Laporan NPR Per
Laporan NPR Per
ABSTRACT
Source of protein that hunan takes everyday comes from the food.
Biological value of protein in food can be determined by the content of protein in
food and digestibility of the protein in the body. To calculate the digestibility of
protein we can use in vivo method. One of in vivo methods to determine the
biological value of protein is NPR. Net Protein Ratio (NPR) method is a revised
method of Protein Efficeiency Ratio (PER). The NPR method is done by
calculating the ratio between amount of protein consumed and weight difference
between the rat that consumed protein and non protein feed.
Keywords: Antioxidant, DPPH, Folin-Ciocalteu, phenolic compound, tea
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Makanan yang dikonsumsi setiap hari dapat menjadi sumber protein bagi
tubuh. Tergantung kepada bahan makanan, kadar proteinnya pun berbeda-beda.
Akan tetapi, nilai gizi protein tidak hanya ditentukan oleh kadarnya namun juga
digestibilitas atau daya cerna di dalam tubuh (Muchtadi 2010). Dalam arti lain,
mutu protein dapat ditentukan oleh jenis dan proporsi asam aminonya. Nilai
biologi protein yang tinggi atau mutu protein yang baik berarti protein
mengandung semua jenis asam amino esensial dengan proporsi yang diperlukan
untuk pertumbuhan (Hamidah 2016). Oleh karena itu, evaluasi nilai gizi protein
diperkenalkan.
Teknik evaluasi nilai gizi protein dibagi menjadi dua yaitu in vitro dan in
vivo. In vitro berarti pengujian nilai gizi protein dapat dilakukan secara kimiawi,
enzimatis maupun mikrobiologis sedangkan in vivo secara biologis. Untuk melihat
nilai gizi protein yang mendekati keadaan sebenarnya, digunakan metode in vivo
dengan tikus percobaan. Beberapa parameter yang banyak digunakan untuk
melakukan evaluasi nilai gizi protein yaitu, protein efficiency ratio (PER), net
protein ratio (NPR), net protein utilization (NPU), nilai cerna atau daya cerna
(DC), dan nilai biologis (BV).
Metode yang digunakan dalam percobaan perhitungan nilai biologis protein
kali ini adalah NPR. Pada dasarnya, NPR dilakukan sama dengan persyaratan
PER (Permadi 2011). Akan tetapi NPR digunakan untuk mengatasi kelemahan
metode PER. Dalam metode PER, terdapat asumsi yang menyatakan bahwa
semua protein yang dikonsumsi oleh hewan digunakan untuk pertumbuhannya.
Sementara pada kenyataannya tidak semua protein yang dikonsumsi digunakan
untuk pertumbuhan, ada sejumlah protein yang digunakan untuk pemeliharaan
sehingga kenaikan berat badan tidak berarti terdapat kenaikan protein dalam tubuh
(Boye et al. 2012). Oleh karena itu, pada metode NPR ditambahkan satu tikus
percobaan lagi dengan perlakuan pemberian ransum non protein agar protein yang
digunakan untuk pemeliharaan dapat dihitung. NPR dihitung berdasarkan rumus
berikut.
Penurunan berat badan tikus non protein dihitung sebagai rata-rata dari penurunan
berat badan tikus yang mendapat perlakuan tikus non protein. Nilai NPR tersebut
dihitung satu persatu untuk tiap ekor tikus lalu dirata-ratakan
METODE
Alat yang digunakan pada percobaan yaitu gelas piala, sudip, wadah
baskom sedang, neraca analitik, dan sendok. Bahan yang digunakan dalam
percobaan yaitu akuades, tepung tempe, tepung kasein standar, tepung non-
protein, dan secang.
Metode
Metode yang digunakan pada percobaan NPR (Net Protein Ratio) dan
PER (Protein Efficiancy Ratio) merupakan metode in vivo dengan menggunakan
hewan percobaan berupa tikus. Sebelum menjadi objek percobaan, tikus melalui
tahapan adaptasi dengan lingkungan yang akan dijadikan percobaan. Tikus
percobaan ditempatkan di kandang khusus tikus yang terletak di SEAFAST. Tikus
akan ditimbang bobot tubuhnya dua hari sekali dan diberikan ransum setiap hari.
Tikus percobaan di Lama waktu percobaan pemberian ransum selama 14 hari.
Tikus dikelompokkan berdasarkan ransum yang dibuat, yaitu tepung non-protein
dan air, standar kasein dan air, standar kasein dan secang, tepung tempe dan air,
serta tepung tempe dan secang. Tikus akan ditimbang bobotnya dua hari sekali
dan dihasilkan data yang menunjukkan perubahan bobot tikus berdasarkan
perlakuan pemberian ransum.
Pembuatan Ransum
Ransum yang dibuat terdiri dari beberapa perlakuan, yaitu tepung non-
protein dan air, standar dan air, standar dan secang, tepung tempe dan air, serta
tepung tempe dan secang. Komposisi ransum terdiri atas komponen protein,
lemak, mineral, serat, air vitamin, dan pati. Masing-masing komponen tersebut
dihitung dahulu bobot penyusunnya untuk porsi 100 gram. Komponen penyusun
akan dicampurkan dengan proses mixing secara manual. Ransum dibagi dengan
bobot 20 gram untuk satu kali makan tikus.
Pencampuran komponen
penyusun ransum
Pencampuran komponen
penyusun ransum
10 20 5 15
11 130 20 3 17
1 82 20 11.36 8.64
2 20 5 15
3 77 20 8 12
4 20 6 14
5 90 20 5 15
6 20 4 16
7 94 20 6 14
8 20 7 13
9 97 20 4 16
10 20 5 15
11 100 20 4 16
7 93 20 10 10
8 20 9 11
9 101 20 10 10
10 20 8 12
11 98 20 9 11
NPR 2.39
1 101 20 7.92 12.08
2 20 5 15
3 104 20 3 17
4 20 3 17
5 110 20 4 16
6 20 2 18
7 120 20 6 14
2 8 20 5 15
9 126 20 6 14
10 20 6 14
11 129 20 5 15
1 1 70 20 5.06 14.54
2 20 9 11
3 73 20 10 10
4 20 11 9
5 76 20 11 9
6 20 13 7
7 77 20 13 7
8 20 12 8
9 78 20 13 7
10 20 7 13
11 79 20 13 7
Pertambahan berat/10 Konsumsi ransum
9 102.54
hari total
PER 0.19
NPR 1.47
1 80 20 7.98 12.02
2 20 6 14
3 84 20 5 15
4 20 5 15
5 86 20 6 14
6
6 20 8 12
7 87 20 8 12
8 20 9 11
9 88 20 10 10
10 20 7 13
11 89 20 9 11
Pertambahan berat/10 Konsumsi ransum
9 139.02
hari total
Contoh perhitungan
Tikus 1, Sampel Standar + SECANG
Konsumsi ransum = Berat ransum awal – Berat ransum sisa
= 20 – 6.36 = 13.64 g
Konsumsi protein = 10% x konsumsi ransum total = 10% x 155.64 g = 15.56
NPR =
(Pertambahan berat badan sampel/10 hari – Pengurangan berat badan sampel non protein/10 hari)
Konsumsi protein
(104−80)− (−13.2)
= 15.56
= 2.39
Contoh perhitungan
𝑃𝐸𝑅 1+𝑃𝐸𝑅 2+𝑃𝐸𝑅 3+𝑃𝐸𝑅 4+𝑃𝐸𝑅 5+𝑃𝐸𝑅 6
Rata-rata PER sampel standar + secang = 6
1.54+1.68+0.39+(−0.29)+1.37+1.48
= 6
= 1.03
𝑁𝑃𝑅 1+𝑁𝑃𝑅 2+𝑁𝑃𝑅 3+𝑁𝑃𝑅 4+𝑁𝑃𝑅 5+𝑁𝑃𝑅 6
Rata-rata NPR sampel standar + secang = 6
2.39+2.47+1.68+0.66+2.32+2.26
= 6
= 1.96
PEMBAHASAN
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting bagi tubuh karena selain
sebagai sumber energi, protein berfungsi sebagai zat pembangun tubuh (sintesis
protein tubuh) dan zat pengatur di dalam tubuh (enzim dan hormon). Sebagai zat
pembangun, fungsi utamanya bagi tubuh adalah untuk membentuk jaringan baru
serta memelihara jaringan yang telah ada (mengganti bagian-bagian yang rusak).
Oleh karena itu nilai gizi protein sangat penting untuk diketahui dimana sebagai
kemampuan suatu protein untuk dapat dimanfaatkan oleh tubuh sebagai sumber
nitrogen. Salah satu metode evaluasi nilai gizi protein yakni protein efficiency
ratio (PER) yang menghitung efisiensi suatu protein makanan yang digunakan
untuk sintesis protein di dalam tubuh. Apabila didefinisikan maka PER adalah
perbandingan antara pertambahan berat badan dengan jumlah protein yang
dikonsumsi (Muchtadi 2008). Nilai PER biasanya dilakukan pengukurannya
selama 28 hari namun pada praktikum kali ini hanya dilakukan selama 10 hari.
Nilai PER mengukur berat badan serta protein yang dikonsumsi oleh mencit. Nilai
yang dihitung kemudian dibandingkan dengan nilai standar yaitu 2,5. Kasein
digunakan sebagai standar dikarenakan kandungan asam amino esensial yang
terdapat pada kasein tersebut cukup lengkap untuk pertumbuhan hewan coba.
Kasein sebagai sumber protein memiliki nilai gizi yang tinggi karena mengandung
semua asam amino esensial dengan jumlah yang tinggi melebihi pola referensi
dari FAO. Oleh karena itu kasein berfungsi sebagai acuan baku dalam pengujian-
pengujian protein (ransum kontrol). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Ishihara et al. (2003), dinyatakan bahwa kasein mengandung asam amino esensial
sebanyak 43.65%. Jumlah asam amino yang berlimpah berpengaruh terhadap
penambahan berat badan tikus kasein. Setiap nilai yang melebihi standar dianggap
sebagai sumber protein yang sangat baik. Namun nilai PER yang baik dalam
memberikan ukuran pertumbuhan pada mencit, tidak memberikan korelasi yang
kuat terhadap pertumbuhan manusia (Rahmi 2014).
Pemberian ransum berbeda dilakukan kepada tikus yakni perlakuan
standar (kasein) dan tepung tempe. Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai PER
rata-rata perlakuan standar dengan air putih dan secang yaitu 1.47 dan 1.03.
Sedangkan pada perlakuan tepung tempe dengan air putih dan secang sebesar 0.61
dan 0.50 dimana hasil yang didapatkan lebih kecil dibandingkan dari perlakuan
ransum standar. Hal ini menunjukkan bahwa tepung tempe memiliki protein
dengan kemampuan yang lebih kecil daripada kasein dalam mensintesis sel tubuh.
Hal ini dapat disebabkan karena tepung tempe memiliki asam amino pembatasnya
yaitu asam amino metionin dan sistein (Kusumastuti dan Ayustaningwarno 2013).
Hal ini juga didukung dari data penambahan berat badan dari tikus percobaan
dimana pada perlakuan ransum standar kasein mengalami pernambahan berat
badan yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan ransum tepung
tempe. Hasil ini sesuai dengan penelitian (Astawan et al. 2015), tikus kelompok
kasein memiliki jumlah konsumsi ransum lebih besar dibandingkan tikus
kelompok tepung tempe, karena teoung tempe mengandung serat pangan yang
cukup tinggi dibandingkan dengan kasein sehingga membuat tikus lebih cepat
kenyang.
Hasil percobaan nilai PER yang didapatkan juga tidak sesuai dengan
literatur dimana nilai PER antara kasein dan tepung tempe seharusnya tidak
berbeda jauh. Menurut Mursyid (2014), nilai PER dari sumber protein kasein
sebesar 2.47 sedangkan pada tepung tempe sebesar 2.12. Hal ini dapat terjadi
karena pada pengukuran PER diasumsikan seluruh protein yang dikonsumsi
digunakan untuk pertumbuhan saja tanpa digunakan untuk tahap pemeliharaan.
Selain itu, dapat dilihat bahwa konsumsi ransum oleh tiap tikus berbeda antar
perlakuan berbeda sehingga dapat mempengaruhi nilai PER.
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Astawan M, Wresdiyati T, Saragih A. 2015. Evaluasi mutu protein tepung tempe
dan tepung kedelai rebus pada tikus percobaan. Jurnal Mutu Pangan. 2(1)
: 11-17.
Boye J, Bettoni RW, Burlingame B. 2012. Protein quality evaluation twenty years
after the introduction of the protein digestibility corrected amino acid
score method. British Journal of Nutrition 108: 183-211.
Hamidah S. 2016. Perbedaan pola konsumsi bahan makanan sumber protein
keluarga di daerah pantai, dataran rendah, dan dataran tinggi di wilayah
Kota Semarang [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Muhammadiyah
Semarang.
Ishihara J, Sobue T, Yamamoto S, Sasaki S, Tsugane S. 2003. Demographics,
lifestyle, health characeristics, and dietary intake among dietary
supplement user in Japan. Int J Epidimiol. 32(4) : 546-553.
Kusumastuti K, Ayustaningwarno F. 2013. Pengaruh penambahan bekatul beras
merah terhadap kandungan gizi, aktivitas antiosidan dan kesukaan sosis
tempe. Journal of Nutrition College. 2(1) : 27-34.
Muchtadi D. 2010. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bandung (IS): Alfabeta.
Muchtadi D. 2008. Nutrifikasi Protein. Jakarta (ID) : Universitas Terbuka.
Mursyid. 2014. Kandungan zat gizi dan nilai gizi protein tepung tempe kedelai
lokal dan impor serta aktivitas antioksidannya [Tesis]. Bogor (ID) : IPB.
Permadi I. 2011. Evaluasi mutu biologis protein fruit soy bar dan efeknya
terhadap berat badan tikus percobaan [skripsi]. Bogor(ID): IPB.
Rahmi I. 2014. Analisis kualitas protein secara biologi pada tepung campuran
beras-pisang awak masak (Musa paradisiaca var. Awak) yang divariasikan
dengan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dan tepung kecambah
kedelai (Glycine max L. Merrill) [skripsi]. Medan (ID) : USU.