Anda di halaman 1dari 12

LABORATORIUM TEKNIK KIMIA TERPADU

JURUSAN TEKNIK KIMIA


Gd. E2 Lt.1 Kampus Sekaran – Gunung Pati, Semarang 5029

PRAKTIKUM BIORESOURCES
TECHNOLOGY II

MATERI : Lemak dan Minyak

HARI / TGL PERCOBAAN : Kamis, 12 Desember 2019

KELOMPOK : 3 (Tiga)

NAMA / NIM : 1. Rofi’atun Musfiroh (5213417016)

2. M Fikkri Al Ghifari (5213417034)

3. Asesanti Suci Nur Pratami (5213417067)

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
BAB 1

ANALISIS KADAR ASAM LEMAK BEBAS PADA MINYAK JELANTAH

A. Tujuan

Mahasiswa dapat mengetahui proses analisis kadar asam lemak pada minyak
jelantah (minyak habis pakai).

B. Dasar Teori

Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sebagai media
pengolahan bahan makanan. Masyarakat banyak menggunakan jenis minyak
goreng yang umumnya digunakan yang berasal dari nabati, seperti: minyak kelapa
sawit, kopra, kacang kedelai, biji jagung (lembaganya), biji bunga matahari, biji
zaitun (olive), dan lain-lain (Ketaren, 2008).
Minyak goreng yang digunakan berulang kali atau yang lebih dikenal dengan
minyak jelantah adalah limbah yang berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti
halnya minyak jagung, minyak sayur, minyak samin dan sebagainya yang
merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga, dan dapat
digunakan lagi untuk keperluan lainnya, akan tetapi ditinjau pada komposisi
kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat
karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan (Ketaren, 2005).
Rahayu, A. dkk. juga melaporkan bahwa minyak jelantah dengan frekuensi
penggorengan tinggi dapat mempengaruhi nekrosis sel hati. Selain itu minyak
goreng yang dipakai berulang kali berpotensi menimbulkan berbagai macam
penyakit yaitu penyakit jantung, hati, ginjal, dan menghasikan jenis karsinogen
menempel dimakanan berikutnya yang masuk kedalam penggorengan
(Cancerhelps, 2014).
Penggunaan minyak goreng secara kontinyu dan berulang-ulang pada suhu
tinggi (160-200°C) disertai adanya kontak dengan udara dan air pada proses
penggorengan akan mengakibatkan terjadinya reaksi degradasi yang komplek
dalam minyak serta menghasilkan berbagai senyawa hasil reaksi. Pemanasan suhu
tinggi dapat mengoksidasi minyak goreng dan menghasilkan radikal bebas (Graha,
2010). Minyak goreng juga mengalami perubahan warna dari kuning menjadi
gelap. Reaksi degradasi ini menurunkan kualitas minyak dan akhirnya minyak tidak
dapat dipakai lagi sehingga harus dibuang. Produk reaksi degradasi yang terdapat
dalam minyak ini juga akan menurunkan kualitas bahan pangan yang digoreng dan
menimbulkan pengaruh buruk bagi kesehatan (Yustinah, 2011).
Semakin sering digunakan tingkat kerusakan minyak akan semakin tinggi.
Penggunaan minyak berkali-kali mengakibatkan minyak menjadi cepat berasap
atau berbusa dan meningkatkan warna coklat serta flavor yang tidak disukai pada
bahan makanan yang digoreng. Kerusakan minyak goreng yang berlangsung
selama penggorengan akan menurunkan nilai gizi dan berpengaruh terhadap mutu
serta nilai bahan pangan yang digoreng. Minyak yang telah rusak akan mempunyai
struktur dan penampakan yang kurang menarik serta citra rasa atau bau yang kurang
enak (Trubusagrisarana, 2005).
Kadar asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak nabati dapat menjadi
salah satu parameter penentu kualitas minyak tersebut. Besarnya asam lemak bebas
dalam minyak ditunjukan dengan nilai angka asam. Angka asam dengan kadar
tinggi mengindikasikan bahwa kandungan asam lemak bebas yang ada di dalam
minyak nabati juga tinggi sehingga kualitasnya justru semakin rendah (Winarno,
2004). Pembentukan asam lemak bebas dalam minyak goreng bekas diakibatkan
oleh proses hidrolisis yang terjadi selama prosess penggorengan, biasanya
disebabkan karena adanya pemanasan tinggi yaitu pada suhu 160-200°C
(Kalapathy dan Proctor, 2000).
Asam lemak bebas di dalam minyak goreng merupakan asam lemak berantai
panjang yang tidak teresterifikasi. Semakin banyak konsumsi asam lemak bebas,
akan meningkatkan kadar Low Density Lipoprotein (LDL) dalam darah yang
merupakan kolesterol jahat. Banyaknya asam lemak bebas dalam minyak
menunjukkan penurunan kualitas minyak (Adrian, 2005).
Kualitas minyak goreng dapat diketahui dengan pengujian parameter kimia dan
fisika. Uji kimia dapat diketahui dari komponen-komponen kimia yang terdapat
pada minyak goreng yaitu kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan
iod dan bilangan penyabunan. Sedangkan uji fisika dapat diketahui dari kadar air,
berat jenis, titik leleh dan indeks bias minyak [6]. Pada Tabel 1 dapat dilihat syarat
mutu minyak goreng yang layak dikonsumsi menurut Standar Nasional Indonesia
(SNI) 01-3741-2002.
Tabel 1. Syarat Mutu Minyak Goreng Layak Konsumsi Menurut SNI 01-
3741-2002
Kriteria Uji Satuan Standar Mutu
Bau - Tidak Berbau
Rasa - Normal
Warna - Putih Kuning
Pucat-Kuning
Kadar Air %b/b 0,01-0,30
Kadar Asam %b/b Maks 0,30
Lemak Bebas
Bilangan mg Maks 0,60
Asam KOH/g
Bilangan Mg Maks 1,00
Peroksida O2/100 g

C. Alat dan Bahan

Alat:

a. Neraca Digital b. Hot Plate

c. Buret d. Erlenmeyer 250 mL


e. Pipet tetes f. Gelas Beker 250 mL

g. Pipet Volume h. Pengaduk Kaca


i. Statif j. Klem

k. Boss Head

Bahan:

1. 50 gram minyak jelantah


2. larutan NaOH
3. 100 ml ethanol
4. Indikator phenolphlatein (PP)
5. Aquades
D. Skema Kerja

Minyak Goreng Habis Pakai


Timbang minyak goreng habis pakai menggunakan
neraca gigital dan letakkan ke dalam Erlenmeyer.
Lakukan pengulangan sebanyak 3 kali.

Etanol Minyak Goreng Habis Pakai


Goyang-goyangkan
hingga homogen.

Panaskan diatas
kompor listrik
Campuran berwarna coklat sambal digoyang-
kehitaman keruh goyangkan hingga
mendidih
Dinginkan pada suhu ruangan Siapkan larutan NaOH ke dalam beaker
hingga campuran dingin.
Campuran glass 50 mL. kemudian tuangkan ke
Tambahkan 5 tetes indikator PP. berwarna coklat
terang agak keruh dalam buret dan catat volume awal.

Titrasi larutan menggunakan Catat volume NaOH yang

larutan NaOH. berkurang

Lapisan atas berwarna Lapisan bawah


kekuningan cerah berwarna putih
keruh

E. Hasil Pengamatan

No Perlakuan Pengamatan

Melakukan standarisasi NaOH Mencatat Volume NaOH


yang akan digunakan. yang berkurang pada
standarisasi
1 Timbang minyak goreng habis Minyak goreng habis pakai
pakai (jelantah) sebanyak 50 gram (jelantah)
pada erlenmeyer. Lakukan hal
tersebut sebanyak 3x dengan
menggunakan Erlenmeyer yang
berbeda.
2 Mengambil larutan etanol Larutan etanol
sebanyak 100 mL.dengan
menggunakan pipet gondok dan
ball filler, dimasukkan kedalam
erlenmeyer
3 Goyang Erlenmeyer hingga Campuran berwarna coklat
campuran homogen. Tutup kehitaman keruh
Erlenmeyer dengan plastic dan
karet yang telah dilubangi.
4 Campuran dipanaskan diatas Terbentuk 2 lapisan
kompor listrik sambal digoyang-
goyangkan hingga mendidih.

5 Hasil pemanasan didinginkan Terbentuk 2 lapisan


pada suhu ruang kemudian
ditambahkan 5 tetes indikator PP
dan homogenkan.
6 Titrasi campuran menggunakan
Tidak terbentuk 2 lapisan
larutan NaOH

7 Amati perubahan warna pada


campuran, catat Volume NaOH
yang digunakan

Berikut adalah rumus untuk menghitung nilai Free Fatty Acid

𝑚𝐿 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘


%𝐹𝐹𝐴 = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔𝑟)𝑥 1000

F. Hasil dan Pembahasan


No Sampel % FFA

1 A 4.0619

2 B 5.4069

3 C 1.7754
1. Rofi’atun Musfiroh (5213417016)

Dalam praktikum kali kami melakukan melakukan pengujian nilai FFA dari
minyak habis pakai atau minyak jelantah. Miyak tersebut berasal drai minyak
kelapa sawit. Minyak sawit adalah salah satu bahan yang digunakan dalam
praktikum ini. Minyak sawit merupakan minyak nabati yang dibuat melalui proses
fraksinasi, rafinasi dan hidrogenasi. Komposisi asam lemak minyak sawit terdiri
dari sekitar 40% asam oleat (asam lemak tidak jenuh tunggal), 10% asam linoleat
(asam lemak tidak jenuh ganda), 44% asam palmitat (asam lemak jenuh) dan 4,5%
asam stearat (asam lemak jenuh).
Dari hasil praktikum didapatkan hasil bahwa kandungan asam lemak bebas
(%FFA) paling baik pada minyak habis pakai dari minyak kelapa sawit adalah
sebesar 1.7754 %, sedangkan yang paling besar adalah 5.4069%. Kandungan asam
lemak bebas menunjukkan mutu dari suatu minyak goreng sesuai dengan SNI
7709:2012 tentang standar mutu minyak goreng yang telah ditetapkan oleh Badan
Standar Nasional Indonesia (BSNI), dimana batas maksimum kandungan ALB
pada minyak goreng adalah 0,3%. Sehingga nilai FFA berdasarkan praktikum
tersebut belum memenuhi SNI. Hal tersebut disebabkan karena minyak yang
digunakan sudah terlalu buruk kualitasnya dalam artian sudah terlalu sering
digunakan berulang kali. Sehingga minyak tersebut sudah mengalami raksi
hidrolisis dan oksidasi.
2. M Fikkri Al Ghifari (5213417034)

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kadar asam lemak bebas pada
minyak jelantah (Minyak habis pakai), Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap.
Tahap yang pertama yaitu pembuatan larutan NaOH yang akan digunakan sebagai
titran. Selanjutnya, diikuti tahap kedua yaitu standarisasi larutan NaOH. Tahap
yang terakhir merupakan tahap uji kualitas sampel minyak goreng jelantah yang
meliputi uji kadar asam lemak bebas.

Sejumlah padatan NaOH yang telah dihitung secara stokiometri ditimbang


dan dimasukkan kedalam labu ukur 250 mL. Selanjutnya padatan NaOH
ditambahkan aquades hingga volume mencapai tanda batas. Kemudian larutan
NaOH distandarisasi dengan asam kuat. Larutan NaOH yang dihasilkan digunakan
sebagai titran pada penentuan kadar asam lemak bebas yang terdapat dalam sampel
minyak goreng.

Penentuan kadar asam lemak bebas dilakukan sesuai dengan metode yang
telah dilakukan oleh Rukunudin dkk. [13] dan Rahkadima dkk. [11], sampel minyak
goreng ditimbang sebanyak 50 gram dan diletakkan ke dalam erlenmeyer 250 mL.
Kemudian sampel dilarutkan dalam etanol sebanyak 100 mL pada suhu 50°C.
Sampel yang telah larut sempurna ditambahkan 3 tetes phenolphthalein sebagai
indikator. Selanjutnya, sampel tersebut dititrasi dengan larutan NaOH.

Dari hasil praktikum didapatkan hasil bahwa kandungan asam lemak bebas
(%FFA) paling baik pada minyak habis pakai dari minyak kelapa sawit adalah
sebesar 1.7754 %, sedangkan yang paling besar adalah 5.4069%. Kandungan asam
lemak bebas menunjukkan mutu dari suatu minyak goreng sesuai dengan SNI
7709:2012 tentang standar mutu minyak goreng yang telah ditetapkan oleh Badan
Standar Nasional Indonesia (BSNI), dimana batas maksimum kandungan ALB
pada minyak goreng adalah 0,3%. Sehingga nilai FFA berdasarkan praktikum
tersebut belum memenuhi SNI. Hal tersebut disebabkan karena minyak yang
digunakan sudah terlalu buruk kualitasnya dalam artian sudah terlalu sering
digunakan berulang kali. Sehingga minyak tersebut sudah mengalami raksi
hidrolisis dan oksidasi

3. Asesanti Suci Nur Pratami (5213417067)

Masyarakat umumnya masih menggunakan Minyak Habis Pakai (Jelantah).


Terdapat beberapa indikator dalam menentukan kelayakan minyak goreng,
diantaranya adalah Iodium Value, Saponification Value, Free Fatty Acid, dan masih
banyak lagi.,

Dari percobaan tersebut didapat Erlenmeyer B memberikan nilai FFA


tertinggi yaitu sebesar 5,41% diikuti oleh Erlenmeyer A 4,01% dan yang terendah
1,78% yaitu Erlenmeyer C. Terjadi perbedaan nilai FFA yang signficant pada
Erlenmeyer C disebabkan minyak yang kami gunakan untuk sample kurang dari
150 gram, sehingga ada penambahan minyak jelantah yang kemungkinan memiliki
nilai FFA yang berbeda terutama pada Erlenmeyer C. Ketiga Erlenmeyer
menunjukan nilai FFA yang melebihi standar mutu minyak goreng sebesar 0,3%
(SNI 7709:2012). Hal ini jelas menunjukkan Minyak Jelantah atau Minyak Habis
Pakai tidak baik untuk digunakan kembali. Sebaiknya dilakukan inovasi perlakuan
pada minyak jelantah guna menurunkan kadar FFA.

Pengamatan perubahan warna yang terjadi pada campuran sedikit terganggu


akibat ketelitian kami yang masih kurang sehingga akurasi kami dalam
menganalisis kadar FFA belum memenuhi nilai yang mendekati linear.
I. PENUTUP
V.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari hasil praktikum ini adalah sebagai
berikut:
1. Pengujian asam lemak bebas pada bahan pangan dapat dilakukan dengan
metode titrasi, yaitu pada tahap pertama sampel ditambahkan dengan alkohol
netral, dipanaskan, kemudian ditambahkan indikator PP dan dititrasi dengan
NaOH hingga berwarna merah jambu. Dari dari volume NaOH yang digunakan
pada titrasi dihitunglah ALB sampel dengan rumus:
𝑚𝐿 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘
%𝐹𝐹𝐴 = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔𝑟)𝑥 1000
2. Kandungan asam lemak bebas pada minyak goreng sawit adalah ….%
V.2. Saran
Saran untuk praktikum ini adalah agar teliti pada saat melakukan titrasi
dan juga diharapkan berhati-hati. Serta sebelum memulai praktikum sebaiknya alat
dan bahan yang ddibutuhkan sudah tersedia. Pada saat melakukan analisa asam
lemak bebas ini, praktikan juga diharapkan agar tidak bermain didalam
laboratorium agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
Daftar Pustaka:
Fajar, A. S., Hendrawati, T. Y. (2015) “Proses Pengolahan Minyak Biji Kapuk
(Ceiba pentandra) menjadi Methil Ester melalui Proses Esterifikasi
Transesterifikasi dengan Variabel Konsentrasi Katalis Koh dan Waktu Reaksi”
Jurnal Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta, 9(4)

Ma, G.R., M.A Hanna. 2011. Biodiesel production: a review. Bioresource


Technology,70 (1)

Meher, L. C., D. V. Sagar., S. N. Naik. 2014. Technical aspects of biodiesel


production by transesterification a review. Renewable & sustainable Energy
Reviews, 10(3)

Setyawati, H., Sar, S, A.,Wahyuni, N.(2009) “ Proses Transesterifikasi Minyak Biji


Kapuk Sebagai Bahan Dasar Biodiesel yang Ramah Lingkungan “ Jurnal
Teknik Kimia Institut Teknologi Nasional Malang, 7(1-3)

Sofyan, Mudzofar (2014) “Optimasi Variabel Yang Paling Berpengaruh Pada


Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Biji Randu Dengan Proses
Transesterifikasi” Jurnal Teknik Kimia Universitas Diponegoro, 35 (1)

Suryandari, A.S., Prasasti, S.N., Roesyadi, A. (2013) “Pembuatan Biodiesel dari


Minyak Biji Kapuk (Ceiba Pentandra) Melalui Proses Transesterifikasi
dengan Katalis MgO/CaO” Jurnal Teknik POMITS Vol. 2 No. 1

Tohari. (2015) “Sintesis Biodiesel dari Minyak Biji Kapuk Randu (Ceiba
Pentandra L) dengan Variasi Waktu Lama Pengadukan Pada Reaksi
Transesterifikasi” SKRIPSI Universitas Negeri Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai