Anda di halaman 1dari 18

PENENTUAN BILANGAN KOORDINASI KOMPLEKS TEMBAGA II

A. LATAR BELAKANG
1. TINJAUAN UMUM
Senyawa kompleks adalah senyawa yang tersusun atas satu atom pusat biasanya
logam, atau kelompik seperti VO, VO2, dan TiO yang dikelilingi oleh sejumlah anion atau
molekul netral. Anion atau molekul netral yang mengelilingi atom pusat atau kelompok atom
itu disebut dengan ligan. Ikatan yang terjadi antara ligan dan atom pusat adalah ikatan kovalen
koordinasi, sehingga senyawa kompleks disebut juga senyawa koordinasi. Jumlah ligan yang
mengelilingi atom pusat menyatakan bilangan koordinasi (Ramlahwati, 2015: 1).
Senyawa ion logam yang berkoordinasi dengan suatu ligan disebut dengan senyawa
kompleks. Sebagian besar dari ligan adalah zat netral atau anionik tetapi kation, seperti
kation tropilium juga dikenal. Ligan netral, seperti amonia, NH3, atau karbon monoksida,
CO, dalam keadaan yang bebas pun merupakan suatu molekul yang stabil, semenatara ligan
anionik, seperti Cl- atau C5H5-, distabilkan hanya jika dikoordinasikan ke atom logam pusat.
Jumlah atom diikat pada atom pusat disebut dengan bilangan koordinasi (Saito, 2008: 117).
Garam kompleks berbeda dengan garam rangkap. Garam rangkap dibentuk apabila
dua garam mengkristal bersama-sama dalam perbandingan molekul tertentu. Garam-garam itu
memiliki struktur sendiri dan tidak harus sama dengan struktur garam komponennya. Dua
contoh garam rangkap yang biasa dijumpai adalah garam alumina, KAl(SO4)2.12H2O dan
ferro ammonium sulfat, Fe(NH4)2(SO4).6H2O. Garam rangkap dalam larutan akan terionisasi
menjadi ion-ion komponennya (biasanya terhidrat). Dalam percobaan ini akan dipelajari
pembuatan garam kompleks tetraamintembaga(II) sulfat monohidrat dan garam rangkap kupri
ammonium sulfat dari garam kupri sulfat dan ammonium sulfat dan mempelajari sifat-sifatnya
(Tim Dosen Kimia, 2019: 22).
Logam transisi memiliki kecenderungan membentuk ion kompleks. Contohnya larutan
kobalt(II)klorida berwarna merah muda karena kehadiran ion (Co(H2O)62+. Bila ditambahkan
HCl, larutan berubah menjadi biru akibat pembentukan ion kompleks CoCl42-,
tembaga(II)sulfat (CuSO4) larut dalam air menghasilkan larutan berwarna biru. Ion
tembaga(II)terhidrasi yang menyebabkan warna ini tidak berwarna. Penambahan beberapa
tetes larutan amonia pekat pada larutan CuSO4 menyebabkan terbentuknya endapan biru
muda, yaitu tembaga(II)hidroksida:
Cu2+(aq) + 2OH-(aq)  Cu(OH)2(s)
Dimana ion OH--nya dipasok oleh larutan amonia. Jika diberikan NH3 berlebih, endapan biru
melarut kembali menghasilkan larutan biru tua yang cantik, yang kali ini akibat pembentukan
ion kompleks Cu(NH3)42+ . Jadi, pembentukan ion kompleks Cu(NH3)42+ meningkatkan
kelarutan Cu(OH)2(s).
Cu(OH)2(s) + 4NH3(aq) Cu(NH3)42+ + 2OH-(aq)
(Chang, 2005:152-153).
Senyawa molekular yang mengandung logam transisi blok d dan ligan disebut
senyawa koordinasi. Bilangan koordinasi ditentukan oleh ukuran atom logam pusat, jumlah
elektron d, efek sterik ligan. Dikenal kompleks dengan bilangan koordinasi antara 2 dan 9.
Khususnya kompleks pada bilangan koordinasi 4 sampai 6 adalah yang paling stabil secara
elektronik dan secara geometri dan kompleks dengan bilangan koordinasi 4-6 yang paling
banyak dijumpai (Saito, 1996: 118-119).
Menurut Chang (2005: 236), ciri logam transisi adalah memiliki sub kulit d yang
tidak terisi penuh atau mudah menghasilkan ion-ion dengan sub kulit d yang yang tidak terisi
penuh. Ciri ini menyebabkan beberapa sifat khas dari logam transisi yaitu meliputi warna
yang unik, pembentukan senyawa paramagnetik, aktivitas katalitik, memiliki bilangan
oksidasi yang beragam dan terutama kecenderungan besar untuk membentuk ion kompleks.
Ada tiga kelompok pada unsur-unsur transisi d yaitu transisi pertama dikulit 3d, transisi
kedua 4d dan transisi ketiga 5d. Kelompok transisi pertama 3d meliputi unsur-unsur Sc
sampai pada Zn. Akan tetapi logam zink tidak termasuk unsur transisi seri 3d sebab baik atom
Zn maupun senyawanya yang dikenal tidak ditentukan oleh karakter peran elektron 3d10,
karena orbital ini telah penuh berisi elektron. Jadi unsur-unsur transisi didefinisikan sebagai
unsur-unsur baik dalam atom netralnya dan atau atom dalam senyawanya mengandung
konfigurasi elektronik belum penuh pada orbital d, karena inilah yang berperan khas bagi
sifat-sifat unsur transisi (Sugiyarto, 2003: 168-169).
Menurut Ramlawati (2015: 8) ditinjau dari teori asam basa ligan dalam senyawa
koordinasi dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Ligan monodentat
Ligan yang hanya mampu memberikan satu pasang elektron kepada satu ion logam pusat
dalam senyawa koordinasi disebut ligan monodentat. Misalnya semua ion halida, amonia, air
dan PR3.
2. Ligan bidentat
Ligan yang mempunyai dua atom donor sehingga mampu memberikan dua pasang elektron
disebut ligan bidentat. Hasil pembentukan bilangan koordinasi ligan bidentat menghasilkan
struktur cincin dengan ion logamnya.
3. Ligan polidentat
Ligan polidentat meliputi ligan-ligan yang memiliki lebih dari dua atom donor. Ligan
ini dapat disebut tri, tetra, penta atau heksa dentat, bergantung pada jumlah atom donor yang
ada.
Salah satu bilangan koordinasi yang sangat penting dan memberikan dua geometri
yang utama, tetrahedal dan bujur sangkar. Kompleks tetrahedral paling dikenal, dibentuk
secara eksklusif oleh kation nontransisi seperti halnya logam transisi dibandingkan dengan
sebelah kanan blok d. Contoh bagi kompleks tetrahedral adalah Li(H2O)4+, BeF42-, BF4-,
AlCl4-, FeCl4-, CoBr42-, ReO4- dan banyak lagi yang lain. Kation yang secara khusus dikenal
bagi Cu2+, Ni2+, Pd2+, Pt2+, Au3+, Rh+, dan Ir+. Kation yang secara khas membentuk kompleks
bujur sangkar adalah yang mempunyai delapan elektron d. Kedelapan elektronnya ini
membentuk pasangan empat elektron, yang mengisi semua orbital d kecuali dx2,y2orbital ini
bernama orbital s, px, dan py membentuk set hibrida dsp2 yang mengarah kesudut-sudut
bujursangkar (Cotton, 1989: 146-147).
2. TINJAUAN HASIL
Menurut Ediati (2016: 27, 29) Kristal Cu-BTC yang diperoleh berupa serbuk padatan
bertekstur halus berwarna biru muda. Kristal Cu-BTC memiliki rumus molekul [Cu2
(BTC)2(H2O)3].xH2O, keberadaan H2O inilah yang mempengaruhi adanya kecerahan kristal
Cu-BTC, semakin sedikit volume H2O yang digunakan pada warna kristal menjadi lebih biru
muda dan strukturnya menjadi lebih halus. H2O merupakan pelarut yang memiliki sifat yang
polar protik yang dapat dengan mudah membentuk koordinasi dengan ion Cu2+ dan
membentuk ligan. Selain itu H2O akan menggantikan koordinasi DMF dengan kompleks Cu-
BTC.
Adanya pergeseran panjang gelombang yang melebar dalam senyawa kompleks Ni2+
menunjukkan bahwa telah terbentuk senyawa kompleks nikel(II) yang baru dimana ligan
H2O digantikan oleh ligan 1,10-fenantrolin yang merupakan ligan lebih kuat dari H2O
sehingga memungkinkan terjadinya pembentukan khelat nikel(II) yang bersifat stabil.
Senyawa kompleks Ni(II) telah berhasil disintesis dengan formula [Ni(phen)3] (CF3SO3)2.
5H2O yang dalam pelarut akuades terion dengan perbandingan muatan kation/anion 2 : 1 dan
mempunyai daya hantar ekivalen sebesar 130,28 Scm2mol-1 yang sebanding dengan daya
hantar dari larutan pembanding CaCl2 dan Ni(NO3)2 (Sitanggang, 2018: 228-229).
Terjadinya delokalisasi elektron ligan yang lebih tinggi ke Ni2+ dan Cu2+ daripada
dalam kasus Zn2+ muatan alami pada N4 adalah -0,4842 dalam ligan bebas tetapi -0,03501 dan
-0,3524Ni2+ dan Cu2+ masing-masing dalam kompleks. Namun meningkat menjadi -0,6791 di
Zn2+ kompleks. Demikian pula, muatan alamiah pada C1, C2, C3, N8, dan C9 yang menurun
dalam kompleks Ni-1 MeIm dan Cu-1MeIm, meningkat dalam Zn2+ analog. Ini mendukung
fakta bahwa meskipun ada de-lokalisasi elektron ikatan-ikatan ligand padaNi2+ dan Cu2+
orbital, namun elektron-elektron ini, bagaimanapun, terlokalisasi pada cincin ligan kompleks
Zn-1 MeIm, membuatnya lebih nukleofilik. Tingkat hunian 3d-orbital dan energi kompleks.
bahwa t2 orbital(dxy, dxz, dandxy) dari Ni-1MeIm memiliki energi yang lebih tinggi (-0,611
eV), orbital dalam bidang tetrahedral (Tetteh, 2018: 3,5).
Menurut Al-Riyahee (2018: 2933), dalam penelitiannya UV-Vis dari kompleks logam
menunjukkan variasi transisi elektronik di wilayah UV ke (213-286) dan (290-330 nm)
berdasarkan koordinasi yang sesuai dengan π → π* dan n→ π*. Hal ini disebabkan oleh
koordinasi ion Cobalt (II), Copper (II) dan Nikel (II) dengan ligan A, D, E melalui gugus
azomethine dan karbonil. Pita transfer biaya tunggal (LMCT) baru ditetapkan dalam
kompleks Tembaga (II) dan Nikel (II) pada (426-475 nm). Selanjutnya, setelah kompleksasi
puncak baru (Dua puncak dari Cobalt (II) kompleks, puncak tunggal Tembaga (II) kompleks
dan tiga band untuk Ni (II) kompleks) muncul di daerah UV-Visible. UV-Vis kompleks
Cobalt (II), ACo, DCo dan ECo menunjukkan dua puncak (915-933 nm), (474-488 nm) yang
ditugaskan untuk 4T1g(F)→4T2g(F) dan 4T1g(F)→4T2g(P) transisi masing-masing. Puncak baru
dikaitkan dengan kompleks Cobalt (II) oktahedral putaran tinggi. Sedangkan menurut Dong,
(2016: 192), atom CuII adalah atom empat koordinat, memiliki N2O2 koordinasi bola, dan
memiliki pengaturan persegi-planar yang sedikit terdistorsi yang terdistorsi secara tetrahedral
sebesar 29,84 (20) ° (ditentukan oleh sudut antara dua set pesawat N-Cu-O). Distorsi serupa
juga diamati untuk [Cu (3-MeOSalamo)]][16] [41,05 (17) °] dan analog tetramethylene [Cu
(salbn)][36] (42,8 °), meskipun analog yang lebih pendek [Cu (saltn)][37,38] (20,1 °) dan [Cu (4-
HOSalamo)]·2H2O[39] [16,6 (8) °] menunjukkan lebih sedikit distorsi . Jarak ikatan Cu-N dan Cu-
O berada dalam kisaran yang diamati untuk sistem yang sama.
B. TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan bilangan koordinasi kompleks dengan bahan CuCl2.2H2O
C. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
a. Gelas kimia 100 mL 2 buah
b. Gelas kimia 250 mL 4 buah
c. Gelas ukur 50 mL 1 buah
d. Buret 50 mL 2 buah
e. Pipet volume 10 mL 1 buah
f. Erlenmeyer 100 mL 6 buah
g. Labu takar 100 mL 2 buah
h. Termometer 110o C 1 buah
i. Neraca analitik 1 buah
j. Pipet tetes 2 buah
k. Corong biasa 1 buah
l. Ball pipet 1 buah
m. Spatula 2 buah
n. Batang pengaduk 2 buah
o. Statif dan klem 2 set
p. Botol semprot 1 buah
q. Lap halus 1 buah
r. Lap kasar 1 buah
2. Bahan
a. Kristal Tembaga Klorida Dihidrat (CuCl2. 2 H2O)
b. Aquades (H2O)
c. Kristal Natrium Tetraborat Dekahidrat (NaB4O7. 10 H2O)
d. Lartan Asam Klorida (HCl)
e. Indikator Phenoftalein (PP)
f. Metil oranye (MO)
g. Alkohol 96%
h. Tissue
D. PROSEDUR KERJA
1. Penentuan bilangan koordinasi kompleks dengan bahan CuCl2.2H2O
a. Pembuatan larutan CuCl2 0,5 M dan NH3 8,5 M
b. Standarisasi larutan NH3

melarutkan dengan
1,87 g kristal
aquades
Na2B4O7.10H2O

0
1
0
2
0
3
0
4
0
5 larutan HCl
0

larutan Na2B4O7
0.05N
10 ml Na2B4O7 10 ml Na2B4O7

0
1
0
2
0
3
0 titrasi dilakukan
4
0 sampai warnanya
5
0 berubah sebanyak 3
kali

2 tetes 10 mL
indikator metil NH3
jingga
larutan dititrasi 0
1
0
2
0
3
0
4
0
5
titrasi dilakukan
0
sampai warnanya
berubah sebanyak 3
kali

2 tetes
indikator PP
larutan dititrasi kemudian bilas
dengan air
2. Penentuan bilangan koordinasi kompleks Cu(NH3)2+ dengan metode titrimometri

1 1
0 0

larutan NH3
yang telah
distandarisasi

10 ml CuCl2

dilakukan penambahan NH3


secara bervariasisesuai
dengan perbandingan mol
antara NH3 dengan CuCl2

pada setiap
buat kurva penambahan di
amati suhu dan
waktunya

E. HASIL PENGAMATAN
1. Penentuan bilangan koordinasi kompleks dengan bahan
No. Aktivitas Hasil pengamatan
a. Pembuatan larutan CuCl2 0,5 M & NH3
1. 5,96 gr CuCl2.2H2O (biru) + 70 mL Larutan biru 70 mL
etanol 96% (bening)
2. 25 mL NH4OH 17 M + 25 mL etanol Larutan tidak berwarna 50 mL
96%
b. Standarisasi larutan NH3
1. 1,870 gr Na7B4O7.10H2O (putih) + Larutan tidak berwarna 100 mL
aquades (H2O) 100 mL

2. 10 mL Na7B4O7 + 2 tetes metil jingga + Larutan berwarna orange


titrasi dengan HCl Larutan berwarna merah muda
Titrasi I Volume: 1,0 mL
Titrasi II Volume: 1,2 mL
Titrasi III Volume: 1,1 mL
3. 10 mL NH3 + 2 tetes indikator PP + Larutan berwarna ungu
titrasi dengan HCl Larutan tidak berwarna
Titrasi I Volume: 47,8 mL
Titrasi II Volume: 48,3 mL
Titrasi III Volume: 41,5 mL

2. Penentuan bilangan koordinasi kompleks Cu(NH3)2+ dengan metode Titrimometri


No. Aktivitas Hasil pengamatan
1. 10 mL CuCl dititrasi dengan NH3
Titrasi I Larutan berwarna hijau (31℃)
Titrasi II Larutan berwarna hijau toska (32℃)
Titrasi III Larutan berwarna biru (33℃)
Titrasi IV Larutan berwarna biru prusi (34℃)
Titrasi V Larutan berwarna biru prusi (34℃)
Titrasi VI Larutan berwarna biru prusi (34℃)

F. ANALISIS DATA
1. Penentuan konsentrasi CuCl2
Dik: V CuCl2 = 70 mL = 0,07 L
Mr CuCl2. 2H2O = 170,5 gram/mol
mCuCl2. 2H2O = 5.96 gram
Dit: M CuCl2. 2H2O = .....?
Peny:
𝑔𝑟𝑎𝑚 1000
M CuCl2. 2H2O = x
𝑀𝑟 𝑉
5,96 𝑔𝑟 1000
= 170,5 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙 x 70 𝑚𝐿

= 0,499 M
= 0,5 M
2. Penentuan konsentrasi Na2B4O7
Diketahui : Mr Na2B4O7. 10 H2O = 382 gram/mol
V Na2B4O7. 10 H2O = 100 ml ~ 0,1 L
m Na2B4O7. 10 H2O = 1,87 gram
Ditanyakan: N Na2B4O7. 10 H2O .....?
Penyelesaian:
𝑔𝑟𝑎𝑚 1000
M Na2B4O7. 10 H2O = x
𝑀𝑟 𝑉
1,87 𝑔𝑟 1000
= 382 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙 x 100 𝑚𝐿

= 0,0489 M
N Na2B4O7. 10 H2O = (M × valensi) Na2B4O7
= 0,0489 M ×2
= 0,0978 N
3. Penentuan Konsentrasi HCl
Diketahui : V1 = 1,0 mL
V2 = 1,2 mL
V3 = 1,1 mL
Ditanyakan: N HCl...... ?
Penyelesaian:
V1 +V2 +V3
̅=
V 3
(1,0+1,2 +1,1)mL
= 3

=1,1 mL
(N × V) Na2B4O7. 10 H2O
(N× V) HCl = V HCl

0,0978 N ×10 ml
N HCl = 1,1 ml

= 0,889 N
4. Penentuan Normalitas NH3
Diketahui: V1 HCl = 47,8 mL
V2 HCl = 48,3 mL
V3 HCl = 41,5 mL
N HCl = 0,889 N
V NH3 = 10 mL
Ditanyakan: N NH3.....?
Penyelesaian:
V1 +V2 +V3
̅=
V 3
(47,8+48,3 +41,5)mL
= 3

=45,8 mL
(N × V)HCl
(N × V)NH3 = V NH3

0,889 N ×45,8 mL
= 10 ml

= 4,071 N ≈ 4,071 M
5. Penentuan volume CuCl2 dan NH3
n CuCl2 ~ n NH3
n CuCl2 = M × V
= 0,5 M × 10 mL
= 5 mmol
M CuCl2 ~ N NH3
n
V NH3 = M
n
V NH3 = N
5 mmol
V NH3 =4,071 N

V NH3 = 1,22 mL
= 1 mL
Jadi, perbandingan volume CuCl2 : volume NH3 yaitu:
1:1= 10 mL : 2 mL = T= 31°C
1:2= 10 mL : 4 mL = T= 32°C
1:3= 10 mL : 6 mL = T= 33°C
1:4= 10 mL : 8 mL = T= 34°C
1:5= 10 mL : 10 mL = T= 34°C
1:6= 10 mL : 12 mL = T= 34°C
Grafik Hubungan Komposisi Cu2+ dan NH3 dengan Suhu
34.5
34
33.5
33
Suhu (0C)

32.5
32
31.5
31
30.5
30
29.5
0 2 4 6 8 10 12 14
Komposisi NH3 (mL)

G. PEMBAHASAN
Senyawa koordinasi adalah senyawa yang mengandung satu atau lebih ion kompleks
dengan sejumlah kecil molekul atau ion di seputar atom atau ion logam pusat, biasanya dari
keluarga logam transisi. Geometri dari senyawa koordinasi umumnya linear, tetrahedral, segi-
empat planar, dan oktahedral. Teori medan kristal menjelaskan ikatan dalam ion kompleks dai
segi gaya elektrostatik. Datangnya ligan ke logam mengakibatkan energi terbelah dalam lima
orbital d. seberapa jauh ini terjadi, disebut pembelahan medan-kristal, bergantung pada sifat
ligan. Teori medan kristal berhasil menjelaskan warna dan sifat magnetik dari banyak ion
kompleks (Chang,2004: 235). Donasi pasangan elektron ligan kepada ion logam pusat
menghasilkan ikatan kovalen koordinasi sehingga senyawa kompleks juga disebut senyawa
koordinasi. Banyaknya ikatan koordinasi dalam senyawa kompleks, antara ion pusat dengan
ligan disebut bilangan koordinasi. Bilangan koordinasi dan struktur senyawa kompleks
beragam mulai dari bilangan koordinasi dua sampai dua belas dengan stuktur linear,
tetrahedral, segi empat planar, trigonal bipirimidal, dan oktahedral. Umumnya senyawa
kompleks memiliki bilangan koordinasi dari ion kompleks Cu[NH3]2+.
Penentuan bilangan koordinasi kompleks tembaga (II) dilakukan dengan bahan dasar
CuCl2.2H2O yang merupakan kristal berhidrat atau dapat mengikat air, sehingga jika
dilarutkan dengan pelarut air akan menyebabkan kristal Cu2+ lebih banyak dilingkupi oleh air
yaitu terjadi proses solvasi yang merupakan pengurangan partikel zat terlarut oleh partikel
pelarut. Proses solvasi akan mengakibatkan terbentuknya senyawa kompleks Cu (II) yang
akan berlangsung lambat untuk menghindari hal ini, maka CuCl2.2H2O dilarutkan dengan
pelarut yang dapat mengikat hidrat, dipercobaan digunakan etanol 96%.

Larutan CuCl2 ditambah etanol


Penggunaan etanol bertujuan untuk mengikat molekul air pada kristal CuCl2.2H2O
sehingga pembentukan senyawa Cu(II) akan lebih cepat dan lebih mudah. Penggunaan kristal
CuCl2.2H2O sebagai senyawa penyedia atom pusat Cu (II) pada pembentukan Cu[NH3]2+
kemudian larutan NH3 dibuat dengan mengencerkan larutan NH4OH dengan etanol 96%.
Penggunaan alkohol berfungsi untuk mengikat molekul air pada larutan NH4OH. Adapun
reaksinya :
CuCl2.H2O(s) + C2H5OH CuCl2(aq) + H2O(aq)
(Tembaga klorida dihidrat) (etanol) (Tembaga klorida) (air)
NH4OH(aq) + C2H5OH NH3 + H2O
(ammonium hidroksida) (etanol) (ammonia) (air)
Larutan NH3 yang telah dibuat kemudian distandarisasi terlebih dahulu, proses
standarisasi merupakan proses penentuan konsentrasi larutan yang sebenarnya secara tepat.
Proses standarisasi menggunakan larutan HCl yang akan distandarisasi dengan menggunakan
Na2B4O7.10H2O larutan baku primer yang konsentrasinya diketahui secara pasti. Penggunaan
HCl sebagai larutan peniter karena HCl merupakan larutan baku sekunder yang
konsentrasinya diketahui secara titrasi dengan Na2B4O7.10H2O. Sebab konsentrasinya dapat
berubah dalam penyimpanan saat standarisasi HCl titran ditambahkan dengan indikator metil
jingga yang bertujuan untuk menentukan titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan
warna dari jingga menjadi berwarna merah muda penggunaan indikator yang digunakan pada
percobaan ini dikarenakan larutan yang distandarisasi bersifat basa maka diperlukan indikator
yang bersifat asam.
Ditambah indikator metil jingga titrasi dengan HCl
Dari hasil analisis data diperoleh konsentrasi HCl yaitu 0,889 N. Karena HCl
merupakan larutan standar sekunder yang tidak stabil dalam penyimpanan yang mana
semakin lama konsentrasinya semakin menurun.

Ditambah indikator PP dan dititrasi dengan HCl


Standarisasi dengan menggunakan larutan NH3 yang kemudian ditambahkan
phenolphthalein (PP) diperoleh larutan berwarna ungu penggunaan indikator PP pada larutan
yang distandarisasi dalam keadaan asam sehingga digunakan indikator yang bersifat basa.
Larutan yang telah ditambahkan dengan indikator PP selanjutnya dititrasi dengan larutan HCl
dalam buret hingga diperoleh larutan tak berwarna, dengan analisis data diperoleh konsentrasi
NH3 yaitu 4,071 N ≈ 4,071 M. Hal ini dikarenakan NH3 merupakan standar sekunder yang
tidak stabil dalam penyimpanan yang mana semakin lama konsentrasinya semakin berkurang.
Adapun reaksi yang terjadi :
Na2B4O7.10H2O + 2 HCl 2 NaCl + 4 H3BO3 + 5 H2O
(Natrium tetraborat dekahidrat) (asam klorida) (Natrium klorida) (asam borat) (air)
NH3 + HCl NH4Cl
(ammonia) (asam klorida) (ammonium klorida)
Penentuan bilangan koordinasi kompleks [Cu(NH3)4]2+ dilakukan dengan metode
titrimometri yaitu suatu metode titrasi dimana digunakan perubahan suhu untuk menentukan
titik akhir dari suatu reaksi volumetri. Pada percobaan ini, NH3 yang telah distandarisasi
dimasukkan ke dalam buret.
Hasil titrasi CuCl2 dengan NH3
Pada percobaan ini dilakukan dengan cara menambahkan larutan NH3 yang berada
dalam buret dengan larutan CuCl2 yang telah dibuat pada percobaan yang pertama.
Penambahan NH3 disesuaikan dengan perbandingan mol Cu2+ dan mol NH3. Dalam hal ini,
NH3 merupakan ligan netral yang terjadi akibat NH3 merupakan basa lewis yang cuku kuat
dari H2O (basa lewis dari suatu asam lewis) sehingga molekul air (H2O) dapat digunakan
untuk menggantikan molekul NH3. Ligan merupakan ion atau molekul netral yang memiliki
atom-atom donor dapat membentuk ikatan kovalen koordinasi dengan atom pusat (Effendy,
2013). Menurut persamaan reaksi :
[Cu(H2O)4]2+(aq) + 4 NH3(aq) [Cu(NH3)4]2+(aq) + 4H2O
(Tetraaquo tembaga (II)) (ammonia) (Tetraamin tembaga (II)) (air)
Penambahan larutan NH3 dilakukan sesuai dengan hasil analisis data dari
perbandingan 1:1 = 10: 2 mL sampai 1:6 = 10:12 mL yang disertai dengan pengamatan suhu.
Pada penambahan NH3 untuk masing-masing perbandingan yaitu 1:1, 1:2, 1:3, 1:4, 1:5, dan
1:6 doperoleh suhu (T) yaitu 310C, 320C, 330C, 340C, 340C dan 340C. Pada perbandingan 1:1,
1:2, dan 1:3 terjadi kenaikan suhu. Hal ini telah sesuai dengan teori pada penambahan NH3
seharusnya terjadi kenaikan suhu dikarenakan rendahnya kelarutan CuCl2, dimana CuCl2
meningkat kelarutannya dengan penambahan NH3 Peningkatan CuCl2 ditandai dengan
penaikan suhu. Menurut john teller Cu2+ hanya akan stabil mengikat molekul NH3 sebanyak 4
molekul NH3 sedangkan untuk mengikat mengikat NH3 sebanyak 5 dan 6 akan membuat Cu2+
menjadi kurang stabil. Pengaruh NH3 terhadap kelarutan adalah semakin banyak NH3 yang
disebabkan karena Cu2+ memiliki orbital yang telah penuh, sehingga tidak dapat bereaksi
dengan senyawa lain, karena telah mengalami kestabilan. Adapun hibridisasi [Cu(NH3)4]2+
yaitu:
27Cu = [Ar] 3d10 4s1 4p0 Keadaan dasar

Cu2+ = [Ar] 3d9 4s0 4p0

Cu2+ = [Ar] 3d9 4s0 4p0 Keadaan tereksitasi

Cu2+ = [Ar]
(dalam [Cu(NH3)4]2+)

4 Ligan NH3

dsp2 (bujursangkar)
Berdasarkan hibridisasi tersebut maka struktur [Cu(NH3)]2+ adalah berbentuk bujur sangkar
(dsp2) sesuai dengan aturan aufbau bahwa perpindahan elektron terjadi dari sub kulit terendah
akan menuju sub kulit tertinggi ialah satu elekron pada kulit 3d tereksitasi menuju ke kulit 4p
pada orbital p ruang ketiga karena atom Cu2+ akan berikatan dengan 4 ligan NH3 yang
memiliki 4 pasang elektron sehingga satu ruang pada orbital 3d, satu pada 4s dan dua pada
orbital 4p yang berdekatan dikosongkan, kemudian diisi oleh 4 pasang elektron bebas NH3.
Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa tembaga (Cu2+) dalam [Cu(NH3)]2+
memiliki bilangan koordinasi sebanyak 4. Adapun tereksitasi ke kulit p dikarenakan urutan
dari spdf dimana kulit p dekat dengan d daripada kulit s.
Adapun strukturnya:
H3N NH3

Cu2+

H3N NH3
dsp2 (bujursangkar) Tetraaminatembaga(II)
Adapun persamaan reaksi keseluruhan dan senyawa koordinasi:
Cu2+ + NH3 [Cu(NH3)]2+
[Cu(NH3)]2+ + NH3 [Cu(NH3)2]2+
[Cu(NH3)2]2+ + NH3 [Cu(NH3)3]2+
[Cu(NH3)3]2+ + NH3 [Cu(NH3)4]2+
[Cu(NH3)4]2+ + NH3 [Cu(NH3)5]2+
[Cu(NH3)5]2+ + NH3 [Cu(NH3)6]2+
H. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulakan bahwa bilangan koordinasi Cu (II)
adalah 4 dengan bentuk bujur sangkar (dsp2) yang artinya Cu (II) hanya dapat 4 pasang
elektron dalam pembentukan kompleksnya.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Riyahee. ALI A. A. Hanaa H. HADADD And Baydaa H. Jaaz. 2018. Novel Nickel(II),
Copper(II) and Cobalt(II) complexes of Schiff bases A, D and E: Preparation,
Identification, Analytical and Electrochemical Survey. Oriental Journal Of
Chemistry. Vol. 34, No.(6): Page. 2927-2941.

Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Cotton. F. Albert. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta: Universitas Indonesia.

Dong, Wen-Kui, dkk. 2016. Construction of Mononuclear Copper(II) and Trinuclear


Cobalt(II) Complexes Based on Asymmetric Salamo-Type Ligands. Journal of
Inorganic and General Chemistry. Vol (2). Page. 189–196.

Ediati, Ratna. Mery Kahardina dan Djoko Hartanto. 2016. Pengaruh Perbandingan Pelarut
Etanol dan Dimetilformamida pada Sintesis Metal Organik Framework HKUST. Akta
Kimindo. Vol. 1(1). Hal. 25-33.

Ramlahwati,. 2001 Kimia Anorganik Fisik. Makassar: Jurusan Kimia FMIPA Universitas
Negeri Makassar.

Saito, Taro. 1996. Kimia Anorganik. Tokyo: Iwanami Shoten.

Sitanggang, Stefani Butet dan KH Sugijarto. 2018. Sintesis Dan Karakterisasi Senyawa
Kompleks Nikel (Ii) Dengan Ligan 1,10- Fenantrokin Dan Anion
Trifluoromethanasulfonat. Jurnal Kimia Dasar. Vol.7. No. 5.

Sugiyarto, kristian H. 2004. Kimia Anorganik.Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Tetteh, Samuel. 2018. Coordination Behavior of Ni2+, Cu2+, and Zn2+ in Tetrahedral 1-
Methylimidazole Complexes: A DFT/CSD Study. Hindawi Bioinorganic Chemistry and
Applications.

Tim Dosen Kimia Anorganik. 2019. Penuntun Praktikum Kimia Anorganik. Makassar:
Universitas Negeri Makassar.
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum Kimia Anorganik dengan judul “Penentuan Bilangan


Koordinasi Kompleks Tembaga II ”, oleh :
nama : Serli
NIM : 1713041008
kelas : Pendidikan Kimia B
kelompok :V (Lima)
telah diperiksa dan dikoreksi oleh asisten atau koordinator asisten dan dinyatakan diterima.

Makassar, Mei 2019


Asisten,
Koordinator Asisten,

Rizal Dzul Fadly aaa


Sahrul aaa NIM. 1413442006
NIM. 1213442006

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab

Dr. Muhammad Syahrir, S.Pd., M.Si


NIP: 19740907 200501 1 002

Anda mungkin juga menyukai