Setelah hampir sepuluh tahun digunakan sebagai standar pemeriksaan, SPKN 2007
dinilai tidak sesuai lagi dengan perkembangan standar audit internasional, nasional,
maupun tuntutan kebutuhan saat ini. Oleh karena itu, SPKN 2007 perlu
disempurnakan. Perkembangan standar pemeriksaan internasional saat ini mengarah
kepada perubahan dari berbasis pengaturan detail (rule-based standards) ke
pengaturan berbasis prinsip (principle-based standards).
Pada awal 2017, saat BPK genap berusia 70 tahun, BPK berhasil menyelesaikan
penyempurnaan SPKN 2007 yang selanjutnya ditetapkan menjadi Peraturan BPK
Nomor 1 Tahun 2017. Sejak diundangkannya Peraturan BPK ini, SPKN mengikat BPK
maupun pihak lain yang melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara. Dengan SPKN ini, diharapkan hasil pemeriksaan keuangan negara
dapat lebih berkualitas. Hasil pemeriksaan yang berkualitas akan bermanfaat bagi
pengelolaan keuangan negara yang lebih baik, akuntabel, transparan, ekonomis,
efisien, dan efektif. Dengan demikian akan berdampak pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Penyusunan SPKN ini telah melalui proses baku pengembangan standar sebagaimana
diamanatkan dalam undang-undang maupun kelaziman proses penyusunan standar
dalam dunia profesi. SPKN ini akan selalu dipantau perkembangannya dan akan
dimutakhirkan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan yang ada.
Badan Pemeriksa Keuangan
BPK adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang
memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
BPK masuk dalam kategori lembaga yang mandiri dan bebas, pernyataan ini tercantum
dalam UUD 1945. Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan tetap mempertimbangkan DPD
dan kemudian diresmikan oleh Presiden.
Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung
jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang
peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu disampaikan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan amanat yang tercantum dalam UUD tahun 1945 tersebut, kemudian
dikeluarkan Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 yang
berisi tentang pembentukan Badan Pemeriksaan Keuangan.
Tugas BPK menurut UU tersebut masuk dalam bagian kesatu, isisnya antara lain adalah
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan yang dilakukan oleh
BPK terbatas pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Bank Indonesia,
Lembaga Negara lainnya, BUMN, Badan Layanan Umum, BUMD, dan semua
lembaga lainnya yang mengelola keuangan negara.
2. Pelaksanaan pemeriksaan BPK tersebut dilakukan atas dasar undang-undang
tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
3. Pemeriksaan yang dilakukan BPK mencakup pemeriksaan kinerja, keuangan,
dan pemeriksaan dengan adanya maksud tertentu.
4. Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh BPK harus dibahas sesuai dengan
standar pemeriksaan keuangan negara yang berlaku.
5. Hasil pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
diserahkan kepada DPD, DPR, dan DPRD. Dan juga menyerahkan hasil
pemeriksaan secara tertulis kepada Presiden, Gubernur, dan Bupati/Walikota.
6. Jika terbukti adanya tindakan pidana, maka BPK wajib melapor pada instansi
yang berwenang paling lambat 1 bulan sejak diketahui adanya tindakan pidana
tersebut.
Masih banyak tugas dan wewenang BPK yang lain berdasarkan UU RI Nomor 15 Tahun
2006 yang bersifat sangat rinci dan teliti. Selebihnya peraturan tersebut diatur sendiri
oleh BPK demi kelancaran dan keefektifan kinerja dari BPK tersebut.
Melalui Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 1961 tentang Instruksi bagi Kepala
Djawatan Akuntan Negara (DAN), kedudukan DAN dilepas dari Thesauri Jenderal dan
ditingkatkan kedudukannya langsung di bawah Menteri Keuangan. DAN merupakan
alat pemerintah yang bertugas melakukan semua pekerjaan akuntan bagi pemerintah
atas semua departemen, jawatan, dan instansi di bawah kekuasaannya. Sementara itu
fungsi pengawasan anggaran dilaksanakan oleh Thesauri Jenderal. Selanjutnya dengan
Keputusan Presiden Nomor 239 Tahun 1966 dibentuk Direktorat Djendral Pengawasan
Keuangan Negara (DDPKN) pada Departemen Keuangan. Tugas DDPKN (dikenal
kemudian sebagai DJPKN) meliputi pengawasan anggaran dan pengawasan badan
usaha/jawatan, yang semula menjadi tugas DAN dan Thesauri Jenderal.
Tahun 2001 dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden No 64 tahun 2005. Dalam Pasal 52 disebutkan BPKP mempunyai tugas
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan
pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pendekatan yang dilakukan BPKP diarahkan lebih bersifat preventif atau pembinaan
dan tidak sepenuhnya audit atau represif. Kegiatan sosialisasi, asistensi atau
pendampingan, dan evaluasi merupakan kegiatan yang mulai digeluti BPKP. Sedangkan
audit investigatif dilakukan dalam membantu aparat penegak hukum untuk
menghitung kerugian keuangan negara.
Sesuai dengan Pasal 2 dan 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 192 Tahun
2014 Tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). BPKP
mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan
keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional.
Audit keuangan Negara dalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang
dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar
pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan
informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara.
Lingkup Pemeriksaan
Pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan
negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara. Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara.
Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh
BPK meliputi seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UU
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Pelaksanaan Pemeriksaan
Penentuan obyek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan,
penentuan waktu dan metode pemeriksaan, serta penyusunan dan penyajian laporan
pemeriksaan dilakukan secara bebas dan mandiri oleh BPK.
BPK memiliki kebebasan dan kemandirian dalam ketiga tahap pemeriksaan, yakni
perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil pemeriksaan. Kebebasan dalam tahap
perencanaan mencakup kebebasan dalam menentukan obyek yang akan diperiksa,
kecuali pemeriksaan yang obyeknya telah diatur tersendiri dalam undang undang, atau
pemeriksaan berdasarkan permintaan khusus dari lembaga perwakilan.
BPK dapat memanfaatkan hasil pekerjaan yang dilakukan oleh aparat pengawasan
intern pemerintah. Dengan demikian, luas pemeriksaan yang akan dilakukan dapat
disesuaikan dan difokuskan pada bidang bidang yang secara potensial berdampak pada
kewajaran laporan keuangan serta tingkat efisiensi dan efektivitas pengelolaan
keuangan negara. Untuk itu, aparat pengawasan intern pemerintah wajib
menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada BPK.
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK segera melaporkan hal
tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud diatur
bersama oleh BPK dan Pemerintah.
Tanggapan pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas temuan, kesimpulan, dan
rekomendasi pemeriksa, dimuat atau dilampirkan pada LHP.
LHP atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) disampaikan oleh BPK kepada
DPR dan DPD selambat-lambatnya 2 bulan setelah menerima laporan keuangan dari
pemerintah pusat. Yang dimaksud dengan LKPP adalah laporan keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 UU Nomor 17 Thahun 2003 tentang Keuangan Negara.
LHP atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) disampaikan oleh BPK kepada
DPRD selambat-lambatnya 2 bulan setelah menerima laporan keuangan dari
pemerintah daerah. Yang dimaksud dengan LKPD adalah laporan keuangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara.
LHP kinerja dan LHP dengan tujuan tertentu disampaikan kepada DPR / DPD / DPRD
sesuai dengan kewenangannya, dan disampaikan pula kepada
Presiden/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Tata cara penyampaian LHP sebagaimana dimaksud diatur bersama oleh BPK dan
lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya.
Selain disampaikan kepada lembaga perwakilan, LHP juga disampaikan oleh BPK
kepada pemerintah. Dalam hal LHP keuangan, hasil pemeriksaan BPK digunakan oleh
pemerintah untuk melakukan koreksi dan penyesuaian yang diperlukan, sehingga
laporan keuangan yang telah diperiksa (audited financial statements) memuat koreksi
dimaksud sebelum disampaikan kepada DPR/DPRD. Pemerintah diberi kesempatan
untuk menanggapi temuan dan kesimpulan yang dikemukakan dalam laporan hasil
pemeriksaan. Tanggapan dimaksud disertakan dalam laporan hasil pemeriksaan BPK
yang disampaikan kepada DPR/DPRD.
Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHP) Semester disampaikan kepada lembaga perwakilan
selambat lambatnya 3 bulan sesudah berakhirnya semester yang bersangkutan. IHP
sebagaimana dimaksud disampaikan pula kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota
selambat lambatnya 3 bulan sesudah berakhirnya semester yang bersangkutan.
Dalam rangka transparansi dan peningkatan partisipasi publik, Undang undang ini
menetapkan bahwa setiap laporan hasil pemeriksaan yang sudah disampaikan kepada
lembaga perwakilan dinyatakan terbuka untuk umum. Laporan hasil pemeriksaan yang
terbuka untuk umum berarti dapat diperoleh dan/atau diakses oleh masyarakat.
Dengan demikian, masyarakat dapat memperoleh kesempatan untuk mengetahui hasil
pemeriksaan, antara lain melalui publikasi dan situs web BPK. LHP yang dinyatakan
terbuka tidak termasuk laporan yang memuat Rahasia Negara yang diatur dalam
peraturan perundang undangan.
Pejabat juga wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak
lanjut atas rekomendasi dalam LHP. Jawaban atau penjelasan sebagaimana dimaksud
disampaikan kepada BPK selambat lambatnya 60 hari setelah laporan hasil
pemeriksaan diterima.
BPK memantau pelaksanaan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (TLHP). Dalam rangka
pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat ini, BPK menatausahakan laporan hasil
pemeriksaan dan menginventarisasi permasalahan, temuan, rekomendasi, dan/atau
tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan. Selanjutnya BPK
menelaah jawaban atau penjelasan yang diterima dari pejabat yang diperiksa dan/atau
atasannya untuk menentukan apakah tindak lanjut telah dilakukan.
Bendahara dapat mengajukan keberatan atau pembelaan diri kepada BPK dalam
waktu 14 hari kerja setelah menerima surat keputusan sebagaimana dimaksud.
Apabila bendahara tidak mengajukan keberatan atau pembelaan dirinya ditolak, BPK
menetapkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian negara/daerah
kepada bendahara bersangkutan. Pembelaan diri ditolak oleh BPK apabila bendahara
tidak dapat membuktikan bahwa dirinya bebas dari kesalahan, kelalaian, atau
kealpaan.