Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN

ZONASI
KAWASAN BUDIDADAYA
PERIKANAN LAUT DI DESA TUAPEJAT

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI


DINAS PERIKANAN
Jl. Raya Tuapejat KM 2,5 Sipora Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai
KATA PENGANTAR

Ucapan Puji dan Syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga dapat terselesaikan Zonasi Kawasan Budidaya
Perikanan Laut di Desa Tuapejat yang merupakan salah satu desa Kecamatan
Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai dengan mengacu kepada Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun 2015-2035

Dokumen ini tersusun secara sistematika bertujuan untuk pengembangan


budidaya perikanan laut di Desa Tuapejat yang memiliki potensi perairan yang
mendukung dengan hasil akhir berupa Dokumen Zonasi Kawasan Budidaya
Perikanan Laut di Desa Tuapejat dalam penataan lokasi dan estimasi produksi
budidaya perikanan laut sarana Keramba Jaring Apung.

Berbagai pihak telah terlibat secara aktif mulai tahap perencanaan samppai
finalisasi penyusunan dokumen Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di
Desa Tuapejat. Oleh karenanya, ucapan terima kasih disampaikan kepada semua
pihak yang telah berperan aktif dalam penyusunan dokumen ini. Semoga secara
bersama-sama kita dapat mewujudkan pengembangan budidaya perikanan laut di
Desa Tuapejat khususnya dan Kabupaten Kepulauan Mentawai umumnya.

Tuapejat, September 2017

Tim Penyusun

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat i


DAFTAR ISI

Kata Pengantar .......................................................................................................... i


Daftar Isi ..................................................................................................................... ii
Daftar Tabel ............................................................................................................... iii
Daftar Lampiran ....................................................................................................... iv
I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2. Tujuan dan Sasaran ...................................................................................... 3
II. METODOLOGI PELAKSANAAN KEGIATAN ............................................... 4
2.1. Tahap Identifikasi Lokasi ............................................................................ 4
2.2. Pengumpulan Data ....................................................................................... 4
a. Data Spasial ........................................................................................... 4
b. Data Kondisi Perairan ............................................................................ 5
c. Data Kebijakan Daerah .......................................................................... 5
d. Data dan Informasi Stakeholder ............................................................ 5
2.3. Analisis Data ................................................................................................ 5
a. Penyusunan Data Spasial ....................................................................... 6
b. Analisis Kesesuaian Kawasan ............................................................... 6
2.4. Zonasi Kawasan ........................................................................................... 7
III. PENATAAN ZONASI KAWASAN BUDIDAYA PERIKANAN LAUT ......... 8
3.1. Kondisi Perairan ......................................................................................... 9
3.2. Analisis Kesesuaian Kawasan .................................................................... 11
3.3. Estimasi Daya Dukung Indeks Kesesuaian Lahan Untuk Budidaya
Perikanan Laut Dengan Keramba Jaring Apung ........................................ 15
3.4. Estimasi Unit KJA Terkait Dengan Luas Kawasan ................................... 17
3.5. Estimasi Produksi Tahunan ........................................................................ 18
IV. KESIMPULAN .................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 21

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat ii


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Data Kualitas Air Yang Diambil ......................................................... 5


Tabel 2.2 Parameter, Bobot, dan Skor Sistem Penilaian Lahan Untuk Budidaya
Ikan dengan KJA ................................................................................. 6
Tabel 3.1 Data Kualitas Perairan Pulau Siburu (Stasiun 1) ................................ 9
Tabel 3.2 Data Kualitas Air Pulau Siburu (Stasiun 2) ........................................ 10
Tabel 3.3 Data Kualitas Air Pulau Siteut (Stasiun 3) .......................................... 10
Tabel 3.4 Data Kualitas Perairan Dusun Jati (Stasiun 4) .................................... 11
Tabel 3.5 Parameter, Bobot, dan Skor Lahan Untuk Budidaya Ikan dengan
KJA di Pulau Siburu (Stasiun 1) ......................................................... 12
Tabel 3.6 Parameter, Bobot, dan Skor Lahan Untuk Budidaya Ikan dengan
KJA di Pulau Siburu (Stasiun 2) ......................................................... 13
Tabel 3.7 Parameter, Bobot, dan Skor Lahan Untuk Budidaya Ikan dengan
KJA di Pulau Siteut (Stasiun 3) ........................................................... 13
Tabel 3.8 Parameter, Bobot, dan Skor Lahan Untuk Budidaya Ikan dengan
KJA di Dusun Jati (Stasiun 4) ............................................................. 14
Tabel 3.9 Luas Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat dan
Jumlah KJA ......................................................................................... 17
Tabel 3.10 Padat Penebaran Benih Ikan ................................................................ 19

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat iii


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Peta Administrasi Kabupaten Kepulauan Mentawai ...................... 22


Lampiran 2 Peta Pulau Sipora ............................................................................ 23
Lampiran 3 Peta Zona Kawasan Konservasi Perairan Daerah Selat Bunga
Laut Desa Tuapejat Kecamatan Sipora Utara ................................ 24
Lampiran 4 Peta Stasiun Parameter Kualitas Perairan ....................................... 25
Lampiran 5 Peta Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa
Tuapejat ......................................................................................... 26
Lampiran 6 Peta Penataan Hamparan Keramba Jaring Apung di Kawasan
Budidaya Perikanan Laut Pulau Siburu .......................................... 27
Lampiran 7 Peta Penataan Hamparan Keramba Jaring Apung di Kawasan
Budidaya Perikanan Laut Pulau Siteut ........................................... 28
Lampiran 8 Peta Penataan Hamparan Keramba Jaring Apung di Kawasan
Budidaya Perikanan Laut Dusun Jati ............................................. 29

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat iv


1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakanng


Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan salah satu dari 19
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat yang secara geografis daratan
Kabupaten Mentawai ini terpisah dari Provinsi Sumatera Barat oleh laut, dengan
batas sebelah utara adalah Selat Siberut, sebelah selatan berbatasan dengan
Samudera Hindia, sebelah timur berbatasan dengan Selat Mentawai, serta sebelah
barat berbatasan dengan Samudera Hindia (Lampiran 1).
Kepulauan Mentawai merupakan gugusan pulau-pulau besar dan kecil
yang terdiri dari 1 pulau besar yaitu Pulau Siberut dan 106 pulau kecil. Wilayah
Kabupaten Kepulauan Mentawai berada di pantai barat Sumatera dengan luas
wilayah daratan mencapai 6.011,35 Km2 dan +10.099,43 Km2 wilayah lautan
yang diukur 4 mil keluar pada saat air surut terendah terhadap pulau – pulau
terluar dengan garis pantai sepanjang 1.402,66 Km.
Secara admnistratif, Kabupaten Kepulauan Mentawai sebagai daerah
otonom yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 49 Tahun 1999.
Sebagai kabupaten kepulauan yang dikelilingi oleh lautan Samudera Hindia,
Kepulauan Mentawai kaya akan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan,
namun hingga saat ini potensi tersebut belum termanfaatkan secara optimal dan
belum memberikan kontribusi yang nyata terhadap masyarakat dan pembangunan
di daerah selama ini. Dengan kondisi potensi sumberdaya alam tersebut, Bidang
Perikanan menjadi salah satu unggulan Pemerintah Kabupaten Kepulauan
Mentawai sebagai pendukung pembangunan daerah.
Di dalam rencana tata ruang wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai yang
tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai Nomor 3
Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan
Mentawai Tahun 2015-2035, sudah dijabarkan kawasan peruntukan untuk bidang
perikanan dan salah satunya kawasan peruntukan bidang perikanan laut. Di dalam
kawasan peruntukan bidang perikanan laut, perairan Desa Tuapejat sebagai salah
satu daerah yang memiliki potensi untuk pengembangan budidaya perikanan laut.

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 1


Desa Tuapejat merupakan satu desa dari Kecamatan Sipora Utara yang
termasuk dalam kategori desa pesisir (Lampiran 2). Desa ini memiliki potensi
untuk pengembangan budidaya perikanan laut salah satunya dengan sarana
Keramba Jaring Apung (KJA) yang masih belum optimal dalam fungsi dan
pemanfaatan potensi tersebut. Untuk pemanfaatan potensi tersebut perlu didukung
dengan data dan informasi tentang kawasan yang layak dalam bentuk zonasi dan
penataan kawasan. Dengan kata lain, zonasi ini mempermudah masayarakat
mendapatkan informasi kawasan yang layak untuk pengembangan budidaya
perikanan laut.
Zonasi yang dilakukan selain berfungsi sebagai acuan untuk kawasan yang
layak bagi pengembangan budidaya perikanan laut juga untuk menghindarkan
konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan kelautan,
mengakomodasi kepentingan publik, serta menjamin keberlanjutan sumberdaya
alam pesisir dan kelautan terutama dalam fungsinya sebagai perlindungan.
Selain termasuk dalam kawasan peruntukan budidaya perikanan laut yang
tertuang dalam RTRW Kabupaten Kepulauan Mentawai, perairan Desa Tuapejat
termasuk dalam Kawasan Konservasi Perairan Daerah Selat Bunga Laut sesuai
dengan Peraturan Bupati Kepulauan Mentawai Nomor 46 Tahun 2015 tentang
Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan Daerah Selat
Bunga Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun 2015-2035. Dalam kawasan
konservasi ini memiliki zonasi perairan yang diatur berdasarkan Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. 30 Tahun 2010 tentang Rencana
Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan yang terbagi dalam 4
(empat) zona yaitu Zona Inti, Zona Perikanan Berkelanjutan, Zona Pemanfaatan
Lainnya dan Zona Lainnya. Zona-zona tersebut memiliki fungsi yang telah
ditetapkan dalam aturan peraturan menteri tersebut.
Tujuan dari zonasi ini untuk membagi dan menata wilayah pesisir dan laut
Kabupaten Kepulauan Mentawai menjadi zona-zona yang sesuai dengan
peruntukan dan kegiatan masyarakat dalam pengembangan dibidang perikanan,
sehingga diharapkan di dalam satu zona tidak ada kegiatan yang saling
bertentangan (incompatible), tetapi kegiatan yang saling mendukung (compatible).
Tentunya dengan zonasi kawasan budidaya perikanan laut yang layak akan

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 2


mendukung untuk meningkatkan perekonomian masyarakat nelayan di Desa
Tuapejat berdasarkan daya dukung dan kesesuaiannya.

1.2. Tujuan dan Sasaran


Tujuan dan sasaran penyusunan Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan
Laut di Desa Tuapejat adalah:
1. Menyusun zonasi kawasan budidaya perikanan laut berbasis kondisi
perairan,
2. Melakukan identifikasi kondisi perairan yang layak sebagai kawasan
budidaya perikanan laut dengan sarana Keramba Jaring Apung (KJA).
3. Melakukan zonasi dan perhitungan luas kawasan dikaitkan dengan prediksi
jumlah produksi.
4. Menampilkan zonasi kawasan budidaya perikanan laut ke dalam bentuk peta-
peta.
5. Tersedianya Dokumen Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa
Tuapejat sehingga mendukung visi dan misi pembangunan bidang perikanan
laut guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam pengelolaan
sumberdaya alam secara terpadu dan berkelanjutan.

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 3


2. METODOLOGI PELAKSANAAN KEGIATAN

Dalam penyusunan Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa


Tuapejat dilakukan beberapa kegiatan yang meliputi: (a) persiapan, (b)
pengumpulan data, (c) survei lapangan, (d) pengolahan data; (e) pemetaan
kawasan; (f) koordinasi dengan stakeholder di tingkat daeah.

2.1. Tahap Identifikasi Lokasi

Pada tahap ini diharapkan suatu informasi dasar mengenai kawasan yang
akan ditinjau kelayakannya, baik melalui studi literatur maupun studi historis dari
berbagai aspek. Pengumpulan data sekunder meliputi, pemukiman penduduk,
zonasi pariwisata, kebijakan daerah, peraturan daerah, dan lain-lain. Data primer
yang diambil meliputi data kualitas perairan.
Penggalian informasi dan data potensi bertujuan untuk mengetahui
kawasan yang layak untuk pengembangan budidaya perikanan laut dengan sarana
keramba jaring apung (KJA). Dari layaknya sebuah lokasi berdasarkan data yang
telah diperoleh maka ditetapkan sebagai kawasan budidaya perikanan laut yang
akan dimanfaatkan oleh masyarakat.
2.2. Pengumpulan Data
Data sekunder yang dikumpulkan berupa laporan hasil penelitian. Data
yang ada diverifikasi melalui survei lapangan. Survey dilakukan guna melihat
kondisi perairan kawasan yang sesuai dengan rekomendasi dari literatur sebagai
kawasan yang layak untuk budidaya perikanan laut.
a. Data Spasial
Jenis data yang diperlukan antara lain:
 Peta Rupa Bumi
 Peta RTRW Kabupaten Kepulauan Mentawai
 Peta Kawasan Konservasi Perairan Daerah Selat Bunga Laut Kabupaten
Kepulauan Mentawai.
 Peta-peta lainnya.

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 4


Metode pengambilan data tersebut dilakukan dengan mengumpulkan data yang
bersumber dari Bakosurtanal, Bappeda Kabupaten Kepulauan Mentawai, DKP
Kabupaten Kepulauan Mentawai dan instansi/lembaga lainnya.
b. Data Kondisi Perairan

Selain berasal dari data sekunder berupa laporan dan hasil penelitian
berbagai pihak, pengumpulan data kondsi perairan juga dilakukan melalui survei
lapangan. Pengambilan data kualitas dilakukan pada lokasi di peraiarn Desa
Tuapejat yang akan termasuk dalam zonasi kawasam budidaya perikanan laut.
Tabel 2.1 Data Kualitas Air Yang Diambil

No Parameter Cara Pengambilan


1. Kecerahan Pengukuran in situ / Seicchi Disk
2. Suhu Pengukuran insitu / Termometer
3. pH (Derajat keasaman) Pengukuran insitu / pH meter
4. Salinitas Pengukuran insitu / Refraktosalinometer
5. Oksigen terlarut (DO) Pengukuran insitu / DO meter
6. Kecepatan arus (m/det) Pelampung, tali, stopwatch

c. Data Kebijakan Daerah

Data kebijakan daerah antara lain:


 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun 2015-
2035.
 Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan Daerah Selat
Bunga Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun 2015-2035.
 Perda dan Keputusan Bupati Kabupaten Kepulauan Mentawai
d. Data dan Informasi Stakeholder
Data dan informasi penting lainnya yang diperlukan adalah hal-hal yang
berkaitan dengan penetapan zona kawasan budidaya perikanan laut sesuai dengan
kepentingan dan kebutuhan para stakeholders.
2.3. Analisis Data

Dari hasil pengumpulan data dan informasi yang diperlukan tersebut di


atas, kemudian dilakukan pengolahan (tabulasi, klasifikasi, perhitungan) dan

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 5


dianalisis sessuai dengan kebutuhan sebagai dasar zonasi kawasan budidaya
perikanan laut dengan sarana keramba jaring apung.
a. Penyusunan Data Spasial
Pada tahap ini dilaksanakan digitasi dan pembuatan topologi pada peta-peta
tematik hasil pengumpulan data sekunder maupun interpretasi visual. Proses
digitasi bertujuan untuk zonasi kawasan yang layak untuk pengembangan
budidaya perikanan laut berdasarkan analisis kesesuaian lahan/kawasan.
b. Analisis Kesesuaian Kawasan
Kesesuaian lahan untuk budidaya ikan dalam keramba jaring apung dianalisis
menggunakan persyaratan yang dikemukakan oleh Tiensongrusmee et al., 1986.
Parameter, bobot, dan skor sistem penilaian lahan untuk KJA disajikan pada Tabel
2.2. Analisis ini sebagai dasar dalam pemetaan zona kawasan budidaya perikanan
laut.
Tabel 2.2. Parameter, Bobot, dan Skor Sistem Penilaian Lahan Untuk Budidaya
Ikan dengan KJA
Skor (S) Bobot
No Parameter
1 3 5 (B)
1 Keamanan Kurang Cukup Baik 2
2 Faktor Ekologi
a. Tinggi air pasang < 0,5 0,5 - 1,0 > 1,0 2
b. Arus (m/dt) < 0,05 0,05 - 0,2 0,2 - 0,4 2
c. Dalam Air dari dasar jaring (m) <4 4 - 10 > 10 2
d. Oksigen terlarut (ppm) < 3 3-5 >5 2
e. Kadar garam (ppt) < 20 20 - 30 > 30 2
f. Perubahan cuaca Sering Sedang Jarang 2
3 Faktor Pendukung
a. Sumber listrik Kurang Cukup Baik 1
b. Sumber pakan Kurang Cukup Baik 1
c. Tenaga kerja Kurang Cukup Baik 1
d. Ketersediaan Benih Kurang Cukup Baik 1
4 Pencemaran Ada Sedikit Tidak ada 2
Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan, 2006

Keterangan:
Nilai maksimum=100
Kategori S1= Sangat Sesuai, dengan nilai IK= 83 – 100%.
Kategori S2= Sesuai, dengan nilai IK= 50 - < 83%.
Kategori S3= Tidak Sesuai, dengan nilai IK < 50%

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 6


= × 100

dimana : IK = Indeks Kesesuaian


Ni = Nilai parameter ke-i (bobot x skor)
Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata

Selain dari analisis data dengan nilai kesesuaian sebagai outputnya yang
dipergunakan sebagai acuan penentuan lokasi kawasan budidaya perikanan laut,
penentuan lokasi ini juga harus memperhitungkan beberapa faktor penting antara
lain :

a. Terlindung dari gelombang besar dan badai, sebab ikan mudah menjadi stres
dan menurunkan selera makan apabila terus menerus dihantam gelombang,
b. Terlindung dari ancaman predator yaitu hewan buas laut (ikan buntal dan ikan
besar lainnya) dan burung laut,
c. Terlindung dari ancaman pencemaran buangan limbah industri, limbah
pertanian dan limbah rumah tangga,
d. Terlindung dari hilir mudik lalu lintas kapal karena selain akan menimbulkan
riak-riak gelombang juga buangan kapal (minyak solar dll) akan mencemari
area pemeliharaan.

2.4. Zonasi Kawasan


Dari analisis data yang diperoleh sebagai dasar dalam zonasi kawasan
budidaya perikanan laut yang dituangkan dalam bentuk pemetaan. . Peta tersebut
bisa berupa peta tematik, peta dasar, maupun peta pendukung lainnya. Pada
pekerjaan ini akan digunakan Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) yang dikeluarkan
oleh BAKOSURTANAL sebagai peta dasar, dengan skala 1 : 250.000 dan
menggunakan fasilitas MapInfo Profesional v10.0. Proses yang dilakukan ini
akan menghasilkan peta yang mencakup daerah kajian secara keseluruhan.

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 7


3. PENATAAN ZONASI
KAWASAN BUDIDYA PERIKANAN LAUT

Prinsip pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil


Kabupaten Kepulauan Mentawai yang merupakan zonasi wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil disusun dengan menyesuaikan berbagai kondisi dan potensi
wilayah peisisr itu sendiri. Pada arahan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil, zonasi kawasan budidaya perikanan laut lebih banyak
membahas hal-hal teknis yang berhubungan dengan pengaturan aspek
pemanfaatan ruang.
Zonasi budidaya perikanan laut ini merupakan turunan dari Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun 2015-2035 yang tertuang
dalam Peraturan Daerah Kabupaten Keulauan Mentawai Nomor 3 Tahun 2015.
Didalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tersebut, Desa Tuapejat salah
satu desa dari Kecamatan Sipora Utara termasuk dalam kawasan peruntukan
budidaya perikanan laut. Dalam penyusunan Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan
Laut di Desa Tuapejat, dilakukan survey potensi perairan sebagai acuan dalam
penataan zonasi kawasan budidaya perikanan laut.
Survey pengambilan data kondisi periaran di perairan Desa Tuapejat
dilakukan di 4 (empat) lokasi yang sebelumnya dilakukan survey visual dan
penyesuaian dengan zona Kawasan Konservasi Perairan Daerah Selat Bunga Laut.
Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadi tumpang tindih dalam pemanfaatan
sebuah kawasan yang telah ditetapkan dengan sebuah kebijakan yang tertuang
dalam Peraturan Bupati Kepulauan Mentawai Nomor 46 Tahun 2015 tentang
Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan Daerah Selat
Bunga Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun 2015-2035 dan Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor. 30 Tahun 2010 tentang Rencana Pengelolaan
dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan (Lampiran 3). Dari lokasi yang diambil
sebagai zonasi kawasan budidaya perikanan laut, tidak berhimpitan dengan zona
KKPD yang telah ditetapkan tersebut.

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 8


3.1. Kondisi Perairan
Untuk pengambilan data kondisi perairan dilakukan pada 4 (empat)
lokasi, yaitu di Pulau Siburu 2 (dua) titik, pesisir Pulau Siteut dan Pesisir Dusun
Jati (Lampiran 4).
a. Pulau Siburu 1
Kondisi Pulau Siburu dengan pantai berpasir putih. Vegetasi darat yang
terlihat berupa pohon kelapa, ketapang dan semak. Jarak dari pantai kira-kira 70
m. Lokasi ini terletak di bagian barat Pulau Siburu. Kemiringan dasar perairan
diperkirakan sebesar 250 dengan substrat dasar perairan patahan karang mati yang
sudah ditutupi lumpur dan pasir. Kedalaman pada titik lokasi survey dengan
maksimal 15 m. Data kualitas air pada lokasi Pulau Siburu 1 terlihat pada Tabel
3.1.

Tabel 3.1. Data Kualitas Perairan Pulau Siburu (Stasiun 1)


No Parameter Nilai Parameter
1. Koordinat Lokasi 01 59' 30,5'' S/99 35' 07,4'' E
2. Kecerahan (meter) 13,5
3. S u h u (oC) 30,5
4. pH (Derajat keasaman/ppm) 8
5. Salinitas (ppt) 33
6. Oksigen terlarut/DO (ppm) 6,56
7. Kecepatan Arus (m/det) 0,07

Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa perairan memiliki potensi yang
baik dengan melihat kecerahan hingga 13,5 m dan oksigen terlarut 6,56 ppm.
b. Pulau Siburu 2
Pulau Siburu memiliki 2 lokasi yang secara visual merupakan kawasan
yang layak untuk pengembangan budidaya perikanan laut. Secara letak, lokasi ini
merupakan Pulau Siburu pada bagian selatan dengan jarak dari pantai lebih
kurang 100 m. Kemiringan dasar perairan diperkirakan sebesar 250 dengan
substrat dasar perairan merupakan patahan karang mati yang sudah ditutupi
lumpur dan pasir, Kedalaman pada titik lokasi pengambilan data kulaitas air

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 9


dengan maksimal 14 m. Data pada lokasi Pulau Siburu Stasiun 2 dapat dilihat
pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Data Kualitas Air Pulau Siburu (Stasiun 2)

No Parameter Nilai Parameter


1. Koordinat Lokasi 01 59 43,2'' S/99 35 24,7'' E
2. Kecerahan (meter) 14
3. S u h u (oC) 31
4. pH (Derajat keasaman/ppm) 7,5
5. Salinitas (ppt) 33
6. Oksigen terlarut/DO (ppm) 6,4
7. Kecepatan Arus (m/det) 0,05

Dari data yang diperoleh, lokasi pada Pulau Siburu 2 tidak jauh berbeda dengan
kualitas yang baik dan secara visual layak untuk kawasan budidaya perikanan
laut.
c. Pulau Siteut
Pada lokasi Pulau Siteut, survey secara visual dan pengambilan data
dilakukan pada daerah barat pulau tersebut dengan jarah lebih kurang 200 m dari
pantai. Hal ini disebabkan pada daerah tersebut terlindung dari hempasan ombak
dan bukan merupakan alur transportasi laut. Kondisi Pantai Pulau Siteut berbatu
kalau kita melihat ke darat pantai berpasir putih. Lokasi ini berada didepan bukit
yang bernama Bukit Siteut, didepan ada batu besar dan mangrove. Vegetasi darat
semak, kelapa dan aru. Kemiringan dasar pada lokasi diperkirakan sebesar 100
dengan substrat dasar keras, patahan karang mati, sedikit pasir dan lumpur dengan
kedalaman 14 m. Data yang diambil pada Pulau Siteut dapat dilihat pada Tabel
3.3.
Tabel.3.3. Data Kualitas Air Pulau Siteut (Stasiun 3)

No Parameter Nilai Parameter


1. Koordinat Lokasi 02 01' 26,0'' S/99 36' 06,3'' E
2. Kecerahan (meter) 12
o
3. S u h u ( C) 32
4. pH (Derajat keasaman/ppm) 7

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 10


5. Salinitas (ppt) 31
6. Oksigen terlarut/DO (ppm) 6,86
7. Kecepatan Arus (m/det) 0,03
Data yang dipeoleh menunjukkan bahwa pada perairan Pulau Siteut dalam kondisi
baik yang nantinya akan dimasukkan dalam analisis untuk melihat layak atau
tidaknya pada lokasi tersebut untuk pengembangan budidaya perikanan laut.

d. Dusun Jati
Dusun Jati merupakan bagian dari Desa Tuapejat sebgai daerah
pemukiman. Daerah ini merupakan bagian utara dari Pulau Sipora yang
terlindungi oleh 3 (tiga) pulau kecil yaitu Pulau Putotogat, Pulau Simakakang dan
Pulau Siburu. Pada lokasi pengambilan data dengan kedalaman 15 m, susbtrat
dasar perairan merupakan patahan karang, pasir dan sedikit lumpur dengan
kemiringan lebih kurang 250 dan jarak dari pantai lebih kurang 50 m. Data yang
daimbil pada perrairan Dusun Jati dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Table 3.4. Data Kualitas Perairan Dusun Jati (Stasiun 4)

No Parameter Nilai Parameter


1. Koordinat Lokasi 002 01' 32.1'' S/99 35' 09,7'' E
2. Kecerahan (meter) 15
3. S u h u (oC) 30
4. pH (Derajat keasaman/ppm) 7,6
5. Salinitas (ppt) 33
6. Oksigen terlarut/DO (ppm) 6,4
7. Kecepatan Arus (m/det) 0,08
Dengan data yang tersebut di atas, secara visual perairan Dusun Jati dalam kondisi
baik dan untuk penilaiannya akan dilanjutkan dengan analisis data.
3.2. Analisis Kesesuaian Kawasan
Analisis kesesuaian kawasan berdasarkan data yang diperoleh untuk
mengetahui kelayakan kawasan sebagai kawasan untuk budidaya perikanan laut
dalam Keramba Jaring Apung (KJA) di Desa Tuapejat.

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 11


a. Pulau Siburu 1
Dari data yang diperoleh pada titik pertama lokasi di Pulau Siburu, maka
dapat dianalisis untuk kesesuaian lahan budidaya sebagai berikut:

Tabel 3.5 Parameter, Bobot, dan Skor Lahan Untuk Budidaya Ikan dengan KJA
di Pulau Siburu (Stasiun 1)
Skor (S) Bobot Nilai
No Parameter
1 3 5 (B) Parameter
1 Keamanan Baik 2 10
2 Faktor Ekologi
a. Tinggi air pasang (meter/m) 1,3 2 10
b. Arus (m/dt) 0,07 2 6
c. Dalam Air dari dasar jaring (m) 12 2 10
d. Oksigen terlarut (ppm) 6,56 2 10
e. Kadar garam (ppt) 33 2 10
f. Perubahan cuaca Sedang 2 6
3 Faktor Pendukung
a. Sumber listrik Kurang 1 1
b. Sumber pakan Baik 1 5
c. Tenaga kerja Baik 1 5
d. Ketersediaan Benih Kurang 1 1
4 Pencemaran Tidak ada 2 10
Total Nilai Parameter (Ni) 84

= × 100

84
= × 100
100
= 84%
Nilai indeks kesesuaian yang diperoleh pada lokasi Pulau Siburu 1 termasuk
dengan total nilai parameter 84%.

b. Pulau Siburu 2
Secara visual, lokasi pada titik pertama dan kedua Pulau Siburu berbeda.
Pada titik kedua lebih tertutup dari perairan terbuka, dalam hal ini Selat Bunga
Laut. Namun dari kualitas perairan hamper sama. Analisis kesesuai lahan
budidaya dapat dilihat pada Tabel 3.6.

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 12


Tabel 3.6 Parameter, Bobot, dan Skor Lahan Untuk Budidaya Ikan dengan KJA
di Pulau Siburu (Stasiun 2)
Skor (S) Bobot Nilai
No Parameter
1 3 5 (B) Parameter
1 Keamanan Baik 2 10
2 Faktor Ekologi
a. Tinggi air pasang (meter/m) 1,3 2 10
b. Arus (m/dt) 0,05 2 6
c. Dalam Air dari dasar jaring (m) 11 2 10
d. Oksigen terlarut (ppm) 6,4 2 10
e. Kadar garam (ppt) 33 2 10
f. Perubahan cuaca Sedang 2 6
3 Faktor Pendukung
a. Sumber listrik Kurang 1 1
b. Sumber pakan Baik 1 5
c. Tenaga kerja Baik 1 5
d. Ketersediaan Benih Kurang 1 1
4 Pencemaran Tidak ada 2 10
Total Nilai Parameter (Ni) 84

= × 100

84
= × 100
100
= 84%
Nilai indeks kesesuaian yang diperoleh pada lokasi Pulau Siburu dengan total
nilai parameter 84%.

c. Pulau Siteut
Data yang diperoleh dari perairan Pulau Siteut dianalisis sebagai berikut:
Tabel 3.7 Parameter, Bobot, dan Skor Lahan Untuk Budidaya Ikan dengan KJA
di Pulau Siteut (Stasiun 3).
Skor (S) Bobot Nilai
No Parameter
1 3 5 (B) Parameter
1 Keamanan Baik 2 10
2 Faktor Ekologi
a. Tinggi air pasang (meter/m) 1,3 2 10
b. Arus (m/dt) 0,03 2 2
c. Dalam Air dari dasar jaring (m) 11 2 10
d. Oksigen terlarut (ppm) 6,86 2 10

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 13


e. Kadar garam (ppt) 31 2 10
f. Perubahan cuaca Sedang 2 6
3 Faktor Pendukung
a. Sumber listrik Kurang 1 1
b. Sumber pakan Baik 1 5
c. Tenaga kerja Baik 1 5
d. Ketersediaan Benih Kurang 1 1
4 Pencemaran Tidak ada 2 10
Total Nilai Parameter (Ni) 80

= × 100

80
= × 100
100
= 80%
Nilai indeks kesesuaian yang diperoleh pada lokasi Pulau Siteut dengan total
nilai parameter 80%.
d. Dusun Jati
Pada Dusun Jati, hasil parameter kualitas perairan yang sudah dianalisis
sebagai berikut:
Tabel 3.8 Parameter, Bobot, dan Skor Lahan Untuk Budidaya Ikan dengan KJA
di Dusun Jati (Stasiun 4).
Skor (S) Bobot Nilai
No Parameter
1 3 5 (B) Parameter
1 Keamanan Baik 2 10
2 Faktor Ekologi
a. Tinggi air pasang (meter/m) 1,3 2 10
b. Arus (m/dt) 0,08 2 6
c. Dalam Air dari dasar jaring (m) 12 2 10
d. Oksigen terlarut (ppm) 6,4 2 10
e. Kadar garam (ppt) 33 2 10
f. Perubahan cuaca Sedang 2 6
3 Faktor Pendukung
a. Sumber listrik Baik 1 5
b. Sumber pakan Baik 1 5
c. Tenaga kerja Baik 1 5
d. Ketersediaan Benih Kurang 1 1
4 Pencemaran Tidak ada 2 10
Total Nilai Parameter (Ni) 88

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 14


Nilai indeks kesesuaian yang diperoleh pada lokasi Dusun Jati dengan total nilai
parameter 88%.

3.3. Estimasi Daya Dukung Indeks Kesesuaian Lahan Untuk Budidaya


Perikanan Laut Dengan Keramba Jaring Apung
Dari analisis data yang dilakukan terhadap parameter yang telah diambil,
nilai indeks kesesuaian (IK) lahan untuk budidaya perikanan laut dengan
menggunakan keramba jarring apung (KJA) sangat mendukung.
Pada Pulau Siburu yang diambil pada 2 (dua) lokasi yang berbeda namun
secara visual termasuk dalam kawasan yang layak sebagai kawasan
pengembangan budidaya perikanan laut. Secara lokasi, pada ttiik Pulau Siburu 1
lebih dekat dengan perairan terbuka, dalam hal ini Selat Bunga Laut, untuk titik
lokasi Pulau Siburu 2 lebih tertutup (Lampiran 4). Secara analaisis data, nilai
indeks kesesuai lahan pada titik Pulau Siburu 1 dan Pulau Siburu 2 sama, dengan
nilai indeks 84%. Perbedaan yang terlihat pada parameter kecepatan arus, pada
titik Pulau Siburu 1 0,07 m/dt sedangkan pada Pulau Siburu 2 0,05 m/det.
Tentunya hal ini terkait dengan letak lokasi yang disebutkan di atas. Dari nilai
indeks kesesuaian lahan, titik Pulau Siburu 1 dan 2 termasuk dalam kategori
sangat sesuai (S1) karena termasuk dalam range 83 – 100%. Dengan nilai indeks
kesesuaian pada 2 (dua) lokasi di Pulau Siburu, maka di lokasi tersebut layak
untuk pengembangan budidaya perikanan laut dengan sarana KJA yang akan
dituangkan dalam zonasi kawasan budidaya perikanan laut.
Untuk Pulau Siteut, secara visual pada lokasi ini layak untuk
pengembangan budidaya perikanan laut. Titik pengambilan data terletak pada
bagian dalam Pulau Siteut dan dekta dengan kawasan hutan mangrove. Sebagai
daerah yang terlindung oleh Pulau Siteut, kecepatan arus pada lokasi ini lebih
rendah dibandingkan dengan 2 (dua) titik sebelumnya. Kedekatannya dengan
hutan mangrove tidak mengganggu kecerahan perairan. Dari pengukuran
kecerahan perairan, kecerahan pada perairan Pulau Siteut hingga 12 m. Dari
analisis data dengan parameter lokasi tersebut, diperoleh nilai indek kesesuaian
lahan untuk budidaya perikanan laut 80%. Dari nilai indeks yang diperoleh, pada
perairan Pulau Siteut termasuk dalam kategori sesuai (S2) dengan range 50 - <
83%. Dengan nilai indeks ini, perairan Pulau Siteut layak untuk pengembangan

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 15


budidaya perikanan laut dan termasuk dalam zonasi kawasan budidaya perikanan
laut di Desa Tuapejat.
Pada perairan Dusun Jati, pengambilan data parameter disusuaikan
dengan lokasi yang layak secara visual. Hal ini dengan mempertimbangkan
aktivitas sehari-hari masyarakat Dusun Jati dan zona Taman Kima yang telah
ditetapkan oleh Balai Pengelola Sumberdaya Pesisir Laut (BPSPL-Padang) pada
tahun 2016. Dari data parameter yang diambil, pada lokasi Dusun Jati kecepatan
arus lebih tinggi jika dibandingkan dengan 3 (tiga) lokasi sebelumnya. Kecepatan
arus pada perairan Dusun Jati 0,08 m/det. Hal ini dikarenakan pada lokasi
pengambilan data parameter kualitas air dekat dengan pintu perairan menuju
Samudera Hindia, namun masih tetap terlindung oleh Pulau Putotogat. Dari
analisis data yang dilakukan terhadap parameter yang diambil, pada Perairan
Dusun Jati mendapatkan nilai indeks kesesuaian lahan 88 %. Lebih tinggi
dibandingkan dengan 3 (tiga) lokasi yang lainnya. Dengan nilai indeks ini,
perairan Dusun Jati termasuk dalam kategori sangat sesuai (S1) untuk
pengembangan budidaya perikanan laut dan akan termasuk dalam zona kawasan
budidaya perikanan laut di Desa Tuapejat.
Dalam pengembangan budidaya perikanan laut dengan keramba jarring
apung, harus mempertimbangkan kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan
sangat dipengaruhi oleh konsentrasi bahan organik yang tinggi dalam sedimen
yang mungkin akan mempengaruhi kesehatan ikan-ikan yang dipelihara dan akan
mengurangi keuntungan bagi pembudidaya ikan. Oleh karena itu, keramba jarring
apung harus diletakkan pada tempat dimana kedalaman perairan mampu
mempertukarkan air secara maksimal dan menjaga bagian dasar tetap memiliki
kondisi substrat yang baik pada suhu terendah dan juga tak kalah penting adalah
mengetahui batimetri perairan (Beveridge 1996).
Estimasi kedalaman kolom air minimal di bawah keramba jarring apung
bertujuan untuk meminimisasi dampak benthik akibat beroperasinya KJA
tersebut. Kedalaman minimum kolom air di bawah KJA adalah 8 m untuk
meminimasi dampak bentik, dan ini digunakan sebagai acuan untuk pedoman di
dalam penentuan lokasi kawasan budidaya perikanan laut di Desa Tuapejat. Dari
keempat lokasi yang menjadi kawasan budidaya perikanan laut di Desa Tuapejat,

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 16


kedalaman di bawah KJA termasuk dalam indeks yang layak yaitu antara 11-12 m
(>8 m).
Dari analisis parameter pada 4 (empat) lokasi yang akan dimasukkan
kedalam zona kawasan budidaya perikanan laut di Desa Tuapejat, maka lokasi-
lokasi tersebut masuk dalam kategori yang layak sebagai kawasan untuk
mengembangkan budidaya perikanan laut yang dituangkan dalam pemetaan zona
kawasan budidaya perikanan laut (Lampiran 5). Dari pemetaan tersebut akan
diketahui berapa luas kawasan yang selanjutnya

3.4. Estimasi Unit KJA Terkait Dengan Luas Kawasan


Dari pemetaan zona kawasan budidaya perikanan laut di Desa Tuapejat,
total luas kawasan yang memiliki indeks kesesuaian yang layak untuk
pengembangan budidaya perikanan laut dengan sarana keramba jarring apung
(KJA) adalah 71,83 Ha. Kawasan ini diluar zonasi Kawasan Konservasi Perairan
Daerah Selat Bunga Laut, Secara rincian luas masing-masing kawasan dapat
dilihat pada Tabel 3.8. Dari luas kawasan yang diperoleh, kawasan Pulau Siteut
merupakan lokasi yang paling luas disbanding 3 lokasi yang lain. Dengan
denikian memiliki daya tampung KJA lebih banyak.
Dengan total luas kawasan budidaya perikanan laut di Desa Tuapejat yang
telah terzonasi 71,83 Ha, unit KJA yang bisa beroperasi sebanyak 168 unit, setiap
unit terdiri dari 2 grid, dengan 1 grid bersisi 4 keramba yang berukuran 3 x 3 x 3
m. Untuk penataan pada satu kawasan, 3 unit KJA disusun menjadi 1 hamparan
dan kedalaman minimal di bawah keramba adalah 8 m.

Tabel 3.9 Luas Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat dan Jumlah
KJA
Jumlah KJA
No. Lokasi Luas Area (Ha)
(unit)
1. Pulau Siburu 1 10,47 36
2. Pulau Siburu 2 10,25 24
3. Pulau Siteut 40,45 84
4. Dusun Jati 10,66 24
Total 71,83 168
Penentuan tata letak unit KJA dapat ditentukan berdasarkan dispersi
partikel organik, laju sedimentasi dan dampak bentik. Hal ini mengacu pada hasil
percobaan yang dilakukan oleh Rachmansyah (2004). Berdasarkan hasil
Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 17
perhitungan dari penelitian tersebut, jarak sebaran atau dispersi limbah padat
mencapai jarak antara 8,29-86,06 m dari KJA. Jarak teraman antar lokasi
peletakan/hamparan KJA adalah minimal 2 kali nilai tengah jarak terjauh
penyebaran partikel. Maka untuk menghindari penumpukan partikel organik di
dasar KJA, tata letak antar hamparan unit KJA harus berjarak 2 kali jarak terjauh
penyebaran partikel yaitu 150 m. Pengaturan antar unit budidaya dilakukan untuk
menghindari polusi lokal, penyakit transmisi dari penetasan lain, baik melalui
kontak langsung atau melalui pelepasan efluen (Lampiran 6, 7 dan 8).
Berdasarkan kepada dimensi maksimum tersebut di atas maka permukaan
laut yang akan ditempati KJA secara efektif hanya 12.096 m2 dari luas kawasan
budidaya perikanan laut yang tersedia. Dengan demikian tidak semua luasan
perairan akan digunakan/tertutupi untuk KJA untuk mengimbangi dampak
terhadap lingkungan terkait dengan polusi lokal untuk menghindari penumpukan
partikel organik di dasar KJA.

3.5. Estimasi Produksi Tahunan


Untuk estimasi produksi tahunan, terkait dengan jumlah penebaran benih
dan nilai mortalitas benih hingga masa panen. Untuk padat penebaran benih harus
memperhatikan ukuran ikan dan wadah budi daya. Jika padat penebaran tinggi
tidak berimbang dengan luas wadah dalam hal ini keramba maka akan terjadi
persaingan pakan karena ukuran dan vitalitas yang berbeda. Berdasarkan
pengalaman selama ini, bila dalam satu karamba terdapat jumlah ikan yang sangat
padat, maka akan menjadi salah satu sebab terjadinya kanibalisme dan timbulnya
penyakit, yang akan menyebabkan produksi menjadi rendah.
Semakin lama pemeliharaan, perbedaan tersebut akan semakin nyata
sehingga perlu dilakukan grading untuk memisahkan antara yang besar dan kecil.
Jika diperlukan, bisa dibuat tiga kelompok ukuran ikan sehingga masing-masing
kelompok lebih seragam. Setiap kelompok dipisahkan pada karamba jaring yang
berbeda. Dengan pengelompokan ukuran ikan yang seragam maka pertumbuhan
ikan akan lebih normal. Kepadatan awal yang dianjurkan untuk budidaya jenis
ikan kerapu adalah sebanyak 25-35 ekor/m3 dengan ukuran ikan sekitar 100 - 200
gram/ekor (Tabel 3.9).

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 18


Tabel 3.10. Padat Penebaran Benih Ikan
Berat/Panjang Ukuran Padat Penebaran
2 -3 cm 200 - 250 ekor/m3
5 cm 100 ekor/m3
20 - 50 gram/ekor 50 - 60 ekor/m3
100 - 200 gram/ekor 25 - 35 ekor/m3

Mengacu kepada ukuran benih 100 - 200 gram/ekor, maka dengan perhitungan
jumlah benih yang dapat ditampung pada 168 nuit keramba jarring apung (KJA)
adalah 907.200 ekor benih untuk keseluruhan keramba. Dengan perkiraan
mortalitas 25% selama pembesaran ikan di KJA selama 6-8 bulan, maka ikan
yang hidup hingga panen dengan berat 800 gram/ekor sebanyak 680.400 ekor.
Dengan demikian perkiraan produksi maksimum 3,24 ton/musim untuk 1 unit
KJA.
Pengembangan kegiatan budidaya perikanan laut harus didasarkan pada:
1) Potensi dan kesesuaian kawasan (toleran terhadap fluktuasi kualitas perairan)
untuk suatu jenis komoditas; 2) Kemampuan dan aspirasi masyarakat setempat
dalam mengadopsi dan menerapkan teknologi yang mudah, murah agar
masyarakat dapat mengaplikasikan secara masal; dan 3) Pendekatan sistem bisnis
perikanan budidaya secara terpadu (integrated marine culture).
Untuk kebijakan pengembangan budidaya perikanan laut dapat
diimplementasikan dalam 4 (empat) program kerja antara lain: 1) Pengembangan
komoditas budidaya laut yang beragam dan mudah dilakukan oleh masyarakat
pulau sesuai permintaan pasar; 2) Implementasi zonasi pemanfaatan budidaya
perikanan laut secara konsisten; 3) Penerapan teknologi budidaya laut yang ramah
lingkungan; dan 4) Pembentukan akses pasar dan akses ke lembaga keuangan
(KUD, KUB, HSNI, dan Perbankan).

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 19


4. KESIMPULAN

Zona kawasan budidaya perikanan laut di Desa Tuapejat tidak


berhimpitan dengan zona Kawasan Konservasi Perairan Daerah Selat Bunga Laut
yang pengelolaannya telah ditetapkan dengan Peraturan Bupati Kabupaten
Kepulauan Mentawai Nomor 46 Tahun 2015 tentang Rencana Pengelolaan dan
Zonasi Kawasan Konservasi Perairan Daerah Selat Bunga Kabupaten Kepulauan
Mentawai Tahun 2015-2035.
Kondisi lingkungan biofisik perairan Desa Tuapejat cukup mendukung
untuk pengembangan budidaya perikanan laut dalam KJA. Distribusi spasial
lokasi pengembangan budidaya perikanan laut dalam KJA yang sesuai di Desa
Tuapejat adalah 71,83 Ha. Berdasarkan kepada dimensi maksimum maka
permukaan laut yang akan ditempati KJA secara efektif 12.096 m2 dari luas
kawasan budidaya perikanan laut yang tersedia. Maksimum jumlah KJA 168 unit
atau 1.344 keramba, dengan padat tebar 25 ekor/m3 dan kapasitas produksi 3,24
ton/KJA/musim.
Dalam penentuan tata letak unit KJA dapat ditentukan berdasarkan
dispersi partikel organik, laju sedimentasi dan dampak bentik. Untuk menghindari
penumpukan partikel organik, di dasar KJA, kedalaman minimum dari dasar
keramba adalah 8 m. Tata letak antar 1 hamparan KJA harus berjarak minimal 2
kali jarak terjauh penyebaran partikel yaitu 150 m. Dengan demikian luasan
perairan akan digunakan/tertutupi untuk KJA hanya dimanfaatkan 12.096 m2 dari
kawasan yang dicanangkan sebagai zona kawasan budidaya perikanan laut di
Desa Tuapejat.

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 20


DAFTAR PUSTAKA

Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kepulauan Mentawai. 2014.


Penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan
Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Doni Setianto. 2014. Usaha Budiaya Ikan Kerapu: Pembibitan & Pembesatan di
Tambak & Keramba Jaring Apung.

Nurfitri Syadiah. 2010. Zonasi Perikanan Budidaya Pada Kawasan Konservasi


Laut Daerah Studi Kasus Pulau Pasi Kabupaten Kepulauan Selayar
Provinsi Sulawesi Selatan [disertasi]. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.

Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai. 2015. Peraturan Daerah Kabupaten


Kepulauan Mentawai Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Renacana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun 2015-2035.

Rachmansyah. 2004. Analisis Daya Dukung Lingkungan Perairan Teluk


Awerange Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan Bagi Pengembangan
Budidaya Bandeng Dalam Keramba Jaring Apung [disertasi]. Sekolah
Pascasarjana IPB. Bogor.

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 21


Lampiran 1. Peta Administratif Kabupaten Kepulauan Mentawai

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 22


Lampiran 2. Peta Pulau Sipora

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 23


Lampiran 3. Peta Zona Kawasan Konservasi Perairan Daerah Selat Bunga Laut
Desa Tuapejat Kecamatan Sipora Utara

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 24


Lampiran 4. Peta Stasiun Parameter Kulaitas Perairan

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 25


Lampiran 5. Peta Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 26


Lampiran 6. Peta Penataan Hamparan Keramba Jaring Apung di Kawasan
Budidaya Perikanan Laut Pulau Siburu.

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 27


Lampiran 7. Peta Penataan Hamparan Keramba Jaring Apung di Kawasan
Budidaya Perikanan Laut Pulau Siteut.

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 28


Lampiran 8. Peta Penataan Hamparan Keramba Jaring Apung di Kawasan
Budidaya Perikanan Laut Dusun Jati.

Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat 29


KEPUTUSAN KEPALA DINAS PERIKANAN
KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI
NOMOR : 40 TAHUN 2017

TENTANG
PENGELOLAAN KAWASAN BUDIDAYA PERIKANAN LAUT
DI DESA TUAPEJAT KECAMATAN SIPORA UTARA
KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI

KEPALA DINAS

Menimbang : a. bahwa perairan Desa Tuapejat memiliki potensi sumber daya perairan
untuk pengembangan budidaya perikanan laut;
b. bahwa zonasi kawasan budidaya perikanan laut diperlukan sebagai acuan
untuk pengembangan budidaya perikanan laut menggunakan keramba
jaring apung (KJA);
c. bahwa untuk memenuhi sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b di atas,
perlu menetapkan Kawasan Perairan Desa Tuapejat sebagai Kawasan
Budidaya Perikanan Laut dengan Keputusan Kepala Dinas;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten


Kepulauan Mentawai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2000;
2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009;
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
sebagaimana telah diubah dua kali, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008;
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
5. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2014;
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah;
7. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2008 tentang
Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
8. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 30 Tahun 2010 tentang
Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan;
9. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 26 Tahun 2016 tentang
Pedoman Nomenklatur Perangkat Daerah dan Unit Kerja Pada Perangkat
Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota Yang Melaksanakan Urusan
Pemerintahan di Bidang Kelautan dan Perikanan;
10. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun 2015-2035;
11. Peraturan Bupati Kepulauan Mentawai Nomor 46 Tahun 2015 tentang
Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan Daerah
Selat Bunga Kabupaten Kepulauan Mentawai;
12. Peraturan Bupati Kepulauan Mentawai Nomor 25 Tahun 2017 tentang
Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan
Mentawai;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
KESATU : Menetapkan Kawasan Perairan Desa Tuapejat sebagai Kawasan Budidaya
Perikanan Laut.
KEDUA : Penetapan Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat sebagaimana
dimaksud dalam diktum KESATU terdiri atas wilayah perairan.
a. Pulau Siburu seluas 20,72 Ha;
b. Pulau Siteut seluas 40,45 Ha;
c. Dusun Jati seluas 10,66 Ha;
Dengan luas total keseluruhan 71,83 Ha (Tujuh Puluh Satu Koma Delapan
Puluh Tiga Hektar).
KETIGA : Pemetaan Zonasi Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat
Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai tercantum dalam
Lampiran I.
Apabila terdapat persinggungan antara zonasi pada pemetaan Kawasan
KEEMPAT : Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat sebagaimana dimaksud dalam
diktum KEDUA dan KETIGA dengan pemanfaatan kawasan perairan untuk
kepentingan lainnya, dalam penetapan Kawasan Budidaya Perikanan Laut
akan dilakukan penyesuaian.

KELIMA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Tuapejat
Pada tanggal : 12 September 2017

Kepala Dinas,

Ir. PRIADINATA
NIP. 19600101 199003 1 004
Lampiran : Keputusan Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan Mentawai
Nomor : 40 Tahun 2017
Tanggal : 12 September 2017
Tentang : Pengelolaan Kawasan Budidaya Perikanan Laut di Desa Tuapejat

Anda mungkin juga menyukai