Anda di halaman 1dari 27

Transparansi dan Kenaikan Harga BBM Pemerintah Harus Dapat Atasi Dampak

Inflasi

Jakarta, Kompas - Pemerintah dituntut untuk menjamin rakyat tidak menanggung beban
inflasi tinggi yang timbul akibat kenaikan harga bahan bakar minyak pada tahun 2005.
Sebelum kenaikan harga BBM saja, meskipun ada komitmen kompensasi, inflasi Januari
sudah melambung tinggi mencapai 1,43 persen, yang terutama dipicu oleh kenaikan
harga elpiji dan beras yang merupakan kebutuhan utama masyarakat.

Jika tidak ada jaminan itu, menurut anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), Rama Pratama, pemerintah sebaiknya menaikkan pendapatan pajak untuk
menekan target defisit Rp 16 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) 2005.

Kecuali itu, ia juga meminta pemerintah menjabarkan strategi untuk mengantisipasi


dampak inflasi yang muncul akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Penjelasan kepada Komisi XI harus dilakukan pemerintah secara transparan.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah menyatakan,


berdasarkan hitungan BI, sensitivitas kenaikan harga BBM terhadap inflasi diketahui
bahwa setiap satu persen kenaikan harga BBM memberikan dampak pada putaran
pertama sebesar 0,02 persen, sementara pada putaran kedua dampaknya berkisar 0,036
persen.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Choiril Maksum mengatakan besarnya dampak
psikologis kenaikan harga BBM jauh lebih besar ketimbang dampak inflasi riil yang
bakal timbul. Jika kenaikan harga BBM 25 persen, inflasi akan bertambah antara 0,37
persen dan 0,5 persen. Sedangkan kalau kenaikan harga BBM sebesar 65 persen, dampak
inflasi yang timbul bertambah antara 1,11 persen dan 1,30 persen. Namun, BPS belum
menghitung inflasi akibat dampak psikologis kenaikan harga BBM.
Sehari sebelumnya, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional Sri Mulyani Indrawati menyatakan, pemerintah
akan menyediakan pelayanan pengobatan kelas tiga di rumah sakit dan sekolah gratis
untuk program wajib belajar sembilan tahun bagi keluarga miskin sebagai kompensasi
kenaikan harga BBM tahun 2005. Angka sementara untuk kompensasi itu senilai Rp 20
triliun.

Transparansi

Menurut Rama, pemerintah selama ini dinilai hanya mengungkapkan adanya pengalihan
subsidi pada produk BBM kepada subsidi langsung kepada orang miskin, tetapi tidak
menjelaskan bagaimana konsep dalam mengatasi efek domino kenaikan harga barang
kebutuhan utama masyarakat yang disebabkan biaya transportasi atau distribusi yang
meningkat.

Rama juga mengatakan, meskipun program kompensasi terkesan sudah membantu rakyat
miskin, hal itu tetap perlu dijabarkan secara mendalam dan transparan. Pengalaman kasus
pemberian beras untuk rakyat miskin (raskin), hanya 15 persen dari program tersebut
yang tepat sasaran.

Rama yang juga anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengatakan, kesiapan
pemerintah dalam memutuskan kenaikan harga BBM harus benar-benar memerhatikan
kepentingan masyarakat. Jika pemerintah tidak siap dalam hal menomorsatukan
kepentingan masyarakat, Rama meminta kenaikan harga BBM sebaiknya ditunda saja.

Pemerintah juga harus menyerahkan program pengalihan subsidi yang siap pakai agar
nilai subsidi tersebut dapat sampai ke tangan orang yang berhak. Pemerintah tidak bisa
menutup mata bahwa program pengalihan subsidi selama ini banyak mengalami
kebocoran atau salah sasaran. Karena itu, pemerintah harus berkonsultasi kepada DPR
apabila ingin menaikkan harga BBM. Alasan dia, bagaimanapun kenaikan harga BBM
akan berdampak luas di tengah masyarakat.
Sudah tepat

Secara terpisah, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef)
Aviliani menilai program yang dipilih pemerintah, yaitu memberikan pendidikan dan
kesehatan gratis untuk keluarga miskin sebagai kompensasi kenaikan harga BBM, sudah
tepat. Alasannya, tingkat pendidikan dan kesehatan di Indonesia masih sangat rendah.

"Dengan adanya program ini, pemerintah harus punya target, misalnya lima tahun ke
depan tidak ada lagi masyarakat yang tidak tamat sekolah lanjutan atas," katanya.

Supaya program itu bisa berjalan baik, menurut dia, pemerintah harus
mengimplementasikan program-program tersebut sebelum benar-benar menaikkan harga
BBM.

"Pemerintah juga harus bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk pelaksanaannya
agar benar-benar menyentuh masyarakat miskin. Pengalokasian dana jangan dipukul rata,
tetapi harus disesuaikan dengan jumlah masyarakat miskin di masing-masing daerah,"
katanya.

Aviliani menambahkan, dana jangan diserahkan langsung kepada tiap-tiap individu.


Untuk pendidikan gratis sebaiknya diserahkan ke sekolah-sekolah.

Rp 2,17 triliun

PT (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (Askes) diperkirakan akan menerima


pembayaran premi sekitar Rp 2,17 triliun per tahun dari program pengobatan gratis untuk
masyarakat miskin sebagai kompensasi kenaikan harga BBM tahun 2005. Pendapatan
premi tersebut akan dikelola PT Askes secara nirlaba dan dibukukan terpisah dari
kegiatan Askes selama ini.
"Kegiatan ini merupakan kegiatan khusus karena bersifat sosial. Kami telah mendapat
izin dari Menneg BUMN untuk menyelenggarakan kegiatan ini," kata Direktur Utama
Askes Orie Andari Sutadji.

Orie menjelaskan, sebenarnya Askes mulai menjalankan kegiatan tersebut sejak 1 Januari
2005. Menurut dia, PT Askes telah menerima data masyarakat miskin dari pemerintah
sebanyak 36.140.700 orang di seluruh pelosok Indonesia.

"Setelah menerima data tersebut, kami konfirmasikan ke daerah mengenai orang-orang


tersebut. Saat ini kami sedang secara bertahap memberikan kartu Askes kepada orang-
orang tersebut. Satu kartu untuk satu orang," katanya.

Menurut Orie, sejak program itu dijalankan, sudah banyak warga miskin yang
memperoleh fasilitas pengobatan gratis. Namun, Orie tidak tahu persis berapa jumlah
orang dan nilai klaimnya.

Orie menjelaskan, besaran premi untuk kegiatan tersebut sebesar Rp 5.000 per orang per
bulan atau Rp 60.000 per tahun. Dengan demikian, total premi yang diterima dari
masyarakat miskin sebanyak 36.140.700 orang mencapai Rp 2,17 triliun.

Dana tersebut, kata Orie, akan dikelola secara nirlaba. Keuntungan yang diperoleh bukan
menjadi milik Askes, tetapi akan dijadikan modal tahun berikutnya atau untuk
pemberdayaan masyarakat miskin.

Ia mengakui, hingga saat ini, pihaknya belum menerima pembayaran premi dari
pemerintah. Karena itu, sejak 1 Januari lalu, pihaknya menalangi klaim yang timbul.
"Dananya kan diambil dari APBN, yang diperkirakan baru cair pada bulan April,"
katanya.

Ketua Umum Dewan Asuransi Indonesia Hotbonar Sinaga menjelaskan, sangat tepat bagi
pemerintah menunjuk Askes untuk menjalankan kegiatan tersebut karena Askes memiliki
jaringan luas dan berpengalaman melayani asuransi kesehatan. "Lagi pula dengan premi
Rp 5.000 per bulan, tidak ada perusahaan asuransi yang mau melakukannya, sebab pasti
rugi," katanya.

Dia menambahkan, kegiatan ini merupakan cikal bakal terbentuknya Sistem Jaminan
Sosial Nasional (Jamsosnas) yang nantinya mewajibkan semua masyarakat ikut serta
dalam asuransi dasar yang meliputi asuransi kesehatan, kematian, kecelakaan, dan
pensiun.

Direktur Utama Jiwasraya Herris B Simanjuntak mengatakan pihaknya juga ditawari


Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah untuk menyelenggarakan
asuransi pendidikan untuk setiap anggota koperasi. "Dananya juga diambil dari
kompensasi kenaikan harga BBM," katanya menjelaskan. (Kompas)
Akibat Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Tidak Transparan

Ketertutupan para penyelenggara Negara membuat sesuatu menjadi


kabur, sehingga peluang peyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah sangatlah
memungkinkan.Dan kenyataan inilah yang saat ini terjadi dalam pemerintahan
kita. Lihat saja bagaimana praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang di
lakukan oleh oknum pemerintah begitu tertutup rapih dan seolah-olah menjadi
budaya dikalangan elit politik. Sungguh kenyataan yang sangat ironis dan
memprihatinkan.

Dan akibat ketertutupan inilah partisipasi masyarakat terhadap


penyeenggaraan pemerintah semakin kecil. Apabila hal ini terus berlangsung,
dan para penyelenggara pemerintahan semakin menyalahgunakan
kekuasaannya, maka dapat dipastikan bahwa pemerintahan Negara semakin
tidak dipercaya oleh masyarakat. Bisa dibayangkan seandainya hal ini terjadi.
Bila suatu pemerintah sudah kehilangan kepercayaan dari masyarakat, berbagai
unjuk rasa, penentangan, kerusuhan massal yang akhir-akhir ini merebak, tidak
dapat dielakan. Kita lihat di laoangan bagaimana oknum pemerintah melakukan
penggusuran secara paksa terhadap Rakyat kecil. Para pedagang kaki lima yang
digusur secara paksa. Dimanakah letak keadilan? masihkah ada hati nurani dari
para pemegang kekuasaan. Sekali lagi dimanakah letak sebuah keadilan?

Sementara tujuan Negara kita adalah terpenuhinya keadilan bagi rakyat


Indonesia, sesuai pembukaan UUD 1945 , bahwa Negara yang hendak didirikan
adalah Negara Indonesia yang adil dan makmur dan bertujuan menciptakan
keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Pesan yang terkandung dalam
UUD 1945 inilah yang seharusnya menjadi pedoman dan pemicu semangat bagi
para penyelengara Negara bahwa tugas utamanya adalah menciptakan
keadilan. Ketidakadilan merupakan sumber perpecahan sebuah bangsa. Adanya
pertentangan, kerusuhan missal, aksi-aksi demo, dan pergolakan di suatu
wilayah, salah satu sumbernya adalah ketidakadilan.

Sementara para penyelenggara pemerintah menikmati kekayaan yang


mereka tumpuk, rakyat kecil semakin terpuruk. Apa sebenarnya demokrasi itu?
“Dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.” Apakah hal ini hanya dijadikan kedok
untuk menutupi kebobrokan pemerintah kita saat ini? kekuasaan yang dimiliki
oleh pemerintah sesungguhnya adalah suatu amanat yang harus dijalankan
dengan kejujuran oleh para penyelenggara pemerintahan.

Hilangnya kepercayaan yang nantinya dapat berujung pada rasa saling curiga dari
masyarakat terhadap pemerintah, dapat mengancam stabilitas nasional. Untuk itu perlu di
bangun dan di bina sikap saling keterbukaan antara penyelenggara pemerintahan dan
rakyat. Dengan adanya keterbukaan inilah dapat melahirkan komunikasi yang akan
menumbuhkan kepercayaan dan mengatasi rasa saling curiga dengan demikian suatu
kehidupan yang yang menjadi tujuan Negara Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam
UUD 1945 dapat terwujud.tentunya hal inilah yang selama ini kita idamkan.

MEMPERKUAT LEMBAGA PEMERINTAHAN


Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional

Pemberantasan korupsi secara nasional dilakukan dengan memperhatikan


pengalaman, kekurangan atau kelemahan di masa lalu agar tidak mengulang hal
yang salah. Komitmen secara nasional dibutuhkan untuk mendukungnya.

Komitmen politik resmi untuk memberantas korupsi dituangkan dalam Tap MPR
No X/MPR/1998 dan Tap MPR No XI/MPR/1998. Komitmen politik lembaga
tinggi negara sebagai penyelenggara negara memegang peranan penting agar
tujuan tersebut dapat terlaksana. Komitmen ini mencakup tiga hal, yaitu
pernyataan resmi, peraturan perundang-undangan untuk mendukungnya, dan
yang terakhir, namun tak kalah pentingnya, adalah contoh konkrit pelaksanaan
yang telah diatur oleh perundang-undangan tersebut.

Tong Kosong

Dari ketiga hal tersebut, Presiden telah memenuhi dua hal pertama. Dalam hal
pernyataan resmi, misalnya, Presiden B.J. Habibie berulang kali menegaskan
komitmen jajaran pemerintahan untuk memberantas korupsi, kolusi dan
nepotisme, termasuk di depan Sidang Paripurna DPR RI. Demikian pula dengan
Menteri Kehakiman Muladi S.H, serta Jaksa Agung, yang kini dinonaktifkan, Andi
Muhammad Ghalib, maupun penggantinya, Ismudjoko.

Namun, komitmen ini masih harus dibuktikan dengan memberi contoh konkrit
pelaksanaannya. Dewan Perwakilan Rakyat antara lain telah melakukan rapat
kerja, serta mengumpulkan informasi mengenai korupsi, namun sejauh ini belum
ada tindakan kongkrit, sehingga rakyat masih meragukan komitmen politik
lembaga legislatif ini. Hak inisiatif DPR untuk mengajukan undang-undang,
misalnya, belum digunakan untuk memperkuat landasan hukum pemberantasan
korupsi. Hak anggota DPR RI untuk bertanya pada pemerintah, juga belum
sepenuhnya berfungsi. Inisiatif Fraksi Persatuan Pembangunan untuk
memanggil Presiden ke DPR guna mempertanyakan kebenaran isi rekaman
pembicaraan teleponnya dengan Jaksa Agung (kini non aktif) Andi Muhammad
Ghalib, tidak didukung oleh tiga fraksi lainnya,yaitu Fraksi Karya Pembangunan,
Fraksi ABRI dan Fraksi PDI. Rekaman pembicaraan telepon yang bocor dan
beredar luas ke masyarakat ini mengindikasikan adanya campur tangan
pemerintah dalam proses peradilan mantan Presiden Soeharto serta
keengganan Jaksa Agung (yang kini non aktif) Andi Muhammad Ghalib untuk
melakukannya dengan sungguh-sungguh.

Tidak Sungguh-sungguh

Di lingkungan proses peradilan, korupsi disidangkan berdasarkan bukti yang


terungkap yang merupakan wilayah kewenangan Mahkamah Agung beserta
jajarannya. Jaminan atas keputusan hakim tanpa dipengaruhi kepentingan lain
merupakan salah satu komitmen politik yang dapat diberikan oleh Mahkamah
Agung. Sayang, hal ini belum dilakukan.

Dalam kasus pemeriksaan dugaan korupsi, kolusi dan nepotisme oleh mantan
Presiden Soeharto, keluarga dan kroni-kroninya, sebagai contoh, jajaran
penegak hukum terkesan tidak sungguh-sungguh. Meski Kejaksaan Agung telah
memanggil mantan Presiden Soeharto, serta beberapa putera-puterinya, dan
beberapa mantan pejabat tinggi negara untuk meminta keterangan mengenai
dugaan praktek KKN yang mereka lakukan, namun masyarakat tidak menangkap
kesan adanya langkah maju yang nyata dalam proses penyidikannya. Bahkan
ada kesan kuat, pemerintah berupaya mengulur-ulur waktu, walaupun hal ini
harus dipertanggungjawabkan oleh Presiden B.J. Habibie di depan Sidang
Umum MPR bulan November. Jika pertanggungjawaban ini tidak diterima, maka
tertutuplah kesempatan bagi Habibie untuk maju kembali dalam bursa calon
presiden.

Meningkatkan Wibawa
Kesan serupa muncul dalam pengadilan atas putera bungsu mantan Presiden
Soeharto Hutomo Mandala Putera dalam kasus rekayasa tukar guling PT Goro
Batara Sakti. Bahkan mantan Kepala Bulog Beddu Amang lolos dari jeratan
hukum akibat kurangnya bukti. .

Agar pemberantasan korupsi dapat efektif, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)


juga perlu membenahi sistem pelaporannya agar dapat digunakan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat untuk meminimalkan terjadinya korupsi. Selama ini laporan-
laporan BPK yang diteruskan pada Kejaksaan Agung juga tidak banyak
ditindaklanjuti.

Dewan Pertimbangan Agung, yang berwenang memberi saran pada pemerintah


baik diminta atau tidak, belum mampu memberikan saran-saran yang berbobot.
Ketua DPA Arnold Baramauli justru lebih sering menjadi berita karena sepak
terjangnya sebagai juru kampanye yagn efektif bagi Partai Golkar, terutama di
Indonesia Timur.

Aktivitas yang dapat dilakukan penyelenggara negara untuk memberantas


korupsi, dan dapat dilihat oleh rakyat adalah sebagai berikut (entry point) :

 Sosialisasi strategi pemberantasan korupsi


 Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat
 Memperkuat Mahkamah Agung dan pengadilan di bawahnya
 Pembentukan Badan Independen Anti Korupsi
 Penyidikan, penuntutan, peradilan dan penghukuman koruptor besar

Tanpa meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga


pemerintahan, maka sulit menggalang kesadaran masyarakat untuk
memberantas korupsi. Selain itu, tidak ada wibawanya lembaga-lembaga
pemerintahan akan membuat masyarakat menjadi frustasi sehingga untuk turut
melakukan korupsi atau main hakim sendiri.

Strategi Pemberantasan Korupsi


Untuk mencegah dan memberantas korupsi, terdapat tiga strategi yang
diklasifikasikan dalam

1. Strategi preventif. Mencegah semaksimal mungkin agar korupsi tidak


terjadi. Dilakukan upaya meminimalkan penyebab dan peluang.
2. Strategi Detektif. Bila korupsi terlanjur terjadi, semaksimal mungkin dapat
diketahui dalam waktu singkat dan dengan data yang akurat untuk
ditindak lanjuti. Membenahi banyak sistem yang akan berfungsi sebagai
pemberi peringatan.
3. Strategi represif. Kasus yang sudah diidentifikasi, semaksimal mungkin
diproses berdasarkan hukum dengan cepat, tepat dan kepastian yang
tinggi.

Untuk melakukan hal tersebut, banyak pihak dari berbagai disiplin ilmu akan
terlibat, sehingga bersifat komprehensif. Dalam implementasinyapun harus
dilakukan secara terintegrasi.

"Strategi dasar penanggulangan korupsi bukan pada penanggulangan korupsi itu


sendiri, melainkan pada penanggulangan ‘kausa dan kondisi yang menimbulkan
terjadinya korupsi’. Penanggulangan korupsi lewat penegakan hukum pidana
hanya merupakan ‘penanggulangan simptomatik’; sedangkan penanggulangan
kausa dan kondisi yang menimbulkan terjadinya korupsi merupakan
"penanggulangan kausatif," kata Prof.Dr. Barda Nawawi Arief,SH dari Universitas
Diponegoro:

Strategi Preventif

Upaya preventif ini mencakup banyak hal yang harus dilakukan, yaitu :

1. Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat. Aktivitas yang dilakukan di


antaranya adalah memprioritaskan calon anggota legislatif, sehingga
didapat calon yang memiliki kemampuan menjadi wakil rakyat. Publikasi
kegiatan diperlukan agar rakyat mengetahui perkembangan pekerjaan
mereka, disamping komunikasi antar anggota sendiri. Seketariat DPR
harus independen dari jajaran pemerintah. Penentuan anggaran dilakukan
secara mandiri agar tidak ditentukan dari tawar-menawar dengan
BAPPENAS maupun Departemen Keuangan.
2. Memperkuat Mahkamah Agung. Sektor yudikatif yang independen dan
berkualitas jelas dibutuhkan. Aktivitas yang dapat dilakukan di antaranya:
studi perbandingan dengan negara lain, dengan menyesuaikannya
dengan situasi dan kondisi di Indonesia. Kewenangan melakukan judicial
review secara aktif diperlukan mengingat kondisi yang parah saat ini.
Dokumentasi berkas perkara merupakan langkah awal yang dapat
dilakukan agar mudah diakses oleh berbagai pihak yang terkait.
3. Meneliti sebab-sebab korupsi. Faktor penyebab diidentifikasi agar
kemudian dapat dikendalikan. Penelitian juga diarahkan pada pelaku
untuk mengetahui alasan perbuatan yang kemudian diteruskan pada
kelemahan organisasi yang memberikan peluang. Alternatif solusi
diberikan untuk meminimalkan faktor penyebab korupsi.
4. Membangun kode etik di lingkungan publik. Hal ini bertujuan agar pejabat
publik mengutamakan kepentingan umum, sesuai dengan tugas yang
mereka emban. Kode etik tersebut dipublikasikan kepada rakyat agar
rakyat turut pula secara aktif mengawasi para pejabat tersebut.
5. Membangun kode etik di kalangan parpol, organisasi profesi dan asosiasi
bisnis. Perlunya mencantumkan kode etik di lingkungan masing-masing.
Lembaga Swadaya Masyarakat akan melakukan penilaian dan
benchmarking antar kode etik dan hasilnya dipublikasikan kepada
masyarakat.
6. Kampanye nilai anti korupsi. Bertujuan membentuk nilai anti korupsi yang
konkrit di kalangan masyarakat agar masyarakat melakukan hal yang
praktis dan konkrit memberantas korupsi. Kegiatan ini melibatkan banyak
pihak seperti : organisasi kemasyarakatan, mahasiswa, para pendidik dan
lain sebagainya.
7. Menyempurnakan manajemen SDM dan peningkatan gaji pegawai negeri.
Pengkaitan prestasi kerja dengan besarnya gaji yang diterima diarahkan
untuk maksimalisasi kerja pegawai negeri. Tujuannya agar dapat
diperoleh sistem SDM pegawai negeri yang profesional dan rasional.
8. Kewajiban membuat perencanaan strategis dan laporan sektor
pemerintah yang dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian maka
setiap instansi memiliki perencanaan yang matang sebelum bergerak dan
melaporkan secara jelas setiap tahap pelaksanaannya. Laporan tersebut
dapat diakses secara mudah dan murah oleh masyarakat berdasarkan
undang-undang yang mengaturnya.
9. Meningkatkan kulitas penerapan sistem pengendalian manajemen. Unsur-
unsur sistem pengendalian manajemen di setiap instansi harus di-review
oleh pejabat terkait untuk memastikan setiap unsur dirancang secara
memadai untuk mendukung pencapaian misi.
10. Menyempurnakan manajemen aktiva tetap milik negara. Pengendalian
Aktiva Tetap Milik Negara (ATMN) secara nasional dengan baik
diharapkan akan dapat diinventarisasi dan dimonitor terus menerus.
11. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Bila pelayanan
kepada masyarakat ini dilakukan dengan baik maka akan terbentuk
persepsi yang baik terhadap aparat pemerintah. Hal ini perlu untuk
mengajak masyarakat mendukung upaya pemberantasan korupsi.
12. Upaya preventif lainnya dan perencanaan lebih rinci. Upaya yang sudah
diidentifikasi diperjelas hingga rinci supaya semua mengetahui pelaksana,
jadwal dan segala sesuatu yang dibutuhkan.

Agenda Good Governance

Good Governance sebagai suatu gerakan adalah segala daya upaya untuk mewujudkan
suatu pemerintahan yang baik. Oleh karena itu gerakan good governance harus memiliki
agenda yang jelas tentang apa yang mesti dilakukan agar tujuan utamanya dapat dicapai.
Untuk kasus Indonesia, agenda good governance harus disesuaikan dengan kondisi riil
bangsa saat ini, yang meliputi:
1. Agenda Politik

Masalah politik seringkali menjadi penghambat bagi terwujudnya good governance. Hal
ini dapat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya adalah acuan konsep politik yang
tidak/kurang demokratis yang berimplikasi pada berbagai persoalan di lapangan. Krisis
politik yang melanda bangsa Indonesia dewasa ini tidak lepas dari penataan sistim politik
yang kurang demokratis. Oleh karena itu perlu dilakukan pembaharuan politik yang
menyangkut masalah-masalah penting seperti:

a. Amandemen UUD 1945 Sebagai sumber hukum dan acuan pokok penyelenggaraan
pemerintahan, amandemen UUD 1945 harus dilakukan untuk mendukung terwujudnya
good governance seperti pemilihan presiden langsung, memperjelas susunan dan
kedudukan MPR dan DPR, kemandirian lembaga peradilan, kemandirian kejaksaan
agung dan penambahan pasal-pasal tentang hak asasi manusia.

b. Perubahan Undang-Undang Politik dan Undang-Undang Keormasan yang lebih


menjamin partisipasi dan mencerminkan keterwakilan rakyat.

c. Reformasi agraria dan perburuhan

d. Mempercepat penghapusan peran sosial politik TNI

e. Penegakan supremasi hukum

2. Agenda Ekonomi

Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan
mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh. Untuk kasus Indonesia,
permasalahan krisis ekonomi ini telah berlarut-larut dan belum ada tanda-tanda akan
segera berakhir. Kondisi demikian ini tidak boleh dibiarkan berlanjut dan harus segera
ada percepatan pemulihan ekonomi. Mengingat begitu banyak permasalahan ekonomi di
Indonesia, perlu dilakukan prioritas-priotitas kebijakan. Prioritas yang paling mendesak
untuk pemulihan ekonomi saat ini antara lain:
a. Agenda Ekonomi Teknis

Otonomi Daerah. Pemerintah dan rakyat Indonesia telah membuat keputusan politik
untuk menjalankan otonomi daerah yang esensinya untuk memberikan keadilan,
kepastian dan kewenangan yang optimal dalam pengelolaan sumber daya daerah guna
memungkinkan daerah dapat mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya. Agar
pelaksanaan otonomi daerah ini berjalan tanpa gejolak dibutuhkan serangkaian persiapan
dalam bentuk strategi, kebijakan program dan persiapan institusi di tingkat pusat dan
daerah.

Sektor Keuangan dan Perbankan. Permasalahan terbesar sektor keuangan saat ini adalah
melakukan segala upaya untuk mengembalikan fungsi sektor perbankan sebagai
intermediasi,serta upaya mempercepat kerja BPPN. Hal penting yang harus dilakukan
antara lain pertama; tidak adanya dikhotomi antara bankir nasional dan bankir asing,
lebih diperlukan kinerja yang tinggi, tidak peduli apakah hal itu dihasilkan oleh bankir
nasional ataupun asing. Kedua, perlu lebih mendorong dilakukannya merger atau akuisisi,
baik di bank BUMN maupun swasta. Ketiga, pencabutan blanket guarantee perlu
dipercepat, namun dilakukan secara bertahap. Keempat, mendorong pasar modal dan
mendorong independensi pengawasan (Bapepam). Kelima, perlunya penegasan
komitmen pemerintah dalam hal kinerja BPPN khususnya dalam pelepasan aset dalam
waktu cepat atau sebaliknya.

Kemiskinan dan Ekonomi Rakyat. Pemulihan ekonomi harus betul-betul dirasakan oleh
rakyat kebanyakan. Hal ini praktis menjadi prasarat mutlak untuk membantu penguatan
legitimasi pemerintah, yang pada giliranya merupakan bekal berharga bagi percepatan
proses pembaharuan yang komprehensif menuju Indonesia baru.

b. Agenda Pengembalian Kepercayaan

Hal-hal yang diperlukan untuk mengembalikan atau menaikkan kepercayaan terhadap


perekonomian Indonesia adalah kepastian hukum, jaminan keamanan bagi seluruh
masyarakat, penegakkan hukum bagi kasus-kasus korupsi, konsistensi dan kejelasan
kebijakan pemerintah, integritas dan profesionalisme birokrat, disiplin pemerintah dalam
menjalankan program, stabilitas sosial dan politik, dan adanya kepemimpinan nasional
yang kuat.

3. Agenda Sosial

Masyarakat yang berdaya, khususnya dalam proses penyelenggaraan pemerintahan


merupakan perwujudan riil good governance. Masyarakat semacam ini akan solid dan
berpartisipasi aktif dalam menentukan berbagai kebijakan pemerintahan. Selain itu
masyarakat semacam ini juga akan menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam
pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan.

Sebaliknya, pada masyarakat yang masih belum berdaya di hadapan negara, dan masih
banyak timbul masalah sosial di dalamnya seperti konflik dan anarkisme kelompok, akan
sangat kecil kemungkinan good governance bisa ditegakkan. Salah satu agenda untuk
mewujudkan good governance pada masyarakat semacam ini adalah memperbaiki
masalah sosial yang sedang dihadapi.

Masalah sosial yang cukup krusial dihadapi bangsa Indonesia akhir-akhir ini adalah
konflik yang disertai kekejaman sosial luar biasa yang menghancurkan kemanusiaan dan
telah sampai pada titik yang membahayakan kelanjutan kehidupan dalam bentuk
kekerasan komunal dan keterbuangan sosial dengan segala variannya. Kasus-kasus
seperti pergolakan di Aceh dan Ambon adalah beberapa contoh dari masalah sosial yang
harus segera mendapatkan solusi yang memadai.

Oleh karena itu masyarakat bersama pemerintah harus melakukan tindakan pencegahan
terhadap daerah lain yang menyimpan potensi konflik. Bentuk pencegahan terhadap
kekerasan komunal dapat dilakukan melalui; memberikan santunan terhadap mereka
yang terkena korban konflik, mencegah berbagai pertikaian _vertikal maupun horizontal_
yang tidak sehat dan potensial mengorbankan kepentingan bangsa dan mencegah pula
segala bentuk anarkhi sosial yang terjadi di masyarakat.

4. Agenda Hukum
Hukum merupakan faktor penting dalam penegakan good governance. Kekurangan atau
kelemahan sistim hukum akan berpengaruh besar terhadap kinerja pemerintahan secara
keseluruhan. Dapat dipastikan, good governanance tidak akan berjalan mulus di atas
sistim hukum yang lemah. Oleh karena itu penguatan sistim hukum atau reformasi
hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance.

Sementara itu posisi dan peran hukum di Indonesia tengah berada pada titik nadir, karena
hukum saat ini lebih dianggap sebagai komiditi daripada lembaga penegak keadilan.
Kenyataan demikian ini yang membuat ketidakpercayaan dan ketidaktaatan pada hukum
oleh masyarakat.

Untuk memulihkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap hukum dalam rangka


mewujudkan good governance diperlukan langkah-langkah kongkret dan sistimatis.
Langkah-langkah tersebut adalah:

a. Reformasi Konstitusi Konstitusi merupakan sumber hukum bagi seluruh tata


penyelenggaran negara. Untuk menata kembali sistim hukum yang benar perlu diawali
dari penataan konstitusi yang oleh banyak kalangan masih banyak mengandung celah
kelemahan.

b. Penegakan Hukum Syarat mutlak pemulihan pepercayaan rakyat terhadap hukum


adalah penegakan hukum. Reformasi di bidang penegakkan hukum yang bersifat strategis
dan mendesak untuk dilakukan adalah; pertama, reformasi Mahkamah Agung dengan
memperbaiki sistim rekrutmen (pengangkatan), pemberhentian, pengawasan dan
penindakan yang lebh menekankan aspek transparansi dan partisipasi masyarakat.
Perbaikan sebagaimana tersebut di atas harus dilakukan oleh Komisi Yudisial Independen
yang anggotanya terdiri dari mantan hakim agung, kalangan prakatisi hukum,
akademisi/cendekiawan hukum dan tokoh masyarakat. Kedua, reformasi Kejaksaan.
Untuk memulihkan kinerja kejaksaan saat ini khususnya dalam menangani kasus-kasus
KKN dan pelanggaran HAM, perlu dilakukan fit and proper test terhadap Jaksa Agung
dan pembantunya sampai eselon II untuk menjamin integritas pribadai yang
bersangkutan. Selain itu untuk mengawasi kinerja kejaksaan perlu dibentuk sebuah
komisi Independen Pengawas Kejaksaan.

c. Pemberantasan KKN KKN merupakan penyebab utama dari tidak berfungsinya hukum
di Indonesia. Untuk memberantas KKN diperlukan setidaknya dua cara; pertama dengan
cara mencegah (preventif) dan kedua, upaya penanggulangan (represif). Upaya
pencegahan dilakukan dengan cara memberi jaminan hukum bagi perwujudan
pemerintahan terbuka (open government) dengan memberikan jaminan kepada hak
publik seperti hak mengamati perilaku pejabat, hak memperoleh akses informasi, hak
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan hak mengajukan keberatan bila ketiga
hak di atas tidak dipenuhi secara memadai.

Sedangkan upaya penanggulangan (setelah korupsi muncul) dapat diatasi dengan


mempercepat pembentukan Badan Independen Anti Korupsi yang berfungsi melakukan
penyidikan dan penuntutan kasus-kasus korupsi, memperkenalkan hakim-hakim khusus
yang diangkat khusus untuk kasus korupsi (hakim ad hock) dan memperlakukan asas
pembuktian terbalik secara penuh.

d. Sumbangan Hukum dalam Mencegah dan Menanggulangi Disintegrasi Bangsa


Pengakuan identitas terhadap nilai-nilai lokal, pemberian kewenangan dan representasi
yang lebih luas kepada daerah, pemberdayaan kemampuan masyarakat dan akses
pengelolaan terhadap sumber daya alam lokal menjadi isu penting yang sangat stategis di
dalam menciptakan integritas sosial, karena selama lebih dari tiga dekade masyarakat
selalu ditempatkan sebagai obyek, tidak diakui berbagai eksistensinya dan diperlakukan
tidak adil. Akumulasi dari permasalahan tersebut akhirnya menciptakan potensi yang
sangat signifikan bagi proses disintegrasi.

e. Pengakuan Terhadap Hukum Adat dan Hak Ekonomi Masyarakat Untuk menjamin
hak-hak masyarakat hukum adat, maka diperlukan proses percepatan di dalam
menentukan wilayah hak ulayat adat secara partisipatif. Dengan begitu rakyat akan
mendapatkan jaminan di dalam menguasai tanah ulayat adat mereka dan juga akses untuk
mengelola sumber daya alam di lingkungan dan milik mereka sendiri.
f. Pemberdayaan Eksekutif, Legislatif dan Peradilan Untuk lebih meningkatkan
representasi kepentingan daerah di tingkat nasional, perlu dilakukan rekomposisi
keanggotaan utusan daerah, di mana keterwakilan rakyat di daerah secara kongkret
diakomodasi melalui pemilihan anggota utusan daerah secara langsung oleh rakyat.
Sistim pemilihan langsung juga dilakukan untuk para pejabat publik di daerah khususnya
gubernur, bupati/walikota.

Penerapan penegak hukum harus dilakukan secara kontekstual dengan menggunakan


kebijakan ‘selektive enforcement’ sehingga keadilan memang berasal dari rasa keadilan
yang hidup di masyarakat.

Mari Kita Isi 62 Tahun Kemerdakaan Dengan Keterbukaan dan Jaminan Keadilan

Sejak tanggal 17 Agustus 1945, Bangsa Indonesia sudah hidup sebagai bangsa yang
merdeka. Perjuangan untuk merebut kemerdekaan sudah berakhir. Akan tetapi,
kemerdekaan itu terancam sebab ada pihak lain yang ingin melenyapkannya. Karena itu,
bangsa Indonesia berjuang untuk mempertahankan kemerdekaannnya. Perjuangan itu
berlangsung dari tahun 1945 sampai tahun 1949. masa itu disebut periode Perang
Kemerdekaan atau periode Ravolusi Fisik.

Perjuangan dilakukan dengan dua cara. Pertama, perjuangan besar, yakni berperang
menghadapi musuh. Kedua, perjuangan diplomasi, yakni berunding dengan musuh.
Kedua cara perjuangan itu saling membantu.

Selama Perang Kemerdekaan itu, bangsa Indonesia menghadapi tiga lawan, yakni
Jepang, Inggris dan Belanda. Lawan utama dan paling lama dihadapi ialah Belanda. Oleh
karena itu, setelah Indonesia merdeka 62 tahun apa yang perlu kita isi untuk mewujudkan
pemerintahan yang stabil dan kuat.

Untuk mewujudkan pemerintahan Negara yang stabil dan kuat, berbagai komponen
kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara harus mampu menerapkan
keterbukaan dan jaminan keadilan dalam kehidupan yang sesungguhnya.

Keterbukaan dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau dan berbagai suku bangsa yang dipersatukan
oleh sejarah sebagai mutu bangsa yang berdaulat. Berbangsa satu, bangsa Indonesia
adalah sebuah pernyataan dan komitmen para pemuda bahwa hanya ada satu bangsa
Indonesia walaupun pluralitas dari berbagai aspek kehidupan.

Untuk memperkokoh persatuan sebagai suatu bangsa, maka bukan perbedaan yang harus
ditonjolkan tetapi ada yang sama dari semua yang berbeda itu yang harus kita
kedepankan keragaman itu sebagai kekayaan bangsa yang membuat kehidupan besar
Sriwijaya dan Majapahit, yang dikenal dengan Sumpah Palapa oleh Patih Gajah Mada.

Dari uraian di atas, dapat kita garisbawahi bahwa untuk mewujudkan suatu negara yang
stabil dan kuat, maka semua komponen bangsa harus mampu menerapkan keterbukaan
dengan adanya jaminan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Keterbukaan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah anggota masyarakat (dalam hal ini
adalah warga Negara), merasa mempunyai rasa tanggungjawab dan berhak dalam
kehidupan di masyarakat sesuai dengan hak dan kewajiban terhadap keterlibatan
keamanan dalam masyarakat, berbangsa, dan bernegara. Memang hal inilah yang
merupakan dambaan masyarakat pada umumnya dan setiap pribadi pada khususnya.

Pentingnya Keterlibatan dan Jaminan Keadilan Untuk Memperkokoh Persatuan dan


Kesatuan Bangsa

Negara wajib untuk menciptakan kondisi masyarakat agar mampu bepartisipasi serta
bertanggungjawab terhadap kemajuan dari berbagai aspek kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.

Keterbukaan dan jaminan keadilan merupakan dua hasl yang tidak dapat dipisahkan satu
sama lain. Keterbukaan (transparan) bertolak dari kejujuran dalam melaksanakan hak dan
kewajiban baik sebagai warga negara ataupun sebagai pejabat Negara.

Yang kita sayangkan adalah bahwa nilai-nilai persatuan yang dirintis oleh para pemuda
dan para pahlawan pejuang bangsa yang terkandung dalam sumpah pemuda, kurang
dikaji dan dipahami dalam kehidupan sehari-hari oleh seluruh bangsa dan oleh setiap
warga Negara. Sebagai akibat yang lebih jauh, timbul berbagai benih perpecahan dan
sikap serta tindakan yang mengarah pada keinginan beberapa daerah Negara kesatuan
Indonesia untuk melepaskan diri dari NKRI.

Keberhasilan hati dan kejernihan pikiran dalam melaksanakan hak dan kewajiban dalam
kehidupan sehari-hari, terutama pemimpin bangsa ini, bertujuan untk mewujudkan
masyarakat yang dicita-citakan, yaitu masyarakat madani.

Misalnya, korupsi, kolusi dan nepotisme dapat merusak kesejahteraan kehidupan bangsa
yang menjadi tujuan didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terkandung
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Menghapuskan keadilan sosial akan
melahirkan ketimpangan, kurang transparannya pelaksanaan hak dan kewajiban para
pimpinan masyarakat, bangsa dan Negara adalah penyebab utama hancurnya Negara.

Akibat Penyelenggara Pemerintah Yang Tidak Transparan

Kerukunan adalah modal utama dari kelangsungan pembangunan hajat hidup orang
banyak (bangsa) pembangunan tidak dapat berjalan dengan sempurna apabila sumber
daya manusia tidak mempunyai sikap saling menghargai diantara sesama. Adanya saling
pengertian, hormat menghormati, dan persamaan visi secara umum yang menghapus
segala bentuk perbedaan akan mewujudkan bentuk kerukunan yang dinamis. Misalnya,
adanya kerjasama antar agama dalam bermasyarakat. Sikap itu harus tumbuh baik secara
vertikal (pemerintah dengan rakyat) dan horizontal (antar sesama anggota masyarakat).

Perilaku Positif Terhadap Upaya Peningkatan Jaminan Keadilan


Masyarakat adalah salah satu komponen yang dapat menunjang terciptanya kondisi atau
iklim yang kondusif dalam rangka penegakan hukum. Tampaknya hal itu memang harus
digiring dan tentunya diperhatikan contoh oleh pemimpin. Pemimpin memang harus
memberi contoh dari suri tauladan yang baik, karena Negara kita ini tidak memerlukan
pemimpin yang hanya bisa berteriak dan memerintah tanpa pernah sekalipun mau
diperintah. Hubungan pemerintah dan rakyat harus benar-benar sasling terkait dan
menyatu hendaknya jangan sampai terjadi penegakan hukum.

Di satu sisi, masyarakat menginginkan terlaksananya penegakan hukum (supremacy of


law) bukan sebaliknya. Sering tejadi antara keduanya terjadi tarik menarik yang samgat
kuat sekali. Artinya,dimensi hukum di politik saling pengaruh mempengaruhi dan tidak
dapat dihindari. Untuk membenahi situasi yang cenderung tidak sehat itu.maka
diperlukan sosok para pemimpin yang bertanggungjawab.Memang sangatlah sulit
mencari sosok yang demikian itu. Jika kita serius melakukan penyeleksian maka hasil
yang baik itu akan diperoleh. Salah atu cara yang efektif adalah membenahi dan
memperbaiki sistem yang sudah ada, tetapi yang dalam proses rekrutmen calon
pemimpinnya.Diantara sistem juri yang sudah banyak diterapkan adalah uji kelayakan (fit
and proper test) memperhatikan pendidikan formal.
Untuk memperbaiki sistem hukum dan peradilan, masih diperlukan waktu dan
perjuangan extra, karena kondisi saat ini masih memprihatinkan, dimana pengadilan
sebagai tempat untuk menemukan keadilan belum mencapai tujuannya, yaitu memberi
rasa keadilan kepada rakyat. Untuk memangku amanah teguhnya supremasi hokum yang
didambakan diperlukan pemimpin yang mampu serta mengerti seluk beluk dunia hukum
dan pengadilan. Untuk itu ,wakil rakyat mengingatkan semua kandidat ketua mahkamah
agung harus lulus fit and proper test agar dikemudian hari tidak muncul istilah” membeli
kucing dalam karung.” Selain itu, kandidat haruslah seseorang yang intelektual, bisa
bermasyarakat dan berakhlak yang baik.

Upaya Peningkatan Jaminan Keadilan


Ketebukaan atau sikap terbuka merupakan pertanda adanya hidayah dari Tuhan bahwa
manusia itu harus senantiasa bersedia mendengarkan dan menerima pendapat ornaglain
dan kemudian memeriksa, menganalisis pendapat orang lain itu, mana yang baik sudah
selayaknya dapat kita ambil dan diikuti, dan tidak baik atau tidak sesuai dengan norma
kehidupan dalam masyarakat kita tinggalkan. Tentunya kita berpedoman pada ajaran
dasar / pokok manusia sebagai makhluk Tuhan. Orang yang beriman harus mempunyai
wawasan yang mendalam sesuai dengan hati nurani manusia sebagai makhluk ciptaan
tuhan.Pemimpin masyarakat harus mau dan mampu untuk menerima dan melaksanakan
pendapat orang lain yang baik dan bermanfaat. Kita menyadari bahwa manusia banyak
kelemahan dan kekurangan., apalagi sebagai pemimpin yang baik yang diharapkan oleh
orang banyak dalam masyarakat.

Sikap dan sifat ketertutupan adalah pertanda kelemahan dan kesesatan yang menganggap
diri sempurna serta tidak dapat menerima pendapat orang lain , betapapun benar dan
berbahaya pendapat itu, hal itu merupakan satu cara untuk mrnutupi kelemahan yang
terdapat dalam diri kita sendiri.

Jika sifat dan sikap keterbukaan ini kita terapkan dalam kehidupan bermasyarakat
,berbangsa dan bernegara, maka kita tidak perlu khawatir untuk menyampaikan
kebenaran karena adanya jaminan hukum bahwa yang benar itu adalah benar walaupun
pahit untuk diterima pemimpin / pemuka masyarakat harus mau dan mampu untuk
memberikan contoh tauladan walaupun yang berbuat tidak baik dan tidak benar itu adalah
diri sendiri atau anggota keluarga sendiri.

Hal ini mencerminkan adanya jaminan hukum dan jaminan keadilan dalam kehidupan
bermasyarakat dan berbangsa. Apabila hal ini dapat kita tumbuhkembangkan, terhadap
tumbuhnya masyarakat yang madani. Jadi, jelas bagi kita, apabila kita mampu menyadari
bahwa makhluk ciptaan Tuhan maka masing-masing mempunyai kelemahan dan
kelebihan. Kita bersedia untuk memberi dan menerima pikiran dan perasaan serta
pendapat orang lain.Hal ini hendaknya tampil dalam kehidupan sehari-hari, dalam
kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.
Tentunya tidak lepas dari adanya jaminan hukum dan keadilan. Terutama dari aparat
penegak hukum itu sendiri., bukan jaminan hukum dan keadilan orang/golongan
kelompok tertentu saja. Kita semua sebagai makhluk ciptaannya dapat dan mampu
berpartisipasi dalam upaya peningkatan jaminan hukum dan keadilan dalam kehidupan
sehari-hari, baik sebagai anggota masyarakat maupun sebagai warga Negara kesatuan
Republik Indonesia.
 About
 Buku-Buku
 e-learning
 Fh Ugm

Hukum pengawasan terhadap Aparatur Negara


Posted on August 27, 2008. Filed under: Hukum Administrasi Negara |

Ini adalah mata pelajaran yang seharusnya sangat bermanfaat bagi negara yaitu fungsi
mengawasi. Kenapa ini penting? mungkin karena kita tidak mau di awasi? Benar ngak
mereka lebih ingin bisa kongkalingkong dan tertutup agar bisa memakan duit rakyat dan
terima sogok sana dan sogok sini. Benar tidak pendapatku ini?

Pemerintah yang baik itu sebagai pelayanan yang baik, dan majikannya adalah rakyatnya.
Tapi sekarang ini pemerintah itu seperti babi lintah yang menghisab darah rakyat dengan
kemiskinan dan buruknya pendidikan kenapa karena agar pada apartus pemerintah bisa
mempunyai gaji yang setinggi langit 50 juta lebih per bulan, dan dapat mobil dinas eropa
dan bensin gratis.

Bukan kan itu sebaih ironi? Lalu sebagai mahasiswa hukum harus kritis apakah
matakuliah ini mampu dengan sungguh sunguh memberi pengawasan? Mungkin karena
kita tidak tahu bagaimana cara mengawasi orang lain atau mengawasi para pejabat?
Mungkin kita takut, takut di masukin penjara kerena kasus pencemaran baik, takut di
bunuh atau di ancam. Yah ini adalah cara para pengecut mengecilkan suara suara yang ini
perbaikan. Apabila keadaan lebih transparan maka susah untuk melakukan kurang karena
semuanya buka bukaan.

Mungkin kita itu terjebak, karena apabila ada yang mengkritik kita kita langsung
tersinggung, mudah emoasi dan kepancing marah. Ini mungkin karena kebodohanmu
sendiri karena tidak bisa mengtatasi perasaan anda sendri. lalu bagaiman bisa megawasi
orang lain kalo gitu?

Peran Strategis Masyarakat dalam Memberantas Korupsi


Tesis yang menyebutkan bahwa aktor utama korupsi adalah pemerintah dan pengusaha,
sementara masyarakat adalah korbannya hingga saat ini belum dapat terbantahkan.
Landasan faktualnya memberikan legitimasi bahwa kolaborasi antara pemerintah dengan
pengusaha bukanlah sesuatu yang direkayasa, tapi nyata dan selalu tetap hidup dalam
ruang yang bernama kekuasaan.

Hampir sebagian besar -jika tidak semua- kasus korupsi yang terungkap selalu
menempatkan dua aktor itu sebagai biang keladi yang saling berkaitan. Entah relasinya
berwujud simbiosis mutualisme ataupun parasit mutualisme. Yang terakhir ini perlu
dipahami dalam konteks korupsi yang dimensinya adalah pemerasan, seperti yang sudah
terungkap dalam kasus Probosutedjo.

Jikapun masyarakat kemudian terseret dalam arus kehidupan koruptif, hal itu semata-
mata karena upaya terpaksa yang dilakukan untuk bisa memperoleh hak-haknya.
Kebiasan untuk membayar lebih dari harga yang ditetapkan peraturan kepada petugas
dalam pengurusan ijin seperti SIM, KTP, STNK dan lain sebagainya merupakan wujud
dari ketidakberdayaan masyarakat untuk melawan sistem yang korup.

Untuk memperoleh Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp 100 ribu/bulan,


masyarakat yang sudah miskin terpaksa tunduk pada mekanisme
penyunatan/pemotongan. Karena jika mereka tidak mengikuti, jangan berharap mereka
dimasukan sebagai kelompok masyarakat miskin yang nantinya berhak memperoleh BLT.
Celakanya, ketidakberdayaan masyarakat untuk melawan sistem koruptif itu harus
dibayar mahal, yakni berkembang-biaknya sistem korupsi dalam kehidupan birokrasi
(baca: pelayanan publik).

Dengan demikian, salah satu upaya yang sangat stategis untuk memberdayakan
masyarakat dalam melawan korupsi adalah dengan memberikan mereka senjata untuk
melawannya. Bahkan pada tingkat yang lebih maju, masyarakat tidak hanya dapat
bertindak defensif dalam menghadapi sistem yang korup, tapi bisa secara ofensif
berperan untuk memberantas korupsi.

Oleh karena itu, tidak seharusnya Pemerintah hanya mengandalkan aparat penegak
hukum dalam melakukan pemberantasan korupsi. Memberikan arena dan peran
masyarakat yang lebih luas dalam memberantas korupsi sama artinya dengan
meringankan beban pekerjaan berat yang dipanggul aparat penegak hukum. Karena
nyatanya seringkali semangat, komitmen dan upaya yang serius dalam memberantas
korupsi justru hanya muncul dari masyarakat sendiri.

Namun sayangnya berbagai kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan strategi


pemberantasan korupsi belum mendukung adanya peran serta masyarakat yang lebih
strategis. Padalah, paling tidak selama ini masyarakat –tanpa didukung dengan kebijakan
Pemerintah yang menguntungkan- telah memainkan perannya dalam pemberantasan
korupsi di berbagai gradasi.

Pertama, peran sebagai feeder atau penyuplai informasi. Tidak sulit untuk mengatakan
bahwa selama ini masyarakat telah mengambil inisiatif untuk melaporkan, membeberkan
dan memberikan informasi kepada aparat penegak hukum terhadap kemungkinan
terjadinya praktek korupsi. Meskipun juga tidak tepat untuk mengatakan bahwa BPK,
BPKP, Inspektorat maupun aparat penegak hukum tidak punya kontribusi sama sekali
dalam menyuplai atau mencari informasi atau data yang berhubungan dengan dugaan
korupsi.

Data terakhir di KPK menyebutkan kurang lebih telah masuk sembilan ribu pengaduan
masyarakat di seluruh Indonesia ke KPK. Meskipun setelah diteliti hanya sekitar seribuan
kasus saja yang bisa dikategorikan korupsi, namun angka itu sudah cukup untuk
dijadikan ukuran betapa harapan masyarakat terhadap pemberantasan korupsi sangat
tinggi.

Dalam situasi dimana masyarakat tidak memiliki peluang besar untuk mengakses
informasi secara bebas di lembaga publik (pemerintah), laporan-laporan terjadinya kasus
korupsi terus mengalir. Ini menandakan bahwa potensi masyarakat untuk menjadi aktor
strategis dalam memberantas korupsi sangat besar. Dengan demikian mudah ditebak
ketika kebebasan memperoleh informasi telah menjadi produk kebijakan yang memaksa
semua pejabat publik untuk membuka akses informasinya kepada masyarakat, praktek
korupsi pastinya akan dapat diminimalisir.

Kedua, peran sebagai trigger atau pemicu. Rendahnya inisiatif aparat penegak hukum
dalam membongkar kasus-kasus korupsi telah melahirkan kekecewaan panjang dari
masyarakat. Kebekuan ini kadangkala diterobos dengan memberikan informasi adanya
dugaan korupsi kepada media massa supaya diketahui masyarakat luas. Strategi ini
menjadi sangat penting untuk membentuk opini atau persepsi masyarakat bahwa di satu
tempat diduga kuat terjadi praktek korupsi. Situasi ini diharapkan akan dapat memaksa
aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan-tindakan yang konkret. Meskipun
diakui strategi tersebut mengandung resiko besar, misalnya dituntut dengan pencemaran
nama baik, namun upaya itu tetap tidak bisa ditinggalkan.

Ketiga, peran sebagai controller (pengawas). Sudah bukan rahasia umum lagi jika laporan
masyarakat tentang terjadinya kasus korupsi sering tidak ditanggapi dengan baik oleh
aparat penegak hukum. Keluhan masyarakat bahwa informasi atau data yang mereka
sampaikan hanya dijadikan sebagai alat oleh aparat penegak hukum untuk memeras juga
tidak sedikit jumlahnya. Istilah di 86-kan kemudian menjadi populer sebagai bahan untuk
menyindir aparat karena lamban atau setengah hati dalam mengusut sebuah laporan.

Dengan segala keterbatasan, masyarakat nyatanya tetap memiliki energi yang luar biasa
untuk mengawal proses pengusutan kasus korupsi (case tracking) yang sedang dilakukan
oleh aparat. Kegiatan unjuk rasa, dengar pendapat, diskusi publik, audiensi dan lain
sebagainya merupakan sarana yang kerap digunakan kelompok masyarakat untuk
mendorong percepatan penanganan korupsi. Memastikan bahwa pemberantasan korupsi
berjalan sesuai dengan harapan merupakan langkah yang tidak mungkin diabaikan
ditengah-tengah situasi aparat penegak hukum yang belum banyak berubah.

Apa yang dilakukan Kejati Nusa Tenggara Barat, Mohammad Ismail dengan mengajak
kelompok masyarakat dalam setiap gelar perkara, khususnya kasus korupsi merupakan
langkah maju yang seharusnya menjadi kebijakan penting di institusi Kejaksaan Agung.
Apalagi, Kejati NTB telah memerintahkan semua Kejari di NTB untuk melaksanakan
kebijakan yang sama (Koran Tempo, 21/12/05).

Pengakuan bahwa masyarakat dijadikan sebagai pihak dalam membongkar terjadinya


praktek korupsi akan memberikan kontribusi yang signifikan untuk mempercepat proses
penanganannya. Selain itu, peran masyarakat dalam mengawasi kinerja aparat penegak
hukum juga telah diakomodasi, meskipun baru sebatas wilayah NTB saja. Oleh
karenanya, kebijakan ini seharusnya menjadi bagian utuh dari komitmen Pemerintah
dalam memberantas korupsi secara nasional.

Anda mungkin juga menyukai