Anda di halaman 1dari 9

Kajian Rabu, masjid Umar bin Khattab, Annajiyah.

Bandung

Betapa Mudahnya Menumbuhkan Tauhid Anak Kecil


Betapa mudahnya menumbuhkan Tauhid anak kecil karena memang pada
hakikatnya Allah telah menciptakan seluruh manusia dalam keadaan memiliki fitrah
yang telah dipersiapan untuk menerima berbagai syariat Islam, sedangkan perkara
terbesar dan terpenting dalam Islam adalah Tauhid.

Firman Allah ta’ala,

ِ ‫ِّين الْ َقيِّ ُم َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر الن‬ ِ ِ ‫فَأَقِم وجهك لِلدِّي ِن حنِيفاً فِطْرَة اللَّ ِه الَِِّت فَطَر النَّاس علَي ها ََل تَب ِد‬
‫َّاس ََل يَ ْعلَ ُمو َن‬ َ ‫يل ِلَلْ ِق اللَّ ِه َذل‬
ُ ‫ك الد‬ َ ْ َْ َ َ َ َ َ َ َْ َ ْ

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama(Allah). (Tetaplah atas)


fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui”(QS. Arrum: 30)

Ibnu Atsir –rahimahullah- menafsirkan makna fitrah tersebut adalah bahwa


setiap orang dilahirkan dalam keadaan di atas semacam watak dan tabiat yang telah
siap untuk menerima agama. Seandainya ia ditinggalkan begitu saja di atas fitrah
tersebut (tanpa ada pengaruh lain yang menyesatkan. -pent) maka ia akan terus tetap di
atas fitrah tersebut, akan tetapi ia berpaling dari fitrah itu karena sebab penyimpangan
manusia dan pengaruh tradisi lingkungan... (Al-Nihaayah, 3/457)

Ibnu Hajar –rahimahullah- berkata: para ulama berbeda pendapat mengenai


makna Fitrah namun pendapat yang masyhur adalah bahwa makna fitrah adalah Islam.
Dan Ibnu Abdil Bar –rahimahullah- pun menyatakan bahwasannya yang masyhur dari
pendapat para ulama Salaf dan juga telah ijma para ahli tafsir bahwa yang dimaksud
firman Allah ta’ala: “(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu” adalah Islam. (Fathul Baari, 3/248).

Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi penyimpangan fitrah:

 Keluarga

ِّ َ‫ود يُولَ ُد َعلَى الْ ِفطَْرةِ فَأَبَ َواهُ يُ َه ِّوَدانِِه أ َْو يُن‬
‫صَرانِِه أ َْو ُيَُ ِّج َسانِِه‬ ٍ ُ‫ُك ُّل مول‬
َْ

"Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orang tuanyalah
yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi" (HR. Bukhari dan
Muslim)

 Teman karib

Rasulullah -shalallahu 'alaihi wa sallam- bersabda:

‫َح ُد ُك ْم َم ْن ُُيَالِ ُل‬ ِِ ِ ِ


َ ‫الْ َم ْرءُ َعلَى ديْ ِن َخلْيله فَلْيَ نْظُْر أ‬

1
Kajian Rabu, masjid Umar bin Khattab, Annajiyah. Bandung

“Seseorang itu sesuai dengan agama temannya, maka hendaklah setiap orang dari
kalian memperhatikan siapakah yang akan dia jadikan teman dekat.”1

 Syetan

Dalam suatu hadits Qudsi, Allah Ta’ala berfirman:

‫ْي َع ْن ِديْنِ ِه ْم‬ ِ َ ‫ فَاجتَالَتْ هم‬،‫إِ ِِّّن خلَ ْقت ِعب ِادي حنَ َفاء‬
ُ ْ ‫الشيَاط‬ ُُ ْ ً ُ ْ َ ُ َ ْ

“Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hambaKu dalam keadaan hanif (Islam),


kemudian syetan-syetan menyesatkan mereka dari agamanya”. (HR. Muslim)

Oleh karena itu, apabila lingkungan keluarga atau lingkungan anak itu tidak baik
dan kita ingin anak kita baik pendidikannya maka pindahkanlah anak ke lingkungan
yang baik. Seorang ulama menyatakan bahwa “Inti pendidikan anak adalah menjauhkan
anak dari teman teman yang buruk.” 2

***#***

Kewajiban Mendidik Anak Adalah Kewajiban Orang Tuanya

Allah ta’ala berfirman:

َ ‫﴿ يَاأَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا قُوا أَنفُ َس ُك ْم َوأَ ْهلِي ُك ْم نَا ًرا َوقُو ُدهَا النَّاسُ َو ْال ِح َج‬
﴾ ُ‫ارة‬

“Wahai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu* dari api
neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu” (QS.At-tahrim-6)

Ayat ini menjadi dasar pendidikan di dalam keluarga orang-orang beriman. Wajib
hukumnya bagi setiap bapak dan suami memelihara dan menjaga istri-istri dan anak-
anak mereka dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu.3

Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

‫ ََ ُكلُّ ُك ْم‬،َِِِ
ِ ‫ت َزو ِجها وول‬
ِ ِ ِِ َّ ‫ َو‬،‫ َواْأل َِم ْي ُر َر ٍاع‬،‫ول َع ْن َر ِعيَّتِ ِه‬
ٌ ‫ َوُكلُّ ُك ْم َم ْس ُؤ‬،‫ُكلُّ ُك ْم َر ٍاع‬
َ َ َ ْ ‫ َوال َْم ْرأَةُ َراعيَةٌ َعلَى بَ ْي‬،‫الر ُج ُل َر ٍاع َعلَى أَ ْه ِل بَ ْيته‬
.‫ول َع ْن َر ِعيَّتِ ِه‬
ٌ ‫ َوُكلُّ ُك ْم َم ْس ُؤ‬،‫َر ٍاع‬

“Kamu sekalian adalah pemimpin, dan kamu sekalian bertanggung jawab atas
orang yang dipimpinnya. Seorang Amir (raja) adalah pemimpin; seorang suami pun

1
) HR. Ahmad dan Abu Dawud. Dihasankan al-Albani dalam ash-Shahihah no. 127
2
) perkataan Al-Ghazali –rahimahullah- dalam Ihya’ Ulumuddin, 1/95
3
) Menanti buah hati hadiah untuk yang dinanti. Cet.10. Halaman 322.

2
Kajian Rabu, masjid Umar bin Khattab, Annajiyah. Bandung

pemimpin atas keluarganya, dan istri juga pemimpin bagi rumah suaminya dan
anak-anaknya. Kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian akan diminta
pertanggungjawabannya atas kepemimpinannya.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Abdullah bin Umar -radhiallahu ‘anhuma- berkata,

‫أدب ابنك َإنك مسؤول عنه ما ذا أدبته وما ذا علمته وهو مسؤول عن برك وطواعيته لك‬

“Didiklah anakmu, karena sesungguhnya engkau akan dimintai


pertanggungjawaban mengenai pendidikan dan pengajaran yang telah engkau
berikan kepadanya. Dan dia juga akan ditanya mengenai kebaikan dirimu
kepadanya serta ketaatannya kepada dirimu.”(Tuhfah al Maudud hal. 123).

Apabila Allah telah menetapkan kewajiban mendidik anak terhadap orang tuanya, maka
itu menunjukkah bahwa pasti orang tua yang memiliki anak itu sebenarnya mampu
mendidik anaknya, terutama hal yang paling mendasar, yakni pendidikan dasar Tauhid
bagi anak-anak. Sebagaimana Allah Ta’ala menyatakan: “Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya...” [QS. Al Baqarah: 286]

Betapa mudah pendidikan dasar Tauhid ini kepada anak-anak karena setiap orang
memang telah terlahir dalam keadaan siap menerima kebenaran ajaran Islam, terutama
anak-anak; yang masih belum banyak terpengaruhi faktor-fakor negatif; dan
penjelasan Tauhid kepada anak-anak tentu sangat jauh lebih sederhana
ketimbang menjelaskan Tauhid pada orang dewasa. Maka manfaatkanlah
kesempatan emas ini!!

***#***

Diantara Metode Menanamkan Tauhid Kepada Anak-Anak

Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َ ‫ َوفَرِّ قُوْ ا بَ ْينَهُ ْم فِي ْال َم‬،‫ َوهُ ْم أَ ْبنَا ُء َع ْش ٍر‬،‫ َواضْ ِربُوْ هُ ْم َعلَ ْيهَا‬، َ‫ُمـرُوْ ا أَوْ الَ َد ُك ْم بِالصَّـالَ ِة َوهُ ْم أَ ْبنَا ُء َسب ِْع ِسنِ ْين‬
.‫ضا ِج ِع‬

“Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur 7 tahun, dan kalau sudah
berusia 10 tahun meninggal-kan shalat, maka pukullah ia. Dan pisahkanlah
tempat tidurnya (antara anak laki-laki dan anak wanita).”4

# Penerapan hadits tersebut telah dijelaskan pada fatwa Syaikh Prof. Dr. Sulaiman
Al-Ruhaily –hafizhahullah- ketika ditanya oleh seorang ibu mengenai; apakah anak kecil
umur 7 tahun harus dipaksa melaksanakan shalat wajib 5 waktu serta shalat sunat fajar
dan witir?

# Maka beliau menjawab:

4
) Abu Dawud [no. 495], Ahmad [II/180, 187] dengan sanad hasan.

3
Kajian Rabu, masjid Umar bin Khattab, Annajiyah. Bandung

“Tidak! Kita jangan memaksanya shalat Subuh maupun shalat fajar (sebelum shalat
subuh). Kita jangan memaksanya melaksanakan yang fardhu (wajib) maupun yang
sunat!

Akan tetapi, kita berikan motivasi kepadanya dalam melaksanakan ibadah fardhu.
Maka kita menyuruhnya dengan perintah yang memotivasi; bukan perintah yang
memaksa; bukan pula perintah yang mengandung kekerasan!

(Misalnya, kita katakan: )

‘Shalatlah, karena orang yang shalat akan dicintai Allah.’

‘Shalatlah, karena orang yang shalat akan dimasukkan oleh Allah ke Surga’

‘Shalatlah, agar Allah meridhai ayahmu...’

Dan, kami memperingatkan dari apa yang dilakukan oleh sebagian orang;
berupa menggantungkan hati anak (saat memotivasi beribadah) kepada
duniawi! Ini bertentangan dengan metode Tarbiyah (pendidikan) yang benar.

(Misalnya dengan mengatakan: )

‘Shalatlah, nanti ku beri manisan.’

‘Bila kamu shalat hari ini, nanti ku beri uang beberapa Riyal.’

Ini justru akan menyebabkan anak tersebut beribadah dengan maksud duniawi!

Akan tetapi, tidak apa-apa bila Anda katakan padanya:

‘Shalatlah, dan bila kau shalat; bisa saja nanti Allah memberiku petunjuk untuk
memberimu beberapa uang Riyal...’

Lalu, saat anak itu telah shalat, Anda katakan padanya: ‘Sungguh Allah memberiku
petunjuk untuk memberimu beberapa uang Riyal. Itu karena telah Allah ridha
dengan sebab shalatmu itu.’

Boleh saja Anda motivasi anak dengan sesuatu yang ia sukai, Tetapi jangan
Anda jadikan hatinya bergantung kepada duniawi.

Yakni, beserta pemberianmu itu yang berupa (hadiah) duniawi, maka


jadikanlah pemberianmu itu sebagai jalan pendekatan dirinya kepada Allah;
kaitkanlah ia dengan Allah -Subhanahu wa Ta’ala-. Selama 3 tahun, (7 sampai
10 Tahun), seluruh masa tersebut adalah pendidikan dengan motivasi.

Tidak boleh; terhadap anak umur 8 tahun yang tidak shalat lalu Anda katakan
padanya: ‘Kamu tidak shalat maka kamu Kafir!’

4
Kajian Rabu, masjid Umar bin Khattab, Annajiyah. Bandung

Namun, tidak apa-apa bila Anda katakan:

‘wahai ananda, camkanlah bahwa seluruh kaum muslimin itu melaksanakan shalat.’

‘Orang-orang yang yang tidak shalat, maka mereka itu tidak mencintai Allah.’

Lain halnya, tatkala Anda melakukan kekerasan pada anak dalam hal ini!
Mencelanya! Membentaknya! Maka ini tidak disyari’atkan! (Tidak boleh dalam
syari’at Islam!)

Lakukanlah perintah-perintah yang memotivasi;

Yakni: diawali dengan kita motivasi anak untuk melaksanakan yang fardhu (wajib).
Kemudian setelah itu, kita motivasi ia terhadap hal-hal yang sunat hukumnya.
Dilakukan dengan bertahap agar tidak membuatnya meresa berat dan bosan (karena
diharuskan mengerjakan yang wajib dan yang sunat sekaligus), lalu kita
memotivasinya untuk pergi ke masjid, lalu kita mengajarnya.

Anak-anak itu selalu mempelajari.

Sekitar dua atau tiga pekan lalu, saat Saya berada di dalam mobil sendirian, lalu Saya
bersin, dan saya ucapkan Alhamdulillah (dengan pelan). Tiba-tiba datang anak kecil
dari kejauhan, umurnya sekitar di bawah 7 tahunan, lalu ia diam di sampingku dan
bertanya: ‘Kenapa engkau tidak mengucapkan Alhamdulillah?’

Karena orang tua anak itu mengajarkannya mengucapkan Alhamdulillah bila bersin,
tetapi saat itu ia mendengar orang bersin; namun ia tidak mendengar Saya
mengucapkan Alhamdulillah. Maka anak itu pun datang kepada Saya dan bertanya
seperti itu karena ia tidak mendengar Saya mengucapkan Alhamdulillah.

Begitulah anak-anak, benak mereka itu selalu mempelajari (keadaan


sekelilingnya). Kitalah yang menanamkan pengajaran kepada mereka. Apabila
kita tanamkan kebohongan; maka mereka pun belajar berbohong, dan apabila
kita tanamkan kejujuran dan kebaikan, maka mereka akan belajar berbuat
jujur dan kebaikan.

Akan tetapi, hati mereka tidak bisa menerima disakiti, maka Janganlah Anda
sakiti ia!! Jangan Anda menyakiti hatinya dengan kata-kata! Jangan Anda
menyakitinya dengan pukulan! (Teruslah lakukan metode pendidikan
motivasi seperti itu) sampai ia berumur 10 tahun.

Dan apabila anak telah berumur 10 tahun, dan Anda tidak menyia-nyiakan
pendidikan selama periode 3 tahun tersebut (dari sejak anak umur 7 sampai
10 tahun), dan selama itu Anda telah berusaha menggunakan metode yang
benar, seperti mengucapkan: ‘Nak, shalatlah, karena Allah mencintai orang
yang shalat...’ Anda benar-benar telah berusaha seperti itu.

5
Kajian Rabu, masjid Umar bin Khattab, Annajiyah. Bandung

Maka kemudian, apabila telah mencapai umur 10 tahun, namun anak belum juga mau
melaksanakan shalat; silahkan mulailah Anda pukul ia dengan pukulan yang tidak
melukainya.

Akan tetapi, bila selama priode 3 tahun Anda hanya diam; tanpa memerintahkannya
shalat, yakni dari sejak anak Anda umur 7 tahun; Anda tidak menyuruhnya shalat
sampai umur 10 tahun, lalu saat anak Anda telah berumur 10 tahun; Anda
menyuruhnya shalat dengan memukulnya menggunakan tongkat!? Anda hanya
memanfaatkan pukulan tongkat!! Sedangkan Anda telah meninggalkan kewajiban
bersikap memerintahnya dengan cara lemah lembut!

Jadi, anak kecil berumur 7 tahun, kita memulainya dengan perintah yang
memotivasi, itu pun dengan bertahap, dan tanpa membuatnya bosan. Justru
jadikanlah anak selalu terkait hatinya dengan shalat dan cinta shalat. Kita pun
bertahap dalam melakukannya.

Selanjutnya, kita berpindah pada masalah memerintah anak melakukan sunat


rawatib yang mu-akkadah (ditekankan), yakni shalat sunat fajar dan witir. Kemudian
berpindah kepada sunat rawatib, kemudian shalat malam.

Dan betapa baiknya, andaikata kita menyuruh anak melakukan sunnah-


sunnah tersebut dengan cara kita mempraktikkannya, maka inilah yang lebih
meresap bagi anak dan lebih baik. Misalnya: kita bawa anak ke masjid untuk
melaksanakan shalat fardhu, lalu tatkala pulang; kita lakukan shalat sunat, dan
setelah itu kita katakan: ‘wahai anakku, ini adalah Sunnah Nabi.’

Metode ini lebih meresap ke hati anak, daripada hanya sekedar kata-kata. Memang
perkataan itu adalah dakwah, namun bila disertai dengan dakwah perbuatan maka
tentu itu sangat lebih berpengaruh dan lebih baik.”

-Selesai transkip terjemahan- (Sumber: https://youtu.be/0aIKHL-wAaI )

###*###

Pendidikan aqidah Tauhid ini sangat penting, demi untuk menyiapkan jiwa
sang anak dalam mengarungi masa depannya. Semakin kuat Tauhid seseorang
maka akan semakin siap dalam menjalankan segala ketetapan Allah Ta’ala dan
dalam menempuh berbagai macam ujian hidup.

Aisyah binti Abu Bakar –radhiallahu ‘anhuma- berkata:

َ‫ َولَ ْو نََزَل أ ََّو َل َي ْء ٍء َل‬،ُ ‫َّاس إِ ََل ا ِل ْسََِ نََزَل ا َْحَََ ُل َوا َْحََرا‬ ِ ِ ِ َّ ‫إََِّّنَا نَزَل أ ََّو َل ما نَزَل ِمنْه سورةٌ ِمن الْم َف‬
َ َ‫ َح ََّّت إِذَا ث‬،‫ص ِل ف َيها ذ ْكُر ا ْْلَنَّة َوالنَّا ِر‬
ُ ‫اب الن‬ ُ َ َُ ُ َ َ َ
. )‫ (رواه البخاري‬...‫الزنَا أَبَ ًدا‬ ِّ ‫ع‬ ُ ‫اِلَ ْمَر أَبَ ًدا! َولَ ْو نََزَل َلَ تَ ْزنُوا لَ َقالُوا َلَ نَ َد‬
ْ ‫ع‬ ُ ‫ َلَ نَ َد‬:‫اِلَ ْمَر لَ َقالُوا‬
ْ ‫تَ ْشَربُوا‬

6
Kajian Rabu, masjid Umar bin Khattab, Annajiyah. Bandung

“.... di antara surat-surat Al Quran yang diturunkan pada mulanya hanyalah surat-
surat mufashshal (yakni yang pendek-pendek) yang padanya disebutkan tentang
Surga dan Neraka, sampai apabila manusia telah semakin mantap keyakinannya
terhadap Islam maka turunlah ayat-ayat mengenai perkara Halal dan Haram.
Seandainya ayat yang pertamakali turun berbunyi ‘Janganlah kalian minum
khamr!’ niscaya mereka akan mengatakan ‘Kami tidak akan meninggalkan minum
khamr selamanya!’ Seandainya ayat yang pertamakali turun berbunyi ‘Janganlah
kalian berzina!’ niscaya mereka akan mengatakan ‘Kami tidak akan meninggalkan
zina selamanya!’....” (HR. Bukhari)

Ketikan menjelaskan perkataan Aisyah –radhiallahu ‘anha- tersebut, Ibnu Hajar –


rahimahullah- berkata: “Hal tersebut mengisyaratkan adanya hikmah/kebijaksanaan
ilahi dalam menetapkan tahapan turunnya surat-surat Al Quran, yakni bahwasannya
diantara yang mula-mula diturunkan dari ayat-ayat Al Quran adalah seruan kepada
Tauhid, pemberian kabar gembira Surga bagi orang yang beriman dan yang ta’at, serta
ancaman Neraka bagi orang kafir dan pelaku maksiat! Lalu tatkala jiwa manusia telah
yakin terhadap hal-hal tersebut, turunlah ayat-ayat tentang hukum perkara halal dan
haram. (Fathul Baari, 10/35)

Demikianlah betapa pentingnya pendidikan agama, terutama keyakinan tentang


akidah Tauhid, sangat berpengaruh bagi kesiapan jiwa anak-anak dalam menjalani
kompleksnya problematika kehidupan. Imam Ibnul Qayyim -rahimahullah- bertutur:

“Ilmu tentang (nama-nama dan sifat-sifat mulia) Allah merupakan pokok dan
sumber dari segala ilmu. Barangsiapa mengenal Allah maka ia akan mengenal
hakikat selain dari Allah, dan barangsiapa yang bodoh terhadap Rabbnya maka ia
akan lebih bodoh lagi terhadap hakikat selain dari Rabbnya.

Allah Ta’ala berfirman:

‫ّللاَ فَأ َ ْن َساهُ ْم أَ ْنفُ َسهُ ْم‬


َّ ‫ َو َال تَ ُكونُوا َكالَّ ِذينَ نَسُوا‬....

Artinya: ‘Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu
Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri...’ QS. Al Hasyr: 19

Renungkanlah ayat tersebut; akan kau dapati padanya ada makna yang agung.
Yaitu: bahwasannya orang yang lupa terhadap Rabbnya maka Rabb pun akan
menjadikan orang itu lupa pada hakikat dirinya sendiri dan pada hakikat jiwanya.
Karena itulah orang tersebut tidak akan mengetahui hakikat dirinya dan tidak
akan mengetahui hal-hal yang maslahat bagi dirinya, bahkan orang itu akan lupa
terhadap apa-apa yang menyebabkan kebaikan dan kesuksesan dirinya di
kehidupan dunia maupun akhirat. Sehingga, orang itu akan menjadi rusak dan
terkatung-katung bagaikan binatang yang tidak berarti, atau bahkan binatang itu
sebenarnya lebih mengetahui hal yang maslahat bagi dirinya dari pada orang
tersebut!” –selesai nukilan terjemahan- (Miftah Daar As Sa’aadah, 1//86).

7
Kajian Rabu, masjid Umar bin Khattab, Annajiyah. Bandung

Lingkungan keluarga merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam


pembentukan kepribadian anak sehingga baik tidaknya masa depan anak sangat
dipengaruhi oleh keadaan pendidikannya di lingkungan keluarga.

Imam Ibnul Qayyim (w. 751 H.) -rahimahullah- berkata:

‫وترك‬ ِ ‫األوَلد إَِّنا جاء فسادهم من قِب ِل‬


ِ ،‫ابآباء وإمهاِلِِم ِلم‬ ِ ‫أكثر‬ ِِ
َ ُُ ُ ‫ و‬،‫ فقد أَساءَ إليه غايةَ الساءة‬،‫ َوتَ َرَكهَ ُسدى‬،‫تعليم ولده ما ينفعه‬
َ ‫أمهل‬َ ‫فمن‬
5 ِ ِ ‫ فلم ينتفعوا‬،‫ فأضاعوها صغارا‬،‫تعليم ِهم فرائض الدي ِن وسنَ نَه‬
ِ
‫بأنفس ِهم ومل ينفعوا آباءَ ُهم كبَار‬ ً َُ َ

"Barangsiapa menyepelekan dalam mendidik anaknya terhadap apa yg bermanfaat


bagi anaknya sehingga menyia-nyiakannya begitu saja; maka sungguh orang seperti
itu telah bersikap sangat buruk terhadap anaknya! Dan kebanyakan Kerusakan
yang terjadi pada anak-anak; penyebabnya adalah berasal dari Bapak-bapak
mereka itu sendiri yang telah menelantarkan mereka; yang tidak mendidik mereka
terhadap kewajiban-kewajiban dan sunnah-sunnah agama; sehingga anak-anak
tersebut menyepelekan kewajiban dan Sunnah tersebut semenjak masih kecil. Oleh
karena itulah, bapak-bapak mereka akhirnya tidak bisa mendapatkan manfaat dari
anak-anak mereka dan anak-anak tersebut pun tatkala tumbuh dewasa tidak
memberikan manfaat bagi bapak-bapaknya itu." (Lihat: Tuhfatul Mauduud)

Yang patut diperhatikan di sini, bahwasanya di zaman Ibnul Qayyim itu telah ada
dan tersebar lembaga-lembaga Pendidikan dengan berbagai macam kurikulum dan
sistemnya yg bagus. Namun, beliau tetap ‘menyalahkan’ orangtua atas keteledorannya
dalam mendidik anak. Hal itu karena, sebaik apapun lembaga pendidikan, kalau tidak
ada peran penting kerjasama orang tua maka sangat sukar bagi sang anak untuk
berhasil dalam pendidikannya.

Banyak hasil penelitian barat yang menyatakan bahwa pendidikan orang


tua dan kerjasama yang aktif dari orang tua dengan lembaga pendidikan itu
menyebabkan pengaruh yang sangat besar bagi baiknya moral, sikap, dan
kesuksesan belajar anak.6

5) 931 ‫صفحة‬،‫ بشري حممد عيون‬: ‫ حتقيق‬،‫حتفة املودود بأحكا املولود‬


6).
This research article explicates the importance, barriers and benefits of parental involvement in child's education. The authors
exemplify the fact that parents' involvement in their child's learning process offers many opportunities for success-improvements on
child's morale, attitude, and academic achievement across all subject areas, behavior and social adjustment (Centre for Child Well-Being,
2010). This study underscores that the most common obstacle to parental participation is the parents' pessimistic attitude towards
supporting school where their children are enrolled in, and the " we-don't-care-attitude " among parents. It further elucidates the truth
about parents' role in the personal and academic performance of the child, as revealed by Conway and Houtenville's (2008) study, stating
that " parental effort is consistently associated with higher levels of achievement, and the magnitude of the effect of parental effort is
substantial. " Pinantoan (2013), Olsen (2010), and Henderson and Berla (1994) corroborate this contention and other claims on the
importance and benefits of parental participation in the child's holistic development.
https://www.researchgate.net/publication/283539737_Parental_Involvement_in_Child's_Education_Importance_Barriers_and_Benefits
Researchers Karen Smith Conway, professor of economics at the University of New Hampshire, and her colleague Andrew Houtenville,
senior research associate at New Editions Consulting, found that students do much better in school when their parents are actively
involved in their education. Parental involvement has a strong, positive effect on student
achievement.https://www.semanticscholar.org/paper/Parental-Effort%2C-School-Resources%2C-and-Student-Houtenville-
Conway/1b7ba566d5cdc95da73ca5d0141cb0dadd06ab2d

8
Kajian Rabu, masjid Umar bin Khattab, Annajiyah. Bandung

Demi untuk kerusakan yang besar itu pun Iblis -yang terlaknat- sangat senang dan
takjub terhadap syetan yang berhasil menggoda dan merusak kehidupan suami istri
sampai terjadi perceraian yang dengan sebab perceraian tersebut pendidikan dan
keadaan anak menjadi kacau.

Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

ِ ِ ِ َ‫ فَأ َْدن‬،‫ث سراياه‬ ِ ِ ِ َّ ِ


‫ َما‬:‫ول‬ُ ‫ فَيَ ُق‬،‫ت َك َذا َوَك َذا‬ ُ ْ‫ فَ َعل‬: ‫ول‬ َ ‫ ََيءءُ أ‬،ً‫اه ْم منْهُ َمنْ ِزلَةً أ َْعظَ ُم ُه ْم فتْ نَة‬
ُ ‫َح ُد ُه ْم فَيَ ُق‬ ُ ُ َ َ َ ُ ‫ ُُثَّ يَْب َع‬،‫ض ُع َع ْر َيهُ َعلَى الْ َماء‬َ َ‫يس ي‬ َ ‫إن إبْل‬
.ُ‫ فَيَلْتَ ِزُمه‬:‫ال‬
َ َ‫ أ َُراهُ ق‬:‫ش‬ ِ ُ ‫ فَي ْدنِ ِيه ِمنْه وي ُق‬: ‫ال‬ ِِ ِ َ َ‫ ق‬،‫ت َيْيئًا‬
ُ ‫ال ْاأل َْع َم‬
َ َ‫ت ق‬ َ ْ‫ ن ْع َم أَن‬:‫ول‬ ََ ُ ُ َ َ‫ ق‬،‫ْي ْامَرأَته‬ َ ْ َ‫ت بَْي نَهُ َوب‬
ُ ْ‫ َما تَ َرْكتُهُ َح ََّّت فََّرق‬: ‫ول‬
ُ ‫َح ُد ُه ْم فَيَ ُق‬
َ ‫ال ُُثَّ ََيءءُ أ‬ َ ‫صنَ ْع‬
َ

“Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air kemudian ia mengutus


para tentaranya (setan-setan); maka kedudukan mereka yang paling dekat dengan
Iblis adalah mereka yang paling besar menebarkan fitnah (kekacauan). Salah satu
setan ada yang datang menghadap Iblis dan berkata: ‘Aku telah melakukan godaan
begini dan begitu..’Maka Iblis menjawab: ‘Kamu belum melakukan sesuatu yang
berarti!’Lalu setan yang lain datang dan berkata: ‘Aku tidaklan meninggalkan
seseorang melainkan Aku telah memisahkan (ikatan nikah) orang itu dengan
istrinya!’Maka Iblis berkata: ‘Kaulah Setan yang terhebat!!’ Lalu Iblis mendekati
setan tersebut7.” (HR. Muslim).

###*###

Disusun oleh: Mochammad Hilman Alfiqhy


Rabu, 19 Jumadil Awal 1441H/15 Januari 2020
FB: Mochammad Hilman Alfiqhy
IG: M.Hilman.Alfiqhy

7)
Sebagaimana tambahan keterangan Al A’masy

Anda mungkin juga menyukai