Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk memberikan informasi
yang akurat dan membina hubungan saling percaya dengan klien sehingga klien akan
merasa puas dengan pelayanan keperawatan yang diterimanya. Pada pasien gawat darurat
perlu memperhatikan tehnik-tehnik dan tahapan baku komunikasi terapeutik yang baik
dan benar.
Komunikasi terapeutik merupakan cara yang efektif untuk mempengaruhi tingkah
laku manusia dan bermanfaat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit,
sehingga komunikasi harus dikembangkan secara terus – menerus ( Kariyo,
1998 ). Hubungan antara perawat dan klien yang terapeutik bisa terwujud dengan
adanya interaksi yang terapeutik antar keduanya, interaksi tersebut harus dilakukan sesuai
dengan tahapan – tahapan baku interaksi terapeutik perawat klien, tahapan itu adalah
tahap pre orientasi, tahap orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi ( Stuart and
Sunden.1998 ). Pelayanan kesehatan menggunakan komunikasi yang langsung seperti
pelayanan kesehatan, Rumah Sakit merupakan tempat untuk mendapatkan pelayanan
baik yang bersifat medik maupun keperawatan.
Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis
segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (UU no 44
tahun 2009). Gawat darurat adalah Suatu keadaan yang terjadinya mendadak
mengakibatkan seseorang atau banyak orang memerlukan penanganan / pertolongan
segera dalam arti pertolongan secara cermat, tepat dan cepat. Apabila tidak mendapatkan
pertolongan semacam itu maka korban akan mati atau cacat / kehilangan anggota
tubuhnya seumur hidup.
Dalam pelaksanaan tindakan denagn klien gawat darurat perawat perlu melakukan
komunikasi terapiotik pada klien harus dengan jujur, memberikan gambaran situasi yang
sesunguhnya sedang terjadi dengan tidak menambahkn kecemasan dan memberikan
suport verbal maupun non verbal . Klien dapat merasakan puas ataupun tidak puas
apabila klien sudah mendapatkan pelayanan kesehatan yang diberikan petugas di IGD,
baik yang bersifat fisik, kenyamanan dan keamanan serta komunikasi terpeutik yang baik.
Selain itu, pada pasien yang sedang tidak sadar atau berada di ICU, komunikasi
terapeutik menjadi banyak perdebatan. Sebagaian kalangan ada yang berpendapat dia
adalah pasien tidak sadar mengapa kita harus berbicara, sedangkan sebagian lagi
berpendapat walau dia tidak sadar dia juga masih memiliki rasa atau masih mengatahui
apa yang kita perbuat, maka kita harus berkomunikasi walau sebagian orang beranggapan
janggal. Padahal, Pada pasien tidak sadar ini, pada dasarnya pasien tidak responsif,
mereka masih dapat menerima rangsangan. Pendengaran dianggap sebagai sensasi
terakhir yang hilang dengan ketidaksadaran dan yang menjadi pertama berfungsi. Faktor
ini akan menjadi pertimbangan mengapa perawat tetap harus berkomunikasi pada klien
tidak sadar sekali pun.
Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang
mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam
perilaku "caring" atau kasih sayang/cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan
orang lain.

1.2 Rumusan Masalah


1.3 Tujuan Masalah
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Gawat Darurat
Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera
guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (UU no 44 tahun 2009).
Gawat darurat adalah Suatu keadaan yang terjadinya mendadak mengakibatkan seseorang
atau banyak orang memerlukan penanganan / pertolongan segera dalam arti pertolongan
secara cermat, tepat dan cepat. Apabila tidak mendapatkan pertolongan semacam itu
maka korban akan mati atau cacat / kehilangan anggota tubuhnya seumur hidup.

2.2 Konsep dasar keperawatan gawat darurat


A. Klien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat
pertolongan secepatnya Mis:Sumbatan Jalan Napas atau distress nafas, Luka Tusuk
dada/perut dengan shock dan sesak, hipotensi / shock.
B. Pasien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam
nyawanya dan atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapatkan
pertolongan secepatnya. Bisanya di lambangkan dengan label merah. Misalnya AMI
(Acut Miocart Infac).
C. Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat.
Bisanya di lambangkan dengan label Biru. Misalnya pasien dengan Ca stadium akhir.
D. Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan
anggota badannya. Bisanya di lambangkan dengan label kuning. Misalnya : pasien
Vulnus Lateratum tanpa pendarahan.
E. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Pasien yang tidak mengalami kegawatan dan kedaruratan. Bisanya di lambangkan
dengan label hijau. Misalnya : pasien batuk, pilek.
F. Pasien Meninggal
Label hitam ( Pasien sudah meninggal, merupakan prioritas terakhir. Adapun petugas
triage di lakukan oleh dokter atau perawat senior yang berpengalaman dan petugas
triage juga bertanggung jawab dalam operasi,pengawasan penerimaan pasien dan
daerah ruang tunggu.
Selain dari penjelasan di atas di butuhkan pemahaman dampak atau psikologis pada
saat keadaan gawat darurat.

2.3 Aspek psikologis pada situasi gawat darurat


a) Cemas
Cemas sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut ditandai
oleh rasa ketakutan yang difius, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh gejala
otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan sebagainya.
Kumpulan gejala tertentu yang ditemui selama kecemasan cenderung bervaniasi, pada
setiap orang tidak sama.

b) Histeris
Dalam penggunaan sehari-hari nya histeria menjelaskan ekses emosi yang
tidak terkendali. Orang yang "histeris" sering kehilangan kontrol diri karena
ketakutan yang luar biasa karena suatu kejadian atau suatu kondisi

c) Mudah marah
Hal ini terjadi apabila seseorang dalam kondisi gelisah dan tidak tahu apa
yang harus di perbuat.

2.4 SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu)


SPGDT (sistem penanggulangan gawat darurat terpadu) adalah suatu sistem
pelayanan penderita gawat darurat yang terdiri dari unsur pelayanan pra rumah
sakit,pelayanan di rumah sakit dan pelayanan antar rumah sakit. Pelayanan berpedoman
pada respon cepat yang menekankan time saving is life saving. yang melibatkan
pelayanan oleh masyarakat awam umum, awam khusus, petugas medis, pelayanan
ambulan gawat darurat dan sistem komunikasi.

1. Fase pra rumah sakit


Fase pelayanan pra rumah sakit adalah pelayanan kepada penderita gawat
darurat yang melibatkat masyarakat atau orang awam dan petugas kesehatan. Pada
umunya yang pertma yang menemukan pendrita gawat darurat di tempat musibah
adalah masyarakat ynag dikenl oleh orang awam. Oleh karena bermanfaat bila orang
awam diberi dan dilatih pengetahuan dan keterampilan penanggulanganan gawat
darurat. Komunikasi ynag dilkukan pada fase pra rumah sakit yaitu dengan meyakin
warga bahwa seorang perawat, mengecek kesadaran korban dengan menmanggil
nama korban, menghubungi organisasi gawat darurat terdekat untuk pertolongan
lanjut ke rumah sakit.
Contoh : di jalan terjadi kecelakaan kemudian penderita gawat darurat
ditolong masyarakat yang telah mendapatkan pelatihan untuk gawat darurat, warga
tadi menolong penderita gawat darurat mengamankan korban di tempat yang lebih
aman, melakukan pertolongan di tempat kejadian seperti menolong menghentikan
pendarahan, kemudian melaporkan korban ke organisasi pelayanan kegwatdaruratan
terdekat, pengangkutan untuk pertolongan lanjut dari tempat kejadian ke rumah sakit.

2. Fase pelayanan rumah sakit


Fase pelayanan rumah sakit adalah fase pelayanan yang melibatkan tenagan
kesehatn yang dilakukan di dalam rumh sakit seperti pertolonga di unit gawat darurat.
Komunikasi yang dilakukan pada tahap ini sama dengan komunikasi terapeutik, tetapi
dalam hal ini tindakan yang cepat dan tepat lebih utama dilakuka kepada korban.
Contoh : ada korban kecelakaan yang menglami pendarahan masuk ke UGD,
perawat menayakan identitas klien kemudian melakukan pemasangan infus untuk
menganti cairan yang keluar, dengan menjelaskan tujuan pemasangan infus dengan
sigkat dan jelas.
3. Pelayanan antar rumah sakit ( rujukan )
Fase pelayanan antar rumah sakit ( rujukan ) adalah fase pelayanan yang
melibatkan petugas kesehatan dengan petugas kesehatan rumah sakit lain atau rumah
sakit satu dengan rumah sakit yang lain sebagai rujukan. Tindakan ini dilakukan
apabila korban membutuhkan penanganan lebih lanjut tetapi rumah sakit yang
pertama tidak bisa memberi pertolonan sehinga dirujuk ke rumah sakit lain yang bisa
menanggani krban sebut.
Contoh : korban kecelakaan parah di bawa ke salah satu rumah sakit tetap
dirumhsakit tersebut tidak terdapat peralatan yng harus digunakan segera untuk
pertolongan, kemudian rumahsakit tersebut menghubungi rumah sakit lain yang lebih
cepat menganani , setelah itu pasien di kirim ke rumah sakit yang telah di hubungi
tadi.

2.5 Tujuan Komunikasi Pada Gawat Darurat


Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan
kerjasama antar perawat dan klien melalui hubungan perawat dan klien. Perawat berusaha
mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi
tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).
Tujuan komunikasi terapeutik pada klien gawat darurat menciptakan kepercayaan
antara perawat dengan klien yang mengalami kondidi kritis atau gawat darurat dalam
melakakan tindakan, sehingga klien cepat tertolong dan tidak terjadi hal yang fatal.

2.6 Teknik Komunikasi Pada Gawat Darurat


1) Mendengarkan
Perawat harus berusaha untuk mendengarkan informasi yang disampaikan
oleh klien dengan penuh empati dan perhatian. Ini dapat ditunjukkan dengan
memandang kearah klien selama berbicara, menjaga kontak pandang yang
menunjukkan keingintahuan, dan menganggukkan kepala pada saat berbicara tentang
hal yang dirasakan penting atau memerlukan ummpan balik. Teknik dimaksudkan
untuk memberikan rasa aman kepada klien dalam mengungkapkan perasaan dan
menjaga kestabilan emosi klien.
2) Menunjukkan penerimaan
Menerima bukan berarti menyetujui, melainkan bersedia untuk mendengarkan
orang lain tanpa menunjukkan sikap ragu atau penolakan. Dalam hal ini sebaiknya
perawat tidak menunjukkan ekspresi wajah yang menunjukkan ketidaksetujuan atau
penolakan. Selama klien berbicara sebaiknya perawat tidak menyela atau membantah.
Untuk menunjukkan sikap penerimaan sebaiknya perawat menganggukkan kepala
dalam merespon pembicaraan klien.

3) Mengulang Pernyataan Klien


Dengan mengulang pernyataan klien, perawat memberikan umpan balik
sehingga klien mengetahui bahwa pesannya mendapat respond an berharap
komunikasi dapat berlanjut. Mengulang pokok pikiran klien menunjukkan indikasi
bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.

4) Klarifikasi
Apabila terjadi kesalahpahaman, perawta perlu mengehentikan pembicaraan
untuk meminta penjelasan dengan menyamakan pengertian. Ini berkaitan dengan
pentingnya informasi dalam memberikan pelayanan keperawatan. Klarifikasi
diperlukan untuk memperoleh kejelasan dan kesamaan ide, perasaan, dan persepsi

5) Menyampaikan Hasil Pengamatan


Perawat perlu menyampaikan hasil pengamatan terhadap klien untuk
mengetahui bahwa pesan dapat tersampaikan dengan baik. Perawat menjelaskan
kesan yang didapat dari isyarat nonverbal yang dilakukan oleh klien. Dengan
demikian akan menjadikan klien berkomunikasi dengan lebih baik dan terfokus pada
permasalahan yang sedang dibicarakan.

2.6 Prinsip Komunikasi Gawat Darurat


Ciptakan lingkungan terapeutik dengan menunjukan prilaku dan sikap:
 Caring ( sikap pengasuhan yang ditnjukan peduli dan selalu ingin memberikan
bantuan)
 Acceptance (menerima pasien apa adanya)
 Respect (hormatati keyakinan pasien apa adanya)
 Empathy (merasakan perasaan pasien)
 Trust (memberi kepercayaan)
 Integrity (berpegang pd prinsip profesional yang kokoh)
 Identifikasikan bantuan yang diperlukan
 Terapkan teknik komunikasi: terfokus, bertanya, dan validasi
 Bahasa yang mudah dimengerti
 Pastikan hubungan profesional dimengerti oleh pasien/keluarga
 Motivasi dan hargai pendapat & respon klien
 Hindari: menyalahkan, memojokkan, dan memberikan sebutan yang negatif.

2.7 Pengertian Komunikasi Terapeutik pada Klien di ICU

Dalam pembahasan materi “Komunikasi Terapeutik pada Klien di ICU” hal pertama
yang harus kita ketahui yaitu mengenai pengertian dari komunikasi terapeutik, selanjutnya
dihubungkan dengan bagaimana keadaan dari klien yang berada pada ruang ICU, untuk
kemudian agar dapat kita pahami dan mengaplikasikannya saat berada dalam kondisi
tersebut.
Adapun pengertian dari komunikasi menurut Pendi (2009), komunikasi merupakan suara
proses karena melalui komunikasi seseorang menyampaikan dan mendapatkan respon.
Komunikasi dalam hal ini mempunyai dua tujuan, yaitu mempengaruhi orang lain dan untuk
mendapatkan informasi. Akan tetapi, komunikasi dapat digambarkan sebagai komunikasi
yang memiliki kegunaan atau berguna dan komunikasi yang tidak memiliki kegunaan atau
tidak berguna.
Komunikasi dalam keperawatan disebut juga dengan komunikasi terapeutik, dalam hal
ini komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi
keperawatan harus mampu memberikan khasiat terapi bagi proses penyembuhan pasien. Oleh
karenanya seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif
komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi. (Pendi, 2009).
Intensive Care Unit (ICU) menurut pengertian dari Departemen Kesehatan Republik
Indonesia merupakan unit perawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat
dan kritis, cidera dengan penyulit yang mengancam serta melibatkan tenaga kesehatan
terlatih, didukung dengan kelengkapan peralatan khusus. Di sini tenaga medis dituntut bisa
memahami kondisi pasien, karena di ruang ICU sebagian besar pasien adalah pasien koma,
tidak sadar seutuhnya.

2.8 Komunikasi dengan Pasien Tidak Sadar di Ruangan ICU

Komunikasi dengan pasien tidak sadar merupakan suatu komunikasi komunikasi dengan
menggunakan teknik khusus/teurapetik dikarenakan fungsi sensorik dan motorik pasien
mengalami penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar tidak dapat diterima klien dan
klien tidak dapat merespons kembali stimulus tersebut.
Pasien yang tidak sadar atau yang sering kita sebut dengan koma, dengan gangguan
kesadaran merupakan suatu proses kerusakan fungsi otak yang berat dan dapat
membahayakan kehidupan. Pada saraf pusat terganggu fungsi utamanya proses ini susunan
mempertahankan kesadaran. Gangguan kesadaran ini dapat disebabkan oleh beragam
penyebab, yaitu baik primer intrakranial ataupun ekstrakranial, yang mengakibatkan
kerusakan struktural/metabolik di tingkat korteks serebri, batang otak keduanya.
Pada pasien tidak sadar ini, pada dasarnya pasien tidak responsif, mereka masih dapat
menerima rangsangan. Pendengaran dianggap sebagai sensasi terakhir yang hilang dengan
ketidaksadaran dan yang menjadi pertama berfungsi. Faktor ini akan menjadi pertimbangan
mengapa perawat tetap harus berkomunikasi pada klien tidak sadar sekali pun.
Ada karakteristik komunikasi yang berbeda pada klien tidak sadar ini, kita tidak
menemukan feedback (umpan balik), salah satu elemen komunikasi. Ini dikarenakan klien
tidak dapat merespon kembali apa yang telah kita komunikasikan sebab pasien sendiri tidak
sadar. Nyatanya dilapangan atau di banyak rumah sakit pasien yang tidak sadar ini atau
pasien koma di ruangan-ruangan tertentu seperti Intensif Care Unit (ICU), Intensif Cardio
Care Unit (ICCU) dan lain sebagainya, sering mengabaikan komunikasi terapeutik dengan
pasien ketika mau melakukan sesuatu tindakan atau bahkan suatu intervensi.
Hal ini yang menjadi banyak perdebatan sebagaian kalangan ada yang berpendapat dia
adalah pasien tidak sadar mengapa kita harus berbicara, sedangkan sebagian lagi berpendapat
walau dia tidak sadar dia juga masih memiliki rasa atau masih mengatahui apa yang kita
perbuat, maka kita harus berkomunikasi walau sebagian orang beranggapan janggal. Maka
dari itu kita sebagai perawat diajarkan komunikasi terapeutik untuk menghargai perasaan
pasien serta berperilaku baik terhadap pasien sekalipun dia berada dalam keadaan yang tidak
sadar atau sedang koma.

2.9 Fungsi Komunikasi dengan Pasien Tidak Sadar

Menurut Pastakyu (2010), Komunikasi dengan klien dalam proses keperawatan memiliki
beberapa fungsi, yaitu:
1. Mengendalikan Perilaku

Pada klien yang tidak sadar, karakteristik pasien ini adalah tidak memiliki respon
dan klien tidak ada prilaku, jadi komunikasi dengan pasien ini tidak berfungsi sebagai
pengendali prilaku. Secara tepatnya pasien hanya memiliki satu prilaku yaitu pasien
hanya berbaring, imobilitas dan tidak melakukan suatu gerakan yang berarti.
Walaupun dengan berbaring ini pasien tetap memiliki prilaku negatif yaitu tidak bisa
mandiri.

2. Perkembangan Motivasi

Pasien tidak sadar terganggu pada fungsi utama mempertahankan kesadaran,


tetapi klien masih dapat merasakan rangsangan pada pendengarannya. Perawat dapat
menggunakan kesempatan ini untuk berkomunikasi yang berfungsi untuk
pengembangan motivasi pada klien. Motivasi adalah pendorong pada setiap klien,
kekuatan dari diri klien untuk menjadi lebih maju dari keadaan yang sedang ia alami.
Fungsi ini akan terlihat pada akhir, karena kemajuan pasien tidak lepas dari motivasi
kita sebagai perawat, perawat yang selalu ada di dekatnya selama 24 jam.
Mengkomunikasikan motivasi tidak lain halnya dengan pasien yang sadar, karena
klien masih dapat mendengar apa yang dikatakan oleh perawat.

3. Pengungkapan Emosional

Pada pasien tidak sadar, pengungkapan emosional klien tidak ada, sebaliknya
perawat dapat melakukannya terhadap klien. Perawat dapat berinteraksi dengan klien.
Perawat dapat mengungkapan kegembiraan, kepuasan terhadap peningkatan yang
terjadi dan semua hal positif yang dapat perawat katakan pada klien. Pada setiap fase
kita dituntut untuk tidak bersikap negatif terhadap klien, karena itu akan berpengaruh
secara tidak langsung/langsung terhadap klien. Sebaliknya perawat tidak akan
mendapatkan pengungkapan positif maupun negatif dari klien. Perawat juga tidak
boleh mengungkapkan kekecewaan atau kesan negatif terhadap klien. Pasien ini
berkarakteristik tidak sadar, perawat tidak dapat menyimpulkan situasi yang sedang
terjadi apa yang dirasakan pada klien pada saat itu Kita dapat menyimpulkan apa
yang dirasakan klien terhadap apa yang selama ini kita komunikasikan pada klien bila
klien telah sadar kembali dan mengingat memori tentang apa yang telah kita lakukan
terhadapnya.

4. Informasi

Fungsi ini sangat lekat dengan asuhan keperawatan pada. proses keperawatan
yang akan kita lakukan. Setiap prosedur tindakan keperawatan harus
dikomunikasikan untuk menginformasikan pada klien karena itu merupakan hak klien.
Klien memiliki hak penuh untuk menerima dan menolak terhadap tindakan yang akan
kita berikan. Pada pasien tidak sadar ini, kita dapat meminta persetujuan terhadap
keluarga, dan selanjutnya pada klien sendiri. Pasien berhak mengetahui apa saja yang
akan perawat lakukan pada klien. Perawat dapat memberitahu maksud tujuan dari
tindakan tersebut, dan apa yang akan terjadi jika kita tidak melakukan tindakan
tersebut kepadanya.

Hampir dari semua interaksi komunikasi dalam proses keperawatan menjalankan


satu atau lebih dari ke empat fungsi di atas. Dengan kata lain, tujuan perawat
berkomunikasi dengan klien yaitu untuk menjalankan fungsi tersebut. Dengan pasien
tidak sadar sekalipun, komunikasi penting adanya. Walau, fungsi yang dijalankan
hanya salah satu dari fungsi di atas. Dibawah ini akan diuraikan fungsi-fungsi
berkomunikasi dengan klien terhadap klien tidak sadar. Untuk dipertegas, walau
seorang pasien tidak sadar sekali pun, ia merupakan seorang pasien yang memiliki
hak-hak sebagai pasien yang harus tetap kita penuhi.

Perawat itu adalah manusia pilihan Tuhan, yang telah terpilih untuk membantu
sesama, memiliki rasa bahwa kita sesama saudara yang harus saling membantu.
Perawat akan membantu siapapun walaupun ia seorang yang tidak sadar sekalipun.
Dengan tetap memperhatikan hak-haknya sebagai klien.

Komunikasi yang dilakukan perawat bertujuan untuk membentuk hubungan


saling percaya, empati, perhatian, autonomi dan mutualitas. Pada komunikasi dengan
pasien tidak sadar kita tetap melakukan komunikasi untuk meningkatkan dimensi ini
sebagai hubungan membantu dalam komunikasi terapeutik
2.10 Cara Berkomunikasi dengan Pasien Tidak Sadar

Menurut Pastakyu (2010), cara berkomunikasi dengan klien dalam proses keperawatan
adalah berkomunikasi terapeutik. Pada klien tidak sadar perawat juga menggunakan
komunikasi terapeutik Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara
sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien. Dalam berkomunikasi
kita dapat menggunakan teknik-teknik terapeutik, walaupun pada pasien tidak sadar ini kita
tidak menggunakan keseluruhan teknik. Teknik terapeutik, perawat tetap dapat terapkan.
Adapun teknik yang dapat terapkan, meliputi:

1. Menjelaskan

Dalam berkomunikasi perawat dapat menjelaskan apa yang akan perawat lakukan
terhadap klien. Penjelasan itu dapat berupa intervensi yang akan dilakukan kepada
klien. Dengan menjelaskan pesan secara spesifik, kemungkinan untuk dipahami
menjadi lebih besar oleh klien.

2. Memfokuskan

Memfokuskan berarti memusatkan informasi pada elemen Perawat atau konsep


kunci dari pesan yang dikirimkan. memfokuskan informasi yang akan diberikan pada
klien untuk menghilangkan ketidakjelasan dalam komunikasi.

3. Memberikan Informasi

Fungsi berkomunikasi dengan klien salah satunya adalah memberikan informasi.


Dalam interaksi berkomunikasi dengan klien, perawat dapat memberi informasi
kepada klien. Informasi itu dapat berupa intervensi yang akan dilakukan maupun
kemajuan dari status kesehatannya, karena dengan keterbukaan yang dilakukan oleh
perawat dapat menumbuhkan kepercayaan klien dan pendorongnya untuk menjadi
lebih baik.

4. Mempertahankan ketenangan

Mempertahankan ketengan pada pasien tidak sadar, perawat dapat menujukkan


dengan kesabaran dalam merawat klien. Ketenagan yang perawat berikan dapat
membantu atau mendorong klien menjadi lebih baik. Ketenagan perawat dapat
ditunjukan kepada klien yang tidak sadar dengan komunikasi non verbal. Komunikasi
non verbal dapat berupa sentuhan yang hangat. Sentuhan adalah transmisi pesan tanpa
kata-kata, merupakan salah satu cara yang terkuat bagi seseorang untuk mengirimkan
pasan kepada orang lain. Sentuhan adalah bagian yang penting dari hubungan antara
perawat dan klien.

Pada dasarnya komunikasi yang akan dilakukan pada pasien tidak sadar adalah
komunikasi satu arah. Komunikasi yang hanya dilakukan oleh salah seorang sebagai
pengirim dan diterima oleh penerima dengan adanya saluran untuk komunikasi serta
tanpa feed back pada penerima yang dikarenakan karakteristik dari penerima sendiri,
yaitu pada point ini pasien tidak sadar. Untuk komunikasi yang efektif dengan kasus
seperti ini, keefektifan komunikasi lebih diutamakan kepada perawat sendiri. karena
perawat lah yang melakukan komunikasi satu arah tersebut.

2.11 Prinsip-Prinsip Berkomunikasi Dengan Pasien Yang Tidak Sadar


Menurut Pastakyu (2010), Pada saat berkomunikasi dengan klien yang tidak sadar, hal-
hal berikut perlu diperhatikan, yaitu:

1. Berhati-hati melakukan pembicaraan verbal di dekat klien, karena ada keyakinan


bahwa organ pendengaran merupakan organ terkhir yang mengalami penurunan
penerimaan, rangsangan pada klien yang tidak sadar. Klien yang tidak sadar
seringkali dapat mendengar suara dari lingkungan walaupun klien tidak mampu
meresponnya sama sekali.

2. Ambil asumsi bahwa klien dapat mendengar pembicaraan perawat. Usahakan


mengucapkan kata dan menggunakan nada normal dan memperhatikan materi
ucapan yang perawat sampaikan dekat klien.

3. Ucapkan kata-kata sebelum menyentuh klien. Sentuhan diyakini dapat menjadi


salah satu bentuk komunikasi yang sangat efektif pada klien dengan penurunan
kesadaran.
4. Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk membantu klien
fokus terhadap komunikasi yang perawat lakukan.

2.12 Tahap Komunikasi dengan Pasien Tidak Sadar

Komunikasi terapeutik terdiri atas 4 fase, yaitu fase pra interaksi, fase orientasi, fase
kerja dan fase terminasi. Setiap fase atau tahapan komunikasi terapeutik mencerminkan
uraian tugas dari petugas, yaitu:

1. Fase Prainteraksi

Pada fase prainteraksi ini. petugas harus mengeksplorasi perasaan, fantasi dan
ketakutan sendiri. Petugas juga perlu menganalisa kekuatan kelemahan profesional
diri. Selanjutnya mencari data tentang klien jika mungkin, dan merencanakan
pertemuan pertama dengan pasien.

2. Fase Orientasi

Fase ini meliputi pengenalan dengan pasien, persetujuan komunikasi atau kontrak
komunikasi dengan pasien. serta penentuan program orientasi. Program orientasi
tersebut meliputi penentuan batas hubungan, pengidentifikasian masalah, mengakaji
tingkat kecemasan diri sendiri dan pasien, serta mengkaji apa yang diharapkan dari
komunikasi yang akan dilakukan bersama antara petugas dan klien.Tugas petugas
pada fase ini adalah menentukan alasan klien minta pertolongan, kemudian membina
rasa percaya penerimaan dan komunikasi terbuka. Merumuskan kontrak bersama
klien, mengeksplorasi pikiran, perasaan dan perbuatan klien sangat penting dilakukan
petugas pada tahap orientasi ini Dengan demikian petugas dapat mengidentifikasi
masalah klien, dan selanjutnya merumuskan tujuan dengan klien.

3. Fase kerja/lanjutan

Pada fase kerja ini petugas perlu meningkatkan interaksi dan mengembangkan
faktor fungsional dari komunikasi terapeutik yang dilakukan. Meningkatkan interaksi
sosial dengan cara meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi
kecemasan, atau dengan menggunakan teknik komunikasi terapeutik sebagai cara
pemecahan dan dalam mengembangkan hubungan kerja sama. Mengembangkan atau
meningkatkan faktor fungsional komunikasi terapeutik dengan melanjutkan
pengkajian dan evaluasi masalah yang ada, meningkatkan komunikasi pasien dan
mengurangi ketergantungan pasien pada petugas, dan mempertahankan tujuan yang
telah disepakati dan mengambil tindakan berdasarkan masalah yang ada.Tugas
petugas pada fase kerja ini adalah mengeksplorasi stressor yang terjadi pada klien
dengan tepat. Petugas juga perlu mendorong perkembangan kesadaran diri klien dan
pemakaian mekanisme koping yang konstruktif, dan mengarahkan atau mengatasi
penolakan perilaku adaptif.

4. Fase Terminasi

Fase terminasi ini merupakan fase persiapan mental untuk membuat perencanaan
tentang kesimpulan pengobatan yang telah didapatkan dan mempertahankan batas
hubungan yang telah ditentukan. Petugas harus mengantisipasi masalah yang akan
timbul pada fase ini karena pasien mungkin menjadi tergantung pada petugas. Pada
fase ini memungkinkan ingatan pasien pada pengalaman perpisahan sebelumnya,
sehingga pasien merasa sunyi menolak dan depresi. Diskusikan perasaan-perasaan
tentang terminasi. Pada fase terminasi tugas petugas adalah menciptakan realitas
perpisahan. Petugas juga dapat membicarakan proses terapi dan pencapaian tujuan.
Saling mengeksplorasi perasaan bersama klien tentang penolakan dan kehilangan,
sedih, marah dan perilaku lain, yang mungkin terjadi pada fase ini.
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada
saat melakukan intervensi keperawatan harus mampu memberikan khasiat therapi
bagi proses penyembuhan pasien.

2. Perawat diajarkan komunikasi terapeutik untuk menghargai perasaan pasien serta


berperilaku baik terhadap pasien sekalipun dia berada dalam keadaan yang tidak
sadar atau sedang koma.

3. Komunikasi yang dilakukan kepada pasien yang dalam kondisi gawat darurat yaitu
dengan komunikasi seperti komunikasi terapiotik lain, tetapi dalam hal ini yang lebih
di utamakan dalam mengatasi gawat darurat adalah tindakan yang akan diberikan
kepada pasien harus lebih cepat dan tepat.

4. Fungsi komunikasi dengan pasien tidak sadar mengendalikan perilaku, perkembangan


motivasi, pengungkapan emosional dan informasi.

5. Adapun teknik/cara berkomunikasi dengan pasien tidak sadar: dengan menjelaskan,


memfokuskan, memberikan informasi dan mempertahankan ketenangan

6. Tahap komunikasi dengan pasien tidak sadar terbagi menjadi tahap prainteraksi,
orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi

3.2 Saran

Penulis banyak berharap para pembaca memberikan kritik dan saran yang membangun
kepada penulis demi sempurnanya penulisan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, Ermawati. 2009. Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Jakarta: Tran Info Media.
Nurhasanah, Nunung. (2010). Ilmu komunikasi dalam konteks keperawatan. Jakarta: Trans Info
Media. http://jim.unsyiah.ac.id/FKep/article/download/1517/1827 16

Damaiyanti, Mukharipah.2008. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik


Keperawatan.Bandung : PT Refika Aditama
Thamiiaaa. 2013. KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT.
[online]. http://thamiiaaa.blogspot.com/2013/03/konsepdasar-keperawatan-gawat-2.html. [24
Mei 2015]

Anda mungkin juga menyukai