MAKALAH
Epidemiologi Gizi
Disusun Oleh:
September 2015
BAB I
PENDAHULUAN
Meskipun sekarang ini terjadi pergeseran masalah gizi dari defisiensi makro
nutrien ke defisiensi mikro nutrien, namun beberapa daerah di Indonesia
prevalensi KEP masih tinggi (> 30 %) sehingga memerlukan penanganan intensif
dalam upaya penurunan prevalensi KEP. Berbagai upaya untuk menanggulangi
kejadian KEP antara lain pemberdayaan keluarga, perbaikan lingkungan, menjaga
ketersediaan pangan, perbaikan pola konsumsi dan pengembangan pola asuh,
melakukan KIE, melakukan penjaringan dan pelacakan kasus KEP, memberikan
PMT penyuluhan, pendampingan petugas kesehatan, mengoptimalkan Poli Gizi di
Puskesmas, dan revitalisasi Posyandu.
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, namun tetap saja kasus KEP
bermunculan di setiap tahunnya. Hal ini disebabkan kompleksnya penyebab KEP
itu sendiri. Mengingat pentingnya pengetahuan akan KEP tersebut, maka kami
menyusun makalah berjudul “Kekurangan Energi Protein” ini yang didalamnya
memaparkan hal-hal yang berhubungan dengan KEP itu sendiri.
1
1.2 Rumusan Masalah
Berikut rumusan masalah yang terkait dengan makalah ini:
1. Bagaimana pengertian kekurangan energi protein?
2. Bagaimana etiologi kekurangan energi protein?
3. Bagaimana epidemiologi kekurangan energi protein?
4. Bagaimana klasifikasi kekurangan energi protein?
5. Bagaimana fungsi dan peran energi dan protein bagi tubuh?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
kemiskinan dan lain-lain. Peran diet menurut konsep klasik terdiri dari dua
konsep: Pertama, yaitu diet yang mengandung cukup energi, tetapi kurang protein
akan menyebabkan marasmus. Peran faktor sosial, seperti pantangan untuk
menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah turun temurun dapat
mempengaruhi terjadinya KEP. Ada pantangan yang berdasarkan agama, tetapi
ada juga pantangan yang berdasarkan tradisi yang sudah turun temurun, tetapi
kalau pantangan tersebut berdasarkan pada agama, maka akan sulit untuk diatasi.
Jika pantangan berdasarkan pada kebiasaan atau tradisi, maka dengan pendidikan
gizi yang baik dan dilakukan dengan terus-menerus hal ini akan dapat diatasi
(Pudjiadi, 2000 dalam Suyadi, 2009)
Jellife (1998), menyatakan bahwa keadaan gizi seseorang merupakan hasil
interaksi dari semua aspek lingkungan termasuk fisik, biologik, dan faktor
kebudayaan. Secara garis besar, faktor-faktir yang menentukan keadaan gizi
masyarakat, khususnya anak-anak adalah tingkat pendidikan orang tua, keadaan
ekonomi, tersedianya cukup makanan serta aspek-aspek kesehatan. Tiap-tiap
faktor tersebut dapat berpengaruh pada keadaan gizi masyarakat, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
KEP pada dasarnya sangat ditentukan oleh 2 faktor. Faktor-faktor yang
secara langsung dapat mempengaruhi terjadinya KEP pada balita adalah makanan
dan ada atau tidaknya penyakit infeksi. Kedua faktor ini dipengaruhi oleh kualitas
dan kuantitas makanan yang dimakan oleh seorang anak, antara lain ditentukan
oleh beberapa faktor penyebab tidak langsung, yaitu: a) Zat-zat gizi yang
terkandung di dalam makanan; b) Daya beli keluarga, meliputi penghasilan, harga
bahan makanan dan pengeluaran keluarga untuk kebutuhan lain selain makanan;
c) Kepercayaan ibu tentang makanan serta kesehatan; d) Ada atau tidaknya
pemeliharaan kesehatan termasuk kebersihan; dan e) Fenomena sosial dan
keadaan lingkungan (Levinson, 1979 dalam Lismartina, 2000).
Kekurangan Energi Protein dipengaruhi oleh banyak faktor. Ada dua
penyebab terjadinya KEP, yaitu penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab
langsung antara lain ketidakcukupan konsumsi makanan, dan penyakit infeksi.
Sedangkan, penyebab tidak langsung antara lain adalah kurangnya pengetahuan
ibu tentang kesehatan, kondisi sosial ekonomi yang rendah, ketersediaan pangan
4
ditingkat keluarga yang tidak mencukupi, besarnya anggota keluarga, pola
konsumsi keluarga yang kurang baik, pola distribusi pangan yang tidak merata,
serta fasilitas pelayanan kesehatan yang sulit dijangkau (Suyadi, 2009).
Masalah KEP dipengaruhi oleh berbagai macam faktor-faktor penentu baik
secara langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah
kemiskinan, yang menyebabkan terbatasnya kesempatan untuk memperoleh
pendidikan dan pekerjaan sehingga mengakibatkan kemampuan untuk
memperoleh pangan menjadi sangat rendah, penyakit infeksi yang berkaitan erat
dengan kondisi sanitasi lingkungan tempat tinggal; kurangnya perhatian ibu
terhadap balita karena bekerja; akses yang sulit terhadap sumber pelayanan
kesehatan; dan kurangnya pengetahuan ibu tentang manfaat makanan bagi
kesehatan anak, hal ini dikarenakan pendidikan ibu yang rendah.
Menurut UNICEF (1998) pokok masalah timbulnya kurang gizi di
masyarakat adalah kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga, kurangnya
pemanfaatan sumber daya masyarakat, pengangguran, inflasi, kurang pangan dan
kemiskinan. Sedangkan yang menjadi akarnya masalah adalah krisis ekonomi,
politik dan sosial.
5
(Sumber: UNICEF, 2015)
Pada tahun 2013, 99 juta anak di bawah usia 5 tahun di seluruh dunia
memiliki berat badan kurang. Prevalensi Gizi kurang terus menu run , akan tetapi
lambat. Antara tahunn 1990 dan 2013 , gizi kurang pada balita di seluruh dunia
mengalami penurunan dari 25 persen menjadi 15 persen. Jika pennurunan ini terus
berlanjut , sasaran MDG 1 ( prevalensi gizi kurang pada tahun 2015 berkurang
hingga 50% dibandin g tahun 1990 ) tidak akan terpenuhi.
6
(Sumber: Riskesdas, 2013)
7
Sedangkan klasifikasi kurang Energi Protein menurut standar WHO:
Klasifikasi
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
9
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2002. Statistik Kesejahteraan Rakyat Sumatera Utara, Hasil Susenas 2002.
Medan: Badan Pusat Statistik
Depkes RI, 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia. Sehat
2010. Jakarta.
Jelliffe DB, EFP Jelliffe. 1989. Community Nutritional Assesment with Special
Reference to Less Technically Developed Countries. Oxford: Oxford
Universitas Press
Pudjiadi. S. 2000. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Edisi Keempat FKUI. Jakarta.
UNICEF. 1998. The State on the World Children. Oxford Univ. Press.
10
UNICEF. 2015. Undernutrition contributes to half of all deaths in children under
5 and is widespread in Asia and Africa (Online), (http://data.unicef.org/
nutrition/malnutrition) diakses pada 17 September 2015
11