Anda di halaman 1dari 17

STEP 7

1. Mengapa pasien merasa gelisah, agresif, bicaranya kacau dan lupa dengan keluarganya,
bahkan mengabaikan kebersihan tubuhnya ?
Jawab :
Pada lansia sehat sekitar 10% mengalami atrofi otak difus. Kondisi lain yang berubah
adalah melambatnya proses informasi, menurunnya daya ingat jangka pendek,
berkurangnya kemampuan otak untuk membedakan stimulus atau rangsangan yang
datang.
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan
beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom)
yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (nondisruptive)
Sumber : e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 2 (no. 2), Mei 2014. Effendi et al, Hubungan
antara Aktivitas Fisik dan Kejadian Demensia pada Lansia

Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang


menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi
sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. (Asosiasi Alzheimer Indonesia, 2003).

Secara umum gejala demensia dapat dibagi atas dua kelompok yaitu gangguan kognisi dan
gangguan non-kognisi. Keluhan kognisi terdiri dari gangguan memori terutama kemampuan
belajar materi baru yang sering merupakan keluhan paling dini. Memori lama bisa terganggu
pada demensia tahap lanjut. Pasien biasanya mengalami disorientasi di sekitar rumah atau
lingkungan yang relatif baru. Kemampuan membuat keputusan dan pengertian diri tentang
penyakit juga sering ditemukan.

Keluhan non-kognisi meliputi keluhan neuropsikiatri atau kelompok behavioral


neuropsychological symptoms of dementia (BPSD). Komponen perilaku meliputi agitasi,
tindakan agresif dan nonagresif seperti wandering, disihibisi, sundowning syndrome dan gejala
lainnya. Keluhan tersering adalah depresi, gangguan tidur dan gejala psikosa seperti delusi dan
halusinasi. Gangguan motorik berupa kesulitan berjalan, bicara cadel dan gangguan gerak
lainnya dapat ditemukan disamping keluhan kejang mioklonus.
Sumber : PANDUAN PRAKTIK KLINIK, Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia.
PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS SARAF INDONESIA Januari 2015

A. Peran Serotonin
Neuron serotonergik berasal dari inti rafe dorsal dan median yang mempersarafi banyak
struktur dalam korteks dan sistem limbik. Proyeksi ini secara luas memungkinkan sistem
serotonergik untuk mengatur agresi, mood, aktivitas makan, tidur, suhu, seksual, dan
motorik. Oleh karena itu, perubahan dalam fungsi sistem serotonergik pusat memiliki
dampak klinis yang terlihat pada perilaku.
B. Peran Norepinefrin / Noradrenergik

C. Peran Dopamin
Pada demensia Lewy Body, metabolit dopamin secara bermakna menurun pada pasien yang
tidak berhalusinasi dalam hubungannya dengan kelainan serotonergik (yakni, penurunan
ikatan reseptor serotonergik 5-HT2 dan penurunan metabolit 5-HT).
Sistem dopaminergik telah terlibat dalam depresi, perilaku agitasi, dan psikotik pada pasien
yang tidak demensia, dan dengan demikian sistem ini memiliki potensi secara langsung
mempengaruhi BPSD. Ketidakseimbangan antara transmitter monoaminergik dan kolinergik
terlibat dalam halusinasi visual pada demensia Lewy Body

D. Peran GABA
GABA adalah penghambat utama neurotransmitter pada SSP, penghambat interneuron lokal
untuk neurotransmitter lain yang merupakan kunci dalam mengendalikan perilaku. GABA
mempengaruhi fungsi perilaku melalui interaksi dengan serotonin. Keterlibatan
neurotransmitter GABA telah ditunjukkan dalam perilaku seperti agresi, dimana
peningkatan GABA dikaitkan dengan penurunan agresi.
E. Peran Asetilkolin
Cummings dan Back menunjukkan bahwa defisit kolinergik dapat berkontribusi pada gejala
seperti psikosis, agitasi, apati, disinhibisi, dan perilaku motorik menyimpang.13 Defisit
dalam sistem kolinergik terutama timbul pada basal otak depan dan memproyeksikan ke
korteks. Terdapat penurunan penanda kolinergik kolin asetiltransferase (CHAT) dan
asetilkolinesterase (ACHE) pada korteks, khususnya korteks temporal; kehilangan bermakna
dalam nukleus basalis Meynert; dan pengurangan densitas reseptor muskarinik 2 (M2)
presinaptik.
Perilaku agresif dilaporkan terkait dengan lesi neuropatologis di basal nucleus
Meynert dan lokus seruleus, dan dengan banyaknya neuron di substansia nigra pars
compacta. Lokus seruleus rostral mengalami kehilangan sel lebih besar pada pasien
agresif.
F. Peran Glutamat dalam BPSD
Glutamat adalah neurotransmitter excitatory di otak yang dominan. Pasien AD memiliki
kehilangan glutamat yang cukup berat. Ketidakseimbangan antara glutamat dan sistem
dopaminergik dapat menyebabkan disfungsi dalam sirkuit talamik kortikal neostriatal, yang
dapat menyebabkan gejala psikotik.
G. Disfungsi Neuroendokrin
Pada pasien AD, kadar somatostatin, vasopresin, corticotropin-releasing hormone
(CRH), substansi P, dan neuropeptida Y secara bermakna berkurang di daerah
kortikal dan sub kortikal otak, sedangkan kadar dari galanin peptida meningkat.
Namun, di hipotalamus, kadar somatostatin, vasopresin, dan neuropeptida Y seperti
galanin meningkat secara bermakna, dapat menyebabkan agitasi, gelisah, gangguan
tidur dan gejala yang terkait dengan stress.
Sumber :
Asosiasi Alzheimer Indonesia, 2003, Konsensus Nasional Pengenalan dan
Penatalaksanaan Demensia Alzheimer dan Demensia Lainnya, Edisi 1, 39-47.
Cummings JL, Trimble MR, 2002, Neuropsychiatry and Behavioral Neurology
Second Edition, Washington, American Psychiatric Publishing, Inc. p.19-84.

2. Apa hubungan pasien tidak pernah mengalami Trauma Kepala ataupun Stroke, dan tidak
punya riwayat gangguan Ginjal, Hepar, DM, maupun Hipertensi dengan keluhan pasien ?
Jawab :

DV adalah penyakit heterogen dengan patologi vaskuler yang luas termasuk infark
tunggal strategi, demensia multi-infark, lesi kortikal iskemik, stroke perdarahan,
gangguan hipoperfusi, gangguan hipoksik dan demensia tipe campuran (PA dan stroke /
lesi vaskuler).6 Faktor risiko mayor kardiovaskuler berhubungan dengan kejadian
ateroskerosis dan DV. Faktor risiko vaskuler ini juga memacu terjadinya stroke akut yang
merupakan faktor risiko untuk terjadinya DV.
Sumber : PANDUAN PRAKTIK KLINIK, Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia.
PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS SARAF INDONESIA Januari 2015

3. Mengapa didapatkan Sucking Refleks dan Refleks Palmomental positif ?


Jawab :

Sucking Refleks dan Refleks Palmomental  normalnya terjadi pada bayi


Bila terjadi pada orang dewasa ada gangguan pada vaskuler
Reflex glabellar : diketuk diglabela  kedip (positif gejala demensia)
Refleks grasping : palmar dan plantar
Reflex korneomandibular : digesekkan dikornea kanannya  mata kanan akan
menutup, mandibulanya kontralateral
Refleks regresi bisa disebabkan oleh gangguan vascular, gangguan metabolic, infeksi 
kerusakan system saraf pusat.
Reflex regresi akan positif bila terdapat lesi di daerah prefrontal/premotorik.

4. Apa fungsi dan interpretasi dari skor MMSE 20/30 pada pasien tersebut ?
Jawab :
Mini Mental State Examination (MMSE) adalah salah satu alat yang paling umum untuk
pemeriksaan penurunan kognitif pada dewasa tua dan lanjut usia.
5. Apa diagnosis dan DD pada kasus di scenario ?
Jawab :

Pada orang yang diduga memiliki gangguan kognitif, diagnosis harus dibuat berdasarkan
kriteria DSM-IV untuk demensia dengan anamnesis yang didapatkan dari sumber yang
terpercaya. Hal ini harus didukung oleh penilaian objektif melalui bedside cognitive tests
dan/atau penilaian neuropsikologis.
Sumber : PANDUAN PRAKTIK KLINIK, Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia.
PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS SARAF INDONESIA Januari 2015

6. Patofisologi pada kasus demensia dan alzeimer ?


Jawab :
Penyakit Alzheimer
Kejadian penyakit Alzheimer, penyebab demensia tersering (sekitar 70%), dipermudah
oleh disposisi genetic. Bentuk khusus yang berat dari penyakit ini diturunkan secara
autosomal dominan. Defej pada kromosom 1, 12, 14, 19, atau 21, ditemukan pada
keluarga dengan penyakit Alzheimer. Gen yang rusak pada kromosom 21 untuk protein
(precursor amyloid-β) yang dapat dipecah menjadi peptide amyloid kecil. Peptida
amyloid kecil dapat saling menyatu menjadi fibril protein yang panjangnya 7-10 nm.
Fibril amyloid ini selanjutnya dapat membentuk kumpulan berdiameter 10 nm hingga
beberaa ratus nm (plak sinilis), yang tersering ditemukan didalam otak paisen dengan
penyakit Alzheimer. Selain amyloid ekstrasel, plak ini mengandung dendrit dan akson
yang rusak dengan neurofibril intrasel yang abnormal. Pembentukan unsur sitoskeleton
yang atipikal ini tampaknya mendahului kematian neuron.
Mutasi gen prekusor amyloid-β tertentu akan meningkatkan pembentuksn plak sinilis .
Penimbunan amyloid dapat juga terjadi karena pengaruh dari factor genetic atau factor
eksternal lainnya. Diperkerikan, misalnya, toksin dapat masuk ke otak melalui saraf
olfaktorius dan menyebabkan penyakit. Penimbunan amyloid juga terjadi pada trisomy
21 (sindrom down) yang juga menyebabkan demensia.
Fibril amyloid-β dapat beraksi dengan reseptor dipermukaan sel, seperti reseptor untuk
advanced glycation and products (RAGE) dan reseptor scavenger (RA). Akibat radikal
oksigen yang terbentuk, dapat meningkatkan konsentrasi Ca⁺² intrasel neuron, mungkin
melalui depolarisasi membrane sel dan pengaktifan reseptor NMDA. Radikal O₂ dan Ca⁺²
meningkatkan kematian sel. Pada sel mikroglia, pengaktifan RAGE dan RA masing-
masing merangsang pembentukan atau pelepasan NO, prostaglandin, eksitotoksin,
sitokin, tumor necrosis factor (TNF-α), tumor growth factor (TGF-β₁), dan fibroblast
growth factor (b-FGF). Hal ini menyebabkan inflamasi yang juga merusak neuron.
Peningkatan konsentrasi osmolit inositol menunjukkan gangguan pengaturan volume
sel.
Kematian neuron dipercepat oleh kekurangan NGF atau reseptor NGF, dan dapat
diperlambat oleh NGF.
Neuron kolinergik pada nucleus basal Meynert, hipokampus (terutama CA1, subiculum)
dan korteks entorhinal terutama dipengaruhi oleh kematian sel, tetapi neuron juga mati
di area otak lainnya, seperti di lobus frontalis, lobus temporalis anterior, lobus parietalis,
korteks olfaktorius, hipotalamus, lokus caeruleus, dan rafe nucleus.
Kematian neuron disertai dengan penurunan pembentukan dan konsentrasi
neurotransmitter di otak. Asetilkolin sangat dipengaruhi: pada korteks serebri dan
hipokampus terdapat penurunan konsentrasi asetilkolin transferase hingga 90% yakni
enzimyang dibutuhkan untuk pembentukan asetilkolin. Konsentrasi neurotransmitter
lain juga berkurang, misal, norepinefrin, serotonin, somatotropin, neuropeptide Y,
substansi P, dan corticotopin-releasing hormone ([CRH] kortikoliberin).
Akibat perubahan degenerative, fungsi serebri yang hilang akan meningkat. Penyakit ini
biasanya dimulai secara perlahan dengan deficit memori yang ringan, tidak
memperhatikan penampilan dan higene tubuh, fase kebingungan dan mengambil
keputusan yang salah. Sejalan dengan progresivitas penyakit, amnesia anterograde akan
diikuti oleh gangguan memori masa lalu serta memori procedural. Lesi pada system
limbik membuat ekspresi dirinya berubah-ubah dengan perasaan gelisah dan lemah.
Defisit motoric (gangguan bicara, tonus otot yang abnormal, ataksia, hyperkinesia,
mioklonus) terjadi relative lambat.
Sumber : Buku Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi 2014

DEMENSIA VASKULER

Vascular cognitive impairment (VCI) merupakan terminologi yang memuat defisit kognisi
yang luas mulai dari gangguan kognisi ringan sampai demensia yang dihubungkan
dengan faktor risiko vaskuler.5 Penuntun praktik klinik ini hanya fokus pada demensia
vaskuler (DV).

DV adalah penyakit heterogen dengan patologi vaskuler yang luas termasuk infark
tunggal strategi, demensia multi-infark, lesi kortikal iskemik, stroke perdarahan,
gangguan hipoperfusi, gangguan hipoksik dan demensia tipe campuran (PA dan stroke /
lesi vaskuler).6 Faktor risiko mayor kardiovaskuler berhubungan dengan kejadian
ateroskerosis dan DV. Faktor risiko vaskuler ini juga memacu terjadinya stroke akut yang
merupakan faktor risiko untuk terjadinya DV.7 CADASIL (cerebral autosomal dominant
arteriopathy with subcortical infarcts and leucoensefalopathy), adalah bentuk small
vessel disease usia dini dengan lesi iskemik luas white matter dan stroke lakuner yang
bersifat herediter.

DEMENSIA LEWY BODY DAN DEMENSIA PENYAKIT PARKINSON

Demensia Lewy Body (DLB) adalah jenis demensia yang sering ditemukan. Sekitar 15-
25% dari kasus otopsi demensia menemui kriteria demensia ini.8,9 Gejala inti demensia
ini berupa demensia dengan fluktuasi kognisi, halusinasi visual yang nyata (vivid) dan
terjadi pada awal perjalanan penyakit orang dengan Parkinsonism. Gejala yang
mendukung diagnosis berupa kejadian jatuh berulang dan sinkope, sensitif terhadap
neuroleptik, delusi dan atau halusinasi modalitas lain yang sistematik. Juga terdapat
tumpang tindih temuan patologi antara DLB dan PA.10 Namun secara klinis orang
dengan DLB cenderung mengalami gangguan fungsi eksekutif dan visuospasial
sedangkan performa memori verbalnya relatif baik jika dibanding dengan PA yang
terutama mengenai memori verbal.

Demensia Penyakit Parkinson (DPP) adalah bentuk demensia yang juga sering
ditemukan. Prevalensi DPP 23-32%, enam kali lipat dibanding populasi umum (3-4%).
Secara klinis, sulit membedakan antara DLB dan DPP. Pada DLB, awitan demensia dan
Parkinsonism harus terjadi dalam satu tahun sedangkan pada DPP gangguan fungsi
motorik terjadi bertahun-tahun sebelum demensia (10-15 tahun).7

DEMENSIA FRONTOTEMPORAL

Demensia Frontotemporal (DFT) adalah jenis tersering dari Demensia Lobus


Frontotemporal (DLFT). Terjadi pada usia muda (early onset dementia/EOD) sebelum
umur 65 tahun dengan rerata usia adalah 52,8 - 56 tahun. Karakteristik klinis berupa
perburukan progresif perilaku dan atau kognisi pada observasi atau riwayat penyakit.
Gejala yang menyokong yaitu pada tahap dini (3 tahun pertama) terjadi perilaku
disinhibisi, apati atau inersia, kehilangan
5

simpati/empati, perseverasi, steriotipi atau perlaku kompulsif/ritual,


hiperoralitas/perubahan diet dan gangguan fungsi eksekutif tanpa gangguan memori
dan visuospasial pada pemeriksaan neuropsikologi.11

Pada pemeriksaan CT/MRI ditemukan atrofi lobus frontal dan atau anterior temporal
dan hipoperfusi frontal atau hipometabolism pada SPECT atau PET. Dua jenis DLFT lain
yaitu Demensia Semantik (DS) dan Primary Non-Fluent Aphasia (PNFA), dimana
gambaran disfungsi bahasa adalah dominan disertai gangguan perilaku lainnya. Kejadian
DFT dan Demensia Semantik (DS) masing-masing adalah 40% dan kejadian PNFA
sebanyak 20% dari total DLFT.

DEMENSIA TIPE CAMPURAN

Koeksistensi patologi vaskuler pada PA sering terjadi. Dilaporkan sekitar 24-28% orang
dengan PA dari klinik demensia yang diotopsi.12 Pada umumnya pasien demensia tipe
campuran ini lebih tua dengan penyakit komorbid yang lebih sering. Patologi Penyakit
Parkinson ditemukan pada 20% orang dengan PA dan 50% orang dengan DLB memiliki
patologi PA.
Sumber : PANDUAN PRAKTIK KLINIK, Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia.
PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS SARAF INDONESIA Januari 2015

7. Apa epidemiologi, etiologi & factor resiko pada kasus tersebut alzeimer dan demensia ?
Jawab :
Epidemologi
Konsensus Delphi mempublikasikan bahwa terdapat peningkatan prevelansi demensia
sebanyak 10% dibandingkan dengan publikasi sebelumnya.1 Diperkirakan terdapat 35,6
juta orang dengan demensia pada tahun 2010 dengan peningkatan dua kali lipat setiap
20 tahun, menjadi 65,7 juta di tahun 2030 dan 115,4 juta di tahun 2050. Di Asia
Tenggara jumlah orang dengan demensia diperkirakan meningkat dari 2,48 juta di tahun
2010 menjadi 5,3 juta pada tahun 2030.
Belum ada data penelitian nasional mengenai prevalensi demensia di Indonesia. Namun
demikian Indonesia dengan populasi lansia yang semakin meningkat, akan ditemukan
kasus demensia yang banyak. Demensia Vaskuler (DV) diperkirakan cukup tinggi di
negeri ini, data dari Indonesia Stroke Registry 2013 dilaporkan bahwa 60,59 % pasien
stroke mengalami gangguan kognisi saat pulang perawat dari rumah sakit. Tingginya
prevalensi stroke usia muda dan faktor risiko stroke seperti hipertensi, diabetes,
penyakit kardiovaskuler mendukung asumsi di atas.
Dalam hampir lima dekade terakhir (1971-2017) jumlah penduduk lanjut usia di
Indonesia duakalilipat.Padatahun2017penduduklanjut mengalamipeningkatan
usiamencapai23,4juta(8,97%).Memasukitahun2017limaprovinsitelahmemiliki struktur
penduduk tua (persentase lanjut usia mencapai 10%) yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY), Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sulawesi Barat (BPS,2017).
Sumber : PANDUAN PRAKTIK KLINIK, Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia.
PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS SARAF INDONESIA Januari 2015

FAKTOR RISIKO YANG TIDAK DAPAT DIMODIFIKASI

USIA
Risiko terjadinya PA meningkat secara nyata dengan meningkatnya usia, meningkat dua
kali lipat setiap 5 tahun pada individu diatas 65 tahun dan 50% individu diatas 85 tahun
mengalami demensia.16,17 Dalam studi populasi, usia diatas 65 tahun risiko untuk
semua demensia adalah OR=1,1 dan untuk PA OR=1,2

JENIS KELAMIN
Beberapa studi prevalensi menunjukkan bahwa PA lebih tinggi pada wanita dibanding
pria.19 Angka harapan hidup yang lebih tinggi dan tingginya prevalensi PA pada wanita
yang tua dan sangat tua dibanding pria.20 Risiko untuk semua jenis demensia dan PA
untuk wanita adalah OR=1,7 dan OR=2.0. Kejadian DV lebih tinggi pada pria secara
umum walaupun menjadi seimbang pada wanita yang lebih tua.

RIWAYAT KELUARGA DAN FAKTOR GENETIK


Penyakit Alzheimer Awitan Dini (Early onset Alzheimer Disease/EOAD) terjadi sebelum
usia 60 tahun, kelompok ini menyumbang 6-7% dari kasus PA. Sekitar 13% dari EOAD ini
memperlihatkan transmisi otosomal dominan. Tiga mutasi gen yang teridentifkasi untuk
kelompok ini adalah amiloid ß protein precursor (AßPP) pada kromosom 21 ditemukan
pada 10-15% kasus, presenelin 1 (PS1) pada kromosom 14 ditemukan pada 30-70%
kasus dan presenilin 2 (PS) pada kromosom 1 ditemukan kurang dari 5% kasus.

FAKTOR RISIKO YANG DAPAT DIMODIFIKASI


HIPERTENSI
Pasien dengan hipertensi yang disertai dengan penurunan kognisi, maka perlu dilakukan
pemeriksaan CT scan/MRI otak untuk mendeteksi adanya silent infarct, microbleed atau
white matter lesion.

ASAM FOLAT DAN VITAMIN B


Suplemen asam Folat dan vitamin B tidak direkomendasikan untuk pencegahan dalam
pengobatan pasien dengan demensia yang bukan disebabkan karena defisiensi vit B12.

STATIN
Terapi statin tidak direkomendasikan untuk prevensi atau rutin diberikan pada PA
Sumber : PANDUAN PRAKTIK KLINIK, Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia.
PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS SARAF INDONESIA Januari 2015

8. Neuroanatomi pada penyakit diskenario ?


Jawab :

9. Manifestasi dari kasus diskenario ?


Jawab :
MANIFESTASI KLINIS
tanda dan Gejala dari Penyakit Demensia antara lain :
 rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif
 Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek
 Gangguan kepribadian dan perilaku (mood swings)
 Defisit neurologi dan fokal
 Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang.
 Gangguan psikotik: halusinasi, ilusi, waham, dan paranoid.
 Keterbatasan dalam ADL (Acti!ities of Daily Living)
 Kesulitan mengatur penggunaan keuangan.
 Tidak bisa pulang kerumah bila bepergian.
 Lupa meletakkan barang penting.
 Sulit mandi, makan, berpakaian dan toileting dll
Sumber : PANDUAN PRAKTIK KLINIK, Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia.
PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS SARAF INDONESIA Januari 2015
10. Bagaimana alur diagnosis pada kasus di scenario ?
Jawab :
Sumber : PANDUAN PRAKTIK KLINIK, Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia.
PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS SARAF INDONESIA Januari 2015

11. Apa gambaran patologis dari EEG, CT-scan pada kasus diskenario ?
Jawab :
12. Bagaimana tatalaksana pada kasus alzeimer dan demensia ?
Jawab :
Upaya Menunda Demensia/Alzheimer

1. Menurunkan/menjaga kadar kolesterol dalam darah


2. Menurunkan/menjaga tekanan darah
3. Mengendalikan diabetes
4. Berolahraga secara teratur
5. Terlibat dalam kegiatan yang merangsang pikiran
6. Peningkatan kualitas hidup.
7. Diet sehat dan gizi seimbang

Hingga saat ini belum ditemukan obat untuk demensia. Namun demensia dapat dicegah
dan atau diperlambat progresnya.
Terapi farmakologi harus sejalan dengan intervensi spikososial untuk memperbaiki
kognisi, fungsi dan perilaku. Hanya spesialis yang menangani demensia (neurolog,
psikiater, geriatrik) yang boleh memulai terapi.

Donepezil 10 mg lebih efektif dibandingkan dengan Donepezil 5 mg dan plasebo dalam


hal perubahan dari dasar pada Alzheimer disease Assessment Scale-Cognition (ADAS-
Cog)
Bukti dari 3 buah review sistematik, 4 buah RCT (n=1940), rivastigmine bermanfaat
untuk DA pada dosis lebih tinggi (6–12 mg/hari). (Level I, good)
Galantamine (24 mg) dibandingkan dengan plasebo memberikan perbaikan pada ADAS-
Cog. (Level I, good)
Sumber : PANDUAN PRAKTIK KLINIK, Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia.
PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS SARAF INDONESIA Januari 2015

13. Bagaimana pencegahan pada kasus di scenario ?


Jawab :

Sumber : PANDUAN PRAKTIK KLINIK, Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia.


PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS SARAF INDONESIA Januari 2015

Anda mungkin juga menyukai