MASYARAKAT MADURA
Samsul Arifin
Abstrak
Madura masih terkenal sebagai masyarakat yang kental terhadap budaya dan adat istiadat
nenek moyang. Salah satu budaya yang ada sejak jaman nenek moyang dan berlangsung
sampai saat ini bahkan menjadi hukum adat yang dilegalkan yaitu pernikahan dini, Dalam
budaya pernikahan dini di Madura terutama di desa kadur, kecamatan kadur, Pamekasan
terdapat beberapa proses yaitu perjodohan anak sejak kecil (tunangan), adanya praktik jampi-
jampi, dan manipulasi usia menikah. Posisi perempuan dalam pernikahan dini adalah sebagai
orang yang dipilih, ditunjuk, dan dinikahi, tanpa memiliki hak untuk menolak atau
mempertimbangkan. Hak anak perempuan sejak lahir sudah diarahkan oleh para orang tua
bahkan dalam dunia pendidikan pun seorang anak perempuan dianggap tidak penting,
sehingga para perempuan merasa tidak memiliki hak kebebasan apapun adapun kata kata
orang Madura yang sering terlontar dari mulut mereka ialah perempuan kudratnya di dapur
tidak akan jadi apa apa, seperti itu gambaran kecil masyarakat di Madura, pernikahan dini
pada masyarakat Madura disebabkan adanya kekhawatiran orang tua terhadap perilaku anak,
kesiapan diri, mengurangi beban ekonomi keluarga, dan rendahnya kesadaran terhadap
pentingnya pendidikan. Implikasi pernikahan dini bagi kehidupan keluarga di antaranya pada
pengasuhan dan pendidikan anak yang tidak maksimal, serta pertengkaran yang seringkali
berakhir pada perceraian, Masyarakat yang menyetujui pernikahan dini, beralasan bahwa
jalan itu ditempuh semata-mata untuk menyelamatkan agama, menghindari pergaulan bebas
dan perzinaan. Di samping itu ada sebagian orang tua yang merasa bangga jika anak
perempuannya cepat menikah dan tidak menjadi perawan tua.
Menikah di usia muda dalam budaya masyarakat madura disini sudah dianggap biasa,
karena kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan dari nenek moyang yang di warisi secara
turun temurun, di desa kadur kecamatan kadur disini mayoritas kiai ataupun tokoh
masyarakat membolehkan pernikahan pada usia muda dengan catatan sudah mencapai usia
baligh meskipun usianya di bawah umur. Pada umumnya anak yang sudah di anggap dewasa
untuk menikah ialah setelah anak berusia di atas 18 tahun untuk perempuan dan 20 tahun
untuk laki laki1, namun menurut undang-undang perkawinan yang berlaku batas usia dewasa
seorang anak ialah 16 tahun untuk perempuan 19 tahun untuk laki-laki, jika seorang anak
belum mencapai usia yang d tentukan untuk menikah maka harus memperoleh izin dari orang
tua wali yang di wujudkan dalam bentuk surat izin sebagai salah satu syarat untuk
melangsungkan pernikahan bahkan bagi calon yang usia nya masih di bawar umur 16 tahun
harus memperoleh dispensasi dari pengadilan2, adanya ketentuan ini jelas menimbulkan pro
dan kontra di kalangan masyrakat karena dalam alquran dan hadist tidak di berikan ketetapan
yang jelas dan tegas tentang batas minimal usia seseorang untuk melangsungkan pernikhan
,kedua hukum tersebut hanya menyebutkan setelah mencapai akil baligh, secara syariat
menghendaki orang yang hendak menikah adalah orang yang sudah siap mental, fisik,
dewasa dan paham arti sebuah pernikahan yang merupakan bagian dari ibadah3.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di desa kadur kecamatan kadur pamekasan. Penelitian ini
menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan studi etnografi komunikasi.
Metode etnografi komunikasi ini bermaksud untuk menggambarkan, menganalisa, dan
menjelaskan perilaku komunikasi dari suatu kelompok sosial yang akhirnya membentuk
sebuah budaya. Dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan peneliti menggunakan teknik
observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi yang kemudian dianalisa menggunakan
teori Creswell yaitu dengan cara deskripsi, analisis, dan interpretasi. Kemudian untuk
memeriksa keabsahan data yang sudah dianalisis menggunakan teknik triangulasi data.
Fokus penelitian dalam pandangan penelitian kualitatif bersifat holistik (menyeluruh, tidak
1
Abu al-ghifar, badai rumah tangga.(bandung:mujahid press,2003), hlm,132
2
Zuhdi muhdlor, memahami hukum perkawinan,(bandung:al-bayani,1995),hlm18-19
3
Husein Muhammad ,ijtihad kyai husein upaya membangun keadilan gender ,(Jakarta:rahima,2001)hlm, 223
dapat dipisah-pisahkan), sehingga penelitian kualitatif tidak akan menetapkan penelitiannya
hanya berdasarkan variabel penelitian, tetapi keseluruhan situasi sosial yang diteliti yang
meliputi aspek tempat, pelaku, dan aktivitas yang berinteraksi secara sinergis
Bagi masyarakat Madura pekerjaan atau kemampuan ekonomi calon suami bukan
menjadi syarat dominan untuk di laksnakannya pernikahan. Diyakini bahwa rizki manusia
sudah di atur oleh gusti allah adapun pepatah orang Madura bilang dunnyah bisa esareh(harta
bisa di cari) rajekkeh la pakoccakna pangeran manossah lok kerah mateh margenah tak
ngakan (rizki tuhan yang mengatur manusia tidak akan mati hanya karena tidak makan) yang
penting nikah dulu, baru mencari makan untuk isteri dan anak
4
Erna fatmawati, pernikhan dini pada komunitas muslim madura di kabupaten jember, hlm 79-81
orang tua akan segera menikahkan anaknya jika sudah menginjak besar, hal ini merupakan
hal yang sudah biasa atau turun-temurun. Sebuah keluarga yang mempunyai anak gadis tidak
akan merasa tenang sebelum anak gadisnya menikah. Orang tua akan merasa takut apabila
anaknya jadi perawan tua dan takut apabila anaknya akan melakukan ha-hal yang tidak di
inginkan yang akan mencemari nama baik keluarganya. Masyarakat desa kadur pada
umumnya tidak menganggap penting masalah usia anak yang dinikahkan, karena mereka
berpikir tidak akan mempengaruhi terhadap kehidupan rumah tangga mereka nantinya. Umur
seseorang tidaklah suatu jaminan untuk mencapai suatu kebahagiaan, yang penting anak itu
sudah aqil (baligh), aqil (baligh) bagi masyarakat desa kadur ditandai dengan haid bagi
perempuan berapapun umurnya, sedangkan bagi laki-laki apabila suaranya sudah berubah
dan sudah mimpi basah. Jika orang tua sudah melihat tanda-tanda tersebut pada anaknya,
maka orang tua segera mencari jodoh untuk anaknya, terutama orang tua anak gadis. Karena
itu, banyak orang tua perempuan tidak bisa menolak lamaran seseorang yang datang untuk
meminang anaknya meskipun anak tersebut masih kecil. Bahkan kebanyakan masyarakat
desa kadur, anak-anak yang masih berusia muda sudah bertunangan/ditunangkan. Dalam
kasus perjodohan, orang tua berperan lebih aktif, sehingga memberi kesan bahwa mencarikan
jodoh bagi anaknya adalah merupakan tugas, tanggung jawab sekaligus hak yang sangat
penting baginya. Perjodohan tersebut tidak selalu berjalan dengan baik. Banyak di antara
anak-anak yang telah dijodohkan tersebut akhirnya menolak dan memberontak. Bahkan di
antara mereka ada yang lari, untuk menentukan sikap dan pilihannya sendiri yang
dianggapnya lebih baik. Kendati begitu, dengan berbagai cara orang tua berupaya
mempertahankan ikatan pertunangan yang sudah bertahun-tahun dibina untuk untuk sampai
ke pernikahan. Bahkan keinginan orang tua yang sangat kuat untuk mempertahankan ikatan
pertunangan itu, terkadang ia mengambil jalan menyumpahi anak dan mengklaim anaknya
sebagai anak durhaka dan tidak berbakti kepada orang tua. Oleh karena itu, tekadang anak
dengan terpaksa menerima perjodohan, sehingga ia harus putus sekolah karena harus segera
dikawinkan5.
5
Berdasarkan pengetahuan penulis dalam metode wawancara tokoh masyrakat di desa kadur kecamatan
kadur kabupaten pamekasan, wawancara dengan bapak shidiq(penyebab terjadinya pernikan dini), pamekasan
17 desember 2019
KESIMPULAN
Budaya pernikahan usia muda di desa kadur merupakan sebuah budaya yang sudah
menjadi hukum adat dan tetap dilestarikan hingga saat ini yang dilaksanakan dengan
beberapa macam cara, yaitu: perjodohan, praktik jampi-jampi (guna-guna), dan manipulasi
umur pernikahan. Disamping pernikahan dini yang masih dilestarikan, perempuan di desa
kadur masih dinilai sebagai mahluk kedua setelah laki-laki, sehingga peran perempuan
dalam hal pendidikan, pekerjaan, dan dalam tatanan sosial masyarakat masih tidak terlalu
dihiraukan. Dalam rumah tangga pun seorang perempuan juga tidak memiliki kebebasan
dalam melakukan semua hal, perempuan hanya ditugaskan untuk menjaga martabat keluarga,
memelihara rumah, dan melayani suami dengan baik. Disisi lain perempuan di desa kadur
memiliki beban kerja yang lebih banyak, selain semua urusan rumah tangga dilimpahkan
pada perempuan, perempuan juga bekerja untuk membantu suami mendapatkan rizki
meskipun pekerjaannya tersebut dilakukan di rumah. Perempuan harus selalu dalam
pengawasan suami, sehingga kondisi yang demikian membuat perempuan di desa kadur
merasa tidak memiliki kebebasan dalam hal apapun.
DAFTAR PUSTAKA
Erna fatmawati, pernikahan dini pada komunitas muslim madura di kabupaten jember, hlm
79
Berdasarkan pengetahuan penulis dalam metode wawancara tokoh masyrakat di desa kadur
kecamatan kadur kabupaten pamekasan, wawancara dengan bapak shidiq(penyebab
terjadinya pernikan dini), pamekasan 17 desember 2019-81