Anda di halaman 1dari 9

Asas-asas Hukum

1. Asas Hukum (P. Scholten)

kecenderungan-kecenderungan yang disyaratkan oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum dan
merupakan sifat – sifat umum dengan keterbatasannya sebagai pembawaan yang umum itu, tetapi harus
ada.

2. Asas Hukum Umum

Norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari
aturan-aturan yang lebih umum.

3. Asas hukum khusus

Asas hukum yang berfungsi dalam bidang yang lebih sempit seperti dalam bidang hukum perda, hukum
pidana dan sebagainya, yang sering merupakan penjabaran dari asas hukum umum.

4. Asas Hukum Internasional

Asas hukum yang diberlakukan dalam hubungan antar negara.

5. Asas hukum pengangkutan

Objek kajian berupa landasan filosofis (fundamental norm) yang menjadi dasar ketentuan-ketentuan
mengenai pengangkutan yang menyatakan kebenaran, keadilan dan kepatutan yang diterima oleh semua
pihak.

6. Asas Hukum (Van Eikema Hommes)

Dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif.

7. Azas “Pacta sunt servanda” yang berarti “Janji harus ditepati”

Dasar yang fundamental di dalam hukum perjanjian yang banyak dianut di berbagai negara adalah suatu
azas yang berbunyi “Pacta sunt servanda” yang berarti “Janji harus ditepati”. Azas pacta sunt servanda ini
kemudian muncul di berbagai peraturan hukum di semua bangsa yang berperadaban.

8. Praduga Tak Bersalah atau “in dubio pro reonce”

Adalah asas di mana seseorang dinyatakan tidak bersalah hingga pengadilan menyatakan bersalah. Asas
ini sangat penting pada demokrasi modern dengan banyak negara memasukannya kedalam konstitusinya.

9. Asas Legalitas

Yaitu adanya persamaan kedudukan, perlindungan, dan keadilan di hadapan hukum.

10. Asas Keseimbangan

Yaitu proses hukum yang ada haruslah menegakkan hak asasi manusia dan melindungi ketertiban umum.
11. Asas Unifikasi

Yaitu penyamaan keberlakuan hukum acara pidana di seluruh wilayah Indonesia

12. Asas Ganti rugi dan Rehabilitasi

Yaitu adanya ganti rugi dan rehabilitasi bagi pihak yang dirugikan karena kesalahan dalam proses hukum.

13. Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan

Yaitu pelaksanaan peradilan (dari penyidikan sampai dengan putusan Hakim) secara tidak berbelit-belit
dan dengan biaya yang seminim mungkin guna menjaga kestabilan terdakwa (pasal 50 KUHAP).

14. Asas Oportunitas

Yaitu hak seorang Jaksa untuk menuntut atau tidak demi kepentingan umum.

15. Asas Akusator

Yaitu penempatan tersangka sebagai subjek yang memiliki hak yang sama di depan hukum.

16. Prinsip Pembatasan Penahanan

Yaitu menjamin hak-hak asasi manusia dengan membatasi waktu penahanan dalam melalui proses
hukum.

17. Prinsip Diferensiasi Fungsional

Yaitu penegasan batas-batas kewenangan dari aparat penegak hukum secara instansional.

18. Prinsip Saling Koordinasi

Yaitu adanya hubungan kerja sama di antara aparat penegak hukum untuk menjamin adanya kelancaran
proses hukum.

19. Prinsip Penggabungan Pidana dengan Tuntutan Ganti Rugi

Yaitu dipakainya gugatan ganti rugi secara perdata untuk menyelesaikan kasus pidana yang berhubungan
dengan harta kekayaan.

20. Peradilan tebuka Untuk Umum

Yaitu hak dari publik untuk menyaksikan jalannya peradilan (kecuali dalam hal-hal tertentu).

21. Kekuasaan Hakim yang Tetap

Yaitu peradilan harus dipimpin oleh seorang/sekelompk hakim yang memiliki kewenangan yang sah dari
Pemerintah.

22. Pemeriksaan Hakim Yang langsung dan lisan


Yaitu peradilan dilakukan oleh hakim secara langsung dan lisan (tidak menggunakan tulisan seperti dalam
hukum acara perdata.

23. Bantuan Hukum Bagi Terdakwa

Yaitu adanya bantuan hukum yang diberikan bagi terdakwa.

24. Asas Perintah Tertulis

Yaitu segala tindakan hukum hanya dapat dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang
berwenang dengan UU.

25. Asas Memperoleh Bantuan Hukum

Yaitu setiap orang punya kesempatan, bahkan wajib memperoleh bantuan hukum guna pembelaan atas
dirinya (pasal 54 KUHAP)

26. Asas Terbuka

Yaitu, pemeriksaan tindak pidana dilakukan secara terbuka untuk umum (pasal 64 KUHAP)

27. Asas Pembuktian

Yaitu tersangka/ terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian (pasal 66 KUHAP), kecuali diatur lain
oleh UU

28. Asas Praduga Rechtmatig (benar menurut Hukum, presumptio iustea causa)

Asas ini menganggap bahwa setiap tindakan penguasa selalu harus dianggap berdasarkan hukum (benar)
sampai ada pembatalan. Dalam asas ini gugatan tidak menunda pelaksanaan KTUN yang digugat (Pasal
67 ayat (1) UU No.5 tahun 1986).

29. Asas pembuktian bebas

Hakimlah yang menetapkan beban pembuktian. Hal ini berbeda dengan ketentuan 1865 BW (lihat Pasal
101, dibatasi ketentuan Pasal 100.

30. Asas keaktifan hakim (dominus litis)

Keaktifan hakim dimaksudkan untuk mengimbangi kedudukan para pihak yang tidak berimbang (lihat
Pasal 58, 63, ayat (1) dan (2), Pasal 80 dan Pasal 85)

31. Asas putusan pengadilan mempunyai kekuatan mengikat (erga omnes)

Sengketa TUN adalah sengketa hukum publik. Dengan demikian putusan pengadilan berlaku bagi siapa
saja-tidak hanya bagi para pihak yang bersengketa

32. Asas para pihak harus didengar (audi et alteram partem)

Para pihak mempunyai kedudukan yang sama


33. Asas kesatuan beracara

Dalam perkara yang sejenis

34. Asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang bebas

Pasal 24 UUD 1945 Jo.Pasal 1 UU No. 4 2004

35. Asas sidang terbuka untuk umum

Putusan mempunyai kekuatan hukum jika diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum (Pasal 70
UU PTUN)

36. Asas pengadilan berjenjang

Tingkat pertama (PTUN), banding (PT TUN), dan Kasasi (MA), dimungkinkan pula PK (MA)

37. Asas pengadilan sebagai upaya terakhir (ultimum remidium)

Sengketa sedapat mungkin diselesaikan melalui upaya administrasi (musyawarah mufakat), jika belum
puas, maka ditempuh upaya peradilan (Pasal 48 UU PTUN)

38. Nullum crimen nulla poena sine lege

Tidak ada kejahatan tanpa peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.

39. Lex superiori derogat lege inferiori

Peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah, lihat dalam Pasal 7 UU No.
10 Tahun 2004

40. Lex posteriori derogat lege priori

Peraturan yang terbaru mengesampingkan peraturan yang sebelumnya. Pahami juga, lex prospicit, non
respicit.

41. Lex specialis derogat lege generali

Peraturan yang lebih khusus mengesampingkan peraturan yang bersifat lebih umum, lihat Pasal 1 KUHD.

42. Res judicata pro veritate habeteur

Putusan hakim dianggap benar sampai ada putusan hakim lain yang mengoreksinya.

43. Lex dura sed tamen scripta

Undang-undang bersifat memaksa, sehingga tidak dapat diganggu gugat.

44. Die normatieven kraft des faktischen


Perbuatan yang dilakukan berulang kali memiliki kekuatan normatif, lihat Pasal 28 UU No. 4 Tahun
2004.

45. Asas Tut Wuri Handayani

Secara historis Tut Wuri Handayani lahir sebagai semboyan yang digunakan oleh Ki Hajar Dewantoro
dalam sistem pendidikan Taman Siswa. Makna Tut Wuri Handayani adalah :

a. Tut Wuri yaitu, mengikuti perkembangan sang anak dengan penuh perhatian berdasarkan cinta kasih
tanpa pamrih

b. Handayani yaitu, mempengaruhi dalam arti merangsang, memupuk, membimbing,menggairahkan agar


sang anak mengembangkan pribadi masing-masing melalui disiplin pribadi

46. Asas Demokrasi

Azas Demokrasi dalam pendidikan bersumber pada sila ke-4 pancasila. Dari sila ini dirumuskan pedoman
dalam penghayatan dan pengamalan menjadi 7 butir P4. Dalam UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistim
Pendidikan Nasional ditegaskan adanya hak peserta didik

47. Asas Kepastian Hukum

Azas kepastian hukum untuk melindungi berbagai kepentingan individu maupun kelompok dalam
kehidupan bermasyarakat yang selaras dan serasi, pemerintah menciptakan keputusan maupun peraturan
yang menyangkut berbagai aspek, diantaraya aspek perekonomian, hak milik, perkawinan, pendidikan,
dsb. Ketentuan hukum yang mengatur masalah pendidikan bersumber pada UUD 45 pasal 31 dan ayat 2.

48. Azas Pendidikan Seumur Hidup

Azas Pendidikan seumur hidup bahwa pendidikan merupakan proses budaya intuk meningkatkan harkat
dan martabat manusia, dilaksanakan dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pada hakekatnya
pendidikan seumur hidup menurut John Dewey tidak dapat dipisahkan dari belajar seumur hidup.

Tipe-tipe Negara Hukum

a. Konsep Negara Hukum Liberal

Konsep negara hukum oleh Immanuel Kant ditulis dalam karya ilmiah nya yang berjudul Methaphy sihe
Ansfangsgrund der Rechtslehre. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa pihak yang bereaksi terhadap
negara polizei adalah orang-orang kaya dan pandai, yang disebut sebagai kaum borjuis liberal. Oleh
karena itu, konsep negara hukum hasil pemikirannya pun dinamakan Negara Hukum Liberal.

Tipe negara hukum liberal ini menghendaki agar Negara berstatus pasif artinya bahwa negara harus
tunduk pada peraturan-peraturan negara. Penguasa dalam bertindak sesuai dengan hukum. Di sini kaum
liberal menghendaki agar antara penguasa dan yang dikuasai ada suatu persetujuan dalam bentuk hukum,
serta persetujuan yang menguasai penguasa.
Apa sesungguhnya yang diinginkan oleh kaum borjuis liberal ini? Menurut Kant, kaum borjuis
menginginkan agar hak-hak dan kebebasan pribadi masing-masing tidak diganggu, mereka tidak ingin
dirugikan. Yang mereka inginkan ialah agar penyelenggaraan perekonomian atau kemakmuran
diserahkan kepada mereka dan negara jangan turut campur dalam penyelenggaraan perekonomian
tersebut, jadi hanya Wohtfart polizei, sedangkan Secherheit Polizei, yaitu penjaga tata tertib dan
keamanan tetap diselenggarakan oleh negara. Jadi fungsi Negara daiam Negara Hukum Liberal ini
hanyalah menjaga tata rertib dan keamanan. Karena itu negara hukumnya disebut sebagai Negara Hukum
Jaga Malam (Nachtwachter Staat) .

Penyelenggaraan perekonomian dalam negara hukurn liberal berasaskan persaingan bebas, laise faire,
laise passer, siapa yang kuat dia yang menang. Kepentingan masyarakat tidak usah diperhatikan yang
penring mereka (kaum liberal) mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Dengan demikian,
penyelenggaraan perekonomian yang diserahkan penuh kepada swasta, tanpa pemerintah atau negara
turut campur, tidak mendatangkan kemakmuran bagi rakyat banyak, yang makmur hanyalah konglomerat
kaum liberal saja.

Terhadap konsep negara hukum liberal ini Franz Magnis Suseno memberikan kritik sebagai berikut.

“Dilihat dari prinsip subsidiaritas penolakan liberalism klasik rerhadap tanggung jarvab sosial negara
kelihatan sewenang-wenang. Liberalisme tidak dapat mengemukakan alasan mengapa tugas negara untuk
menunjang kehidupan masy,arakar dibatasi pada bidang keamanan dan dinyatatan tidak berlaku bagi
bidang kesejahteraan. Harapan bahrva kesejahteraan umum dijamin dengan lebih baik melalui usaha
egois masing-masing individu tidak pernah i:reyakinkan dan oleh sejarah telah dibuktikan salah,
sebagaimana kelihatandalam kenyataan bahwa dalam sisrem ekonomi liberal murni seluruh kelas buruh
industri jatuh ke dalam suatu tingkat kemelaratan yang amat memilukan. penolakan terhadap tanggung
jawab sosial negara atas nama kebebasan hanya melayani kepentingan borjuasi liberal sendiri.”

Tujuan cita negara hukum tidak tercapai dengan konsep Negara Hukum Liberal. Konsep ini kemudian
diperbaiki oleh sarjana dari Jerman , yaitu Frederich Julius Stahl.

b. Konsep Negara Hukum Formal

Negara hukum formal yaitu negara hukum yang mendapat pengesahan dari rakyat, segala tindakan
penguasa memerlukan bentuk hukum tertentu, harus berdasarkan undang-undang. Negara hukum formal
ini disebut pula dengan negara demokratis yang berlandaskan negara hukum.

Dengan pengaruh paham liberal dari Rousseau, F.J. Stahl menyusun negara hukum formal dengan unsur-
unsur utamanya sebagai berikut.

Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi.

Penyelenggaraan negara berdasarkan trias politika (pemisahan kekuasaan).

Pemerintahan didasarkan pada undang-undang.

Adanya peradiian administrasi.


Dari keempat unsur utama negara hukum formal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa menurut Stahl
negara hukum bertujuan untuk melindungi hak-hak asasi warga negaranya dengan cara membatasi dan
mengawasi gerak langkah dan kekuasaan negara dengan undang-undang. Jadi hanya mengedepankan
aspek formalnya saja, sehingga hak asasi dan kebebasan individu terlindungi secara formal. Dan hasilnya
hanya membawa persamaan dalam aspek hukum dan politik saja. Konsep Stahl ini merupakan
penyempurnaan terhadap konsep Negara hukum liberal. Karya ilmiahnya berjudul Philosophie des
Rechts.

Berbeda dengan konsep Kant adaiah konsep dari Robert von Mohl. Dalam karya ilmiahnya Polizei
Wissenschaftslehre, dikemukakan bahwa negara hukum adalah negara yang diperintah oleh hukum.
Menurut Mohl, Kant hanya memerhatikan segi formal hukumnya saja tanpa memerhatikan siapa pembuat
hukum itu. Bukankah negara totaliter juga Negara yang diatur oleh hukum yang dibuat sang diktator atau
tiran? Apakah negara totaliter atau tiran akan digolongkan dalam negara hukum? Karena konsep Kant
akan menimbulkan dua kemungkinan penampilan yang berlawanan, yaitu sebagai Negara hukum yang
membatasi kesewenang-wenangan kekuasaan raja, sedang yang lainnya adalah sebaliknya, yaitu
mengurangi atau membatasi kebebasan hak-hak masyarakat, asal saja dilakukan sesuai dengan ketentuan
hukum, yaitu hukum yang dibuat oleh sang penguasa itu sendiri. Karena itu, kalau kita mempergunakan
kriteria yang dipergunakan oleh Kant ini, maka negara diktator ataupun negara totalirer akan dapat
digolongkan daiam Negara hukum.

c. Konsep Negara Hukum Materiil

Negara hukum materiil sebenarnya merupakan perkembangan lebih lanjut daripada negara hukum formal.
Jadi apabila pada negara hukum formal tindakan dari penguasa harus berdasarkan undang-undang atau
harus berlaku asas legalitas, maka dalam negara hukum materiil tindakan dari penguasa dalam hal
mendesak demi kepentingan warga negaranya dibenarkan bertindak menyimpang dari undang-undang
atau berlaku asas oportunitas.

Perkembangan masyarakat serta kebutuhan masyarakat tidak cukup kalau hanya diatur secara formal
dengan asas legalitas; akibatnya negara hukum formal mendapat kritik cukup pedas di negeri Belanda
sehingga Scheltema beranggapan bahwa terdapat banyak tindakan kebijaksanaan dari pemerintah dalam
berbagai ketentuan. Hal ini dimungkinkan dengan adanya delegasi dari kekuasaan pembentuk undang-
undang kepada pemerintah dalam membuat peraturan pelaksanaan, dan adanya freies ermessen
memungkinkan pemerintah menjamin ketertiban yang lebih adil dalam usaha memenuhi kebutuhan
masyarakat. Tujuan pelimpahan wewenang oleh pembentuk undang-undang ini, adalah karena tugas
penyelenggaraan negara tidak lagi hanya menjaga ketertiban yang ada, tetapi juga menerbitkan ketertiban
yang adil. Untuk itu diperlukan ruang lingkup kebebasan bertindak oleh pemerintah yang lebih luas, yakni
melalui peningkatan pemberian freies ermessen kepada pemerintah untuk menyelenggarakan negara
kesejahteraan.
Perkembangan dalam prakrik negara hukum di Negara-negara Barat telah mengubah pengertian asas
legalitas yang semula diartikan sebagai pemerintahan berdasar atas undang-undang (wetmotigheid van het
bestuur) menjadi pemerintahan berdasar atas hukum (rechtmatigheid van het bestuur). Perubahan
pengertian dari wetmqtig ke rechtmafrg menunjukkan adanya pergeseran nilai dalam masyarakat; rakyat
tidak lagi terlalu konfrontatif terhadap kekuasaan penguasa, melainkan sudah berubah dan menganggap
pemerintah sebagai partner unruk mencapai tujuannya, yaitu kemakmuran. Selanjutnya, karena daiam
rechtmatigheid van het bestuur masih ditemui hambatan untuk mencapai kehidupan yang nyaman seperri
yang diinginkan manusia, terutama di Eropa Barat, maka usaha pergeseran nilai-nilai dari asas legalitas
pun menjadi lebih longgar lagi menjadi doelmatigheid yan het bestuur.

Pada konsep negara kemakmuran atau wohlfaartstaats negara mengabdi sepenuhnya kepada masyarakat.
Dalam Negara kemakmuran negara adalah alat satu-satunya untuk menyelenggarakan kemakmuran
rakyat. Di sini negara aktif dalam menyelenggarakan kemakmuran warganya untuk kepentingan seluruh
rakyat dan negara. Jadi pada tipe negara kemakmuran ini tugas daripada negara adalah semata-mata
menvelenggarakan kemakmuran rakyat yang semaksimal mungkin.

d. Konsep Socialist Legality

Socialist Legality adalah suatu konsep yang dianut di negara negara komunis/sosialis yang tampaknya
hendak mengimbangi konsep rule of law yang dipelopori oleh negara-negara Anglo Saxon. Inti dari
socialist legality berbeda dengan konsep Barat, karena dalam socialist legality hukum ditempatkan di
bawah sosialisme. Hukum adalah sebagai alat untuk mencapai sosialisme.

Romashkin antara lain mengemukakan:

“socialist legality melekat di dalam sistem sosial dan politik Uni Soviet. Dia bergantung pada jaminan
hak-hak dan kebebasan politik para warga negara, dia melindungi para pekerja, perumahan, dan hak-hak
serta kepentingan jasmani perseorangan, dan kehidupan, kesehatan, kemuliaan, dan reputasi mereka. Di
bawah sosialisme, materi dan jaminan yuridis hak-hak sipil dan kebebasan dicampurkan, sementara
undang-undangnya menetapkan kondisi-kondisi ini secara yuridis. Hal inilah yang menyebabkan selalu
terjadinya berada di luar pelaksanaan hukum.”

Dalam socialist legality ada suatu jaminan konstitusional tentang propaganda anti agama yang memang
merupakan watak dari negara komunis,/sosialis yang diwarnai oleh doktrin komunis bahwa agama adalah
candu bagi rakyat. Menurut Tahir Azhary konsep socialist legality sulit untuk dapat dikatakan sebagai
suatu konsep negara hukum yang bersifat universal. Tetapi mungkin konsep ini dilihat dari segi
kepentingan negara- negara komunis/sosialis merupakan konsep yang mereka pandang sesuai dengan
doktrin komunisme ,/ sosialisme.
Kalau demikian, apakah socialist legalrty sama dengan rule of law, negara hukum? Jawabannya dapat kita
lihat dari pendapat Kazimerz dan Romashkin yang mengatakan: “Rezim di Rusia yang mengikuti
pengaruh kekuasaan Stalin bukanlah negara hukum, tetapi merupakan negara polisi.” Dalam pada itu
mereka sendiri menamakan negaranya adalah negara diktator proletar.

Anda mungkin juga menyukai