Anda di halaman 1dari 3

Astien Iftahul Fauziyah

145100107111034
Kelas J THP

Sejarah Bahasa
Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada saat itu, para pemuda dari
berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam kerapatan Pemuda dan berkirar (1) bertumpah
darah yang satu, tanah Indonesia, (2) berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan (3)
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama
Sumpah Pemuda. Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda erupakan pernyataan tekad bahwa
bahasa Indonesia dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia
dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945 karena pada
saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia
(Bab XV, Pasal 36). Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, antara
lain, menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia
tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan
sebagai bahasa perbubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan
juga hampir di seluru Asia Tenggara.
Sejarah Ejaan
Kalau kita melihat perkembanga bahasa Indonesia sejak dulu sampai sekarang, tidak terlepas
dari perkekmbangan ejaannya. Kita ketahui bahwa beberapa ratus tahun yang lau bahasa
Indonesia belum disebut bahasa Indonesia, tetapi bahasa Melayu. Nama Indonesia itu baru
datang kemudian. Ejaan latin untuk bahasa Melayu mulai ditulis oleh Pigafetta, selanjutnya
oleh de Houtman, Casper Wiltens, Sebastianus Dancaert, dan Joannes Roman. Setelah tiga
abad kemudian ejaan ini baru mendapat perhatian dengan ditetapkannya Ejaan Van
Ophuijsen pada tahun 1901. Keinginan untuk menyempurnakan ejaan Van Ophuijsen
terdengar dalam Kongres Bahasa Indonesia I, tahun 1938 di Solo, yang sembilan tahun
kemudian terwujud dalam sebuah Putusan Menteri Pengadjaran Pendidikan dan Kebudajaan,
15 April 1947, tentang perubahan ejaan baru. Perubahan Ejaan bahasa Indonesia ini berlaku
sejak ditetapkan pada tahun 1947. Waktu perubahan ejaan itu ditetapkanrakyat Indonesia
edang berjuang menentang kembalinya penjajahan Belanda. Penggunaan Ejaan 1947 ini yang
lebih dikenal sebagai Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik, sebenarnya memancing reaksi
yang muncul setelah pemulihan kedaulatan (1949). Reaksi ini kemudian melahirkan ide
untuk mengadakan perubahan ejaan lagi dengan berbagai pertimbangan mengenai sejumlah
kekurangan.

Gagasan mengenai perubahan ejaan itu muncul dengan nyata dalam Kongres Bahasa
Indonesia II di Medan (1954). Waktu itu Menteri Pendidikan dan Kebudajaan adalah Mr.
Muh. Yamin. Dalam kongres itu dihasilkan keputusan mengenai ejaan sebagai berikut:
1. Ejaan sedapat-dapatnya menggambarkan satu fonem dengan satu huruf.

2. penetapan ejaan hendaknya dilakukan oleh satu badan yang kompeten.

3. ejaan itu hendaknya praktis tetapi ilmiah.


Keputusan kongres ini kemudian ditindaklanjuti oleh pemerintah, yang menghasilkan konsep
sistem ejaan yang disebut Ejaan Pembaharuan. Namun Ejaan ini tidak dapat dilaksanakan
karena adanya beberapa huruf baru yang tidak praktis, yang dapat memengaruhi
perkembangan ejaan bahasa Indonesia. Terilhami oleh Kongres Bahasa Indonesia II di
Medan (1954), diadakan pula kongres bahasa Indonesia di Singapura (1956) yang
menghasilkan suatu resolusi untuk menyatukan ejaan bahasa Melayu di Semenanjung Melayu
dengan ejaan bahasa Indonesia di Indonesia. Perkembangan selanjutnya dihasilkan suatu
konsep ejaan bersama yang diberi nama Ejaan Melindo (Ejaan Melayu-Indonesia). Namun,
rencana untuk meresmikan ejaan ini pada tahun 1962 mengalami kegagalan karena adanya
konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia beberapa tahun kemudian. Pada tahun 1966
Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK) membentuk sebuah panitia yang diketuai oleh
Anton M. Moeliono dan mengusulkan konsep baru sebagai ganti konsep Melindo. Pada tahun
1972, setelah melalui beberapa kali seminar, akhirnya konsep LBK menjadi konsep bersama
Indonesia-Malaysia yabg seterusnya menjdi Sistem Ejaan Baru yang disebut Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD). Kalau kita beranalogi denga Ejaan Van Ophuijsen dan Ejaan
soewandi, EYD dapat disebut Ejaan Mashuri, karena pada waktu itu Mashuri sebagai Menteri
Kebudayaan memperjuangkan EYD sampai diresmikan oleh Presiden.

Ragam Bahasa
Ragam bahasa adalah varian dari sebuah bahasa menurut pemakaian. Berbeda dengan dialek
yaitu varian dari sebuah bahasa menurut pemakai. Variasi tersebut bisa berbentuk dialek,
aksen, laras, gaya, atau berbagai variasi sosiolinguistik lain, termasuk variasi bahasa baku itu
sendiri. Variasi di tingkat leksikon, seperti slang argot, sering dianggap terkait dengan gaya
atau tingkat formalitas tertentu, meskipun penggunaannya kadang juga dianggap sebagai
suatu variasi atau ragam tersendiri.
Berdasarkan pokok pembicaraan, ragam bahasa dibedakan antara lain atas:
1. Ragam bahasa undang-undang
2. Ragam bahasa jurnalistik
3. Ragam bahasa ilmiah
4. Ragam bahasa sastra
Berdasarkan media pembicaraan, ragam bahasa dibedakan atas:
1. Ragam lisan yang antara lain meliputi:
- Ragam bahasa cakapan
- Ragam bahasa pidato
- Ragam bahasa kuliah
- Ragam bahasa panggung
2. Ragam tulis yang antara lain meliputi:
- Ragam bahasa teknis
- Ragam bahasa undang-undang
- Ragam bahasa catatan
- Ragam bahasa surat
Ragam bahasa menurut hubungan antar pembicara dibedakan menurut akrab tidaknya
pembicara:
- Ragam bahasa resmi
- Ragam bahasa akrab
- Ragam bahasa agak resmi
- Ragam bahasa santai
- Dan sebagainya

Fungsi Bahasa
Secara umum fungsi bahsa sebagai alat komunikasi: lisan maupun tulis
• Santoso, dkk. (2004) berpendapat bahwa bahasa sebagai alat komunikasi memiliki fungsi
sebagai berikut:
a) Fungsi informasi
b) Fungsi ekspresi diri
c) Fungsi adaptasi dan integrasi
d) Fungsi kontrol sosial
• Menurut Hallyday (1992) Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi untuk keperluan:
a) Fungsi instrumental, bahasa digunakan untuk memperoleh sesuatu
b) Fungsi regulatoris, bahasa digunakann untuk mengendalikan prilaku orang lain
c) Fungsi intraksional, bahasa digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain
d) Fungsi personal, bahasa dapat digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain
e) Fungsi heuristik, bahasa dapat digunakan untuk belajar dan menemukan sesuatu
f) Fungsi imajinatif, bahasa dapat difungsikan untuk menciptakan dunia imajinasi
g) Fungsi representasional, bahasa difungsikan untuk menyampaikan informasi
• Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mempunyai fungsi khusus, yaitu:
a) Bahasa resmi kenegaraan
b) Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
c) Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional
serta kepentingan pemerintah
d) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi
• Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara mempunyai fungsi:
a) Bahasa resmi kenegaraan
b) Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
c) Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional
serta kepentingan pemerintah
d) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi
• Bahasa Indonesia memiliki fungsi-fungsi yang dimiliki oleh bahasa baku, yaitu:
a) Fungsi pemersatu, bahasa Indonesia memersatukan suku bangsa yang berlatar budaya dan
bahasa yang berbeda-beda
b) Fungsi pemberi kekhasan, bahasa baku memperbedakan bahasa itu dengan bahasa yang
lain
c) Fungsi penambah kewibawaan, bagi orang yang mahir berbahasa indonesia dengan baik
dan benar
d) Fungsi sebagai kerangka acuan, bahasa baku merupakan norma dan kaidah yang menjadi
tolok ukur yang disepakati bersama untuk menilai ketepatan penggunaan bahasa atau ragam
bahasa

Anda mungkin juga menyukai