Anda di halaman 1dari 9

AGEN DAN VEKTOR PENYAKIT TYPHUS

Tugas Mata Kuliah


Dasar Kesehatan Lingkungan

Oleh

Bunga Zakiyya Darojat


NIM. 190612642905
Offering A

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
November 2019
Typhus merupakan penyakit akut yang terjadi pada usus halus. Sinonim dari
typhus adalah tifus, demam tifoid, enteric fever, dan paratifus abdominalis. Agen
dari penyakit thypus adalah bakteri Salmonella typhi, sedangkan vektornya adalah
Musca domestica (lalat rumah).
A. Agen Penyakit Thypus
1. Siklus Hidup
Transmisi agen dapat terjadi melalui makanan dan miniman yang
terkontaminasi urin atau feses penderita tifus akut dan para pembawa
kuman (karrier). Lima F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku),
Fomitus (muntahan), Fly (lalat), dan Feces dapat menyebabkan tifus. Di
beberapa negara penularan, kerang-kerangan yang berasal dari air yang
tercemar, buah-buahan, sayur-sayuran mentah yang dipupuk dengan
kotoran manusia, susu dan produk susu yang terkontaminasi oleh carrier
atau pembawa kuman seringkali tidak teridentifikasi.

Gambar 1. Siklus Hidup Bakteri Salmonella


Transmisi agen secara pasif dilakukan oleh lalat. Lalat membawa
muntahan, urin, dan kotoran penderita menggunakan kaki-kaki mereka
lalu mengkontaminasi makanan, minuman, buah-buahan dan sayuran
segar.
Salmonella memasuki tubuh melalui saluran pencernaan. Manusia
yang selalu mengeluarkan Salmonella, baik ketika sakit, maupun ketika
masa penyembuhan menjadi sumber utama penyakit typhus. Pada masa
penyembuhan, penderita masih mengandung Salmonella di dalam
kandung empedu atau di dalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam
typhoid kelak akan menjadi carrier sementara, sedang, 2% yang lain akan
menjadi karrier menahun. Sebagian besar dari carrier tersebut merupakan
carrier intestinal (intestinal type) sedang yang lain termasuk urinary type.
Saat Salmonella masuk ke dalam saluran pencernaan manusia,
sebagian Salmonella mati oleh asam lambung dan sebagian lainnya masuk
ke dalam usus halus, sehingga berhasil menyerang usus halus. Kemudian
kuman masuk ke kelenjar getah bening, ke pembuluh darah, dan ke seluruh
tubuh ( terutama pada organ hati, empedu, dan lain-lain). Dengan
demikian, kotoran dan air seni penderita yang mengandung Salmonella
dapat mencemari makanan dan minuman, kemudian dimakan oleh
manusia, dst. Sekali kuman S. typhi dimakan atau diminum, ia akan
menuju ke dalam saluran darah dan badan akan berespon dengan
menunjukkan beberapa gejala seperti demam.
2. Habitat hidup
Sebagian besar bakteri Salmonella hidup sebagai parasit di dalam
saluran pencernaan manusia, hewan ternak, dan ikan. Pada ikan
Salmonella juga terdapat pada insang dan permukaan kulit. Ketahanan
hidup Salmonella sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan nutrisi. Perairan
pantai dan estuaria banyak mengandung nutrisi berupa material-material
organik yang berasal dari limbah domestik atau industri yang menjadi
sumber nutrisi bagi Salmonella. Selain itu, perairan laut juga masih bisa
ditinggali Salmonella, terutama yang mengandung kadar protein rendah
yaitu 60 mg/l-70 mg/l. Keberadaannya di perairan laut masih dipengaruhi
oleh faktor fisik seperti, arus, gelombang, dan turbulensi.
Bakteri Salmonella merupakan bakteri yang berasal dari darat atau
air tawar yang menyebar ke perairan laut melalui air sungai, mikroflora
perairan laut, dan biota laut.

Gambar 2. Skema Penyebaran Bakteri Salmonella di laut.

B. Vektor Penyakit Thypus


1. Siklus Hidup
Musca domestica atau lalat rumah memiliki siklus hidup berupa
metamorfosis sempurna dengan empat stadium, yaitu telur, larva, pupa dan
lalat dewasa.
Gambar 3. Siklus Hidup Musca domestica

a. Telur
Telur dihasilkan oleh lalat betina dengan jumlah 100-150 butir. Telur
yang dihasilkan berbentuk lonjong dengan panjang 1-1,2 mm dan lebar
0,26 mm dengan warna putih kekuningan. Kedua ujungnya tumpul dan
bulat, ujung anterior lebih bulat. Telur menetas kurang dari 24 jam
setelah diletakkan, tergantung pada suhu udara. Pada suhu 15-20 oC,
periode menetas telur berkisar 24 jam. Sedangkan pada suhu 25-35 oC
hanya 8-12 jam. Musca domestica bertelur secara berkelompok pada
bahan organik yang basah tetapi tidak cair (Chong dan Zairi 1995
dalam Permatasari 2002).
b. Larva
Tahap larva terdiri dari 3 stadium, yaitu larva instar I, larva instar II,
dan larva instar III yang berturut-turut berukuran 2 mm, 4mm, dan
12mm. Sedangkan waktu perkembangannya menjadi pupa berturut
turut yaitu, 24-36 jam, 24 jam, dan 72-96 jam. Larva berwarna putih
dan berbentuk silindris dengan bagian posterior lebar dan tumpul,
sedangkan bagian anterior berbentuk runcing.
c. Pupa
Supaya dapat berkembangan menjadi pupa, maka larva instar III harus
berpindah ke tempat yang kering dengan suhu 35oC. Tahapan ini
terjadi ketika kulit lalat mengalami kontraksi, mengeras, dan berubah
warna menjadi kecoklatan. Pupa berbentuk seperti tabung dan
berukuran 6 mm. Pada suhu 39ºC pupa menjadi dewasa setelah 3 hari
sedangkan pada suhu 16ºCmasa pupa berlangsung selama 6-7 hari
(Ihsan, dkk.,2016).
d. Lalat dewasa
Lalat dewasa akan menetas setelah 7 hari tahapan pupa, tergantung
pada suhu lingkungan. Lalat dewasa keluar dengan cara mendorong
pupa menggunakan ptilinium dan keluar melalui celah lingkaran di
bagian anterior pupa. Ptilinum adalah kantung udara yang menutup
bagian dorsal kepala dan akan melepas sempurna setelah keluar dari
pupa (West 1951). Panjang tubuh M. Domestica dewasa 6-9 mm,
tubuh berwarna coklat gelap, bagian thorax dorsal terdapat 4 garis
membujur, warna abdomennya kuning dengan ruas abdomen akhir
berwarna coklat kehitaman (Masyhuda, 2017).
2. Habitat Hidup
Musca domestica merupakan lalat yang tersebar secara
kosmopolitan dan bersifat sinantropik, yaitu mempunyai hubungan
ketergantungan yang tinggi dengan manusia dalah hal kebutuhan
makanannya. Lalat lebih aktif pada tempat yang terlindung dari cahaya
dari pada tempat yang langsung terkena cahaya matahari. Penyebaran yang
luas dari lalat ini dimungkinkan karena daya adaptasinya yang tinggi
(Sitanggang, 2001).
Ada beberapa faktor yang memengaruhi kepadatan lalat di suatu
daerah, yaitu faktor tempat perindukan, cahaya matahari, suhu,
kelembapan, tekstur dan warna permukaan yang disenangi untuk istirahat.
Tempat perindukan yang dimaksud adalah kotoran ternak, sampah,
material organik, dan saluran pembuangan. Pada suhu 20-25oC populasi
lalat meningkat, sebaliknya populasi lalat akan menurut pada suhu >45oC
dan <10oC. Pada suhu yang sangat rendah lalat akan mengalami dormansi
pada stadium dewasa atau pupa.
C. Pengendalian Vektor Penyakit Thypus
Tindakan pengendalian lalat dapat dilakukan dengan cara langsung
dengan perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan maupun tidak langsung
dengan cara fisik, kimia, dan biologi.
a. Perbaikan Hygiene dan Sanitasi Lingkungan
Cara yang dapat dilakukan yaitu dengan menghilangkan tempat perindukan
lalat atau mengurangi sumber yang menarik lalat. Contoh tempat
perindukan adalah kotoran ternak, sampah, material organik, dan saluran
pembuangan. Pembersihan harus dilakukan secara rutin. Selain itu, Saluran
Pembuangan Air Limbah (SPAL) harus tertutup. Industri yang
menggunakan bahan yang menarik perhatian lalat wajib memasang alat
pembuang bau (exhaust). Pengendalian dapat dilakukan juga dengan
melindungi makanan dan peralatan makan dari kontak lalat.
b. Pengendalian Secara Fisik
Cara fisik merupakan cara yang mudah dan aman tetapi kurang efektif pada
populasi lalat yang tinggi, sehingga hanya cocok untuk skala kecil seperti di
rumah sakit, kantor, hotel, supermarket, dan pertokoan. Cara yang dapat
dilakukan yaitu dengan memasang alat-alat yang dapat mematikan ataupun
menjebak lalat. Contohnya umpan kertas lengket, pembunuh elektronik,
kasa kawat/plastik, dll.
c. Pengendalian Secara Kimia
Pengendalian secara kimia biasa dilakukan apabila terjadi KLB (Kejadian
Luar Biasa) seperti kolera, disentri, atau trakoma. Zat kimia yang digunakan
adalah pestisida yang dapat dilakukan dengan cara umpan (baits),
penyemprotan dengan efek residu (residual spraying) dan pengasapan
(space spraying). Cara hanya boleh dilakukan dengan periode yang singkat
karena dapat menimbulakn resistensi pada lalat. Aplikasi yang efektif dari
insektisida dapat secara sementara memberantas lalat dengan cepat.
d. Pengendalian Secara Biologi
Pengendalian secara biologi dapat dilakukan dengan memanfaaatkan semut
kecil Phiedoloqelon affinis untuk mengurangi lalat rumah di lokasi
pembuangan sampah.
DAFTAR PUSTAKA
Dian H. 2015. Hubungan antara Faktor Risiko dengan Kejadian Demam Tifoid
pada Pasien yang di Rawat di Rumah Sakit Al-Islam Bandung Periode
Februari - Juni 2015. Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas Kedokteran.
Universitas Islam Bandung: Bandung.
Ihsan, L. M., R. Hidayati., U. K. Hadi. 2016. Pengaruh Suhu Udara terhadap
Fekunditas dan Perkembangan Pradewasa Lalat Rumah (Musca domestica).
Jurnal Teknologi Lingkungan. Vol. 17 (2): 100-107.
Kunarso, Djoko Hadi. 1987. Beberapa Catatan Tentang Bakteri Salmonella.
Oseana, Vol XII(4): 81-83.
Masyhuda, R. Hestiningsih, R. Rahadian. 2017. Survei Kepadatan Lalat di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Jatibarang Tahun 2017. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. Vol. 5 (4): 560-569.
Nofita S. 2019. EFEKTIVITAS ISOLAT JAMUR ENTOMOPATOGEN SEBAGAI
BIOINSEKTISIDA LALAT RUMAH (Musca domestica). Skripsi. Tidak
diterbitkan. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Lampung:LampungOctira D. 2015. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Laju
Kesembuhan Penderita Typhus Abdominalis yang Dirawat Inap di RSUD
Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014. Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara: Medan.
Suhaemi. 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam
Tyfoid Di RSUD Syekh Yusuf Kab. Gowa. Skripsi. Tidak diterbitkan.
Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin:
Makassar.

Sumber Gambar
1. https://embibe-cdn.s3.amazonaws.com/resources/images/epidemiology.jpg
2. Jurnal Beberapa Catatan Tentang Bakteri Salmonella
3. https://encrypted-
tbn0.gstatic.com/images?q=tbn%3AANd9GcT1jXgjVJa7_0Lzh0u7aAPvo
x-874j1jdBGfeNydDmVjPeyiQFz

Anda mungkin juga menyukai