Proposal Ketidakpastian Hukum Uu Di
Proposal Ketidakpastian Hukum Uu Di
SKRIPSI
Peminatan:
Oleh:
absen
melalui Hak Kekayaan Intelektual. Hak Kekayaan Intelektual disingkat dengan HKI
merupakan terjemahan dari Intellectual Property Rights atau yang disingkat dengan IPR dapat
diartikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul karena kemampuan intelektual manusia.1 HKI
sendiri lahir setelah Revolusi Industri, dimulai dari Paris Convention for the Protection of
Industrial Property dan Berne Conventonfor the Protection of Artistic and Literaty works di
abad ke 19.2 Ditjen HKI bekerja sama dengan ECAP mendefinisikan HKI sebagai; “hak yang
timbul bagi hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna
untuk manusia”.3 Adapun dari definisi di atas, HKI selalu dikaitkan dengan tiga elemen berikut
ini:4
b. Hak tersebut berkaitan dengan usaha manusia yang didasarkan pada kemampuan
intelektual;
instrumen-instrumen hukum yang ada, yakni Hak Cipta, Paten, Merek dan Indikasi Geografis,
Rahasia Dagang, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Perlindungan
Varietas Tanaman.5. Beberapa alasan mengapa HKI harus dilindungi.6 Pertama, hak yang
diberikan kepada seorang pencipta ( di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, ataupun
1
Affilyonna Purba, Gazalba Saleh dan Adriana Krisnawati, Konsep Hak Kekayaan Intelektual, Penerbit
Rineka Cipta, Jakarta, 2005, h. 12.
2
Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelectual Pasca TRIPs, Alumni, Bandung, 2005, h. Vii.
3
Ditjen HKI (Bekerja sama dengan EC-ASEAN IPRs Co-operation Programme (ECAP II), Buku Panduan
Hak Kekayaan Intelektual Dilengkapi dengan Peraturan Perundang-Undangan Di Bidang Hak Kekayaan
Intelektual, Jakarta, ditjen HKI-ECAP II, 2006, h. 7.
4
Tomy Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, h. 2.
5
Mastur, Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Dibidang Paten, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum
QISTI Vol. 6 No. 1 Januari 2012, h. 67.
6
Ibid
inventor di bidang tekhnologi baru yang mengandung langkah inventif, merupakan wujud dari
pemberian suatu penghargaan dan pengakuan atas keberhasilan manusia dalam melahirkan
karya-karya inovatifnya. Dengan demikian, kepada mereka yang melakukan kreativitas dengan
mengeksplorasi HKI tersebut sebagai imbalan atas jerih payahnya itu. Dalam hal ini berlaku
prinsip “siapa yang menabur,berhak untuk menuai” atau no free riding.7. Tujuan utama sistem
hukum HKI adalah menjamin agar proses kreatif tersebut terus berlangsung dengan
menyediakan perlindungan hukum yang memadai dan menyediakan sanksi terhadap pihak
Seperti yang sudah disebutkan di atas bahwa di dalam HKI ada beberapa instrumen
hukum yang termasuk dalam ruang lingkup HKI. Indonesia sendiri sudah memiliki peraturan
perundang-undangan yang lengkap dibidang HKI termasuk di bidang Desain Industri . Sejalan
terbentuk UU No.20/2016 tentang Merek dan Indikasi Geogerafis (UU Merek) yang mana
“Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar,
logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi
dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih
unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang
atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.”9
Pengertian merek di UU Merek terbaru tersebut memuat bahwa bentuk tiga dimensi
dapat diberikan perlindungan merek, yang mana sebelumnya bentuk tiga dimensi diatur dalam
7
Indirani Wauran-Wicaksono, Pengantar Hukum Kekayaan Intelektual, Penerbit Tisara Grafika,
Salatiga, 2017 , h. 1
8
Sufiarina , Hak Prioritas Dan Hak Ekslusif Dalam Perlindungan HKI , Jurnal Hukum ADIL Vol. 3 No.2 ,
h. 269.
9
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan
Indikasi Geografis
Undang-Undang No 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri selanjutnya disebut UU Desain
diberikan untuk desain industri yang baru. 11 Hal ini berarti bahwa hanya desain industri yang
mempunyai kebaruan saja yang dapat diberikan perlindungan hukum.12 Namun didalam UU
Desain Industri maupun dalam penjelasan serta dalam peraturan pelaksana UU Desain Industri
tidak ditemukan definisi yang komprehensif mengenai kebaruan dan kesan estetis yang
menjadikan syarat utama suatu bentuk dapat di daftarkan untuk mendapatkan perlindungan
desain industri. Tentu saja hal ini akan menyebabkan ketidakpastian hukum, karena akan ada
Akibat tidak diatur secara komprehensif mengenai kesan estetis dan kebaruan dalam
UU Desain Industri banyak terjadi kekeliruan dalam pendaftaran bentuk desain industry
bahkan dalam penafsiran hakim dalam memberikan putusan. Hal ini dapat dilihat dalam
putusan hakim yang inkonsisten dalam dua perkara yang mana dipimpin oleh Ketua Hakim
yang sama yaitu Marianna Sutadi, SH. Perkara pertama yang diputus oleh Mahkamah Agung
dalam tingkat kasasi dan telah berkekuatan hukum tetap adalah sengketa antara Ferry
Sukamto sebagai Penggugat melawan IR. Susianto sebagai Tergugat tentang Kasus
10
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri
11
Pasal 2 angka 1 Undang-Undang No 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri
12
Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, Cetakan ke 1, edisi pertama , Penerbit Tim
Alumni, Bandung, 2003, h. 429
Desain Industri Tempat Disk.13 Dalam kasus ini, Pengadilan menafsirkan bahwa desain
industri dianggap baru apabila desain tersebut memiliki perbedaan yang jauh dan signifikan
dari desain yang telah ada sebelumnya, sehingga tidak ada unsur kemiripan dengan desain
Perkara kedua adalah perkara Desain Industri antara PT. Hitachi Contruction
sebagai Tergugat tentang Desain Industri Mesin Boiler yang juga dipimpin oleh ketua hakim
yang sama pada perkara yang dijelaskan sebelumnya.14 Dalam kasus ini, Pengadilan
menafsirkan bahwa suatu desain industri tersebut dianggap baru (novel) apabila desain tersebut
memiliki perbedaan dari desain yang telah ada, meskipun perbedaan tersebut hanya sedikit
dan pada bagian-bagian tertentu saja, sehingga masih menimbulkan kesan mirip dari
Kedua perkara tersebut diatas merupakan dua perkara yang memiliki latar belakang
permasalahan hukum yang serupa, akan tetapi diputuskan dengan menggunakan pertimbangan
yang bertentangan mengenai syarat kebaruan, padahal dipimpin oleh ketua hakim yang sama.
Dimana putusan pertama memberikan pertimbangan adanya perbedaan sedikit antara suatu
desain dengan desain yang telah ada, maka desain tersebut dapat dianggap memiliki kebaruan.
Sedangkan putusan lainnya berpendapat sebaliknya, dimana suatu desain baru akan
dikategorikan memiliki kebaruan jika memiliki perbedaan yang signifikan dengan desain lain
yang telah ada sebelumnya. Sehingga ditemukan fakta bahwa UU Desain Industri memang
tidak secara jelas menguraikan apa yang dimaksud dengan unsur kebaruan sebagaimana pada
Pasal 2 UU Desain Industri. Di dalam penjelasannya pun hanya menjelaskan apa yang
13
Putusan Mahkamah Agung Pada Tingkat Kasasi Dengan Perkara Nomor : 022 K/N/HaKI/2006 dengan
susunan Majelis Hakim Perkara, Marianna Sutadi, SH., sebagai ketua majelis, Susanti Adi Nugroho, SH.,MH.,
dan Prof. DR. Mieke Komar,SH.,MCL., sebagai anggota majelis.
14
Putusan Mahkamah Agung pada tingkat kasasi No.19 K/N/HaKI/2006 dengan susunan Majelis
Hakim Perkara yang juga diketuai oleh Marianna Sutadi, SH., Atja Sondjaja, SH., dan DR. Harifin Tumpa, SH.,
MH., sebagai anggota majelis.
dimaksud dengan desain industri yang baru adalah desain yang sebelum didaftarkan belum
bagi pendesain atau pemilik hak desain industri sehubungan dengan penentuan suatu kebaruan
kebaruan dalam desain industri menyebabkan banyaknya kebingungan dan kerancuan dalam
penerapannya bahkan oleh hakim sekalipun. Terhadap adanya permasalahan ini maka penulis
berpendapat bahwa UU Desain Industri tidak memberikan kepastian hukum terhadap syarat
bentuk dalam kondisi sebagaimana yang telah dijabarkan sebelumnya. Hal inilah yang
Industri” yang akan dibahas lebih dalam oleh penulis melalui penelitian ini.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, sebagai suatu karya ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan dapat
E.Metode Penelitian
Jenis penelitan yang digunakan oleh penulis ialah penelitian hukum (legal research)
yang ditujukan mengenai kepastian hukum dalam UU Desain Industri. Adapun pendekatan
yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan perbandingan
Pendekatan perbandingan dalam hal ini digunakan oleh penulis dalam rangka untuk
menelaah peraturan di negara lain berkaitan dengan perlindungan bentuk dalam praktik
maksud untuk mengetahui doktrin-doktrin hukum yang berkembang dalam hukum desain
F. Sistematika Penulisan
Bab I penelitian ini akan menjelaskan mengenai latar belakang masalah berkenaan
dengan judul yang diangkat dalam penelitan ini, yang mana selanjunya dikemukakan rumusan
masalah dalam kaitannya dengan isu hukum yang menjadi fokus pembahasan dalam penelitian
ini. Adapun juga dikemukakan tujuan, manfaat penelitan, serta metode penelitan yang
Bab II berisi tentang kajian pustaka dan pembahasan UU Desain Industri Indonesia.
Bab III berisi tentang kajian pustaka dan pembahasan UU Desain Industri di Uni Eropa.
Bab IV yaitu merupakan Bab penutup, yang berisi kesimpulan yang dan rekomendasi