuan hukum memiliki kesepadanan atau kesejajaran
mempunyai arti yang cukup jelas, maka makna di dalam realitas faktual dan
ketentuan itu tidak boleh ditafsirkan historis.
menyimpang dari arti kata dan kalimat Berdasarkan dari dokumen
ketentuan tersebut (Latif dan Ali, historis dan yuridis menunjukkan bahwa
2010:44). Pancasila, UUD 1945, NKRI, Pancasila tidak dapat dimaknai sepadan
dan Bhinneka Tunggal Ika sudah atau sejajar dengan UUD 1945,
memiliki ketentuan hukum yang jelas Bhinneka Tunggal Ika tidak dapat
dan tidak dapat ditafsirkan menyimpang dimaknai secara sejajar dan sepadan
dari ketentuan yang ada. Sedangkan dengan NKRI. Istilah Empat Pilar
MPR RI telah melakukan penafsiran Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
yang menyimpang atas ketentuan yang baru dikenal sejak adanya gagasan
ada terkait Pancasila, UUD 1945, sosialisasi empat pilar kehidupan
NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika berbangsa dan bernegara oleh MPR RI
dengan istilah Empat Pilar MPR RI. melalui pasal 34 ayat (3b). Undang-
Sebagaimana Thontowi menyebutkan Undang Nomor 2 tahun 2011 tentang
bahwa penyebutan Pancasila sebagai partai politik Secara realitas
pilar kebangsaan telah menimbulkan berdasarkan fakta historis, fakta
ketidakpastian hukum karena sosiologis, dan kajian filosofis Pancasila
bertentangan dengan Pembukaan UUD bukan sebagai pilar, UUD 1945 bukan
1945 (Thontowi, 2016:48). pilar, NKRI bukan pilar, dan Bhinneka
Ketiga, prinsip isomorfis yang Tunggal Ika bukan pilar. Pada konteks
berarti bahwa antara bahasa dan realitas penafsiran historis, yaitu penafsiran
hendaknya memiliki kesepadanan dan tentang konstitusi yang didasarkan pada
kesejajaran makna (Toety aspek sejarah hukum dan sejarah
Herati,1984:85-86 dalam Mustansyir, perumusan undang-undang
2011:106). Empat Pilar Kehidupan (Lestaria,2014:29). Berdasarkan
Berbangsa dan Bernegara yang penafsiran ini, istilah Empat Pilar yang
digunakan oleh MPR RI dengan digunakan oleh MPR RI terbukti tidak
maksud sebagai bahasa komunikasi dapat dipertanggungjawabkan karena
dengan masyarakat untuk secara sejarah hukum ataupun sejarah
menyampaikan ide dan gagasan tentang perumusan undang-undang di negara
kehidupan berbangsa dan bernegara, Indonesia tidak pernah dikenal
juga bertentangan dengan prinsip sebelumnya.
isomorfis. Istilah Empat Pilar yang

Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
17
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

Fakta historis menunjukkan dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai


bahwa Pancasila sebagai dasar negara semboyan negara. kemudian, diganti
sebagaimana termaktub secara tersirat dengan “Sosialisasi 4 Pilar”, dan
dan tersurat pada sila-sila Pancasila “Sosialisasi 4 Pilar MPR RI”.
dalam pembukaan UUD 1945. Artinya bahwa MPR RI
Pancasila dalam sejarah pemikiran menggunakan satu term bernama
perumusan Pancasila dan dokumen “Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan
arsip resmi negara tidak ditemukan Bernegara” tetapi didalamnya terjadi
bahwa Pancasila sebagai bagian dari pergantian arti dari term yang
Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan sebenarnya menjadi term penafsiran
Bernegara. Begitu juga UUD 1945, menurut versi MPR RI. Menurut
NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Pasal prinsip-prinsip logika, jika A telah
36A UUD 1945 menyatakan bahwa didefinisikan secara tepat sebagai B, A
lambang negara ialah Garuda Pancasila tidak mungkin juga bukan-B;tidak
dengan semboyan Bhinneka Tunggal mungkin pula A berada pada posisi yang
Ika. Pasal tersebut secara jelas tidak jelas antara B dan bukan-B. A
menegaskan bahwa Bhinneka Tunggal harus secara definitif menjadi apa yang
Ika sebagai semboyan negara bukan telah disepakati untuk menyebutnya.
sebagai pilar dan bagian dari Empat Lawan dari A, sebaliknya, pasti secara
Pilar Kehidupan Berbangsa dan definitif bukan-B. Tidak mungkin
Bernegara. kadang-kadang barangkali jika orang
MPR RI menggunakan istilah memandang dari sisi yang lain, menjadi
“Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan B (Walters, 2003:69). Dalam hal ini,
Bernegara” supaya diterima dan istilah Empat Pilar MPR RI yang
dibenarkan oleh masyarakat tetapi digunakan telah menyesatkan karena
bukan berdasarkan penalaran yang melanggar kaidah-kaidah logika
ilmiah dan logis tetapi karena alasan penalaran dan bahasa.
kepentingan kekuasaan dari pengusul Empat Pilar Kehidupan
yang memiliki kekuasaan sebagai Ketua Berbangsa dan Bernegara yang telah
MPR RI atau memiliki kedudukan dirumuskan oleh MPR RI menunjukkan
tertentu. Ketiga, kesesatan karena term suatu kelemahan atas istilah dan makna
ekuivok. Term ekuivok adalah term yang yang digunakan menimbulkan
mempunyai lebih dari satu arti (Rhiti, pemahaman ambigu. Pertama, Empat
2011:335). MPR RI menggunakan Pilar Kehidupan Berbangsa dan
terminologi dalam media atau alat Bernegara yang di dalamnya terdiri
publikasi seperti tas, spanduk, atau unsur Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan
bakdrop yang sebelumnya “Empat Pilar Bhinneka Tunggal Ika tidak dapat
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara” memosisikan sebagai kategori yang
yang didalamnya terkandung banyak sama atau kelompok kata yang memiliki
arti karena terdiri dari Pancasila sebagai makna yang sama sebagaimana yang
dasar negara, UUD 1945 sebagai dimaksud sebagai pilar kehidupan
konstitusi, NKRI sebagai bentuk negara, berbangsa dan bernegara. Merujuk pada

Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
18
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

teori makna atau arti yang dapat memiliki makna sama sekali. 2)
dikembangkan oleh Alston, terdapat tiga pada pendekatan teori ideasional tidak
pendekatan untuk memahami makna dapat menunjukan bahwa Empat Pilar
yaitu 1). pendekatan Acuan Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
(referential), 2). Pendekatan ideasional, memiliki dasar argumen yang cukup
3) pendekatan behavioral (Alston, dan kuat untuk menjadi konsep yang
1964). Pendekatan Acuan (referensial), dapat diterima secara nalar dan ilmiah.
menjelaskan bahwa suatu ungkapan Selama ini, acuan ilmiah yang dimaksud
atau kata harus mempunyai acuan agar oleh Empat Pilar ialah hanya bertitik
ungkapan atau kata itu mengandung arti tolak pada sumber kamus bahasa
atau makna (Mustansyir, 1988:99-100). Indonesia. Pemakaian kamus bahasa
Acuan dapat berasal dari benda, Indonesia hanya merujuk pengertian
peristiwa, proses atau kenyataan. „pilar‟ yang berarti dasar. Sedangkan di
dalam Empat Pilar Kehidupan
Pendekatan ideasional berarti Berbangsa dan Bernegara yang terdiri
bahwa suatu kalimat (bahasa) yang Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan
dihasilkan harus merujuk pada argumen Bhinneka Tunggal Ika tidak semua
atau reason (akal) karena akal dapat disebut dasar. Sehingga proses
menentukan maksud dari bahasa itu. pemaknaan yang akan diletakkan untuk
Sehingga, bahasa yang diproduksi memaknai Empat Pilar menjadi kabur.
memiliki konvensi yang sama-sama 3). Pada pendekatan behavioral, bahwa
dapat saling dimengerti. Pendekatan makna Empat Pilar Kehidupan
behavioral berarti, makna suatu bahasa Berbangsa dan Bernegara dalam
ditentukan oleh situasi dan kondisi konteks situasi dan kondisi lingkungan
lingkungan tertentu (Mustansyir, di masyarakat tidak dapat diterima.
2011:93). Oleh karena itu, Empat Pilar Pada lingkungan pendidikan dan
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara akademik, berbagai kritik dan
yang terdiri dari Pancasila, UUD 1945, perbedaan pendapat muncul dalam
NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika pembahasan konsep empat pilar
menunjukkan bahwa: 1) penggunaan kehidupan berbangsa dan bernegara.
istilah Empat Pilar Kehidupan Sehingga, pada lingkungan masyarakat
Berbangsa dan Bernegara tidak dapat pendidik penggunaan istilah Empat
memiliki makna apapun karena sumber Pilar tidak dapat diterima. Pada aspek
acuan atau rujukan dari istilah Empat situasi dan kondisi terbentuknya
Pilar tidak dapat Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan
dipertanggungjawabkan sumbernya. Bhinneka Tunggal Ika memiliki peran
Berdasarkan teori acuan, Empat Pilar dan fungsi yang berbeda. Sehingga
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara makna atas Empat Pilar Kehidupan
yang terdiri dari Pancasila, UUD 1945, Berbangsa dan Bernegara dianggap
Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI tidak absurd.
memiliki dasar acuan yang jelas. Oleh Empat Pilar Kehidupan
karena itu, istilah Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara yang terdiri
Kehidupan Berbangsa dan Negara tidak
Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
19
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

atas Pancasila, UUD 1945, Bhinneka dan bernegara”, dan saat ini disebut
Tunggal Ika, dan NKRI yang sebagai “empat pilar MPR RI” yang
disosialisasikan secara masif oleh terdiri atas Pancasila, UUD 1945,
anggota MPR RI, DPR RI, dan DPD NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Pada
meskipun telah dibatalkan oleh konteks ungkapan bahasa yang
Mahkamah Konstitusi melalui putusan dinyatakan oleh MPR RI ialah “Empat
Nomor 100/PUU-XI/2013 mulai Pilar Berbangsa dan Bernegara” yang
kehilangan orientasi tujuan dan didalamnya terdiri atas Pancasila, UUD
maknanya. Hal ini dapat ditunjukkan 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika
dengan perubahan nama sosialisasi merupakan pernyataan lokusi
Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan (locutionary act) dari lembaga negara
Bernegara yang pertama kali yang disebut MPR RI melalui ketua
diperkenalkan dan berubah setelah MPR RI atau anggota MPR RI.
pasca keputusan Mahkamah Konstitusi Kemudian pernyataan Empat Pilar
(MK) pada tanggal 3 April 2014. Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Kritik Filsafat analitika bahasa yang didalamnya terdiri atas Pancasila,
dapat ditunjukkan melalui teori J.L UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka
Austin dalam Speech Acts. Teori Speech Tunggal Ika yang diucapkan oleh MPR
Acts ini menganalisis fungsi dan peran RI menimbulkan berbagai macam
bahasa dalam konteks kalimat dan dampak atau akibat yang disebut efek
ungkapan (utterance). Ungkapan (an perlokusi (perlocutionary effects) antara
Utterance) didefinisikan sebagai an lain membuat MPR RI senang dapat
empirical use of a sentence on a kegiatan baru, membuat masyarakat
particular occasion. Misalnya, suatu merasa gelisah dan protes karena ada
ungkapan bahasa „api‟ dapat memiliki Pancasila dipahami berbeda menjadi
makna yang jelas apabila diletakkan “pilar”, guru dan dosen menjadi
dalam kasus kalimat sebagai berikut : bingung karena ada istilah baru yang
“awas ada api, segera keluar dan lari” tidak pernah dikenal sebelumnya dalam
(Danet, 1980:457). Dalam ungkapan sejarah Indonesia tentang kehidupan
bahasa terdiri atas tiga kategori yaitu berbangsa dan bernegara kemudian ada.
lokusi, ilokusi dan perlokusi. Tindakan Masyarakat menjadi bingung karena
lokusi terdiri atas phonetik, phatic, dan penggunaan istilah Empat Pilar.
rhetic. Sedangkan tindakan illokusi
terdiri atas verdictives, exercitives, Guru sejarah dan Pancasila menjadi
commisive, behavitives, dan exspositive bingung dengan adanya istilah Empat
(Oishi, 2006: 3-5). Perlokusi lebih Pilar Kehidupan Berbangsa dan
memfokuskan tentang mengajak Bernegara dengan menyamakan
(persuade). Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan
Empat Pilar Kehidupan Berbangsa Bhinneka Tunggal Ika satu varian atau
dan Bernegara sebagai tindakan kategori yang sama. Sedangkan illokusi
ungkapan bahasa secara lisan dan (illocutionary act) ditangkap oleh
tertulis dalam bentuk kata dan frasa masyarakat bahwa MPR RI telah
yaitu “empat pilar kehidupan berbangsa menyatakan istilah “Empat Pilar
Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
20
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

Berbangsa dan Bernegara” yang terdiri Putusan Mahkamah Konstitusi


atas Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan merupakan putusan verdictives dalam
Bhinneka Tunggal Ika. Oleh karena itu, kerangka analisis ungkapan bahasa yang
penggunaan istilah Empat Pilar hasilnya ialah putusan vonis bersifat
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara final. Persoalan hukum yang diputuskan
oleh MPR RI dalam kerangka tindakan oleh Hakim Mahkamah Konstitusi
ilokusi Speech Act telah dalam perkara Nomor 100/PUU-
mensubordinasikan atau mereduksi XII/2013 menyangkut kerugian
kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai konstitusional terhadap warganegara.
dasar negara, mereduksi makna UUD Para pemohon mendalilkan bahwa Pasal
1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal 34 ayat (3b) bahwa Empat Pilar
Ika. Berdasarkan teori J.L Austin yaitu Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
analisis illokusi dan perlokusi tidak berdasar dan menimbulkan
menunjukkan bahwa penggunaan ketidakpastian hukum terhadap
bahasa “Empat Pilar Berbangsa dan penggunaan Pancasila, UUD 1945,
Bernegara” tidak dapat diterima oleh NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika
nalar ilmiah. Pada analisis illokusi dapat (Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
terungkap bahwa istilah Empat Pilar 100/PUU-XII/2013,hal.14).
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
berdasarkan: pertama aspek verdictives Aspek verdictives ini menunjukkan
yaitu tindakan pemberian keputusan secara jelas bahwa Empat Pilar
yang dilakukan hakim, juri, dan wasit. Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
bertentangan dengan konstitusi
Aspek verdictives menjelaskan sebagaimana putusan hakim konstitusi
bahwa suatu tindakan atau ungkapan tertanggal 3 April 2014 yang
bertitik tolak pada keputusan yang menegaskan bahwa Mahkamah
disampaikan atau dinyatakan oleh Konstitusi mengadili dengan
seseorang yang memiliki kewenangan menyatakan bahwa frasa Empat Pilar
atau otoritas yuridis. Dalam dunia Kehidupan Berbangsa dan Bernegara:
hukum dikenal adanya tiga bentuk 1). bertentangan dengan Undang-
penuangan keputusan norma hukum, Undang Dasar Negara Republik
yaitu:1). Keputusan yang bersifat Indonesia 1945. 2). bahwa frasa empat
mengatur (regeling) menghasilkan pilar kehidupan berbangsa dan
produk peraturan (regels);2). Keputusan bernegara tidak memiliki kekuatan
hukum yang bersifat menentukan atau hukum yang mengikat (lihat putusan
menetapkan sesuatu secara administratif Mahkamah Konstitusi Nomor
menghasilkan keputusan yang bersifat 100/PUU-XI/2013, 2014: 87). Oleh
keputusan administratif negara karena itu, berdasarkan putusan yuridis
(beschikkings); dan 3). Keputusan yang ini, istilah Empat Pilar Kehidupan
bersifat menghakimi sebagai hasil dari Berbangsa dan Bernegara sudah
proses peradilan (adjudication) seharusnya tidak dapat digunakan lagi.
menghasilkan putusan vonis (Mahdi,
2011:27).
Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
21
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

Kedua, aspek exercitives, bermakna ilmiah menunjukkan tidak satupun


bahwa penggunaan bahasa dilakukan istilah Empat Pilar Kehidupan
oleh manusia atau seseorang yang Berbangsa dan Bernegara yang terdiri
memiliki pengaruh, kekuasaan tertentu. dari Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan
Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bhinneka Tunggal Ika tidak dapat
Bernegara yang dirumuskan oleh MPR diterima dan dipahami sebagai kajian
RI merupakan istilah yang diproduksi ilmiah dan istilah yang dapat diterima
oleh penguasa atau seseorang yang oleh masyarakat.
memiliki pengaruh, kekuasaan dan hak
otoritatif untuk mendeklarasikan dan 4. Delegitimasi Bahasa dalam
memberi nama istilah Empat Pilar Politik Empat Pilar
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
yang terdiri dari Pancasila, UUD 1945, Politisasi atas istilah bahasa
NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Pada kenegaraan dan ideologis telah
waktu itu, seorang tokoh nasional yang membawa konsekuensi pada interpretasi
bernama Taufiq Kiemas dan pemahaman yang beragam terhadap
mendeklarasikan dan memberi nama pengertian Pancasila, UUD 1945,
Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.
Bernegara untuk menyebut Pancasila, Istilah yang dikategorikan oleh MPR RI
UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka sebagai Empat Pilar telah berdampak
Tunggal Ika. Sedangkan lembaga yang pada interpretasi dan pemahaman yang
melegitimasi Empat Pilar adalah MPR bermacam-macam di masyarakat
RI. tentang kebenaran dan nilai-nilai yang
dipegang dalam Empat Pilar.
Legitimasi istilah Empat Pilar Interpretasi dan pemahaman atas Empat
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Pilar Kehidupan Berbangsa dan
semata-mata bertitik tolak dari Bernegara yang berbeda akan
legitimasi politik kekuasaan. Ketiga, menimbulkan suatu pertentangan
aspek commisive, berarti suatu tindakan teoritik dan konseptual, nilai mana yang
yang dilakukan berdasarkan dari harus dianut. Sebagaimana dalam
kontrak atau perjanjian seperti berjanji, pandangan Edelman menjelaskan
bersumpah, menyetujui sesuatu, bahwa bahasa merupakan kreator kunci
kontrak/perjanjian. Keempat, aspek (key creator) dalam pembentukan
behavisitive, berarti tindakan yang pengalaman manusia di kehidupan
dilakukan oleh kelompok tertentu sosial (Edelman, 1985:10). Apabila
dengan sikap dan perilaku sosial seperti istilah “Empat Pilar” semakin sering
meminta maaf, berterima kasih, dipopulerkan akan menjadi kreator
mengkritik, memprotes, mengutuk. kunci dalam membentuk pengalaman
Kelima, aspek expositives, aspek ini manusia Indonesia di kehidupan sosial
bermakna bahwa suatu pandangan yang bahwa Pancasila, UUD 1945, NKRI,
menjelaskan sesuatu melalui dan Bhinneka Tunggal Ika semuanya
pandangan, argumentasi, dan penjelasan terangkum dalam kategori Empat Pilar.
terperinci. Berdasarkan berbagai kajian Politisasi bahasa melalui istilah “empat
Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
22
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

pilar” telah terjadi di ruang publik yaitu Kebangsaan dan pemikiran tersebut
dengan melakukan sosialisasi secara tidak menunjukkan pada realitas yang
massal ke masyarakat dan di ruang nyata bahwa istilah itu dapat dinamakan
akademik, dengan melakukan penulisan sebagai pilar. Model sosialisasi
buku berjudul “Empat Pilar Berbangsa semacam ini akan berpotensi pada
dan Bernegara” serta mengajarkan di ancaman manipulasi rakyat sebagai
sekolah atau institusi pendidikan. penanda demi berbagai kepentingan
Argumen MPR RI menyatakan bahwa termasuk kepentingan kekuasaan.
terminologi Empat Pilar Kehidupan Rakyat hanya dijadikan sebagai
Berbangsa dan Bernegara dipahamkan penanda untuk membangun citra politik
sebagai metoda pemasyarakatan untuk dari penguasa dalam hal ini MPR RI.
membangkitkan kembali semangat Sebagaimana Fathorrasjid dalam Syueb
menjaga ke-Indonesia-an, jati diri menjelaskan paradoks politik dapat
bangsa, yakni nilai-nilai Pancasila yang terjadi karena buah dari praktek politik
ditengarai mulai redup pada akhir-akhir yang tidak jujur (Syueb, 2005:xi). Oleh
ini, khususnya pasca reformasi (Hamid, karena itu dapat dilihat bahwa istilah
2013:xviii). Empat Pilar yang digunakan oleh MPR
Politisasi bahasa dapat mengubah RI merupakan praktek politik yang
cara pandang seseorang terhadap tidak jujur. Dampak dari praktek politik
realitas yang sesungguhnya. Istilah yang tidak jujur ialah kualitas
“empat pilar” merupakan bahasa politik demokrasi yang justru saat ini
yang dikonstruksikan oleh penguasa tersandera oleh pragmatisme elit politik
untuk mempengaruhi, mengajak, dan jangka pendek dan strategi pemerintah
mengikuti apa yang diucapkan oleh dalam membangun sistem politik di
penguasa. Edelman mengingatkan Indonesia semakin tidak jelas,
dalam tulisannya berjudul “Political sebagaimana kasus konsolidasi
language and political reality” bahwa demokrasi Indonesia melalui Pemilu
munculnya bahasa politik bukan berakar dalam konteks revisi Undang-Undang
dari gambaran realitas dunia nyata, Pemilu (lihat Kompas, 17 Juni
“real world” tetapi lebih dari 2017,halaman1).
rekonstruksi atas masa lalu dan Istilah Empat Pilar yang terdiri
munculnya tidak dapat diamati dalam dari Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan
realitas sekarang dan bahkan di masa Bhinneka Tunggal Ika menjadi
depan. Penggunaan bahasa hanya tantangan teoritik tersendiri. Tantangan
sekedar strategi saja (Edelman, teoritik yang muncul adalah Empat Pilar
1985:13). Istilah empat pilar yang Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
terdiri atas Pancasila, UUD 1945, dianggap sebagai konsep ideologis
NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika untuk melegitimasi kekuasaan negara
merupakan rekonstruksi istilah masa dalam praktek kehidupan sehari-hari di
lalu karena istilah Pancasila, UUD masyarakat dan sebagai wujud peran
1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika negara mengatur masyarakat untuk
sudah ada sebelum MPR RI membuat menjadi lebih baik, patuh, dan percaya
istilah bernama Empat Pilar terhadap eksistensi negara yang saat ini
Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
23
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

diakui secara sah dengan adanya istilah Indonesia ketika mendeklarasikan sikap
Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan kebangsaannya, sebanyak 29 PTN yang
Bernegara. Dalam komunikasi politik, tergabung dalam konsorsium tersebut
yang ditekankan justru kejujuran menyatakan bersikap memegang teguh
informasi akan sangat menentukan empat pilar kebangsaan, yakni
ketepatan formulasi pengambilan Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan
keputusan (Syueb,2005:xi). Bhinneka Tunggal Ika. Deklarasi ini
Selain itu, penggunaan istilah disaksikan Menteri Riset, Teknologi,
Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan dan Pendidikan Tinggi, Mohammad
Bernegara belum menunjukkan Nasir (lihat kompas, Sabtu,17/06/2017,
kontribusi teoritik bagaimana Empat hal.12, “sebanyak 29 PTN Deklarasi
Pilar mampu memberikan pendidikan Sikap Kebangsaan”). Apabila konsep ini
yang baik bagi warga negara tentang tetap diproduksi dan disosialisasikan
negara dan peran negara. Empat Pilar oleh lembaga negara di ruang sosial
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara akan berdampak pada hilangnya
melalui sosialisasi yang dilakukan justru memori kolektif bangsa dalam
merupakan model yang buruk untuk memahami sejarah yang benar dan
memberikan atau menanamkan nilai- fungsi serta kedudukan masing-masing
nilai kebangsaan, persatuan dan istilah tersebut dalam hubungannya
kesatuan, kesadaran berbangsa dan dengan sistem tatanegara di Indonesia.
bernegara karena secara konseptual Istilah Empat Pilar telah
empat pilar sudah menimbulkan mendeligitimasi bahasa yang
polemik dan pertentangan. Empat Pilar seharusnya memiliki fungsi operasional
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara untuk menjelaskan sesuatu sesuai
yang bertujuan untuk memberikan keadaan sebenarnya. Istilah Empat Pilar
pengertian, pendidikan, dan pengarahan memiliki makna yang jelas
kepada masyarakat tentang pentingnya menyebabkan makna dan fungsi bahasa
kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai alat komunikasi tereduksi atau
sudah tidak dapat diterima sebagai terdeligitimasi. MPR RI sebagai
pendidikan yang bernilai. Empat Pilar lembaga negara mengalami krisis
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara legitimasi atas program yang dibuat
telah menimbulkan persoalan terkait karena tugas dan kewenangan sebagai
interaksi, hakikat masyarakat lembaga tinggi negara tidak memiliki
ditempatkan dalam konteks Empat Pilar fungsi dan peran sebagaimana mestinya.
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Istilah Empat Pilar MPR RI yang
Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan diciptakan oleh MPR RI telah
Bernegara telah berimplikasi secara menyebabkan bahasa sebagai alat
teoritik di bidang pendidikan. Akibatnya komunikasi yang dapat diterima secara
di dunia pendidikan, telah terjadi logis telah terdeligitimasi oleh
kesalahan memahami Empat Pilar perbuatan MPR RI dengan melakukan
sebagaimana yang telah dilakukan oleh sosialisasi empat pilar MPR RI.
Konsorsium PTN se- Kawasan Timur Akibatnya, MPR RI dalam melakukan

Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
24
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

program sosialisasi Empat Pilar tidak dan non materi (Tjahjoko,2016:xxxiv).


melalui prosedur legal yang benar.
Apabila merujuk pada konsep negara Artinya bahwa dalam nalar ini,
hukum (rechtsstaat), menjelaskan diasumsikan bahwa para politisi
bahwa negara dimaknai bahwa semua terutama anggota MPR RI memberikan
lembaga negara, lembaga pemerintah, materi Empat Pilar Kehidupan
lembaga masyarakat, pejabat negara, Berbangsa atau Empat Pilar MPR RI
pejabat pemerintah dan seluruh rakyat kepada masyarakat tidak bertentangan
harus bertindak (berbuat) sesuai dengan dengan hukum dan benar, apalagi
hukum (Syahrani,2009:154). Pada kasus masyarakat mendapatkan pemberian
penggunaan istilah Empat Pilar MPR RI dari seorang politisi atau pejabat negara
menunjukkan bahwa konsep negara merupakan kebanggaan kalau didatangi
hukum sebagaimana termaktub dalam pejabat negara atau politisi di daerahnya
UUD 1945 telah dilanggar oleh MPR atau kampusnya. Mereka tidak
RI. mempermasalahkan materi tersebut
Prasetyo dan Barkatullah juga sebagai tindakan yang salah dan
menjelaskan bahwa kehidupan bangsa bertentangan hukum. Dampak yang
Indonesia saat ini sedang menuju ke terlihat dari pilarisasi Pancasila, UUD
arah anomi, baik secara personal, sosial 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal
maupun institusional. Anomi adalah Ika, muncul beberapa buku pengajaran
suatu keadaan di mana manusia sudah Pancasila telah menggunakan istilah
tidak tahu lagi standar perilaku yang Empat Pilar kebangsaan yang dalam
harus diterapkan (Prasetyo dan salah satu materinya menjelaskan
Barkatullah, 2013:318). Pada dasarnya, bahwa rekayasa sosial-politik skala
MPR harus bertangung jawab dan dapat besar yang bernama nation building
dihukum karena perbuatannya harus dilaksanakan secara terus
melanggar hukum. Perbuatan melanggar menerus, seksama, dan tetap bertitik
hukum (onrechmatige-daad) ialah tolak dari 4 Pilar kebangsaan, yaitu
perbuatan yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan
undang-undang (Syahrani, 2009:191). Bhinneka Tunggal Ika (Suhendra dan
Dengan kata lain, kegiatan MPR RI Kresna, 2016:23). Pandangan penulis
menggunakan istilah Empat Pilar dalam bukunya berjudul Pancasila &
merupakan kegiatan di luar kewenangan Kewarganegaraan yang menggunakan
dan mencoba merusak memori kolektif istilah “4 Pilar kebangsaan” ini akan
generasi muda bangsa karena tidak diterima sebagai suatu kebenaran dan
ditemukan pada peraturan perundang- akan direproduksi sebagai pengetahuan
undangan yang menjelaskan MPR RI yang benar oleh para akademisi dan
memiliki kewenangan melakukan generasi selanjutnya. Hal ini akan
sosialisasi Empat Pilar. Pada dasarnya berdampak pada runtuhnya nalar
dapat disimpulkan bahwa nalar politisi akademik yang benar dengan menerima
cenderung pragmatis dan kontekstual, 4 Pilar kebangsaan sebagai kebenaran
khususnya dalam hal pemberian materi untuk kemudian hari apabila ada orang

Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
25
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

membaca buku ini sebagai pengetahuan jelas setelah melalui putusan Mahkamah
yang benar bahwa 4 Pilar kebangsaan Konstitusi Nomor 100/PUU-XI/2013
sebagai titik tolak nation building. menyatakan bahwa Empat Pilar
Justru negara dianggap tidak Pancasilais Berbangsa dan Bernegara bertentangan
karena kegiatan sosialisasi ini seolah- dengan UUD 1945 dan tidak memiliki
olah dititikberatkan kepada masyarakat, kekuatan hukum yang mengikat.
sedangkan para perilaku penyelenggara Politisasi bahasa atas penggunaan istilah
negara dan pemimpin politik kerap kenegaraan atau identitas nasional telah
tidak mencerminkan nilai berimplikasi pada upaya pembodohan
kepemimpinan yang berdasarkan pada masyarakat oleh penyelenggara negara.
Pancasila. Seharusnya, aparatur negara
dan kebijakan yang dibuatnya mestinya Penggunaan istilah 4 Pilar
tidak boleh mencederai nilai-nilai dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Pancasila (Noor, 2017:7). Praktek atau 4 Pilar MPR RI sekarang ini
sosialisasi Empat Pilar yang salah sudah merupakan salah satu bentuk politisasi
menjadi salah satu bagian dari praktek bahasa atas ide-ide tentang bangsa.
para penyelenggara negara yang Menguatnya nalar penyelenggara
bertentangan dengan nilai-nilai negara yang menyimpang dari akar
Pancasila dan hukum. sejarah bangsa menjadi salah satu
bentuk lemahnya penyelenggara negara
D. Kesimpulan dalam merumuskan konsepsi, imajinasi
Politik bahasa atas penggunaan dan memori kolektif bangsa dan negara.
istilah 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan
Bernegara oleh MPR RI yang terdiri
atas Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Daftar Pustaka
Bhinneka Tunggal Ika telah
menunjukkan sesat pikir. Dalam nalar Bakker dan Zubair. (1992). Metodologi
publik istilah 4 Pilar Kehidupan Penelitian Filsafat, Yogyakarta:
Berbangsa dan Bernegara atau 4 Pilar Kanisius.
MPR RI tidak dikenal dan tidak lazim. Darmanto. 19 Juni 2013. “Media dan
Hal ini dapat ditunjukkan dari fakta Empat Pilar Kehidupan
sejarah dan dasar sosiologis dan filsafati Berbangsa”. Kedaulatan Rakyat
yang menunjukkan bahwa istilah 4 Pilar hlm.12.
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Danet, Brenda. (1980). “Language in
atau 4 Pilar MPR RI yang sampai the Legal Process”. Source: Law
sekarang ini menjadi trend dan branding & Society Review,Vol. 14, No. 3,
MPR RI untuk melakukan kegiatan Contemporary Issues in Law and
sosialisasi tidak berdasar. Social. Science (Spring, 1980),
Dalam analisis Filsafat analitika pp. 445-564. Published by:
Wiley on behalf of the Law and
bahasa sebagaimana ditunjukkan dalam
Society Association. Stable
kerangka teori J.L Austin menunjukkan URL:
bahwa penggunaan istilah 4 Pilar tidak http://www.jstor.org/stable/3053
memiliki dasar putusan hukum yang
Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
26
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

192. Accessed: 29-01-2017 Jäger, Siegfried.(2001). “Discourse and


10:34. knowledge: Theoretical and
methodological aspects of a
Eco,Umberto.(1979). A Theory of
critical discourse and dispositive
Semiotics, USA: Indiana
analysis”, dalam Wodak dan
University Press.
Mayer (editor), Methods of
Edelman,Murray.(1985). “Political Critical Discourse Analysis
Language and Political Reality”. Introducing Qualitative
Source: PS, Vol. 18, No. 1 Methods, London: Sage
(Winter, 1985), pp. 10-19. Publication. Hal. 32-62.
Published by: American Political Kaelan. (2012). Problem Epistemologis
Science Association. Stable Empat Pilar Berbangsa dan
URL: Bernegara, Yogyakarta:
http://www.jstor.org/stable/4188 Paradigma.
00. Accessed: 29-01-2017 09:41. _______.(2013). Negara Kebangsaan
Gracia, Jorge J.E. (1990). “Texts and Pancasila, Kultural, Historis,
Their Interpretation”, Source: Filosofis, Yuridis, dan
The Review of Metaphysics, Vol. Aktualisasinya, Yogyakarta:
43, No. 3 (Mar., 1990), pp. 495- Paradigma.
542. Published by: Philosophy Kiemas, Taufiq. (2013). Empat Pilar
Education Society Inc. Stable Kehidupan Berbangsa dan
URL: Bernegara Sebagai Sumber
http://www.jstor.org/stable/2012 Moralitas dan Hukum Nasional,
8905. Accessed: 04/01/2015 Pidato Ilmiah Penganugerahan
06:40. Gelar Doctor Honoris Causa,
Jakarta:Universitas Trisakti.
Hamid, Ahmad Farhan. (2013).
Latif, Abdul dan Ali Hasbi. (2010).
“Keynote Speech: Strategi
Politik Hukum, Jakarta: Sinar
Pembudayaan Nilai-Nilai
Grafika.
Pancasila dalam Menguatkan
Semangat Ke-Indonesia-an”, Lestaria,Eka.(2014). Tesis, “Implikasi
dalam Prosiding Kongres Yuridis Putusan Mahkamah
Pancasila V 2013 bertema: Konstitusi Nomor 34/PUU-
“Strategi Pembudayaan Nilai- XI/2013 Terhadap Pemenuhan
Nilai Pancasila dalam Asas Kepastian Hukum dan
Menguatkan Semangat Ke- Keadilan”, Yogyakarta:Fakultas
Indonesia-an” . Yogyakarta: Hukum UGM.
PSP Press. Majalah Majelis Edisi No. 7/TH.V/Juli
Hutton, Christopher.(2009). Language, 2011.
Meaning, and The Law, Majelis edisi No.9/TH.VIII/September
England: Edinburgh University 2014.
Press.

Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
27
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

Majelis Edisi No.10/TH.VIII/Oktober Undang Nomor 2 Tahun 2008


2014. tentang Partai Politik terhadap
Undang-Undang Dasar Negara
Majalah Majelis edisi No.1/
Republik Indonesia Tahun 1945.
Th.IX/Januari 2015.
Prasetyo, Teguh dan Barkatullah, Abdul
Majalah Majelis, edisi
Hakim.(2013). Filsafat, Teori &
12/TH.X/Desember 2016.
Ilmu Hukum Pemikiran Menuju
Mahdi, Imam. (2011). Hukum Masyarakat yang Berkeadilan
Tatanegara Indonesia, dan Bermartabat, Jakarta:
Yogyakarta: Teras. Rajawali.
Meyer, Michael. (2001). “Between Poespoprodjo.(1987). Interpretasi,
theory, method, and politics:
positioning of the approaches to Bandung: Remadja Karya.
CDA” dalam Wodak dan Mayer
(editor), Methods of Critical Santana K, Septiawan. (2010). Menulis
Discourse Analysis Introducing Ilmiah Metodologi Penelitian
Qualitative Methods, London: Kualitatif. Jakarta: Yayasan
Sage Publication. Hal.14-31. Obor.
Mustansyir, Rizal.(1988). Filsafat Sudjito. (2013). Prosiding FGD Pakar:
Bahasa Aneka Masalah Arti dan
Kajian Ilmiah Masalah
Upaya Pemecahannya, Jakarta:
Prima Karya. Perbedaan Pendapat 4 Pilar
Kehidupan Berbangsa dan
______________. (2011). Disertasi,
Bernegara 14 September 2013
“Filsafat Tanda Charles Sanders
Pierce dalam Perspektif Filsafat Kerjasama Pusat Studi Pancasila
Analitik dalam Relevasinya bagi UGM dan Masyarakat Pengawal
Budaya Kontemporer di Pancasila Joglo Solo Semarang,
Indonesia”, Fakultas Filsafat: Yogyakarta: PSP Press.
Universitas Gadjah Mada.
Suhendra dan Kresna, Aryaning Arya.
Noor, Agus. (2017). Opini, “Negara (2016). Pancasila &
(yang Tidak) Pancasilais”,
Kewarganegaraan, Etika,
Koran Kompas 17 Juni 2017,
hal.7. Ideologi, dan Identitas Nasional,
Yogyakarta: Ladang Kata.
Pimpinan MPR RI dan Tim kerja
Sosialisasi MPR RI periode Syahrani, H. Riduan.(2009). Kata-Kata
2009-2014.(2012). Empat Pilar Kunci Mempelajari Ilmu
Hukum, Bandung: Alumni
Kehidupan Berbangsa dan
Bandung.
Bernegara, Jakarta: MPR RI.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
Syueb, Sudono. (2005). Paradoks
100/PUU-XII/2013 dalam
Politk, Surabaya: Java Pustaka
perkara Pengujian Undang- Media Utama.
Undang Nomor 2 Tahun 2011
tentang Perubahan Atas Undang-

Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
28
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017

Stecker, Robert. (1994). “Art Hukum Kodrat, Jakarta:


Interpretation” . Source: The Gramedia.
Journal of Aesthetics and Art
Criticism, Vol. 52, No. 2 (Spring,
1994), pp. 193-206. Published
by: Wiley on behalf of The
*) Hastangka: Kandidat Doktor Ilmu Filsafat
American Society for Aesthetics. Universitas Gadjah Mada, Peneliti PSP
Stable URL: UGM, Lemhannas Fellow 2015. Email:
http://www.jstor.org/stable/4311 hastangka@gmail.com.
66. Accessed: 04/01/2015 05:26. 1
Prof.Dr. Armaidy Armawi, M,Si, Profesor
T.H.H. (1936). “On the Subject of Filsafat dan Ketahanan Nasional,
Fakultas Filsafat UGM dan Promotor
Interpretation” Source: The Disertasi penulis.
Compass, Vol. 17, No. 7 (APRIL, 1
1936), pp. 5-6. Published by: Prof.Dr. Kaelan, MS, Profesor Filsafat,
Fakultas Filsafat UGM dan Ko-
Oxford University Press. Stable Promotor disertasi penulis.
URL
http://www.jstor.org/stable/2370
6301. Accessed: 15/09/2014
07:53.
Thontowi, Jawahir.(2016). Pancasila
dalam Perspektif Hukum
Pandangan Terhadap Ancaman
“The Lost Generation”.
Yogyakarta: UII Press.
______________. (2016). Negara
Hukum Kontemporer Eksploitasi
Tambang untuk Kesejahteraan
Rakyat Indonesia, Tangerang:
Madyan Ind Press.
Tjahjoko, Guno Tri. (2016). Politik
Ambivalensi, Nalar Elite di
Balik Pemenangan Pilkada,
Yogyakarta: Polgov UGM.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011
tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2008
tentang Partai Politik.
Undang-Undang Dasar 1945.
Walters, Donald J. (2003). Crises in
Modern Thought, Menyelami
Kemauan Ilmu Pengetahuan
dalam Lingkup Filsafat dan

Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila
(Suatu Telaah Filsafat Bahasa)
29

Anda mungkin juga menyukai