Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ARSITEKTUR NUSANTARA DAN ACEH

“RUMAH TRADISIONAL BALI”

DISUSUN OLEH :

RABIATUL DAWIYAH (170160088 )

TOUHRA ULFA(170160101)

ANISA SEPTIANA(170160067)

NURUL FAHNI(1701600)

KELAS : IIIC

DOSEN PEMBIMBING:

ARMELIA DEVINA

TEKNIK ARSITEKTUR

UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

TAHUN AJARAN 2017/2018


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tentang hubungan antara manusia, alam dan arsitektur.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan sebaik-baiknya dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah bekerjasama dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat mengevaluasi makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.

Lhokseumawe, 02 November 2018


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENGANTAR

1.1 PROFIL BALI

1.2 SISTEM KEKELUARGAAN

1.3 SISTEM KEMASYARAKATAN

1.4 SISTEM EKONOMI

BAB II LINGKUNGAN PEMUKIMAN

2.1 POLA PERKMPUNGAN

BAB III KARYA ARSITEKTUR

3.1 BENTUK DAN STRUKTUR RUMAH TADISIONAL BALI

3.2 ORNAMEN PADA RUMAH TRADISIONAL BALI.

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENGANTAR

1.1 PROFIL BALI

Bali adalah sebuah provinsi di Indonesia. Ibu kota provinsi ini adalah Denpasar. Bali juga
merupakan salah satu pulau di Kepulauan Nusa Tenggara. Secara geografis, Bali terletak di antara
Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali
terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan berbagai hasil seni-budayanya, khususnya bagi
para wisatawan Jepang dan Australia. Bali juga dikenal dengan julukan Pulau Dewata dan Pulau Seribu
Pura.

Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km dan selebar 112 km sekitar
3,2 km dari Pulau Jawa. Secara geografis, Bali terletak di 8°25′23″ Lintang Selatan dan 115°14′55″
Bujur Timur yang membuatnya beriklim tropis seperti bagian Indonesia yang lain.

1.2 SISTEM KEKELUARGAAN

Pada sistem kekeluargaan bali, terdapat dua golongan, yaitu : purusa dan predana. Purusa
adalah golongan dimana pewarisnya hanya satu orang anak saja, sementara pradana adalah golongan
dimana pewarisnya memiliki saudara yang lain. Dalam kekeluargaan bali jika seandainya seorang
wanita purusa menikah dengan pria pradana maka kasta tersebut akan bertukar. Yang dapat menentukan
hak waris hanya lah purusa. Dalam hal perwarisan masyarakat bali masih sangat memegang prinsipnya.

1.3 SISTEM KEMASYARAKATAN

1. Banjar

Merupakan bentuk kesatuan-kesatuan sosial yang didasarkan atas kesatuan wilayah. Kesatuan
sosial itu diperkuat oleh kesatuan adat dan upacara-upacara keagaman yang keramat. Didaerah
pegunungan, sifat keanggotaan banjar hanya terbatas pada orang yang lahir di wilayah banjar tersebut.
Sedangkan didaerah datar, sifat keanggotaannya tidak tertutup dan terbatas kepada orang-orang asli
yang lahir di banjar itu. Orang dari wilayah lain atau lahir di wilayah lain dan kebetulan menetap di
banjar bersangkutan dipersilakan untuk menjadi anggota(krama banjar) kalau yang bersangkutan
menghendaki.Pusat dari bale banjar adalah bale banjar, dimana warga banjar bertemu pada hari-hari
yang tetap. Banjar dikepalai oleh seorang kepala yang disebut kelian banjar.

2. Subak

Subak di Bali seolah-olah lepas dari dari Banjar dan mempunyai kepala sendiri. Orang yang
menjadi warga subak tidak semuanya sama dengan orang yang menjadi anggota banjar.Warga subak
adalah pemilik atau para penggarap sawah yang yang menerima air irigasinya dari dari bendungan-
bendungan yang diurus oleh suatu subak. Sudah tentu tidak semua warga subak tadi hidup dalam suatu
banjar. Sebaliknya ada seorang warga banjar yang mempunyai banyak sawah yang terpencar dan
mendapat air irigasi dari bendungan yang diurus oleh beberapa subak. Dengan demikian warga banjar
tersebut akan menggabungkan diri dengan semua subak dimana ia mempunyai sebidang sawah.
3. Sekaha

Dalam kehidupan kemasyarakatan desa di Bali, ada organisasi-organisasi yang bergerak dalam
lapangan kehidupan yang khusus, ialah sekaha. Organisasi ini bersifat turun-temurun, tapi ada pula
yang bersifat sementara. Ada sekaha yang fungsinya adalah menyelenggarakan hal-hal atau upacara-
upacara yang berkenan dengan desa, misalnya sekaha baris (perkumpulan tari baris), sekaha teruna-
teruni. Sekaha tersebut sifatnya permanen, tapi ada juga sekaha yang sifatnya sementara, yaitu sekaha
yang didirikan berdasarkan atas suatu kebutuhan tertentu, misalnya sekaha memula (perkumpulan
menanam), sekaha manyi (perkumpulan menuai), sekaha gong (perkumpulan gamelan) dan lain-lain.

4. Gotong Royong

Dalam kehidupan berkomuniti dalam masyarakat Bali dikenal sistem gotong royong (nguopin)
yang meliputi lapangan-lapangan aktivitas di sawah (seperti menenem, menyiangi, panen dan
sebagainya), sekitar rumah tangga (memperbaiki atap rumah, dinding rumah, menggali sumur dan
sebagainaya), dalam perayaan-perayaan atau upacara-upacara yang diadakan oleh suatu keluarga, atau
dalam peristiwa kecelakaan dan kematian. nguopin antara individu biasanya dilandasi oleh pengertian
bahwa bantuan tenaga yang diberikan wajib dibalas dengan bantuan tenaga juga. kecuali nguopin
masih ada acara gotong royong antara sekaha dengan sekaha. Cara serupa ini disebut ngedeng
(menarik). Misalnya suatu perkumpulan gamelan ditarik untuk ikut serta dalam menyelenggarakan
suatu tarian dalam rangka suatu upacara odalan. bentuk yang terakhir adalah kerja bhakti (ngayah)
untuk keprluan agama,masyarakat maupun pemerintah.

1.4 SISTEM EKONOMI

Sebagian besar masyarakat Bali memiliki mata pencaharian sebagai petani. Selain padi,
pertanian yang lain yaitu palawija, kopi, dan kelapa. Peternakan di Bali juga maju, yaitu ternak babi
dan sapi. Selain itu juga dikembangkan peternakan kambing, kerbau, dan kuda.

Perikanan: dikembangkan perikanan darat dan laut, perikanan laut terdapat di pinggir pantai.
Para nelayan menggunakan jangkung (perahu penangkap ikan) untuk mencari ikan tongkol, udang, dan
cumi-cumi.

Di Bali juga banyak terdapat industri kerajinan, kerajinan yang dibuat meliputi: benda-benda
anyaman, kain tenun, pabrik rokok, dan tekstil. Selain itu juga banyak perusahaan yang menjual jasa,
seperti biro perjalanan, hotel, rumah makan, taksi, dan toko kesenian. Tempat usaha terbesar terdapat di
Gianyar, Denpasar, dan Tabanan.
BAB II

LINGKUNGAN PERMUKIMAN

2.1 POLA PERKAMPUNGAN

Pola perkampungan/ permukiman orang Bali dari segi strukturnya dibedakan atas dua jenis, yaitu :

Pertama, pola perkampungan mengelompok padat, pola ini terutama terdapat pada desa-desa di
Bali bagian pegunungan. Pola perkampungan di desa-desa iini bersifat memusat dengan kedudukan
desa adat amat penting dan sentral dalam berbagai segi kehidupan warga desa tersebut

Kedua, pola perkampungan menyebar, pola ini terutama terdapat pada desa-desa di Bali
dataran, dimana baik wilayah maupun jumlah warga desa disini jauh lebih luas dan lebih besar dari
desa-desa pegunungan. Desa-desa di Bali dataran yang menunjukkan pola menyebar terbagi lagi dalam
kesatuan-kesatuan sosial yang lebih kecil yang disebut Banjar. Banjar disini pada hakekatnya adalah
juga suatu kesatuan wilayah dan merupakan bagian dari suatu desa dengan memiliki kesatuan wilayah,
ikatan wilayah, ikatan pemujaan, serta perasaan cinta dan kebanggaan tersendiri.

Berdasarkan jenis-jenis bangunan Bali, tipologi bangunan bali dibagi menjadi empat yaitu
bangunan tempat tinggal (rumah) , tempat pemujaan, bangunan tempat musyawarah dan bangunan
tempat penyimpanan.
BAB III

KARYA ARSITEKTUR

3.1 RUMAH TRADISIONAL BALI

1. Angkul-Angkul
Angkul-angkul atau sering disebut

Rumah Adat Bali Angkul-Angkul. Di bagian luar, Ugadi akan membangun sebuah angkul-
angkul atau yang biasa kita kenal dengan Gapura. Jika diperhatikan, setiap rumah adat biasanya
memiliki pintu utama berupa gapura dengan atap artistik dan model tradisional seperti candi di sebelah
kanan dan kiri.

Rumah Adat Bali Angkul-Angkul

2. Aling-Aling
Kedua adalah rumah adat bali Aling-Aling. Masuk ke bagian halaman rumah adat Bali, ada
sebuah bangunan kecil yang diberi nama dengan Aling-Aling. Ini merupakan sebuah bangunan kecil
seperti pos ronda kecil yang biasanya terletak di pekarangan depan. Bangunan ini merupakan tempat
bagi pemilik rumah untuk melakukan aktivitas ruangan seperti mengukir patung, mempersiapkan alat
upacara tradisional, ataupun sekedar untuk beristirahat dan menerima tamu. Biasanya Aling-Aling akan
dikelilingi oleh tembok pembatas yang bernama penyeker, yang merupakan simbol untuk membatasi
aura negatif dan positif.
Rumah adat bali Aling-Aling

3. Pamerajan atau Pura Keluarga


Sebagaimana yang sudah diketahui bahwa mayoritas penduduk pulau Bali adalah pemeluk
Hindu, mereka pun memiliki Pamerajan atau yang biasa digunakan sebagai pura untuk beribadah di
rumah (keluarga). Bangungan ini biasanya terletak di pojok rumah dan di sebelah timur laut. Ini
merupakan bangunan yang suci dan disakralkan karena penghuni rumah kerap melakukan upacara
sembahyang atau doa harian di bangunan ini.

Rumah adat Bali Pamerajan atau Pura Keluarga

4. Bale Meten atau Bale Daja


Bale Menten adalah sebuah ruangan yang digunakan untuk tidur kepala keluarga. Biasanya Bale
Menten juga digunakan sebagai tempat tidur oleh anak gadis yang belum bersuami. Bangunan ini tidak
terlalu besar, juga tidak terlalu kecil mengingat fungsinya sebagai tempat tidur. Masyarakat Bali juga
memilih arah utara untuk membangun Bale Manten atau yang biasa dikenal dengan sebutan lain, Bale
Deja.
Rumah Adat Bali Bale Meten atau Bale Daja

5. Bale Dauh atau Bale Tiang Sanga


Ada dua sebutan yang sering digunakan oleh masyarakat Bali untuk menyebut bangunan ini,
Bale Dauh atau Bale Tiang Sanga. Ini merupakan sebuah bangunan yang diperuntukkan untuk
menerima tamu. Bangunan ini biasanya dibangun di sebelah Barat dengan bentuk persegi panjang.
Masyarakat Bali menghias bangunan ini dengan kayu yang diukir sedemikian rupa. Takjarang mereka
melengkapinya dengan beberapa patung di sudut ruangan.
Rumah Adat Bali Bale Dauh atau Bale Tiang Sanga

6. Bale Sekapat
Jika di era modern seperti ini, kita bisa menggambarkan Bale Sekapat sebagai sebuah gazebo
mini. Bentuknya memang sederhana, hanya terdiri dari empat tiang yang menyangga atap yang dibalut
oleh genteng ataupun jerami. Variasi lain biasanya Udagi akan membuat atap dengan bentuk pelana
atau limasan. Bale Sekapat kerap digunakan untuk bersantai di siang hari atau sekedar berkumpul para
anggota keluarga.
Rumah Adat Bali Bale Sekapat

7. Bale Gede
Sesuai dengan namanya, ini merupakan sebuah bangunan dengan ukuran yang besar (gede).
Jika dibandingkan dengan bangunan lain, bisa dibilang bahwa Bale Gede merupakan bangunan yang
mewah. Bangunan ini diperuntukkan untuk melakukan upacara adat yang perlu mengundang banyak
orang. Para tamu biasanya akan berkumpul di Bale Gede dan melakukan upacara adat dengan
membakar berbagai jenis sesaji.

Rumah adat Bali Bale Gede

8. Paweregen
Bangunan ini diperuntukkan sebagai dapur guna mengolah makanan dan menyimpan bahan
makanan. Pawaregen merupakan sebuah bangunan yang selalu ada pada setiap rumah adat Bali.
Peweregen biasanya dibagi menjadi 2 bagian.Pertama adalah tempat terbuka guna memasak makanan
menggunakan tungku dan kayu bakar.Bagian kedua adalah ruangan untuk menyimpan bahan makanan
dan alat-alat dapur
Rumah Adat Bali Paweregen

9. Jineng
Bangunan terakhir yang biasanya ada di halaman sebuah rumah adalah Jineng. Masyarakat Bali juga
mengenal bangunan ini dengan sebutan Klumpu, yakni sebuah tempat untuk menyimpan gabah dan
padi.Ukuran Jineng biasanya sama dengan Bale Sekapat, tidak terlalu besar namun juga tidak terlalu
kecil. Masyarakat tradisional Bali biasanya menyimpan gabah yang belum kering di bagian kolong
sedangkan pdi kering di bagian atas.

3.2 BENTUK DAN STRUKTUR RUMAH TRADISIONAL BALI


Masyarakat Bali dikenal sebagai penduduk yang masih menjunjung tinggi kasta dalam
kehidupan sosial. Namun sayang, di era modern seperti ini, strata dan status sosial tidak lagi berguna.
Material bangunan yang digunakan juga merupakan sebuah cerminan dari pemilik rumah adat Bali.
Para bangsawan biasanya akan membangun rumah dengan bahan dari tumpukan bata. Mereka
memiliki ukuran dan kualitas kayu yang terbaik.Sedangkan untuk bagian atap, mereka menggunakan
genteng yang terbuat dari tanah liat.Sedangkan untuk masyarakat biasa, bahan bangunan lebih
sederhana.Untuk bagian tembok, mereka menggunakan speci yang terbuat dari tanah liat.Sedangkan
untuk bagian atap biasanya menggunakan ijuk atau daun lontar yang sudah dikeringkan.
Struktur rumah adat bali

Namun bangunan rumah khas Bali saat ini sudah hampir sama, yakni terbuat dari campuran
semen dan batu bata. Meski demikian, di beberapa wilayah yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai
tradisional, biasanya mereka masih menggunakan desain dan bahan bangunan sederhana untuk rumah
adat Bali.
3.2 ORNAMEN PADA RUMAH TRADISIONAL BALI

Pada ornamen rumah masyarakat bali banyak menggunakan bentukan tumbuhan (flora) dan
binatang (fauna).Bentuknya yang mendekati keadaan sebenarnya ditampilkan sebagai latar belakang
hiasan-hiasan bidang dalam bentuk hiasan atau pahatan relief. Cerita-cerita pewayangan,legenda dan
kepercayaan, yang dituangkan ke dalam lukisanatau pahatan relief umumnya dilengkapi dengan latar
belakang berbagai macamtumbuh-tumbuhan yang menunjang penampilannya. Ragam hias yang
dikenakan pada bagian-bagian bangunan atau peralatandan perlengkapan bangunan dari jenis-jenis
flora dinamakan sesuai jenis dan keadaannya. Ada beberapa motif ukiran yang menggunakan bentukan
flora yaitu :

1) keketusan

ornamaen keketusan adalah sebuah karya seni yang kosep dasarnya diambil dari benda-benda
alam dan tumbuh- tumbuhan dan juga binatang. Tujuan ornamaen kekketuan diciptakan untuk
mengisi bagian-bagian pepalihan( bagian-bagian yang berbentuk segi empat panjang, seperti
bundad berundak-unda) bagunanan arsitektur tradisional bali. Makna yang terkandung dalam
ornamen keketusan adalah sebagain pengikat sifat-sifat positif, baik itu berupa terpenuhinya
sandang, pangan, papan, yang terpenting hidup rukun, damai , sejahtera baik dikehidupan sekarang
ini dan akhirat.

Keketusan dalam ragam hias tradisional sangat banyak jenisnnya, seperti: keketusan wangga
yang menggambarkan bunga-bunga besar yang mekar dari jenis tanaman yang berdaun lebar,
keketusan bungan tuwung adalah hiasan berpola bunga terung dalam bentuk liku-liku segi banyak
berulang atau bertumpuk menyerupai bungaterung, keketusan bun-bunan adalah hiasan berpola
tumbuh-tumbuhan jalar atau jalar bersulur. Keketusan memikiki jenis yang lainnya seperti mas-
masan, kakul-kakulan,batun timun, pae, ganggong, dan lain sebagainy

Pola ukiran keketusan wangga

pola ukiran keketusan mas-masan


2) Pepatran

Ornamen pepatran adalah ornamen yang konsepnya diambil dari tanaman merambat liar, yang
biasanya menumpang pada pohon-pohon besar sebagai pagar rumah. Tujuan pepatran ini adalah untuk
menghias rumah pribadi/adat/tempat suci yang khusus berkembang di bali. Peptran ini meghiasi
bagian-bagian yang lebar memanjang, baik berupa segiempat, baik tempatnya di tengah, dipinggir atau
bidang-bidang yang lebar, juga sebagain pelengkap dari ornamen kekarangan. Makna yang terkandung
pada pepatran adalah memberikan pelindung pada kehidupan manusia dari rasa takut, panasa, haus dan
lainnya. Sehingga memberikan kenyamanan bagi manusia yang tinggal di lingkungan bangunan yang
dihiasi ole pepatran.

3) Kekarangan

Ornamen Kekarangan adalah sebuah hasil karya seni yang ide/konsep dasarnya diambil dari muka
binatang yang hidupnya diari, didarat dan diudara dan muka manusia dan muka dewa-dewi. Bentuk
muka ini kemudian distilir/dideformasi/dirubah dalam bentuk kekarangan. Bentuk kekarangan ini
bertujuan menghias bagian-bagian pojok/sudut dan bagian tengah dari bangunan rumah pribadi, rumah
adat dan bangunan suci. Makna yang terkandung pada ornament kekarangan adalah simbol-simbol
kekuatan alam yang hidup didunia ini. Sehingga bangunan yang dihias dengan bentuk kekarangan
menjadi kuat/kokoh dan dijauhkan dari kekuat-kekuatan gaib yang kiranya mengganggu kehidupan
manusia, Hal ini dipercaya mampu menetralisir sifat-sifat negative di rubah menjadi sifat-sifat positif.
Karang Gajah Karang Tapel

4). Patung

Patung-patung hiasan permanen umumnya mengambil bentuk-bentuk dewa-dewa dalam imajinasi


manifestasinya, manusia dari dunia pewayangan, raksasa dalam expresi wajah dan sifatnya
dan binatang dalam berbagai bentuknya. Benda-benda soudenir dari kerajinan seni ukir ada pula yang
mengambil bentuk-bentuk binatang yang umumnya realis naturalis. Patung-patung dari jenis-jenis fauna yang
dijadikan hiasan atau sebagai elemen bangunan umumnya merupakan patung-patung
expresionis yang dilengkapi dengan elemen-elemen hiasan dari jenis-jenis pepateraan. Yang digunakan pada
rumah tadisional bali berbentuk dewa-dewa, garuda, singa, naga dan lain sebagainya. Patung biasanya
diletakkan di depan rumah.
Daftar pustaka

http://citraindonesiaku.blogspot.com/2012/02/sistem-organisasi-dan-kemasyarakatan-di.html

https://adatindonesia.com/rumah-adat-bali/

https://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2009/11/04/sistem-kemasyarakatan-di-bali/

https://www.academia.edu/6538615/ORNAMEN_ARSITEKTUR_BALI

Anda mungkin juga menyukai