Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia dan rahmatnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Meskipun banyak
kekurangan namun penulis berharap agar karya tulis ini dapat memberikan
manfaat bagi masyarakat luas di berbagai lapisan, baik di bidang akademik
maupun di bidang praktis. Sebagai mahasiswa jurusan Pembangunan Sosial dan
Kesejahteraan, isu anak jalanan yang menjadi tema karya tulis ilmiah ini adalah
salah satu bentuk perhatian dan kontribusi penulis terhadap usaha kesejahteraan di
Indonesia. Penulis berharap bahwa karya tulis ini tidak saja disusun semata untuk
melengkapi persyaratan seleksi Mahasiswa Berprestasi tetapi juga sebagai kajian
yang berkelanjutan di masa depan, baik untuk studi penulis sendiri maupun untuk
kebermanfaatan masyarakat luas. Penulis berterimakasih terhadap semua pihak
yang telah membantu secara langsung dan tidak langsung dalam proses
penyusunan karya tulis ini. Tanpa dukungan dari pihak-pihak tersebut karya tulis
ini tidak akan bisa terselesaikan secara maksimal. Akhir kata penulis mohon maaf
jika ada kekurangan atau kesalahan dalam konten karya tulis ini, semoga
bermanfaat.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR GAMBAR v
RINGKASAN vi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Uraian Singkat Gagasan Kreatif 3
1.4 Tujuan dan Manfaat 3
1.5 Metode 3
BAB II TELAAH PUSTAKA 5
2.1 Konsep Anak Jalanan 5
2.2 Evidence-Based Policy 6
2.3 Manfaat Street Children Data Management 7
BAB III ANALISA DAN SINTESI 9
3.1 Problem Penanganan Anak Jalanan Disebabkan
Keterbatasan Data 9
3.2 Street Children Data Management Sebagai Solusi 12
3.2.1 Pengumpulan Data Anak Jalanan 12
3.2.2 Pengumpulan Data Program Anak Jalanan 15
BAB IV SIMPULAN DAN REKOMENDASI 18
4.1 Simpulan 18
4.2 Rekomendasi 18
DAFTAR PUSTAKA
iv
DAFTAR GAMBAR
v
SUMMARY
The issue of street children in Indonesia needs more attention in both preventive
and curative aspect, particularly in the issue of street children policy evaluation.
Indonesia still has limited data in terms of number and life aspects of street
children. Currently, the only available data about street children is the annual
People Of Social Welfare Issues (PMKS) data collected by Social Ministry and
Statistics Indonesia, which covers only the overall number and the regional
distribution of street children. This limitation of data makes the projection of
street children policy difficult. Based on that background explanation, one
research problem is identified on this paper; what is the efficient solution to obtain
database to improve the implementation of street children policy in Indonesia?
This paper uses qualitative method with interview and type data source. The
method of interview is non-structural interview, in which selected respondents
with particular knowledge and understanding are interviewed; including the staffs
of street children shelters in Yogyakarta (Girlan and Anak Mandiri I), researcher
in Center of Policy and Demography Study Universitas Gadjah Mada (UGM),
researcher in B2P3KS Yogyakarta, and teaching staffs in Department of Social
Development and Welfare UGM who concern on street children issue. The type
data source method uses literature sources, in which data are obtained from books,
scientific writings, archives, official reports, journals, articles and online sources
regarding street children issue.
This paper identifies a lack of an accurate and comprehensive data to support the
policy of street children, which often hinders the effort to reduce their number.
First, the shortage of data about what causes them to go to the streets or which
city they‟re coming from, makes the policy lacks preventive elements. Thus, street
children are often coming back to the street even after receiving programs.
Second, the absence of data about their characteristics and personal perception
makes it harder to match them with appropriate programs. Some of the programs
overlap with each other and some other only conduct sweeping and raids without
further empowering solution. Third, the lack of accurate and reliable data about
their number and living condition makes the budget for them allocated
inadequately. On top of that, this lack of data also limits the variety of services
and programs offered for street children.
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Pada tahun 2013, sebanyak 9.400 anak jalanan di Jabodetabek menjadi korban
eksploitasi fisik, ekonomi dan seksual (Sindonews, 2013). Ketua Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam juga menyebutkan
setidaknya dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, jumlah pengedar narkoba anak
meningkat hingga 300 persen dan sebagian besar dari mereka adalah anak jalanan
(Setyawan, 2015). Fakta tersebut menunjukkan bahwa isu anak jalanan di
Indonesia membutuhkan perhatian lebih, baik dari sisi pencegahan maupun
penanganan. Salah satu isu anak jalanan yang membutuhkan perhatian lebih yaitu
evaluasi kebijakan anak jalanan di Indonesia.
Dari latar belakang diatas, muncul rumusan masalah yaitu bagaimana cara yang
efisien untuk mendapatkan basis data yang diperlukan dalam membenahi
implementasi kebijakan anak jalanan di Indonesia?
Street Children Data Management adalah sebuah ide pengadaan data anak jalanan
yang valid dan lengkap sebagai pendukung kebijakan anak jalanan di Indonesia.
Luaran dari skema ini adalah data jumlah dan karakteristik anak jalanan yang
diperoleh melalui survei serta data berisi daftar program penanganan anak jalanan
yang dilakukan oleh pemerintah dan lembaga swasta.
3
1.4.1 Tujuan
1.4.2 Manfaat
Manfaat akademis dari gagasan dalam tulisan ini adalah masukan bagi kajian dari
berbagai disiplin, baik kajian pembangunan dan pemberdayaan sosial, statistik
sosial, maupun kebijakan publik. Manfaat praktis dari gagasan ini adalah
rekomendasi kebijakan bagi instansi yang terkait dengan anak jalanan baik
instansi publik maupun swasta.
1.5 Metode
Metode yang digunakan pada karya tulis ilmiah ini adalah penelitian kualitatif
dengan teknik penelitian berupa wawancara dan sumber jenis data. Teknik
wawancara yang digunakan adalah wawancara tidak terstruktur, yaitu wawancara
yang dilakukan dengan responden terpilih yang memiliki pengetahuan, mendalami
situasi dan mengetahui informasi yang diperlukan (Moleong, 1999). Wawancara
tidak terstruktur dalam penelitian ini dilakukan dengan stakeholder yang berperan
dalam isu anak jalanan, antara lain yaitu pengurus rumah singgah di Yogyakarta
(Girlan dan Anak Mandiri I), peneliti di Pusat Studi Kebijakan dan Kependudukan
UGM, staf Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan
Sosial (B2P3KS) Yogyakarta, serta dosen peneliti anak di jurusan Pembangunan
Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) UGM. Wawancara dilakukan dari tanggal 25
April 2015 sampai dengan 13 Mei 2015. Teknik sumber dan jenis data yang
digunakan adalah sumber tertulis, yaitu teknik pengambilan data dari sumber buku
dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi
4
(Moleong, 1999). Sumber tertulis yang digunakan dalam penelitian ini diambil
dari buku, report, jurnal-jurnal mengenai studi kasus penanganan anak jalanan di
negara-negara berkembang lain, artikel beserta sumber online
BAB II
TELAAH PUSTAKA
Ada dua faktor utama anak menjadi anak jalanan yaitu faktor keluarga dan faktor
lingkungan. Faktor pertama yaitu keluarga terjadi karena adanya permasalahan
ekonomi keluarga dan kekerasan keluarga. Permasalahan ekonomi keluarga dapat
disebabkan karena orang tua yang menganggur, bekerja serabutan, bekerja di
sektor informal atau mempunyai beban tanggungan yang besar. Kekerasan dalam
keluarga yang menyebabkan anak ke jalan dipicu oleh tekanan ekonomi;
perceraian orangtua; dan perilaku tidak menyenangkan (kekerasan
fisik/emosional/seksual). Faktor kedua yaitu lingkungan dapat disebabkan
lingkungan spasial dan lingkungan sosial. Lingkungan spasial mendorong anak ke
jalan karena faktor pemukiman mereka yang padat, kumuh dan berdekatan dengan
6
tempat-tempat umum seperti terminal, stasiun, atau pasar sehingga sangat mudah
terseret ke dalam kehidupan jalanan. Lingkungan sosial mendorong anak ke jalan
jika anak mempunyai konflik dengan warga di tempat ia tinggal atau lingkungan
sekolah anak yang tidak lagi nyaman (Subhansyah dkk,1996). Karena
kompleksitas faktor tersebut, satu strategi penanganan atau pencegahan tidak bisa
menyelesaikan semua kasus anak jalanan yang ada. Perlu data mengenai faktor
terkuat penyebab anak ke jalan di lingkup daerah tertentu agar kebijakan dapat
lebih efektif.
Menurut data primer yang diperoleh dari wawancara dengan peneliti di Pusat
Studi Kebijakan dan Kependudukan Universitas Gadjah Mada (UGM), data
empiris anak jalanan saat ini hanyalah data PMKS yang termasuk dalam Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan anak jalanan termasuk salah satu dari
7
empat belas PMKS di Indonesia. Data ini hanya mencakup jumlah dan persebaran
tiap daerahnya. Data lain yang tersedia hanya data anak terlantar yang sebagian
tidak termasuk kategori anak jalanan. Selain itu, belum ada data terpadu program
penanganan anak jalanan yang diselenggarakan instansi pemerintah dan LSM,
sehingga membatasi pengetahuan masyarakat dan lembaga lain mengenai
program tersebut.
Street Children Data Management berisi data anak jalanan yang valid, lengkap
dan dapat diandalkan dapat menjadi sumber penting dalam proses formulasi
evidence-based policy. Pertama, basis data mempermudah evaluasi program
penanganan anak jalanan yang telah berjalan karena mendukung komparasi
keadaan anak jalanan dari waktu ke waktu dan juga dari satu daerah ke daerah
yang lain. Kedua, basis data ini juga membantu berbagai instansi menyusun
inovasi kebijakan melalui pemetaan proses anak ke jalanan. Anak jalanan adalah
hasil dari rangkaian peristiwa yang kompleks dan bertahap. Inovasi kebijakan
dapat digagas jika ada data umur anak mulai ke jalan dan alasan utama turun ke
jalan. Sebagai contoh, survei anak jalanan di Afrika Selatan tahun 2010 oleh
Human Science Research Council menunjukkan pola sebagian anak usia sekolah
yang turun ke jalan awalnya sering membolos dan akhirnya tertarik mencari
penghasilan di jalan. Dengan basis data tersebut, pemerintah Afrika Selatan mulai
menyusun kebijakan preventif untuk anak dari keluarga miskin yang sering
membolos. Anak yang dapat diidentifikasi melalui sistem sekolah tersebut di-
intervensi sebelum mereka drop-out dan sepenuhnya turun ke jalan. Jika di
Indonesia terdapat data seperti itu, dapat muncul inovasi kebijakan preventif
seperti pemusatan program peningkatan kapasitas ekonomi keluarga di daerah
yang paling banyak mengirimkan anak jalanan ke kota besar (Ward dan Seager,
2010). Ketiga, basis data anak jalanan yang lengkap juga mendukung program
besar lainnya dalam mencapai hasil lebih maksimal. Implementasi program Kartu
Indonesia Pintar (KIP) milik pemerintahan Jokowi yang dicanangkan mencakup
8
anak jalanan akan lebih maksimal jika tersedia basis data jumlah serta distribusi
anak jalanan usia sekolah. Selain KIP, basis data juga dapat membantu program-
program lain seperti Program Keluarga Harapan (PKH) yang menargetkan
keluarga dengan kapasitas ekonomi rendah.
BAB III
Kedua, ada ketidakcocokan antara ketersediaan jumlah dan jenis pelayanan bagi
anak jalanan dengan yang dibutuhkan. Salah satu contoh kasus di Bandung,
anggaran penanganan anak jalanan sebesar Rp 1.3 milyar pada 2012 habis untuk
razia dan posko pemantauan di jalan, namun belum ada panti pembinaan seperti
Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskesos) untuk penindaklanjutan setelah razia
sehingga jumlah anak jalanan tetap tinggi dari waktu ke waktu (Pikiran Rakyat
Online, 2012). Ada juga kasus tumpang tindih program seperti Pondok Pesantren
Pendidikan Terpadu Anak Harapan (Ponpes Dikterapan) di Solo yang didirikan
oleh Kementrian Agama. Ponpes tersebut dibangun untuk anak jalanan, namun
tidak banyak yang tertangani karena syarat yang diterapkan sulit. Anak yang
memenuhi syarat sudah ditangani oleh LSM/rumah singgah di Solo (CyberNews,
2015). Program yang parsial dan tidak efektif ini dapat dimitigasi jika ada data
jumlah, karakteristik serta ekspektasi anak jalanan di suatu daerah. Tumpang
11
tindih program dapat dimitigasi jika ada data program penanganan yang
dijalankan oleh setiap lembaga sehingga tercipta sinergi dalam implementasi di
lapangan.
Responden dari survei adalah sampel dari anak jalanan yang terdata dalam PMKS
oleh BPS di tahun yang sama. Strata yang digunakan tergantung pada skala
survei. Jika survei dilakukan pada tahap nasional maka stratanya adalah propinsi,
13
namun jika survei dilakukan pada tahap propinsi maka stratanya adalah Dati II
(kabupaten/kota). Langkah awal menentukan sampel adalah menentukan batas
signifikansi anak jalanan di suatu strata dengan cara menghitung persebarannya
secara nasional. Jika angka signifikan sudah ditentukan, tentukan strata mana saja
di dalam data PMKS yang keberadaan anak jalanannya signifikan. Untuk efisiensi
dana dan sumber, provinsi yang populasi anak jalanannya terlalu sedikit tidak
akan dimasukkan ke dalam survei. Selanjutnya, sampel ditentukan secara acak
yang jumlahnya proporsional berdasarkan persebaran anak jalanan di tiap strata.
Survei tidak menggunakan teknik survei panel (survei dengan responden sama
dalam periode waktu yang berbeda) sebab secara teknis tidak memungkinkan
dikarenakan karakteristik anak jalanan yang mobilitasnya tidak dapat diprediksi.
Untuk menentukan tema yang akan disertakan dalam kuesioner, akan diadakan
seminar yang dihadiri oleh pemangku kepentingan dalam isu anak jalanan, seperti
perwakilan dari instansi pemerintah, perwakilan LSM, perwakilan akademisi dan
pemerhati isu anak jalanan. Kuesioner akan disusun berdasarkan kebutuhan data
instansi yang menangani isu anak jalanan dan akan diuji menggunakan uji
validitas dan uji reliabilitas sebelum digunakan. Data yang perlu diikutsertakan
dalam kuesioner ini antara lain:
1. Profil dasar anak jalanan; jumlah, distribusi umur, distribusi jenis kelamin,
distribusi yang nomaden dan menetap, daerah asal (jika pendatang), durasi
menetap, frekuensi pertemuan dengan keluarga, status perkawinan dan
pekerjaan orangtua, tempat tinggal tetap, lama dan alasan hidup di jalan,
kepemilikan dokumen kependudukan
2. Keamanan dan perlindungan; kontak dengan aparat, keterlibatan dengan
masalah hukum, ancaman yang dirasakan di jalan, kontak dengan kekerasan
3. Pendidikan dan pengembangan diri; akses terhadap pendidikan
formal/informal, pendidikan terakhir, kemampuan literasi, persepsi mengenai
pentingnya pendidikan, preferensi pelatihan keterampilan dan pekerjaan
14
4. Kondisi kerja; pekerjaan pertama di jalan, umur ketika pertama kali bekerja di
jalan, alasan memulai hidup di jalan, pemberi pekerjaan pertama, pengaruh
pekerjaan mereka terhadap status sekolah, kondisi pekerjaan, jam kerja harian,
dan mingguan, penghasilan, pengeluaran, tabungan, keberhutangan, persepsi
terhadap pekerjaan, keterlibatan dengan hukum, mobilitas dalam dan luar kota
5. Kesehatan; sejarah penyakit, sejarah imunisasi dan vaksin, cedera dalam
lingkungan kerja, perlindungan yang digunakan selama bekerja, cara
pengobatan, kebiasaan merokok, ngelem, seks bebas dan seks tidak aman,
penggunaan alat kontrasepsi, kontak terhadap miras dan obat-obatan terlarang,
6. Kehidupan jasmani dan rohani; tempat berteduh tetap, kelayakan tempat
berteduh, akses terhadap kakus/toilet, frekuensi mandi, asupan gizi, frekuensi
makan per hari, asistensi kelembagaan
7. Persepsi pribadi; pengetahuan mengenai hak anak, kondisi masa depan yang
diharapkan, pengetahuan mengenai program pelayanan anak jalanan
Panduan pendataan survei dapat mengacu Panduan Pendataan PMKS dan PSKS
dari Kemensos yang selama ini sudah berjalan, dengan tambahan panduan untuk
pendataan anak jalanan yang lebih spesifik. Panduan dan strategi khusus dalam
pendataan anak jalanan dibutuhkan karena anak jalanan mempunyai karakteristik
tertentu yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Sebagai enumerator,
Kemensos dapat merekrut petugas kemanusiaan bidang pekerjaan sosial anak
bernama Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos). Ada dua alasan dalam
memilih Sakti Peksos sebagai enumerator. Pertama, jumlah Sakti Peksos dapat
memenuhi kebutuhan sumber daya manusia dalam proses pengambilan data.
Jumlah Sakti Peksos mencapai 632 orang pada tahun 2011 dan jumlah
rekrutannya terus naik dari tahun ke tahun. Kedua, Sakti Peksos familiar dengan
kehidupan dan karakter anak jalanan sehingga dapat mengatasi hambatan teknis
yang disebabkan realitas anak jalanan saat pengambilan data. Realitas anak
jalanan di lapangan tersebut antara lain anak takut diwawancarai, anak minta
bayaran, anak tidak ingat umur atau keluarga, anak menutupi beberapa hal karena
tidak mau dipandang negatif, dan lain sebagainya.
15
Data program penanganan anak jalanan dikelola oleh Kemensos dengan luaran
berupa daftar program beserta rinciannya. Sebagai langkah awal, pengelola data
akan aktif mendata program anak jalanan yang sedang atau direncanakan akan
berjalan, baik yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah maupun LSM.
Instansi pemerintah dan LSM penyelenggara kemudian melakukan input rincian
program seperti target anak jalanan (umur, domisili, karakteristik lainnya),
lingkup implementasi, lembaga yang terlibat, serta periode berjalan. Rincian
tersebut berguna untuk meningkatkan sinergi antara lembaga penyelenggara serta
mengurangi tumpang-tindih program anak jalanan. Jika ada program baru yang
akan diimplementasikan maka instansi penyelenggara dapat mendaftarkannya ke
Kemensos sehingga data dapat diperbarui. Data anak jalanan dan data program
anak jalanan yang telah diolah menjadi data siap pakai akan dipublikasi secara
umum agar dapat dimanfaatkan oleh instansi dan pihak yang membutuhkan.
Publikasi akan dilakukan melalui dua cara; pertama yaitu publikasi secara online
melalui situs web Kemensos yang dapat diakses secara publik, kedua yaitu
publikasi cetak berupa laporan yang akan disebar di berbagai instansi
pemerintahan dan LSM yang lingkup operasinya berhubungan dengan anak
16
jalanan. Karena keterbatasan teknis, update data program anak jalanan dalam
publikasi cetak akan dilakukan jika berganti periode/tahun sehingga akan ada
perbedaan tingkat kebaruan data antara publikasi cetak dengan publikasi online.
KEMENSOS
RI
Persiapan pengambilan data Pendataan program anak jalanan
dengan BPS yang berjalan (publik/swasta)
4.1 Simpulan
Indonesia memiliki data kurang akurat dan tidak komprehensif mengenai jumlah
dan dinamika aspek kehidupan anak jalanan. Terbatasnya data tersebut
mempersulit proyeksi kebijakan anak jalanan yang efektif dan tepat sasaran.
Solusi yang tepat terhadap masalah tersebut adalah Street Children Data
Management yaitu skema pengadaan data anak jalanan yang valid dan lengkap
sebagai pendukung kebijakan anak jalanan di Indonesia. Adanya Street Children
Data Management ini dapat mempermudah evaluasi program penanganan anak
jalanan, membantu berbagai instansi menyusun inovasi kebijakan, dan
mendukung program besar pemerintah lainnya dalam mencapai hasil yang lebih
maksimal.
4.2 Rekomendasi
dari Street Children Data Management ini pada akhirnya akan dinikmati
oleh seluruh pemangku kepentingan dalam isu anak jalanan, pihak
pemangku kepentingan yang dapat memberikan kontribusi baik berupa
sumber maupun ide dapat saling berkoordinasi.
2. Memperbaiki teknologi dan sistem informasi agar gagasan Street Children
Data Management dapat diimplementasikan secara baik tanpa ada
halangan teknis yang berarti. Walaupun penggunaan teknologi dan sistem
informasi dalam proses kebijakan dan administrasi negara di Indonesia
telah meningkat, pemanfaatan data dapat lebih dimaksimalkan jika
didukung oleh teknologi dan sistem informasi yang dapat diandalkan. Data
anak jalanan yang berkualitas akan menjadi sia-sia jika tidak dapat
dimanfaatkan oleh berbagai pihak hanya karena terjadi masalah teknis
dalam publikasi.
3. Menyusun strategi sosialisasi dan diseminasi data yang baik agar hasil dari
Street Chidren Data Management ini dapat dimanfaatkan semaksimal
mungkin. Caranya dengan menyusun skema sosialisasi yang kreatif untuk
menjangkau berbagai pihak dan instansi yang terkait dengan isu anak
jalanan, aktif menyebarkan informasi mengenai perubahan dan perbaruan
data secara berkala, serta melakukan seminar dan lokakarya penggunaan
data dalam forum kesejahteraan sosial anak yang ada di tingkat daerah.
Daftar Pustaka
Atmasari, N. (2015). Tertibkan Anjal dan Gepeng, Dinsos Jogja Terkendala Daya
Tampung Panti Karya. [online] SOLOPOS.com. Available at:
http://jogja.solopos.com/baca/2014/07/15/tertibkan-anjal-dan-gepeng-dinsos-
jogja-terkendala-daya-tampung-panti-karya-519303 [Accessed 3 May 2015].
Supranto, P (2009). Statistik Teori dan Aplikasi Edisi 6 Jilid 1, Jakarta: Erlangga