Anda di halaman 1dari 22

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN

ATAS PENERAPAN KLAUSULA BAKU


Kajian Putusan Nomor 26/P.BPSK/12/2014, Nomor 15/PDT.G/2015/PN.SBY,
dan Nomor 184 K/PDT.SUS-BPSK/2016

LEGAL PROTECTION FOR CONSUMERS IN TERM OF


THE IMPLEMENTATION OF STANDARDIZED CLAUSE
An Analysis of Court Decision Number 26/P.BPSK/12/2014,
Number 15/PDT.G/2015/PN.SBY, and Number 184 K/PDT.SUS-BPSK/2016

M. Syamsudin & Fera Aditias Ramadani


Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
Jl. Tamansiswa No. 158 Yogyakarta 55151
E-mail: m.syamsudin@uii.ac.id; feraaditiaz@gmail.com

Naskah diterima: 12 Oktober 2017; revisi: 27 Maret 2018; disetujui 27 Maret 2018

http://dx.doi.org/10.29123/jy.v11i1.252

ABSTRAK Konsumen. Konsekuensinya adalah batal demi hukum.


Putusan Mahkamah Agung tidak tepat dan cermat dalam
Kajian ini dilatarbelakangi oleh putusan kasasi
mempertimbangkan fakta-fakta hukum dan penerapan
Mahkamah Agung yang memutus berbeda dengan
hukumnya. Ditinjau dari substansinya, Putusan Badan
putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, yang
Penyelesaian Sengketa Konsumen yang dikuatkan
dikuatkan oleh Pengadilan Negeri Surabaya terkait
oleh Pengadilan Negeri Surabaya lebih memenuhi rasa
dengan gugatan pelanggaran klausula baku oleh pelaku
keadilan dan melindungi konsumen jika dibandingkan
usaha jasa kebugaran milik PT X. Permasalahannya
dengan Putusan Mahkamah Agung.
adalah: 1) Apakah isi klausula baku yang tercantum
dalam perjanjian anggota jasa kebugaran milik PT Kata kunci: perlindungan konsumen, klausula baku,
X dapat dibenarkan berdasarkan Pasal 18 Undang- perjanjian keanggotaan.
Undang Perlindungan Konsumen?; 2) Apakah dasar
pertimbangan hakim Mahkamah Agung sudah tepat
dan mencerminkan nilai-nilai keadilan bagi para pihak ABSTRACT
jika dibandingkan dengan Putusan Badan Penyelesaian The background of this study is related to the Supreme
Sengketa Konsumen dan Pengadilan Negeri Surabaya? Court Decision which is contradicted the Decision of the
Kajian ini merupakan penelitian hukum normatif Consumer Dispute Settlement Agency (BPSK) upheld by
dengan metode pendekatan kasus dan perundang- the Surabaya District Court in relation to the lawsuit
undangan. Hasil kajian menunjukkan bahwa klausula regarding the violation of the standard clause by PT
baku dalam perjanjian keanggotaan jasa kebugaran X. The legal questions are: 1) Does the standardized
milik PT X telah melanggar ketentuan Pasal 18 ayat clause contained in the membership agreement of PT
(1) huruf a, c, e, f, dan g Undang-Undang Perlindungan X violate the Article 18 of the Consumer Protection

Perlindungan Hukum Konsumen Atas Penerapan Klausula Baku (M. Syamsudin & Fera Aditias Ramadani) | 91

JURNAL ISI.indd 91 4/25/2018 3:32:59 PM


Law?; 2) Are the considerations of the Supreme Court Article 18 paragraph (1) letters a, c, e, f, and g. The
Judge appropriate and do they reflect the justice values consequences is null and void. The Supreme Court failed
for the parties when compared with the decision of the to consider and employ the legal facts in the ruling. By
Consumer Dispute Settlement Agency and the Surabaya the content, the Decision of BPSK strengthened by the
District Court? This study is a normative legal research Surabaya District Court is likely more justifiable and
done with case study and legislation review. The results protective compared to the Supreme Court Decision.
indicate that the standardized clause in the membership
Keywords: consumer protection, standardized clause,
agreement of PT X has violated the provisions of
membership agreement.

I. PENDAHULUAN persyaratan keanggotaan, pernyataan penolakan


A. Latar Belakang tangung jawab atas kehilangan barang milik
konsumen serta menolak tanggung jawab atas
Latar belakang kajian Putusan Nomor
segala bentuk risiko akibat penggunaan peralatan
184 K/PDT.SUS-BPSK/2016 yang memberikan
kebugaran.
putusan berbeda dengan putusan tingkat
peradilan sebelumnya yaitu Putusan Nomor 26/P. PT X merupakan tempat penyedia jasa
BPSK/12/2014 yang dikuatkan oleh Putusan kebugaran beserta alatnya, yang berkedudukan di
Nomor 15/PDT.G/2015/PN.SBY. Perbedaan Jakarta Selatan. Pada tanggal 28 November 2014
putusan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung PT X digugat di Badan Penyelesaian Sengketa
memiliki pengaruh yang besar mengingat Konsumen Kota Malang oleh RS, bertempat
putusan tersebut bersifat final dan mengikat, tinggal di Kota Surabaya dengan gugatan
sehingga menentukan nasib dari masing-masing pembatalan penerapan klausula baku yang
pihak yang beperkara sebagai upaya hukum tercantum dalam perjanjian keanggotaan sebagai
yang terakhir. syarat pengguna jasa alat kebugaran. RS adalah
pengguna jasa (konsumen) tempat kebugaran
Putusan Nomor 184 K/PDT.SUS-
yang dimiliki oleh PT X, dengan dibuktikan dua
BPSK/2016 mengenai keberatan terhadap
buah kartu member anggota yang berlaku seumur
gugatan pembatalan klausula baku tersebut
hidup dengan total pembayaran Rp35.000.000,-
membatalkan Putusan Nomor 15/PDT.G/2015/
dan dikuatkan dengan pengadaan Perjanjian
PN.SBY dan menyatakan bahwa Pengadilan
Keanggotaan Nomor GX-10001722 tertanggal
Negeri Surabaya telah salah dalam menerapkan
15 November 2008.
hukum serta menyatakan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen Kota Malang tidak Tanggal 29 Oktober 2014 PT X melakukan
berwenang memeriksa dan memutus perkara. pemutusan keanggotaan terhadap RS secara
Selain itu juga membenarkan tindakan PT X sepihak dengan alasan telah melakukan
(penggugat kasasi) dengan dikabulkannya pelanggaran terhadap tata tertib. Selain itu
gugatan sebagai penyedia jasa tempat belakangan juga diketahui di dalam ketentuan
kebugaran beserta alatnya untuk mencantumkan dan persyaratan keanggotaan serta tata tertib
klausula baku yang dilarang dalam “Perjanjian bagi anggota tempat kebugaran milik PT X
Keanggotaan” yang berisi ketentuan dan mengandung klausula-klausula baku yang

92 | Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 91 - 112

JURNAL ISI.indd 92 4/25/2018 3:32:59 PM


dilarang dalam Pasal 18 Undang-Undang dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa
Perlindungan Konsumen. Pihak RS merasa Konsumen, bahwa belum terjadi kerugian di
dirugikan dan mengajukan gugatan kepada pihak RS (tergugat kasasi) sementara menurut
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota pasal tersebut sengketa konsumen terjadi apabila
Malang pada tanggal 28 November 2014 dengan terdapat kerugian bagi pihak yang melakukan
gugatan pembatalan terhadap klausula baku gugatan.
dalam perjanjian dan ganti kerugian.
Keberadaan klausula baku dalam
Putusan Nomor 26/P.BPSK/12/2014 perjanjian ketentuan dan persyaratan
tersebut diperkuat dengan Putusan Nomor 15/ keangggotaan yang telah dinyatakan dalam
PDT.G/2015/PN.SBY, tanggal 21 Mei 2015 yang Putusan Nomor 26/P.BPSK/12/2014 dan Putusan
diajukan oleh pihak yang mengajukan keberatan Nomor 15/PDT.G/2015/PN.SBY sebelumnya
yaitu PT X namun ditolak. Atas Putusan Nomor melanggar ketentuan Pasal 18 Undang-Undang
15/PDT.G/2015/PN.SBY tersebut pada tanggal Perlindungan Konsumen karena mengandung
15 Juni 2015 PT X melakukan keberatan klausula-klausula baku yang dilarang dan
pada tingkat kasasi dan telah diputus dengan jelas merugikan konsumen, seperti penolakan
Putusan Nomor 184 K/PDT.SUS-BPSK/2016 pengembalian uang pembayaran apabila
tanggal 30 Maret 2016 yaitu mengabulkan perjanjian batal, melakukan perubahan biaya
permohonan kasasi PT X dan membatalkan secara sepihak, melakukan perpanjangan
putusan sebelumnya, dengan alasan bahwa anggota secara otomatis tanpa pemberitahuan,
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen penolakan tanggung jawab atas barang yang
Kota Malang tidak berwenang memeriksa dan hilang atau dicuri serta menolak bertanggung
memutus sengketa tersebut dan menganggap jawab atas segala risiko yang dialami anggota
Putusan Nomor 15/PDT.G/2015/PN.SBY telah saat menggunakan alat kebugaran.
salah dalam menerapkan hukum.
Keberadaan klausula baku tersebut
Persoalan muncul saat terjadi perbedaan dibenarkan dan cenderung diabaikan dalam
putusan hakim yang bertentangan. Dasar Putusan Nomor 184 K/PDT.SUS-BPSK/2016
pertimbangan hakim dalam memutus perkara dengan pertimbangan bahwa Pengadilan
menjadi penting untuk menentukan mengenai Negeri Surabaya telah salah menerapkan
tepat atau tidaknya suatu putusan. Dalam Putusan hukum dan membatalkan Putusan Nomor
Nomor 184 K/PDT.SUS-BPSK/2016, Badan 26/P.BPSK/12/2014 yang diperkuat dengan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Malang Putusan Nomor 15/PDT.G/2015/PN.SBY yang
dianggap tidak berwenang memeriksa dan sebelumnya menyatakan perjanjian dengan
memutus sengketa tersebut dengan alasan bahwa klausula baku tersebut mengandung cacat hukum
gugatan yang diajukan oleh RS (tergugat kasasi) dan batal demi hukum.
merupakan sengketa ingkar janji (wanprestasi)
dan bukan merupakan sengketa konsumen. B. Rumusan Masalah
Dasar pertimbangan hakim adalah Pasal 1 angka
8 Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 350/ Mengacu kepada latar belakang,
MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas permasalahan dirumuskan sebagai berikut:

Perlindungan Hukum Konsumen Atas Penerapan Klausula Baku (M. Syamsudin & Fera Aditias Ramadani) | 93

JURNAL ISI.indd 93 4/25/2018 3:32:59 PM


1. Apakah isi klausula baku yang tercantum kedudukan dari kedua belah pihak tidak seimbang,
dalam perjanjian anggota jasa kebugaran yang pada akhirnya melahirkan suatu perjanjian
milik PT X melanggar Pasal 18 Undang- yang tidak terlalu menguntungkan bagi salah
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang satu pihak (Barkatullah, 2008: 95). Penerapan
Perlindungan Konsumen? suatu perjanjian yang tidak seimbang sehingga
menimbulkan keuntungan bagi pelaku usaha
2. Apakah dasar pertimbangan Putusan
sering muncul dalam bentuk perjanjian baku
Nomor 184 K/PDT.SUS-BPSK/2016
dan/atau klausula baku karena format dan isinya
sudah tepat dan mencerminkan keadilan
telah ditentukan sebelumnya secara sepihak.
dan melindungi konsumen dibandingkan
Perjanjian seperti ini umumnya dicantumkan
dengan Putusan Nomor 26/P.BPSK
dalam setiap dokumen perjanjian yang dibuat
/12/2014 dan Nomor 15/PDT.G/2015/
oleh salah satu pihak yang lebih dominan dari
PN.SBY?
pihak lainnya. Dikatakan bersifat baku karena
baik perjanjian maupun klausula tersebut tidak
C. Tujuan dan Kegunaan dapat dan tidak mungkin dinegosiasikan oleh
Kajian ini bertujuan untuk menguji isi pihak lainnya (Barkatullah, 2008: 96).
klausula baku yang tercantum dalam perjanjian Undang-Undang Perlindungan Konsumen
anggota jasa kebugaran milik PT X melanggar memberikan definisi tentang klausula baku dalam
atau tidak Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Pasal 1 angka 10 yaitu: “Klausula baku adalah
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, setiap aturan atau ketentuan dan syarat­syarat yang
dan menganalisis isi Putusan Nomor 26/P. telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu
BPSK/12/2014; Putusan Nomor 15/PDT.G/2015/ secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan
PN.SBY; dan Putusan Nomor 184 K/PDT.SUS- dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang
BPSK/2016 sudah mencerminkan keadilan dan mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.”
melindungi konsumen atau belum. Dengan
kajian tersebut diharapkan berguna secara Pengaturan mengenai pencantuman
teoretis dan praktis bagi keilmuan hukum terkait klausula baku dalam Undang-Undang
dengan hukum perlindungan konsumen. Perlindungan Konsumen dimaksudkan agar
kedudukan konsumen setara dengan pelaku
usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak.
D. Tinjauan Pustaka
Perjanjian baku adalah perjanjian yang isinya
1. Perjanjian Baku
dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir
Perjanjian dibuat berdasarkan kesepakatan dan hampir seluruh klausulanya dibakukan oleh
bebas antara kedua pihak yang cakap untuk pemakainya dan pihak lain pada dasarnya tidak
bertindak (pemenuhan syarat subjektif) untuk mempunyai peluang untuk merundingkan atau
melaksanakan suatu prestasi yang tidak meminta perubahan (Kristiyanti, 2009: 139).
bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku, Seperti yang berlaku bagi setiap konsumen
kepatutan, kesusilaan, ketertiban umum, serta yang akan menggunakan jasa kebugaran yang
kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat luas dimiliki PT X diharuskan melakukan “Perjanjian
(pemenuhan syarat objektif). Namun terkadang Keanggotaan” yang berisi klausula baku.

94 | Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 91 - 112

JURNAL ISI.indd 94 4/25/2018 3:32:59 PM


Perjanjian baku yang berkembang dalam d. Konsumen hanya dapat menerima atau
masyarakat memiliki beberapa ciri-ciri antara menolak
lain sebagai berikut:
Jika konsumen menerima syarat-syarat
a. Bentuknya tertulis perjanjian yang ditawarkan kepadanya,
maka harus menandatangani perjanjian
Bentuk perjanjian meliputi naskah
tersebut. Penandatanganan perjanjian
perjanjian secara keseluruhan dan dokumen
tersebut menunjukkan bahwa konsumen
bukti perjanjian yang memuat syarat-syarat
bersedia memikul beban tanggung jawab
baku. Kata-kata atau kalimat pernyataan
yang seharusnya menjadi kewajiban pelaku
kehendak yang termuat dalam syarat-syarat
usaha. Jika konsumen tidak setuju dengan
baku, dibuat secara tertulis berupa akta
syarat-syarat perjanjian yang ditawarkan
otentik atau akta di bawah tangan.
tersebut, ia dapat menolak namun tidak
b. Formatnya dibakukan dapat melakukan negosiasi syarat-syarat
yang sudah distandarisasikan tersebut.
Format perjanjian meliputi model,
rumusan, dan ukuran dibakukan, artinya e. Isinya selalu menguntungkan pelaku usaha
sudah ditentukan model, rumusan, dan
Perjanjian baku dirancang secara sepihak
ukurannya. Sehingga tidak dapat diganti,
oleh pihak pelaku usaha, sehingga perjanjian
dirubah atau dibuat dengan cara lain
yang dibuat dengan cara demikian isinya
karena sudah dicetak. Model perjanjian
akan selaku menguntungkan pihak pelaku
dapat berupa blanko naskah perjanjian
usaha (Muhammad, 1992: 6).
lengkap atau blanko formulir yang
dilampiri dengan naskah syarat-syarat Perjanjian baku dapat dibedakan menjadi
perjanjian atau dokumen bukti perjanjian tiga jenis, yaitu:
yang memuat syarat-syarat baku.
a. Perjanjian baku sepihak, yaitu perjanjian
c. Syarat-syaratnya ditentukan oleh pelaku baku yang isinya ditentukan oleh pihak
usaha secara sepihak yang kuat kedudukannya dalam perjanjian
tersebut, biasanya oleh pelaku usaha yang
Syarat-syarat perjanjian yang merupakan
kedudukannya lebih kuat;
pernyataan kehendak ditentukan sendiri
secara sepihak oleh pelaku usaha atau b. Perjanjian baku yang ditetapkan
organisasi pelaku usaha, karena syarat- pemerintah, yaitu perjanjian baku yang
syarat perjanjian itu dimonopoli oleh pelaku mempunyai objek berupa hak-hak atas
usaha, maka sifatnya lebih menguntungkan tanah;
pihak pelaku usaha daripada konsumen.
c. Perjanjian baku yang sudah ditentukan
Hal ini tergambar dalam klausula
di lingkungan notaris atau advokat, yaitu
eksonerasi berupa pembebasan tanggung
perjanjian yang sejak semula sudah
jawab pelaku usaha, tanggung jawab
disediakan untuk memenuhi permintaan
tersebut beralih menjadi beban konsumen.
dari anggota masyarakat yang meminta

Perlindungan Hukum Konsumen Atas Penerapan Klausula Baku (M. Syamsudin & Fera Aditias Ramadani) | 95

JURNAL ISI.indd 95 4/25/2018 3:32:59 PM


bantuan notaris atau advokat yang Fuady menggunakan istilah klausula
bersangkutan (Badrulzaman, 1990: 49). eksemsi untuk menyebut klausula eksonerasi.
Klasula eksemsi adalah suatu klausula dalam
Penggunaan klausula baku dalam suatu
kontrak yang membebaskan atau membatasi
perjanjian dianggap tidak melanggar ketentuan-
tanggung jawab dari salah satu pihak jika terjadi
ketentuan dalam hukum perdata terutama yang
wanprestasi padahal menurut hukum, tanggung
berkaitan dengan asas kebebasan berkontrak. Hal
jawab tersebut mestinya dibebankan kepadanya.
tersebut karena dalam perjajian baku tidak semua
Secara teknis yuridis, klausula eksemsi dalam
isi perjanjian dibakukan hanya saja mengurangi
suatu kontrak biasanya dilakukan melalui tiga
keberadaan asas kebebasan berkontrak.
metode sebagai berikut:
Konsumen masih diberi kebebasan
a. Metode pengurangan atau bahkan
untuk menentukan mengenai jenis barang,
penghapusan atas kewajiban-kewajiban
jumlah, warna, tempat, waktu, dan hal-hal
hukum yang biasanya dibebankan kepada
lain yang berkaitan dengan objek perjanjian.
salah satu pihak;
Sederhananya konsumen masih diberi kebebasan
untuk membuat perjanjian dalam hal-hal tertentu b. Metode pengurangan atau bahkan
yang berkaitan dengan objek perjanjian. Hal penghapusan terhadap akibat hukum karena
yang menjadi masalah adalah terdapat klausula pelaksanaan kewajiban yang tidak benar;
eksonerasi dalam suatu perjanjian baku yang
c. Metode penciptaan kewajiban-kewajiban
mengalihkan tanggung jawab pelaku usaha.
tertentu kepada salah satu pihak dalam
Klausula eksonerasi adalah syarat yang kontrak (Fuady, 2003: 98).
secara khusus membebaskan pengusaha dari
Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan
tanggung jawab terhadap akibat yang merugikan,
Konsumen mengatur larangan pencantuman
yang timbul dari pelaksanaan perjanjian.
klausula baku yang menyatakan sebagai berikut:
Klausula eksonerasi dapat berasal dari rumusan
pengusaha secara sepihak, dapat juga berasal 1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang
dari rumusan pasal undang-undang. Klausula dan/atau jasa yang ditujukan untuk
eksonerasi rumusan pengusaha membebankan diperdagangkan dilarang membuat atau
pembuktian pada konsumen, bahwa konsumen mencantumkan klausula baku pada setiap
tidak bersalah dan inilah yang menyulitkan dokumen dan/atau perjanjian apabila:
konsumen.
a. Menyatakan pengalihan tanggung
Klausula eksonerasi rumusan undang- jawab pelaku usaha;
undang membebankan pembuktian pada
b. Menyatakan bahwa pelaku usaha
pengusaha bahwa ia tidak bersalah, sehingga
berhak menolak penyerahan kembali
bebas tanggung jawab. Klausula eksonerasi hanya
barang yang dibeli konsumen;
dapat digunakan dalam pelaksanaan perjanjian
dengan iktikad baik. Apabila terdapat kerugian c. Menyatakan bahwa pelaku usaha
yang timbul karena kesengajaan pengusaha berhak menolak penyerahan uang
maka bertentangan dengan kesusilaan.

96 | Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 91 - 112

JURNAL ISI.indd 96 4/25/2018 3:32:59 PM


yang dibayarkan atas barang atau 3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan
jasa yang dibeli oleh konsumen; oleh pelaku usaha pada dokumen atau
perjanjian yang memenuhi ketentuan
d. Menyatakan pemberian kuasa dari
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
konsumen kepada pelaku usaha
ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.
baik secara langsung maupun tidak
langsung untuk melakukan segala 4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula
tindakan sepihak yang berkaitan baku yang bertentangan dengan undang-
dengan barang yang dibeli secara undang ini.
angsuran;

e. Mengatur perihal pembuktian 2. Perlindungan dan Sengketa Konsumen


atas hilangnya kegunaan barang Perlindungan hukum terhadap konsumen
atau pemanfaatan jasa yang dibeli didasarkan pada adanya sejumlah hak
konsumen; konsumen yang perlu dilindungi dari tindakan-
f. Memberi hak kepada pelaku usaha tindakan yang mungkin merugikan. Hak-hak
untuk mengurangi manfaat jasa ini merupakan hak-hak yang sifatnya sangat
atau mengurangi harta kekayaan mendasar dan universal sehinga perlu mendapat
konsumen yang menjadi objek jual jaminan dari negara atas pemenuhannya.
beli jasa; Pengertian konsumen secara umum adalah
pemakai, pengguna, dan/atau pemanfaat barang
g. Menyatakan tunduknya konsumen dan atau jasa untuk tujuan tertentu (keperluan
kepada peraturan yang berupa aturan sendiri dan tidak untuk diperdagangkan kembali)
baru, tambahan atau lanjutan dan/ (Barkatullah, 1990: 8).
atau pengubahan lanjutan yang
dibuat secara sepihak oleh pelaku Berdasarkan Pasal 1 angka (2) Undang-
usaha dalam masa konsumen Undang Perlindungan Konsumen, konsumen
memanfaatkan jasa yang dibelinya; adalah “Setiap orang pemakai barang dan/atau
jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
h. Menyatakan bahwa konsumen kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
memberi kuasa kepada pelaku usaha maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
untuk pembebanan hak tanggungan, diperdagangkan.” Dari pengertian tersebut,
hak gadai, hak jaminan terhadap dapat dilihat bahwa pengertian konsumen yang
barang yang dibeli oleh konsumen terdapat di dalam Undang-Undang Perlindungan
secara angsuran. Konsumen termasuk ke dalam pengertian
konsumen akhir, dengan unsur-unsur sebagai
2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan
berikut:
klausula baku yang letak atau bentuknya
sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara a. Orang (naturlijk person);
jelas, atau yang pengungkapannya sulit
dimengerti. b. Barang dan/atau jasa atau produk;

Perlindungan Hukum Konsumen Atas Penerapan Klausula Baku (M. Syamsudin & Fera Aditias Ramadani) | 97

JURNAL ISI.indd 97 4/25/2018 3:32:59 PM


c. Untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, tenggang waktu tujuh hari setelah tanggal
orang lain; transaksi.

d. Tidak untuk diperdagangkan kembali. 4) Pemberian ganti rugi sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang
menghapuskan kemungkinan adanya
Perlindungan Konsumen, perlindungan
tuntutan pidana berdasarkan pembuktian
konsumen adalah segala upaya untuk menjamin
lebih lanjut mengenai adanya unsur
adanya kepastian hukum untuk memberikan
kesalahan.
perlindungan kepada konsumen. Perlindungan
konsumen sebagaimana dimaksud adalah segala 5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
upaya yang menjamin adanya kepastian hukum ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila
dan memberi perlindungan kepada konsumen pelaku usaha dapat membuktikan bahwa
melalui asas keseimbangan. Hal ini berarti bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan
perlindungan tidak hanya diberikan kepada konsumen.
konsumen, tetapi juga kepada pelaku usaha yang
Suatu sengketa terjadi apabila terdapat
jujur, beriktikad baik dan bertanggung jawab.
perbedaan pandangan antara pihak tertentu.
Bentuk perlindungan yang diberikan Undang-
Satu pihak merasa dirugikan hak-haknya oleh
Undang Perlindungan Konsumen adalah dengan
pihak yang lain, sedang pihak yang lain tidak
mengakui, baik hak dan kewajiban konsumen di
merasa demikian. Menurut Nasution sengketa
satu pihak maupun hak dan kewajiban pelaku
konsumen adalah sengketa antara konsumen
usaha di lain pihak.
dengan pelaku usaha tentang produk barang dan/
Undang-Undang Perlindungan Konsumen atau jasa tertentu.
mengatur tanggung jawab pelaku usaha pada
Menurut Pasal 46 ayat (1) Undang-
Pasal 19 dan 28. Pasal 19, mengatur bahwa:
Undang Perlindungan Konsumen, yang dapat
1) Pelaku usaha bertanggung jawab melakukan gugatan atas pelanggaran yang
memberikan ganti rugi atas kerusakan, dilakukan oleh pelaku usaha adalah kosumen
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen perorangan, sekelompok konsumen, Lembaga
akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat,
yang dihasilkan atau diperdagangkan. dan pemerintah.

2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada Objek sengketa haruslah produk


ayat (1) dapat berupa pengembalian uang konsumen, artinya produk itu merupakan barang
atau penggantian barang dan/atau jasa yang dan/atau jasa yang umumnya dipakai, digunakan
sejenis atau setara nilainya, atau perawatan
atau dimanfaatkan bagi memenuhi kepentingan
kesehatan dan/atau pemberian santunan diri, keluarga, dan/atau rumah tangga konsumen.
yang sesuai dengan ketentuan peraturan Menurut Pasal 23 Undang-Undang Perlindungan
perundang­undangan yang berlaku. Konsumen, gugatan konsumen dapat diajukan ke
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau
3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam
badan peradilan di mana konsumen berdomisili.

98 | Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 91 - 112

JURNAL ISI.indd 98 4/25/2018 3:32:59 PM


Hal ini mempermudah konsumen dalam hal a. Pidana Pokok, berupa:
pengajuan gugatan ke pelaku usaha karena
1) Pelaku usaha yang melanggar
konsumen tidak perlu mencari dan mengajukan
ketentuan sebagaimana dimaksud
gugatan ke daerah pelaku usaha berdomisili.
dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal
Sanksi terhadap pelanggaran Undang- 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat
Undang Perlindungan Konsumen dapat dibagi (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf
menjadi dua jenis yaitu sanksi administratif dan e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana
sanksi pidana. Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang dengan pidana penjara paling lama
Perlindungan Konsumen menentukan bahwa lima tahun atau pidana denda paling
sanksi administratif yang dapat dijatuhkan oleh banyak Rp2.000.000.000,-
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah
2) dst…
berupa penetapan ganti rugi paling banyak
Rp200.000.000,- kepada pelaku usaha yang b. Sanksi Pidana Tambahan
melakukan pelanggaran berupa:
1) Ketentuan Pasal 63 Undang-
a. Tidak dilaksanakannya pemberian ganti Undang Perlindungan Konsumen
rugi oleh pelaku usaha kepada konsumen memungkinkan diberikannya sanksi
dalam bentuk pengembalian uang atau pidana tambahan di luar sanksi
penggantian barang dan/atau jasa yang pidana pokok yang dapat dijatuhkan.
sejenis, maupun perawatan kesehatan atau
pemberian santunan atas kerugian yang 3. Keadilan dalam Putusan Hakim
diderita oleh konsumen (Pasal 19).
Peran hakim sangat menentukan dalam
b. Terjadinya kerugian sebagai akibat menegakkan hukum dan keadilan melalui
kegiatan produksi iklan yang dilakukan putusannya. Hakim harus menelaah terlebih
oleh pelaku usaha periklanan (Pasal 20). dahulu tentang kebenaran peristiwa yang
c. Pelaku usaha yang tidak dapat diajukan kepadanya kemudian memberi penilaian
menyediakan fasilitas jaminan purna terhadap peristiwa tersebut dan mengaitkannya
jual, baik dalam bentuk suku cadang dengan hukum yang berlaku. Setelah itu hakim
maupun pemeliharaannya, serta pemberian baru dapat menjatuhkan putusan terhadap suatu
jaminan atau garansi yang telah ditetapkan peristiwa.
sebelumnya, berlaku juga terhadap pelaku Pertimbangan hukum hakim dalam putusan
usaha yang memperdagangkan jasa. (Pasal merupakan salah satu aspek terpenting dalam
25 dan Pasal 26). menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan
Sanksi pidana adalah sanksi yang dapat yang mengandung keadilan dan kepastian hukum,
dikenakan dan dijatuhkan oleh pengadilan di samping itu juga mengandung manfaat bagi
atas tuntutan jaksa penuntut umum terhadap para pihak yang bersangkutan. Pertimbangan
pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha dan/ hukum ini penting diketahui oleh pihak-pihak
atau pengurusnya. Sanksi pidana ini terdiri atas: yang beperkara dan hakim yang menilai putusan

Perlindungan Hukum Konsumen Atas Penerapan Klausula Baku (M. Syamsudin & Fera Aditias Ramadani) | 99

JURNAL ISI.indd 99 4/25/2018 3:32:59 PM


tersebut terutama di tingkat kasasi karena keadilan sering dinyatakan dalam ungkapan
hakim kasasi pada hakikatnya hanya berwenang hanya sebatas “sebagai corong undang-undang”,
mengenai pemeriksaan tentang hukumnya (judex oleh karenanya peran pengadilan sebagai
juris) (Wardah & Sutiyoso, 2007: 217). institusi hukum tempat orang mencari keadilan
berubah peran menjadi kantor penerapan undang-
Hakim dalam menyelesaikan kasus
undang saja, atau dalam istilah yang digunakan
sengketa dari para pencari keadilan sudah saatnya
Satjipto peradilan perannya menjadi sempit yang
mengubah belenggu paradigma lama, yaitu
terisolasi karena pengadilan tidak lebih dan tidak
hukum tidak hanya dipahami dari bentuk teks-teks
kurang hanya sebagai corong undang-undang
bunyi pasal undang-undang, tetapi apa yang ada
(Rahardjo, 2007: 38).
di belakang teks (legal reesening). Sebagaimana
pendapat Radbruch yang dikutip Sadjipto bahwa Jika hakim sangat berpegang teguh pada
nilai hukum itu bertumpu pada tiga nilai dasar, nilai-nilai ideal hukum maka putusan akan
yaitu kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. menjadi lebih berkualitas, dalam arti lebih dekat
dengan keadilan dan kebenaran. Namun jika
Profesional hukum harusnya sampai
terjadi pergeseran pilihan nilai-nilai ideal hukum
pada dataran mencari apa filosofi pasal itu,
ke nilai-nilai subjektif akan berimplikasi pada
atau mencari apa manfaat pasal itu dibuat bagi
merosotnya kualitas putusan hakim, artinya
manusia, kalau tidak bermanfaat dapat saja pasal
putusan akan menjauhi nilai keadilan dan
itu disimpangi (Jamil, 2008).
kebenaran (Syamsudin, 2011).
Kalau para penegak hukum dalam hal
Untuk melihat nilai keadilan berupa
berhukum tidak sampai pada dataran keadilan
keadilan subtantif dan keadilan prosedural dalam
tetapi hanya mendasarkan pada salah benar
suatu putusan pengadilan perkara perdata dapat
berdasarkan kualifikasi hukum yang didasarkan
digunakan parameter seperti pada tabel berikut
teks-teks bunyi pasal undang-undang, maka
ini:
hakim sebagai salah satu penegak hukum dan

Tabel 1. Parameter Keadilan dalam Putusan Hakim Perkara Perdata

Keadilan Substantif Keadilan Prosedural


• Asumsi Dasar: • Asumsi Dasar:

Keadilan substantif adalah keadilan yang terkait dengan Keadilan prosedural adalah keadilan yang terkait dengan
isi putusan hakim dalam memeriksa, mengadili, dan perlindungan hak-hak hukum para pihak penggugat/
memutus suatu perkara yang harus dibuat berdasarkan tergugat/pihak yang berkepentingan) dalam setiap
pertimbangan rasionalitas, kejujuran, objektivitas, tahapan proses acara di pengadilan.
tidak memihak (imparsiality), tanpa diskriminasi dan
berdasarkan hati nurani (keyakinan hakim).

• Hasil Pengukuran: • Hasil Pengukuran:

Jika hasil pengukuran nilainya positif, maka dianggap Jika hasil pengukuran nilainya positif, maka dianggap
memenuhi keadilan substantif, sebaliknya jika hasil terdapat keadilan prosedural, sebaliknya jika hasil
pengukuran nilainya negatif tidak ada keadilan pengukuran nilainya negatif maka tidak ada keadilan
substantif. prosedural.

100 | Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 91 - 112

JURNAL ISI.indd 100 4/25/2018 3:32:59 PM


Penjabarannya Penjabarannya
1. Apakah hakim menggunakan yurisprudensi sebagai 1. Apakah putusan hakim sudah memuat hal-hal
dasar pertimbangan? yang harus ada dalam suatu putusan pengadilan
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 ayat (1)
2. Apakah hakim menggunakan sumber hukum berupa Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 dan Pasal
doktrin sebagai dasar pertimbangan? 184 HIR/195 RBG?
3. Apakah putusan hakim menggunakan sumber berupa 2. Apakah putusan hakim sudah mencermati alat-alat
nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, bukti yang sah sesuai dengan Pasal 164, 153, dan 154
yaitu berupa hukum adat, hukum lokal, dan/atau HIR atau 284, 180, dan 181 RBG, yang digunakan di
kebiasaan? dalam memutuskan perkara?
4. Apakah amar putusan hakim merupakan kesimpulan 3. Apakah penerapan hukum pembuktian sesuai
yang logis terkait dengan fakta dan hukum? dengan perjanjian/undang-undang, doktrin dan/atau
yurisprudensi?
5. Apakah konklusi dalam putusan hakim ini
sudah runtut dan sistematis yang didukung oleh 4. Apakah hakim sudah memuat secara proporsional
pertimbangan fakta dan hukum, sehingga tidak ada antara argumen penggugat dan tergugat di dalam
konklusi yang dipaksakan? pertimbangannya?
6. Dalam menetapkan amar putusan, apakah 5. Apakah hari/tanggal dilakukan musyawarah majelis
teridentifikasikan adanya pertimbangan factor-faktor hakim pengadilan negeri (dalam pengambilan
non-yuridis (psikologis, sosial, ekonomi, edukatif, keputusan) berbeda dengan hari/tanggal putusan
lingkungan, religius)? diucapkan?
Sumber: Syamsudin (2014)

Hakim merupakan pelaksana inti yang hukum normatif, yaitu penelitian yang mengkaji
secara fungsional melaksanakan kekuasaan hukum sebagai norma dalam bentuk putusan
kehakiman. Oleh karena itu, keberadaannya pengadilan dan perundang-undangan. Metode
sangat penting dan determinan dalam menegakkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
hukum dan keadilan melalui putusan-putusannya kasus dan pendekatan perundang-undangan.
(Sutiyoso, 2006: 5). Pendekatan kasus dilakukan dengan menelaah
permasalahan sengketa konsumen antara PT X
Dasar-dasar atau alasan yang dirumuskan
dengan RS dalam Putusan Nomor 184 K/PDT.
oleh hakim harus dimuat dalam pertimbangan
SUS-BPSK/2016.
atau konsideran yang mendukung putusan
sebagai pertanggungjawaban kepada masyarakat Hal pokok yang dikaji adalah pertimbangan
mengapa ia mengambil putusan demikian hukum hakim dengan mempertimbangkan
sehingga suatu putusan mempunyai nilai objektif putusan tingkat sebelumnya. Sementara itu
(Wardah & Sutiyoso, 2007: 217). Selain itu, hakim pendekatan perundang-undangan dilakukan
juga bertanggung jawab terhadap para pihak, dengan menelaah peraturan perundang-undangan
pengadilan yang lebih tinggi dan ilmu hukum yang berhubungan dengan permasalahan hukum
sehingga putusan mempunyai wibawa dan bukan yang sedang dihadapi.
karena hakim tertentu yang menjatuhkannya
Bahan-bahan hukum yang diperoleh
(Mertokusumo, 1990: 5).
dianalisis secara deskriptif kualitatif. Analisis
ini difokuskan pada substansi hukumnya dengan
II. METODE
menelaah bahan-bahan hukum yang diperoleh
Jenis penelitian ini tergolong penelitian secara sistematis dan utuh. Hasil telaah bahan-bahan

Perlindungan Hukum Konsumen Atas Penerapan Klausula Baku (M. Syamsudin & Fera Aditias Ramadani) | 101

JURNAL ISI.indd 101 4/25/2018 3:32:59 PM


hukum tersebut didasarkan pada permasalahan yang menguntungkan baginya, atau meringankan
yang akan dipecahkan sehingga dihasilkan suatu atau menghapuskan beban-beban atau kewajiban-
kesimpulan yang dapat dipergunakan untuk kewajiban tertentu yang seharusnya menjadi
menjawab rumusan masalah yang diajukan. tanggung jawabnya (Miru & Yudo, 2014:15).

Perjanjian baku merupakan suatu bentuk


III. HASIL DAN PEMBAHASAN
perjanjian yang secara teoretis masih mengundang
1. Analisis Isi Klausula Baku dalam
perdebatan (Zulham, 2013: 76). Perjanjian yang
Perjanjian Keanggotaan dan Perjanjian
mengandung klausula baku sebenarnya tidak
Tambahan Keanggotaan Jasa Kebugaran
dilarang oleh undang-undang. Menurut Pasal
Milik PT X
18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Pelaku usaha dan konsumen secara yuridis terdapat larangan mencantumkan klausula-
sering dinyatakan berkedudukan sama, tetapi klausula tertentu dalam perjanjian yang bertujuan
faktanya konsumen adalah pihak yang selalu untuk melindungi konsumen (Miru & Yudo, 2014:
mengikuti kemauan pelaku usaha. Fenomena 110). Apabila tetap dicantumkan maka klausula
kontrak-kontrak standar yang banyak beredar di baku itu menjadi batal demi hukum (Shidarta,
masyarakat merupakan petunjuk yang jelas betapa 2006: 151).
tidak berdayanya konsumen menghadapi pelaku
Faktanya klausula baku yang dilarang
usaha. Dalam kontrak demikian pelaku usaha
tersebut hingga saat ini masih dicantumkan
dapat dengan sepihak menghilangkan kewajiban
oleh pelaku usaha tanpa adanya sanksi yang
yang seharusnya dipikulnya (Shidarta, 2006: 63).
dikenakan. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh
Suatu perjanjian apabila memuat kedudukan sikap konsumen terhadap keberadaan klausula
para pihak yang tidak seimbang, maka biasanya baku, ketaatan pelaku usaha terhadap aturan, dan
pihak yang lemah tidak berada dalam keadaan ketegasan aparatur negara dalam menegakkan
yang betul-betul bebas untuk menentukan apa aturan dan sanksi (Tobing, 2016).
yang diinginkan dalam perjanjian tersebut. Dalam
Peran hakim menjadi sangat penting dan
hal demikian, pihak yang memiliki posisi lebih
menentukan dalam menyelesaikan sengketa
kuat biasanya menggunakan kesempatan tersebut
konsumen. Di pundak para hakim telah
untuk menentukan klausula-klausula tertentu
diletakkan kewajiban dan tanggung jawab agar
dalam suatu perjanjian baku, sehingga perjanjian
hukum dan keadilan ditegakkan, baik yang
yang seharusnya dibuat atau dirancang oleh
didasarkan pada hukum tertulis maupun hukum
para pihak yang terlibat dalam perjanjian, tidak
tidak tertulis (Siregar, 1983: 7). Namun demikian,
ditemukan lagi dalam perjanjian baku, karena
setiap hakim memiliki pandangan yang berbeda
format dan isi perjanjian dirancang oleh pihak
sehingga banyak ditemui berbagai putusan yang
yang kedudukannya lebih kuat (Miru & Yudo,
kontroversi. Dalam hal ini, pertimbangan hukum
2014: 114). Oleh karena yang merancang format
(rechtsgronden) akan menentukan nilai dari suatu
dan isi perjanjian adalah pihak yang memiliki
putusan hakim sehingga aspek pertimbangan
kedudukan lebih kuat, maka dapat dipastikan
hukum oleh hakim harus disikapi secara teliti,
perjanjian tersebut memuat klausula-klausula
baik, dan cermat.

102 | Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 91 - 112

JURNAL ISI.indd 102 4/25/2018 3:32:59 PM


RS adalah konsumen pengguna jasa Perjanjian keanggotaan tersebut dinyatakan
kebugaran yang dimiliki oleh PT X, dengan oleh Putusan Nomor 15/PDT.G/2015/PN.SBY
dibuktikan dua buah kartu member anggota yang yang menguatkan Putusan Nomor 26/P.
berlaku seumur hidup dengan total pembayaran BPSK/12/2014 telah melanggar ketentuan Pasal
Rp35.000.000,- dan dikuatkan dengan pengadaan 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Perjanjian Keanggotaan Nomor GX-10001722 Namun dalam putusan inkrahnya di tingkat
tertanggal 15 November 2008. Pada tanggal 29 kasasi dengan Putusan Nomor 184 K/PDT.SUS-
Oktober 2014 jasa kebugaran yang dimiliki oleh BPSK/2016 membatalkan Putusan Nomor 15/
PT X memutus keanggotaan RS secara sepihak PDT.G/2015/PN.SBY dan Putusan Nomor 26/P.
dengan dasar telah melanggar ketentuan dalam BPSK/12/2014, sehingga putusan kasasi yang
Perjanjian Keanggotaan, selain itu juga menolak bersifat final dan mengikat sebagai upaya hukum
pengembalian sisa uang pembayaran karena yang terakhir merugikan pihak konsumen.
perjanjian baru berjalan sekitar enam tahun
Tabel 2 berikut ini merupakan hasil
dengan alasan adanya klausula dalam perjanjian
analisis isi dari klausula-klausula dalam
yang menyatakan semua uang yang telah
perjanjian keanggotaan jasa kebugaran milik
dibayarkan tidak dapat dikembalikan.
PT X berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen.

Tabel 2. Analisis Isi Perjanjian Klausula Baku tentang Ketentuan dan Persyaratan Keanggotaan
Dikaitkan dengan Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen

No. Isi Klausula Baku Hasil Analisis


1. Nomor 1 menyatakan: “Anda wajib memenuhi Ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1)
batas usia (18 tahun atau lebih) ketika huruf g yang menyatakan pelaku usaha dilarang “Menyatakan
menyetujui perjanjian ini. Jasa kebugaran tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan
milik PT X berhak mengubah setiap dan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang
seluruh peraturan dari waktu ke waktu dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen
sesuai kebijaksanaan kami. Setelah sekali memanfaatkan jasa yang dibelinya.”
didaftarkan maka anda setuju bahwa semua
peraturan ini berlaku pada anda.”
2. Nomor 4 menyatakan: “Jasa kebugaran milik Ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1)
PT X berhak untuk menaikkan monthty dies huruf f dan g yang menyatakan pelaku usaha dilarang:
(pembayaran bulanan)/biaya perpanjangan
berdasarkan kebijakan tanpa pemberitahuan a. Huruf f: “Memberi hak kepada pelaku usaha untuk
terlebih dahulu.” mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta
kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa.”

b. Huruf g: “Menyatakan tunduknya konsumen kepada


peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan
dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh
pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa
yang dibelinya.”

Perlindungan Hukum Konsumen Atas Penerapan Klausula Baku (M. Syamsudin & Fera Aditias Ramadani) | 103

JURNAL ISI.indd 103 4/25/2018 3:32:59 PM


3. Nomor 11 menyatakan: “Biaya keanggotaan Ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1)
dan pembayaran bulanan yang telah huruf c yang menyatakan pelaku usaha dilarang: “Menyatakan
dibayarkan tidak dapat dikembalikan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
terlepas dari jumlah penggunaan nyata uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli
ataupun perubahan-perubahan dari fasilitas oleh konsumen.”
klub termasuk pengurangan dari luas klub.
Perubahan biaya-biaya yang berkaitan dengan
hal-hal tersebut dapat dinaikkan melalui
pemberitahuan tujuh hari di muka yang akan
dikirim ke alamat anda seperti yang tercantum
di perjanjian ini atau dapat melalui e-mail atau
alamat kantor anda. Semua uang yang telah
dibayarkan tidak dapat dikembalikan.
Jika salah satu klub kami berhenti beroperasi,
keanggotaan anda akan secara otomatis
dialihkan ke klub kami yang terdekat.”
4. Nomor 12 menyatakan: “Anda tidak boleh Ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1)
membekukan keanggotaan anda kecuali ketika huruf e, f, dan g yang menyatakan pelaku usaha dilarang:
anda dalam bepergian di dalam atau ke luar
Indonesia selama lebih dari 30 hari, disertai a. Huruf e: “Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya
dengan bukti berupa tiket pesawat atau surat kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh
perintah perjalanan yang berhubungan konsumen.”
dengan pekerjaan atau sekolah. Selama
pembekuan, anda tidak akan dikenakan b. Huruf f: “Memberi hak kepada pelaku usaha untuk
pembayaran bulanan yang telah ditetapkan, mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta
tapi dikenakan holding fee (biaya pembekuan) kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa.”
via auto-pay untuk mempertahankan
keanggotaan. Jasa kebugaran milik PT X c. Huruf g: “Menyatakan tunduknya konsumen kepada
berhak menaikkan holding fee dari waktu peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan
ke waktu.” dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh
pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa
yang dibelinya.”

5. Nomor 14 menyatakan: “Untuk melindungi Ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1)
kepentingan bisnisnya dan demi keselamatan huruf c yang menyatakan pelaku usaha dilarang: “Menyatakan
dan pertimbangan para anggota lainnya, Jasa bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
kebugaran milik PT X berhak memutuskan uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli
keanggotaan setiap anggota. Alasan pemutusan oleh konsumen.”
dapat berupa perilaku yang dianggap tidak
pantas, termasuk juga tindakan kekerasan
terhadap anggota lain atau staf Jasa kebugaran
milik PT X. Semua uang yang telah
dibayaran tidak dapat dikembalikan.”
6. Nomor 16 menyatakan: “Anda perlu Ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1)
menunjukkan kartu keanggotaan anda untuk huruf f dan g yang menyatakan pelaku usaha dilarang:
masuk ke Jasa kebugaran milik PT X. Jika
kartu anda hilang atau dicuri, anda wajib a. Huruf f: “Memberi hak kepada pelaku usaha untuk
menghubungi klub untuk menerbitkan kembali mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta
kartu pengganti. Anda bertanggung jawab atas kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa.”
biaya penggantian kartu, Jasa kebugaran
milik PT X berhak untuk menaikkan biaya b. Huruf g: “Menyatakan tunduknya konsumen kepada
penggantian kartu dari waktu ke waktu.” peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan
dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh
pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa
yang dibelinya.”

104 | Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 91 - 112

JURNAL ISI.indd 104 4/25/2018 3:32:59 PM


7. Nomor 17 menyatakan: “Satu set handuk (satu Ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1)
handuk besar dan satu handuk kecil) tersedia huruf f dan g yang menyatakan pelaku usaha dilarang:
untuk anda dan tanpa biaya yang hanya dapat
digunakan di dalam klub saja. Apabila anggota a. Huruf f: “Memberi hak kepada pelaku usaha untuk
tidak mengembalikan handuk, kehilangan mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta
atau merusak handuk anda akan dikenakan kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa.”
biaya pengganti. Jasa kebugaran milik PT X
berhak untuk menaikkan biaya penggantian b. Huruf g: “Menyatakan tunduknya konsumen kepada
handuk dari waktu ke waktu.” peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan
dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh
pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa
yang dibelinya.”
8. Nomor 20 menyatakan: “Kamera atau alat Ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1)
perekam foto/video lainnya termasuk telepon huruf a yang menyatakan pelaku usaha dilarang “menyatakan
genggam yang memiliki alat perekam seperti pengalihan tanggung jawab pelaku usaha.”
yang dimaksud tersebut, dilarang digunakan
untuk pengambilan gambar atau rekaman
dalam lokasi klub terutama di area tempat
ruang ganti. Jasa kebugaran milik PT X
tidak bertanggung jawab atas kehilangan
barang di seluruh area klub.”

Berdasarkan Tabel 2 tersebut dapat dapat saja dengan aturan baru/tambahan tersebut
diketahui bahwa dalam kutipan klausula- mengalihkannya kepada konsumen.
klausula baku tersebut, konsumen harus tunduk
Selain itu menaikkan biaya dalam berbagai
pada aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau
fasilitas dengan sepihak memungkinkan
pengubahan lanjutan yang dibuat oleh pelaku
merugikan pihak konsumen dan mengurangi
usaha secara sepihak. Hal ini jika dikaitkan
harta kekayaan konsumen secara nyata, seperti
dengan Pasal 18 ayat (1) huruf g Undang-Undang
larangan pelaku usaha pada Pasal 18 ayat (1) huruf
Perlindungan Konsumen mengatur mengenai
f Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang
larangan pelaku usaha yang menentukan bahwa:
berbunyi: “Memberi hak kepada pelaku usaha
“Menyatakan tunduknya konsumen kepada
untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi
peraturan yang berupa aturan baru, tambahan,
harta kekayaan konsumen yang menjadi objek
lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang
jual beli jasa.”
dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa
konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya” Klausula-klausula baku di dalam perjanjian
keanggotaan nomor 1, 4, 12, 16, dan 17 telah
Ketentuan tersebut, jika dicermati kutipan
melanggar ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf
klausula baku dalam perjanjian keanggotaan
g dan huruf f Undang-Undang Perlindungan
terdapat unsur yang menjelaskan bahwa
Konsumen. Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui
memberikan kesempatan kepada pelaku
bahwa pada perjanjian keanggotaan nomor
usaha untuk membuat aturan baru, tambahan,
11 dan 14 terdapat klausula: “…pembayaran
lanjutan dan/atau pengubahan isi perjanjian
bulanan/uang yang telah dibayarkan tidak dapat
secara sepihak. Oleh karena itu dimungkinkan
dikembalikan …” Jika dikaitkan dengan Pasal
bahwa tindakan sepihak yang dilakukan oleh
18 ayat (1) huruf c yang berbunyi melarang
pelaku usaha menguntungkan baginya dan
pelaku usaha untuk: “Menyatakan bahwa
menghindarkan dari berbagai risiko karena
pelaku usaha berhak menolak penyerahan

Perlindungan Hukum Konsumen Atas Penerapan Klausula Baku (M. Syamsudin & Fera Aditias Ramadani) | 105

JURNAL ISI.indd 105 4/25/2018 3:33:00 PM


kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/ yang menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang
atau jasa yang dibeli oleh konsumen.” Oleh “menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku
karena itu jika dicermati dalam Pasal 18 ayat usaha.”
(1) huruf c, pelaku usaha dilarang menolak
Dengan demikian klausula perjanjian
pengembalian uang/pembayaran yang dilakukan
nomor 20 telah melanggar ketentuan Pasal 18
oleh konsumen apabila perjanjian dibatalkan,
ayat (1) huruf a Undang-Undang Perlindungan
tidak sesuai dengan yang diperjanjikan dan/atau
Konsumen. Selain perjanjian keanggotaan, jasa
sebab lain yang dibenarkan. Diketahui bahwa
kebugaran milik PT X juga melakukaan perjanjian
dalam perjanjian keanggotaan nomor 11 dan 14
tambahan kepada para calon anggotanya yang
terdapat klausula yang dilarang dalam Pasal 18
melanggar ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-
ayat (1) huruf c. Dengan demikian perbuatan
Undang Perlindungan Konsumen sebagaimana
pelaku usaha dalam nomor 11 dan 12 telah
terdapat dalam Tabel 3 berikut ini:
melanggar ketentan Pasal 18 ayat (1) huruf c
Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan Tabel 3 tersebut dapat

Tabel 3. Analisis Isi Perjanjian Keanggotaan Tambahan tentang Pernyataan Penolakan Tanggung
Jawab dikaitkan dengan Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen

No. Isi Klausula Baku Hasil Analisis


1. Nomor 1 menyatakan: “Selama latihan, setiap anggota berhak Ketentuan tersebut bertentangan
menggunakan loker harian untuk menyimpan barang-barangnya. dengan Pasal 18 ayat (1) huruf a
Dengan menandatangani perjanjian ini anda setuju bahwa jasa yang menyatakan pelaku usaha
kebugaran milik PT X tidak bertanggung jawab atas barang- dilarang “menyatakan pengalihan
barang yang hilang atau dicuri dari loker harian dan/atau loker tanggung jawab pelaku usaha.”
sepatu dengan alasan apapun. Anda bertanggung jawab untuk menjaga
keamanan barang-barang pribadi anda di tempat.”
2. Nomor 2 menyatakan: “Penggunaan fasilitas di jasa kebugaran milik PT Ketentuan tersebut bertentangan
X tentunya mengandung risiko kecelakaan bagi setiap anggota sendiri, dengan Pasal 18 ayat (1) huruf a dan
atau anggota lainnya atau orang lain di sekitarnya, baik disebabkan g yang menyatakan pelaku usaha
oleh anggota maupun oleh orang lain. Jika ada tuntutan dari siapa pun dilarang:
juga yang dikarenakan oleh cedera apapun, kehilangan atau kerusakan
lainnya yang berkaitan dengan anda atau tamu anda, maka anda a. Huruf a: “Menyatakan
menyetujui untuk: pengalihan tanggung jawab
pelaku usaha.”
i. Membela jasa kebugaran milik PT X atas segala tuntutan
tersebut dan membayar jasa kebugaran milik PT X atas segala b. Huruf g: “Menyatakan
pengeluaran termasuk biaya hukum berkaitan dengan tuntutan tunduknya konsumen kepada
tersebut. peraturan yang berupa aturan
baru, tambahan, lanjutan dan/
ii. Melindungi jasa kebugaran milik PT X dari segala tanggung atau pengubahan lanjutan yang
jawab kepada anda, suami/istri anda, anak dalam kandungan, dibuat sepihak oleh pelaku
keluarga, atau siapapun juga, sebagai akibat yang terkait dari usaha dalam masa konsumen
tuntutan tersebut.” memanfaatkan jasa yang
dibelinya.”

Berdasarkan Tabel 2 diketahui juga diketahui bahwa keberadaan klausula baku


bahwa dalam perjanjian keanggotaan nomor 20 dalam perjanjian keanggotaaan dan perjanjian
terdapat klausula: “... tidak bertanggung jawab tambahan keanggotaan jasa kebugaran milik
atas kehilangan barang di seluruh area klub…” PT X, jika ditinjau dari Pasal 18 Undang-
Jika dikaitkan dengan Pasal 18 ayat (1) huruf a Undang Perlindungan Konsumen, klausula pada

106 | Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 91 - 112

JURNAL ISI.indd 106 4/25/2018 3:33:00 PM


perjanjian baku tersebut melanggar ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata dapat ditarik
Pasal 18 ayat (1) huruf a, c, e, f, dan g, sehingga kesimpulan bahwa klausula baku pada
akibat hukumnya menurut Pasal 18 ayat (3) perjanjian seperti halnya suatu perjanjian pada
yang menentukan bahwa “setiap klausula umumnya harus memenuhi baik syarat-syarat
baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha objektif maupun syarat-syarat subjektif dari
pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi sahnya suatu perjanjian serta memenuhi asas
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kebebasan berkontrak, asas konsensualisme
dan (2) dinyatakan batal demi hukum.” serta kedudukan yang seimbang dari para pihak
yang membuat perjanjian.
Klausula baku dalam perjanjian
keanggotaaan dan perjanjian tambahan Jika salah satu syarat objektif dari sahnya
keanggotaan jasa kebugaran milik PT X perjanjian tidak terpenuhi maka perjanjian
menurut Pasal Pasal 18 ayat (3) dianggap batal tersebut adalah batal demi hukum, yang berarti
demi hukum. Hal yang dianggap batal adalah bahwa perjanjian tersebut dianggap tidak pernah
klausula bakunya, sehingga seharusnya jasa ada sejak semula dan tidak mempunyai daya ikat.
kebugaran milik PT X melakukan penyesuaian Artinya, perjanjian sewa menyewa alat kebugaran
klausula baku yang bertentangan dengan Pasal dengan menggunakan perjanjian keanggotaan
18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan jasa kebugaran milik PT X telah melanggar
Konsumen, seperti yang disebutkan dalam Pasal ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf a, c, e, f, dan
18 ayat (4) yang berbunyi: “Pelaku usaha wajib g, maka perjanjian tersebut batal demi hukum
menyesuaikan klausula baku yang bertentangan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18 ayat (3).
dengan undang­undang ini.” Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Perlindungan
Konsumen selanjutnya mewajibkan para pelaku
Ditinjau dari hukum perdata memang
usaha untuk menyesuaikan klausula dalam
mengenal adanya asas kebebasan berkontrak
perjanjian yang bertentangan dengan Pasal 18
yang terdapat pada Pasal 1338 KUHPerdata
Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini
ayat (1) yang berbunyi: “Semua perjanjian
(Widjaja & Yani, 2000: 57).
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya.”
2. Analisis Pertimbangan Putusan Nomor
Meskipun dalam perjanjian berlaku asas
184 K/PDT.SUS-BPSK/2016
kebebasan berkontrak, perlu diingat bahwa pada
Pasal 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa Hakim memiliki peran penting dalam
suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang menegakkan hukum dan keadilan melalui
oleh undang-undang, atau apabila berlawanan putusannya. Dalam memberikan putusan, hakim
dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. lazimnya menelaah terlebih dahulu tentang
Hal tersebut merupakan penegasan kembali akan kebenaran peristiwa yang diajukan kepadanya
sifat kebebasan berkontrak yang diatur pada kemudian memberi penilaian terhadap peristiwa
Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Oleh karena tersebut dan menggabungkannya dengan hukum
itu keberadaan asas kebebasan berkontrak tidak yang berlaku. Pertimbangan hukum hakim
berlaku secara mutlak, namun terdapat batasan- dalam putusan merupakan salah satu aspek
batasan dalam hal-hal tertentu.

Perlindungan Hukum Konsumen Atas Penerapan Klausula Baku (M. Syamsudin & Fera Aditias Ramadani) | 107

JURNAL ISI.indd 107 4/25/2018 3:33:00 PM


terpenting dalam menentukan terwujudnya sengketa ingkar janji (wanprestasi) dengan
nilai dari suatu putusan yang mengandung dasar Pasal 1 angka 8 Keputusan Menteri
keadilan dan kepastian hukum, di samping itu Perindustrian Nomor 350/MPP/Kep/12/2001
juga mengandung manfaat bagi para pihak yang tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang
bersangkutan. BPSK, yang menentukan bahwa: “Sengketa
konsumen adalah sengketa antara pelaku usaha
Pertimbangan hukum ini penting terutama
dengan konsumen yang menuntut ganti rugi atas
dalam tingkat kasasi karena hakim kasasi
kerusakan, pencemaran dan/atau yang menderita
pada hakikatnya hanya berwenang mengenai
kerugian akibat mengonsumsi barang dan/atau
pemeriksaan tentang hukumnya (judex Juris)
memanfaatkan jasa.”
(Wardah & Sutiyoso, 2007: 217). Hakim di
tingkat kasasi memiliki peran yang sangat penting Mahkamah Agung membenarkan
karena putusannya bersifat final dan mengikat keberatan/gugatan kasasi PT X bahwa belum
sebagai upaya hukum terakhir, sehingga sangat terjadi kerugian pada termohon kasasi (RS),
berpengaruh terhadap nasib para pihak yang sehingga gugatan Badan Penyelesaian Sengketa
beperkara. Konsumen yang mempersoalkan Pasal 18
Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Putusan Nomor 184 K/PDT.SUS-
tidak tepat dan kabur karena bukan termasuk
BPSK/2016 memberikan pertimbangan hukum
kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa
yang intinya bahwa dari keberatan kasasi yang
Konsumen dan Pengadilan Negeri Surabaya
diajukan oleh pemohon kasasi (PT X), majelis
telah salah dalam menerapkan hukum. Namun
hakim berpendapat bahwa judex facti telah
apabila dicermati bahwa gugatan RS berawal
salah menerapkan hukum dengan pertimbangan
karena pemutusan anggota secara sepihak
bahwa pokok perkara yang diperiksa dan diputus
sebagai pengguna jasa kebugaran milik PT X
oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
tanpa pengembalian sisa uang pembayaran dan
adalah mengenai tindakan termohon keberatan/
menggugat agar klausula baku yang dianggap
termohon kasasi yang tidak memenuhi
merugikan pihaknya sebagai konsumen untuk
persyaratan keanggotaan sebagaimana dimaksud
dibatalkan.
dalam perjanjian keanggotaan, sehingga
merupakan sengketa ingkar janji bukan sengketa Penolakan pengembalian uang
konsumen, maka Badan Penyelesaian Sengketa
pembayaran didasarkan pada perjanjian
Konsumen tidak berwenang memeriksa dan keanggotaan nomor 11 dan 14 dengan klausula
memutus perkara. Oleh karena itu, majelis“…semua uang yang telah dibayaran tidak
hakim mengabulkan permohonan kasasi dari dapat dikembalikan…” Keberadaan klausula
pemohon kasasi PT X tersebut dan membatalkan
tersebut telah nyata terbukti melanggar
Putusan Nomor 15/PDT.G/2015/PN.SBY
ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf c, sehingga
yang menguatkan Putusan Nomor 26/P. batal demi hukum. Pihak RS sebagai konsumen
BPSK/12/2014. telah dirugikan karena pemutusan keanggotaan
secara sepihak tanpa adanya pengembalian sisa
Mahkamah Agung berpendapat bahwa
uang pembayaran sebesar Rp35.000.000,- untuk
sengketa antara PT X dengan RS merupakan
seumur hidup, namun baru berjalan sekitar

108 | Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 91 - 112

JURNAL ISI.indd 108 4/25/2018 3:33:00 PM


enam tahun keanggotaannya diputus, sehingga subtantif dalam putusan sebagaimana pada Tabel
sebagai konsumen jelas dirugikan, selain itu 4 berikut ini:
terdapat klausula-klausula dalam perjanjian

Tabel 4. Hasil Pengukuran Keadilan Subtantif pada Putusan Nomor 184 K/PDT.SUS-BPSK/2016

No. Parameter Temuan dalam Isi Putusan


1. Fakta-fakta hukum yang terungkap di Majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya kurang
persidangan. mempertimbangkan fakta-fakta hukum secara lengkap dan
hanya mempertimbangkan satu pertimbangan hukum dari
pemohon kasasi.
2. Dasar hukum yang digunakan. Majelis hakim hanya menggunakan dasar hukum berupa
Pasal 1 angka 8 Keputusan Menperindag Nomor 350/MPP/
Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang
Badan Penyelesian Ssengketa Konsumen, tanpa menggunakan
dasar hukum lain yang dapat memperkuat putusan.
3. Ada tidaknya yurisprudensi yang dijadikan Majelis hakim tidak menggunakan dasar yurisprudensi dalam
acuan. membuat pertimbangan hukum.
4. Ada tidaknya doktrin atau teori-teori hukum Tidak ada doktrin atau teori yang dijadikan dasar pertimbangan
yang dijadikan referensi. hukum oleh majelis hakim, sehingga pertimbangannya sangat
kering.
5. Ada tidaknya hakim menggali nilai-nilai Tidak ditemukan mejelis hakim menggali nilai-nilai hukum
hukum yang hidup di masyarakat. yang hidup di masyarakat dalam membuat pertimbangan
hukum.
6. Logis tidaknya dasar pertimbangan dengan Pertimbangan hukum belum sepenuhnya menunjukkan hal
putusan yang dijatuhkan. yang logis karena dalam pembuktian kurang menggunakan
dasar pertimbangan hukum yang kuat dan kurang menggali
fakta-fakta hukum secara cermat.

keanggotaan yang melanggar ketentuan Pasal Dengantidakdipenuhinyabeberapaparameter


18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. keadilan subtantif pada isi Putusan Nomor 184 K/
Oleh karena itu pertimbangan majelis hakim PDT.SUS-BPSK/2016 tersebut, maka putusan itu
kurang cermat karena hanya mempertimbangkan dapat dibilang kurang mencerminkan keadilan
keberatan pemohon kasasi (PT X) dan kurang bagi para pihak terutama konsumen sebagai pihak
mempertimbangkan fakta hukum mengenai yang dikalahkan. Hal ini akan nampak kontras
kerugian yang nyata terjadi pada pihak RS. jika dibandingkan dengan Putusan Nomor 15/
Meskipun begitu, Putusan Nomor 184 K/PDT. PDT.G/2015/PN.SBY dan Putusan Nomor 26/P.
SUS-BPSK/2016 telah memberikan kepastian BPSK/12/2014 sebagai putusan yang dibatalkan.
hukum bagi para pihak. Hasil analisis kedua putusan tersebut dapat dilihat
pada Tabel 5 berikut ini:
Dilihat dari substansinya, Putusan
Nomor 184 K/PDT.SUS-BPSK/2016 belum Berdasarkan Tabel 5 tersebut, dapat
mencerminkan keadilan substantif dan diketahui bahwa Putusan Nomor 15/
kemanfaatan terutama bagi pihak konsumen. PDT.G/2015/PN.SBY dan Putusan Nomor 26/P.
Untuk mengukur keadilan substantif tersebut, BPSK/12/2014 lebih mencerminkan keadilan
berikut dipaparkan enam parameter keadilan substantif dan perlindungan terhadap konsumen

Perlindungan Hukum Konsumen Atas Penerapan Klausula Baku (M. Syamsudin & Fera Aditias Ramadani) | 109

JURNAL ISI.indd 109 4/25/2018 3:33:00 PM


Tabel 5. Analisis Keadilan Subtantif pada Putusan Nomor 15/PDT.G/2015/PN.SBY
dan Putusan Nomor 26/P.BPSK/12/2014

No. Parameter Temuan dalam Isi Putusan


1. Fakta-fakta hukum yang terungkap di Majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya telah menggali
persidangan. fakta-fakta hukum dalam persidangan berupa alat-alat bukti,
keterangan para pihak, dan keterangan para saksi secara
memadai.
2. Dasar hukum yang digunakan. Majelis hakim menggunakan dasar hukum berupa beberapa
peraturan perundang-undang yang terkait.
3. Ada tidaknya yurisprudensi yang Tidak ada dasar yurisprudensi yang diacu oleh majelis hakim
dijadikan acuan. dalam membuat pertimbangan hukum.
4. Ada tidaknya doktrin atau teori-teori Tidak ada doktrin atau teori yang dijadikan dasar pertimbangan
hukum yang dijadikan referensi. hukum oleh majelis hakim.
5. Ada tidaknya hakim menggali nilai-nilai Tidak ditemukan majelis hakim menggali nilai-nilai hukum yang
hukum yang hidup di masyarakat. hidup di masyarakat dalam membuat pertimbangan hukum.
6. Logis tidaknya dasar pertimbangan Pertimbangan hukum sudah menunjukkan hal yang logis, karena
dengan putusan yang dijatuhkan. telah menggabungkan antara fakta-fakta hukum yang terungkap
di persidangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan.

jika dibandingkan dengan Putusan Nomor 184 maka putusan kasasi menjadi kurang bermakna
K/PDT.SUS-BPSK/2016 karena lebih banyak dilihat dari aspek perlindungan konsumen.
parameter keadilan yang terpenuhi. Majelis hakim
Putusan Nomor 184 K/PDT.SUS-BPSK/2016 IV. KESIMPULAN
dalam membuat pertimbangan hukum kurang
cermat sehingga putusan yang dihasilkan tidak Berdasarkan hasil pembahasan diperoleh
melindungi konsumen sebagai pihak yang simpulan sebagai berikut:
dirugikan dan posisinya lemah. 1. Isi klausula baku dalam perjanjian
Majelis hakim Putusan Nomor 184 K/PDT. keanggotaan jasa kebugaran milik PT X
SUS-BPSK/2016 seharusnya mempertimbangkan telah melanggar ketentuan Pasal 18 ayat
dampak yang muncul dari dibuatnya putusan (1) huruf a, c, e, f, dan g. Konsekuensinya
ini terhadap perlindungan konsumen sebagai adalah batal demi hukum. Isi perjanjian
pihak yang lemah berhadapan dengan pelaku tersebut dianggap tidak pernah ada dan tidak
usaha. Majelis hakim seharusnya tidak hanya mengikat para pihak. Majelis hakim kasasi
mempertimbangkan dari sisi formal kewenangan tidak mempertimbangkan sama sekali isi
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam gugatan tentang perjanjian klausula baku
memeriksa sengketa konsumen sebagaimana yang dimohonkan oleh penggugat untuk
diatur oleh Pasal 1 angka 8 Keputusan Menteri dibatalkan dan diseuaikan dengan Pasal 18
Perindustrian Nomor 350/MPP/Kep/12/2001, Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
sehingga putusannya menganggap bahwa sengketa Putusan kasasi justru menilai bahwa
tersebut bukan sebagai sengketa konsumen Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
yang menjadi kewenangan Badan Penyelesaian tidak berwenang memeriksa dan memutus
Sengketa Konsumen. Jika hanya sisi tersebut sengketa tersebut karena tidak memenuhi

110 | Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 91 - 112

JURNAL ISI.indd 110 4/25/2018 3:33:00 PM


kualifikasi sebagai sengketa konsumen; yang menangani masalah konsumen, seharusnya
lebih peka, sensitif, dan peduli terhadap masalah,
2. Putusan Nomor 15/PDT.G/2015/PN.SBY
kepentingan dan hak-hak konsumen sebagaimana
dan Putusan Nomor 26/P.BPSK/12/2014
diatur dalam Undang-Undang Perlindungan
lebih mencerminkan keadilan substantif
Konsumen.
dan perlindungan terhadap konsumen jika
dibandingkan dengan Putusan Nomor 184
K/PDT.SUS-BPSK/2016 karena lebih
banyak parameter keadilan substantif yang
terpenuhi. Majelis hakim kasasi dalam
membuat pertimbangan hukum kurang
DAFTAR ACUAN
cermat sehingga putusan yang dihasilkan
tidak melindungi konsumen sebagai Badrulzaman, M. D. (1990). Perjanjian baku
pihak yang dirugikan dan posisinya (Standar) perkembangannya di Indonesia.
lemah. Majelis hakim kasasi seharusnya Bandung: Alumni.
mempertimbangkan dampak yang muncul
Barkatullah, A. H. (2008). Hukum perlindungan
dari dibuatnya putusan ini terhadap
konsumen (Kajian teoretis & perkembangan
perlindungan konsumen sebagai pihak yang
pemikiran). Cetakan pertama. Bandung: Nusa
lemah berhadapan dengan pelaku usaha. Media.
Majelis hakim kasasi seharusnya tidak
hanya mempertimbangkan dari sisi formal Fuady, M. (2003). Hukum kontrak (Dari sudut
kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa pandang hukum bisnis). Cetakan kedua.
Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Konsumen dalam memeriksa sengketa
konsumen sebagaimana diatur oleh Pasal 1 Jamil, A. (2008). “Cara berhubungan yang benar bagi
angka 8 Keputusan Menteri Perindustrian Profesional hukum (Ijtihad sebagai terobosan
Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 tentang hukum progresif)”, Jurnal Hukum FH UII,
Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Edisi No. 1 Vol.15, Januari 2008.
Penyelesaian Sengketa Konsumen,
Kristiyanti, C. T. S. (2009). Hukum perlindungan
sehingga putusannya menganggap bahwa
konsumen. Cetakan kedua. Jakarta: Sinar
sengketa tersebut bukan sebagai sengketa
Grafika.
konsumen yang menjadi kewenangan
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Mertokusumo, S. (1990). Mengenal hukum suatu
Jika hanya sisi tersebut maka putusan pengantar. Yogyakarta: Liberty.
kasasi menjadi kurang bermakna dilihat
Miru, A., & Yodo, S. (2014). Hukum perlindungan
dari aspek perlindungan konsumen. konsumen. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Muhammad, A. K. (1992). Perjanjian baku dalam


V. SARAN
praktik perusahaan perdagangan. Bandung:
Saran yang dapat diajukan berdasarkan Citra Aditya Bakti.
hasil kajian ini adalah bahwa majelis hakim kasasi
Rahardjo, R. (2007). Membedah hukum progresif.

Perlindungan Hukum Konsumen Atas Penerapan Klausula Baku (M. Syamsudin & Fera Aditias Ramadani) | 111

JURNAL ISI.indd 111 4/25/2018 3:33:00 PM


Cetakan kedua. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas.

Shidarta. (2006). Hukum perlindungan konsumen


Indonesia. Jakarta: PT Grasindo.

Siregar, B. (1983). Berbagai segi hukum &


perkembangan dalam masyarakat. Bandung:
Alumni.

Sutiyoso, B. (2006). Metode penemuan hukum.


Yogyakarta: UII Press.

Syamsudin, M. (2011). Rekonstruksi perilaku etik


hakim dalam menangani perkara berbasis
hukum progresif. Jurnal Hukum dan
Pembangunan, 18, 57-75.

Syamsudin, M. (2014, April). Keadilan prosedural


& substantif dalam putusan sengketa tanah
magersari (Kajian Putusan Nomor 74/PDT.
G2009/PN.YK). Jurnal Yudisial, 7(1), 75-85.

Tobing, D. M. L (2016, Desember 19). Konsumen &


klausula baku. Diakses dari http://bpkn.go.id/
uploads/document/6ac89beeea3f0dc87095541
b6523952083ebd4dc.pdf.

Wardah, S., & Sutiyoso, B. (2007). Hukum acara


perdata & perkembangannya di Indonesia.
Cetakan pertama. Yogyakarta: Gama Media.

Widjaja, G., & Yani, A. (2000). Hukum tentang


Perlindungan konsumen. Jakarta: Gramedia.

Zulham. (2013). Hukum perlindungan konsumen.


Jakarta: PT Kencana Prenada Media Group.

112 | Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 91 - 112

JURNAL ISI.indd 112 4/25/2018 3:33:00 PM

Anda mungkin juga menyukai