Oleh
a. Telur
Telur dihasilkan oleh lalat betina dengan jumlah 100-150 butir. Telur
yang dihasilkan berbentuk lonjong dengan panjang 1-1,2 mm dan lebar
0,26 mm dengan warna putih kekuningan. Kedua ujungnya tumpul dan
bulat, ujung anterior lebih bulat. Telur menetas kurang dari 24 jam
setelah diletakkan, tergantung pada suhu udara. Pada suhu 15-20 oC,
periode menetas telur berkisar 24 jam. Sedangkan pada suhu 25-35 oC
hanya 8-12 jam. Musca domestica bertelur secara berkelompok pada
bahan organik yang basah tetapi tidak cair (Chong dan Zairi 1995
dalam Permatasari 2002).
b. Larva
Tahap larva terdiri dari 3 stadium, yaitu larva instar I, larva instar II,
dan larva instar III yang berturut-turut berukuran 2 mm, 4mm, dan
12mm. Sedangkan waktu perkembangannya menjadi pupa berturut
turut yaitu, 24-36 jam, 24 jam, dan 72-96 jam. Larva berwarna putih
dan berbentuk silindris dengan bagian posterior lebar dan tumpul,
sedangkan bagian anterior berbentuk runcing.
c. Pupa
Supaya dapat berkembangan menjadi pupa, maka larva instar III harus
berpindah ke tempat yang kering dengan suhu 35oC. Tahapan ini
terjadi ketika kulit lalat mengalami kontraksi, mengeras, dan berubah
warna menjadi kecoklatan. Pupa berbentuk seperti tabung dan
berukuran 6 mm. Pada suhu 39ºC pupa menjadi dewasa setelah 3 hari
sedangkan pada suhu 16ºCmasa pupa berlangsung selama 6-7 hari
(Ihsan, dkk.,2016).
d. Lalat dewasa
Lalat dewasa akan menetas setelah 7 hari tahapan pupa, tergantung
pada suhu lingkungan. Lalat dewasa keluar dengan cara mendorong
pupa menggunakan ptilinium dan keluar melalui celah lingkaran di
bagian anterior pupa. Ptilinum adalah kantung udara yang menutup
bagian dorsal kepala dan akan melepas sempurna setelah keluar dari
pupa (West 1951). Panjang tubuh M. Domestica dewasa 6-9 mm,
tubuh berwarna coklat gelap, bagian thorax dorsal terdapat 4 garis
membujur, warna abdomennya kuning dengan ruas abdomen akhir
berwarna coklat kehitaman (Masyhuda, 2017).
2. Habitat Hidup
Musca domestica merupakan lalat yang tersebar secara
kosmopolitan dan bersifat sinantropik, yaitu mempunyai hubungan
ketergantungan yang tinggi dengan manusia dalah hal kebutuhan
makanannya. Lalat lebih aktif pada tempat yang terlindung dari cahaya
dari pada tempat yang langsung terkena cahaya matahari. Penyebaran yang
luas dari lalat ini dimungkinkan karena daya adaptasinya yang tinggi
(Sitanggang, 2001).
Ada beberapa faktor yang memengaruhi kepadatan lalat di suatu
daerah, yaitu faktor tempat perindukan, cahaya matahari, suhu,
kelembapan, tekstur dan warna permukaan yang disenangi untuk istirahat.
Tempat perindukan yang dimaksud adalah kotoran ternak, sampah,
material organik, dan saluran pembuangan. Pada suhu 20-25oC populasi
lalat meningkat, sebaliknya populasi lalat akan menurut pada suhu >45oC
dan <10oC. Pada suhu yang sangat rendah lalat akan mengalami dormansi
pada stadium dewasa atau pupa.
C. Pengendalian Vektor Penyakit Thypus
Tindakan pengendalian lalat dapat dilakukan dengan cara langsung
dengan perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan maupun tidak langsung
dengan cara fisik, kimia, dan biologi.
a. Perbaikan Hygiene dan Sanitasi Lingkungan
Cara yang dapat dilakukan yaitu dengan menghilangkan tempat perindukan
lalat atau mengurangi sumber yang menarik lalat. Contoh tempat
perindukan adalah kotoran ternak, sampah, material organik, dan saluran
pembuangan. Pembersihan harus dilakukan secara rutin. Selain itu, Saluran
Pembuangan Air Limbah (SPAL) harus tertutup. Industri yang
menggunakan bahan yang menarik perhatian lalat wajib memasang alat
pembuang bau (exhaust). Pengendalian dapat dilakukan juga dengan
melindungi makanan dan peralatan makan dari kontak lalat.
b. Pengendalian Secara Fisik
Cara fisik merupakan cara yang mudah dan aman tetapi kurang efektif pada
populasi lalat yang tinggi, sehingga hanya cocok untuk skala kecil seperti di
rumah sakit, kantor, hotel, supermarket, dan pertokoan. Cara yang dapat
dilakukan yaitu dengan memasang alat-alat yang dapat mematikan ataupun
menjebak lalat. Contohnya umpan kertas lengket, pembunuh elektronik,
kasa kawat/plastik, dll.
c. Pengendalian Secara Kimia
Pengendalian secara kimia biasa dilakukan apabila terjadi KLB (Kejadian
Luar Biasa) seperti kolera, disentri, atau trakoma. Zat kimia yang digunakan
adalah pestisida yang dapat dilakukan dengan cara umpan (baits),
penyemprotan dengan efek residu (residual spraying) dan pengasapan
(space spraying). Cara hanya boleh dilakukan dengan periode yang singkat
karena dapat menimbulakn resistensi pada lalat. Aplikasi yang efektif dari
insektisida dapat secara sementara memberantas lalat dengan cepat.
d. Pengendalian Secara Biologi
Pengendalian secara biologi dapat dilakukan dengan memanfaaatkan semut
kecil Phiedoloqelon affinis untuk mengurangi lalat rumah di lokasi
pembuangan sampah.
DAFTAR PUSTAKA
Dian H. 2015. Hubungan antara Faktor Risiko dengan Kejadian Demam Tifoid
pada Pasien yang di Rawat di Rumah Sakit Al-Islam Bandung Periode
Februari - Juni 2015. Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas Kedokteran.
Universitas Islam Bandung: Bandung.
Ihsan, L. M., R. Hidayati., U. K. Hadi. 2016. Pengaruh Suhu Udara terhadap
Fekunditas dan Perkembangan Pradewasa Lalat Rumah (Musca domestica).
Jurnal Teknologi Lingkungan. Vol. 17 (2): 100-107.
Kunarso, Djoko Hadi. 1987. Beberapa Catatan Tentang Bakteri Salmonella.
Oseana, Vol XII(4): 81-83.
Masyhuda, R. Hestiningsih, R. Rahadian. 2017. Survei Kepadatan Lalat di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Jatibarang Tahun 2017. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. Vol. 5 (4): 560-569.
Nofita S. 2019. EFEKTIVITAS ISOLAT JAMUR ENTOMOPATOGEN SEBAGAI
BIOINSEKTISIDA LALAT RUMAH (Musca domestica). Skripsi. Tidak
diterbitkan. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Lampung:LampungOctira D. 2015. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Laju
Kesembuhan Penderita Typhus Abdominalis yang Dirawat Inap di RSUD
Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014. Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara: Medan.
Suhaemi. 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam
Tyfoid Di RSUD Syekh Yusuf Kab. Gowa. Skripsi. Tidak diterbitkan.
Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin:
Makassar.
Sumber Gambar
1. https://embibe-cdn.s3.amazonaws.com/resources/images/epidemiology.jpg
2. Jurnal Beberapa Catatan Tentang Bakteri Salmonella
3. https://encrypted-
tbn0.gstatic.com/images?q=tbn%3AANd9GcT1jXgjVJa7_0Lzh0u7aAPvo
x-874j1jdBGfeNydDmVjPeyiQFz