“ PEMERIKSAAN TPHA ”
Disusun oleh:
Kelompok 2
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Treponema pallidum Hemagglutination Assay (TPHA) merupakan
suatu pemeriksaan serologi untuk sifilis. Untuk skirining penyakit sipilis
biasanya menggunakan pemeriksaan VDRL atau RPR apabila hasil reaktif
kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan TPHA sebagai konfirmasi
(Prodia,tt).
Selain itu TPHA merupakan tes yang sangat spesifik untuk melihat
apakah adanya antibodi terhadap treponema. Jika di dalam tubuh terdapat
bakteri ini, maka hasil tes positif. Tes ini akan menjadi negatif setelah 6 -
24 bulan setelah pengobatan. Bakteri-bakteri yang lain selain keluarga
treponema tidak dapat membuat hasil tes ini menjadi positif (Prodia,tt).
Manfaat Pemeriksaan TPHA ini adalah sebagai pemeriksaan
konfirmasi untuk penyakit sipilis dan mendeteksi respon serologis spesifik
untuk Treponema pallidum pada tahap lanjut/akhir sipilis. Sifilis bersifat
kronik dan sistemik karena memiliki masa laten, dapat menyerang hampir
semua alat tubuh, menyerupai banyak penyakit, dan ditularkan dari ibu ke
janin. Sifilis memiliki dampak besar bagi kesehatan seksual, kesehatan
reproduksi, dan kehidupan sosial. Populasi berisiko tertular sifilis
meningkat dengan adanya perkembangan dibidang sosial, demografik,
serta meningkatnya migrasi penduduk (Prodia,tt).
Secara global pada tahun 2008, jumlah orang dewasa yang
terinfeksi sifilis adalah 36,4 juta dengan 10,6 juta infeksi baru setiap
tahunnya. Daerah yang mempunyai tingkat penularan sifilis tertinggi ialah
sub-Sahara Afrika, Amerika Serikat, dan Asia Tenggara. Beberapa studi
yang telah dilakukan di Afrika menunjukkan bahwa terdapat 30%
seropositif sifilis pada antenatal dan 50%-nya mengakibat kematian bayi
pada sifilis kongenital. Penularan sifilis berhubungan dengan perilaku
seksual. Perilaku seksual adalah bentuk perilaku yang didorong oleh hasrat
seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis (Prodia,tt).
B. Dasar Teori
Sifilis atau yang disebut dengan ”Raja Singa”, adalah penyakit
menular seksual yang disebabkan oleh sejenis bakteri yang berbentuk
spiral atau spirochete yang dikenal dengan Treponema pallidum. Bakteri
yang berasal dari famili Spirochaetaceae ini, memiliki ukuran sangat kecil
dan dapat hidup hampir di seluruh bagian tubuh. Spirochaeta penyebab
sifilis ini dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui hubungan
genito – genital (kelamin – kelamin) maupun oro – genital (seks oral).
Infeksi ini juga dapat ditularkan oleh seorang ibu kepada bayinya selama
masa kehamilan ( Anonim, tt ).
Spirochaeta memperoleh akses melalui kontak langsung dari lesi
bawah terinfeksi dengan setiap kerusakan walaupun mikroskopik, di kulit,
atau mukosa pejamu. Sifilis dapat disembuhkan pada tahap – tahap infeksi,
tetapi bila dibiarkan, penyakit ini dapat menjadi sistemik dan kronik
( Anonim, tt ).
Pada tahun 1905, penyebab sifilis ditemukan oleh Schauddin dan
Hoffman yaitu Treponema pallidum, yang berordo Spirochaetales, familia
Sprirochaetaceae, dan genus Treponema. Bakteri ini merupakan basil gram
negatif yang panjang, tipis, bergulung secara heliks, berbentuk spiral, atau
seperti pembuka tutup botol, panjangnya antara 6 – 15 µm, lebar 0,15 µm,
terdiri atas delapan sampai dua puluh empat lekukan. Membiak secara
pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi selama tiga puluh jam
( Anonim, tt ).
Pembentukkan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar tubuh.
Di luar tubuh, kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk
tranfusi dapat hidup selama tujuh puluh dua jam ( Anonim, tt ).
Penyakit sifilis memiliki empat stadium yaitu primer, sekunder,
laten dan tersier. Tiap stadium perkembangan memiliki gejala penyakit
yang berbeda – beda dan menyerang organ tubuh.
1. Stadium Dini ( Primer )
Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat
masuknya Treponema pallidum. Terjadi afek primer berupa
penonjolan – penonjolan kecil yang erosif, berukuran 1-2 cm,
berbentuk bulat, dasarnya bersih, merah, kulit disekitarnya
tampak meradang, dan bila diraba ada pengerasan. Dalam
beberapa hari, erosi dapat berubah menjadi ulkus berdinding
tegak lurus ( Anonim, tt ).
2. Stadium Sekunder
Pada umumnya bila gejala sifilis stadium II muncul
stadium I sudah sembuh. Waktu antara sifilis I dan II umumnya
antara 6-8 minggu. Kadang – kadang terjadi masa transisi, yakni
sifilis I masih ada saat timbul gejala stadium II.
Sifat yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal.
Gejala konstitusi seperti nyeri kepala, demam, demam,
anoreksia, nyeri pada tulang, dan leher biasanya mendahului,
kadang – kadang bersamaan dengan kelainan pada kulit.
Kelainan kulit yang timbul berupa bercak – bercak atau tonjolan
– tonjolan kecil. Sifilis stadium II seringkali disebut sebagai The
Greatest Immitator of All Skin Diseases karena bentuk klinisnya
menyerupai banyak sekali kelainan kulit lain. Selain pada kulit,
stadium ini juga dapat mengenai selaput lendir dan kelenjar
getah bening di seluruh tubuh ( Anonim, tt ).
3. Stadium Laten
Lesi yang khas adalah gumma yang dapat terjadi 3-7
tahun setelah infeksi. Gumma umumnya satu, dapat multipel.
Gumma dapat timbul pada semua jaringan dan organ, termasuk
tulang rawan pada hidung dan dasar mulut. Gumma juga dapat
ditemukan padaorgan dalam seperti lambung, hati, limpa, paru –
paru, testis dan sebagainya. Kelainan lain berupa nodus di
bawah kulit, kemerahan dan nyeri ( Anonim, tt ).
4. Stadium Tersier
Termasuk dalam kelompok penyakit ini adalah sifilis
kardiovaskuler dan neurosifilis ( pada jaringan saraf ).
Umumnya timbul 10 – 20 tahun setelah infeksi primer
( Anonim, tt ).
Diagnosa Laboratorium
a. Uji treponemal
Uji treponemal merupakan uji yang spesifik terhadap sifilis,
karena mendeteksi langsung Antibodi terhadap Antigen Treponema
pallidum. Pada uji treponemal, sebagai antigen digunakan bakteri
treponemal atau ekstraknya, misalnya Treponema Pallidum
Hemagglutination Assay (TPHA),Treponema Pallidum Particle Assay
(TPPA), dan Treponema Pallidum Immunobilization (TPI). Walaupun
pengobatan secara dini diberikan, namun uji treponemal dapat memberi
hasil positif seumur hidup. (Aprianinaim,2016)
b. Uji non-treponemal
BAB II
ISI
A. Metode Pemeriksaan
Metode yang digunakan adalah metode hemaglutinasi secara kualitatif dan
kuantitatif
B. Prinsip Pemeriksaan
Pinsip yang digunakan yaitu dimana avian eritrosit yang sudah
dilapisi oleh komponen antigenik dari T. polidum yang patogen (Nichol’s
Strain). Dimana sel – sel uji ini menggumpal dengan adanya antibodi
spesifik untuk T.polidium dan menunjukkan pada karakteristik pada pelat
mikrotitrasi.
C. Reaksi Pemeriksaan
Reaksi yang terjadi adalah reaksi hemaglutinasi.
D. Spesimen Pemeriksaan
Spesimen / sampel yang digunakan yaitu serum atau plasma.
E. Alat Pemeriksaan
Alat yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah sebagai berikut :
1. Mikropipet 10µl, 25 µl, 75 µl, dan 90 µl.
2. Tip kuning
3. Tissue
4. Well
5. Centrifuge
6. Gelas
G. Prosedur Pemeriksaan
1. Uji Kualitatif
Setiap sampel memerlukan 3 sumur dari pelat mikrotitrasi
a. Tambahkan 190 µl Diluent pada sumur 1
b. Lalu tambahkan 10 µl serum pada sumur 1
c. Gunakan mikropipet untuk menghomogenkan campuran
tersebut. Lalu ambil masing – masing 25 µl kemudian
dituangkan ke sumur 2 dan 3
d. Pastikan bahwa Test Cells dan Control tersuspensi secara
menyeluruh. Tambahkan 75 µl Control Cells pada sumur 2
dan tambahkan 75 µl Test Cells pada sumur 3
e. Ketuk piring/well dengan lembut untuk mencampur
campuran tersebut
f. Inkubasi 45 – 60 menit pada suhu ruangan
g. Perhatikan ! Jauhkan piring / well dari panas, sinar matahari
langsung dan sumber apapun yang menimbulkan getaran
h. Baca hasil – hasil stabil selama 24 jam. Jika pelat tertutup
dan diatas tindakan pencegahan diamati
Catatan : Kontrol kit dapat dijalankan secara paralel dan
diencerkan dan siap digunakan
2. Uji Kuantitatif
Setiap sampel memerlukan 8 sumur dengan label A-H
a. Tambahkan 25 µl diluent pada sumur B – H secara inklusif
b. Transfer 25 µl dari 1 : 20 pengenceran serum dari tes
skrining ke sumur A dan B
c. Ambil 25 µl serum yang telah diencerkan secara serial dari
sumur B ke H dengan inklusif setelah diencerkan 25 µl
campuran di sumur H dibuang
d. Pastikan bahwa sel – sel uji disuspensikan kembali secara
menyeluruh
Tambahkan 75 µl Test- Cell disetiap sumur, Ini akan
memberikan pengenceran serum dari 1/80 – 1/10240
e. Homogenkan well dengan perlahan
f. Inkubasi selama 45 – 60 menit pada suhu kamar
Perhatikan! Jauhkan piring dai panas, sinar matahari
langsung dan sumber getaran apapun
g. Baca hasil. Hasilnya stabil selama 24 jam. Jika piring/ well
tertutup dan diatas tindakan pencegahan diamati.
3. Control Cell, Control ( + ), Control ( - )
a. Pada well ditambahkan 25 µl control cell, control +, control
–
b. Ditambahkan 75 µl diluent pada control cell
c. Ditambahkan 75 µl tes tes pada control ( + ) dan control
( - ) well
d. Inkubasi 45 – 60 menit
H. Nilai Normal
Negatif
I. Interpretasi Pemeriksaan
1. Uji Kualitatif
Positif : Terbentuk Haema Aglutinasi
Negatif : Tidak Terbentuk Haema Aglutinasi
2. Uji Kuantitatif
Positif : Terbentuk Haema Aglutinasi menyerupai
titik ditengah sumur/well
Negatif : Tidak terbentuk Haema Aglutinasi
menyerupai titik ditengan sumur / well
J. Hasil Pengamatan
Hasil Keterangan
Sumur 2
Specimen + Control Cell
Sumur 3
Specimen + Test Cell
Didapatkan hasil Negative (-).
Tidak terbentuknya Haema Aglutinasi,
melainkan terbentuknya gumpalan sel
seperti titik.
Control Cell
Didapatkan hasil Negative (-).
Tidak terbentuknya Haema Aglutinasi,
melainkan terbentuknya gumpalan sel
seperti titik.
K. Pembahasan
Uji treponemal menggunakan antigen yang berasal dari Treponema
pallidum memungkinkan deteksi antibodi anti-treponemal yang bersifat spesifik
dan kemungkinan hasil positif palsu lebih rendah. Termasuk uji treponemal antara
lain: TPHA, treponema pallidum particle agglutination (TPPA), fluorescent
treponemal antibody-absorbed test (FTA-abs), microhemagglutination assay
(MHA-TP), enzyme immunoassay (EIA) (Cole, 2014).
Uji TPHA dan MHA-TP disebut juga indirect hemagglutination assay
(IHA), keduanya serupa namun MHA-TP adalah generasi terdahulu dari TPHA.
Uji ini dapat mendeteksi infeksi Treponema sp pada hampir seluruh stadium
infeksi kecuali stadium awal (3-4 minggu pertama) saat kadar antibodi masih
rendah (Aruan,2015).
Pelaksanaan uji TPHA menggunakan eritrosit unggas sedangkan MHA-
TP menggunakan eritrosit domba33 yang dilapisi antigen TP. pallidum dimana
hasil positif dinyatakan dengan adanya agregasi membentuk pola khas pada
permukaan sumur alat uji. Reaksi nonspesifik dapat terlihat pada sel kontrol yang
terisi eritrosit tanpa lapisan antigen. Hasil berupa titer dimulai dari 1/80, 1/160,
1/320, dan seterusnya. Keseluruhan proses uji berlangsung dalam 1-12 jam (dapat
diinkubasi sepanjang malam). Uji ini dapat digunakan sebagai uji konfirmasi
maupun prosedur penapisan (Mutmainnah,2014).
Uji treponemal dapat reaktif seumur hidup sehingga uji ini tidak dapat
digunakan dalam menilai efektivitas terapi, relaps dan reinfeksi. Uji ini juga tidak
dapat membedakan infeksi berbagai treponematosis lainnya yakni sifilis, pinta dan
bejel. Hasil positif palsu dapat ditemukan pada pasien dengan infeksi
mononukleosis infeksiosa, kusta tipe lepromatosa, leptospirosis, penyakit Lyme,
malaria dan lupus eritematosis sistemik ( Gianinio, dkk.2016).
Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA) merupakan suatu
pemeriksaan serologi untuk sifilis dan kurang sensitif bila digunakan sebagai
skrining (tahap awal atau primer) sifilis. Manfaat pemeriksaan TPHA sebagai
pemeriksaan konfirmasi untuk penyakit sifilis dan mendeteksi respon serologis
spesifik untuk Treponema pallidum pada tahap lanjut atau akhir sifilis. Untuk
skirining penyakit sifilis biasanya menggunakan pemeriksaan VDRL atau RPR
apabila hasil reaktif kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan TPHA sebagai
konfirmasi (Aruan,2015).
Pemeriksaan TPHA dilakukan berdasarkan adanya antibodi Treponema
Palidum yang akan bereaksi dengan antigen treponema yang menempel pada
eritrosit sehingga terbentuk aglutinasi dari eritrosit-eritrosit tersebut
(Mutmainnah,2014).
Pemeriksaan ini menggunakan Biotec TPHA Test Kit® (BIOTEC
Laboratories, Suffolk, UK). Setiap sampel memerlukan 3 lubang sumur pada plat
mikrotitrasi. Sebanyak 190 μL pelarut ditambahkan ke dalam sumur 1.10 μL
serum ditambahkan ke dalam sumur 1.Dengan menggunakan pipet mikro, serum
dan pelarut dicampur dengan merata, lalu campuran serum dan pelarut
dipindahkan masing-masing 25 μL ke dalam sumur 2 dan 3. Memastikan sel uji
dan sel kontrol tercampur dengan merata. Sebanyak 75 μL sel kontrol (eritrosit
avian) ditambahkan ke dalam sumur 2. Sebanyak 75 μL sel uji (eritrosit avian
yang telah disensitisasi dengan T. pallidum) ditambahkan ke dalam sumur 3. Plat
digoyangkan secara perlahan agar serum dan pelarut tercampur merata. Spesimen
diinkubasi selama 45 - 60 menit pada suhu ruangan yang bertujuan agar aglutinasi
terbentuk sempurna (Jafari, 2015).
Hasil dinyatakan positif, bila pada sel uji (sumur 3) terjadi aglutinasi
(terbentuk cincin), dan pada sel kontrol tidak terjadi aglutinasi. Hasil negatif bila
pada sel uji (sumur 3) tidak terjadi reaksi aglutinasi (tidak terbentuk cincin). Hasil
tersebut akan stabil hingga 24 jam, jika plat terlindungi dari panas, sinar matahari
langsung, serta getaran. Hasil pemeriksaan konfirmasi TPHA yang positif secara
kualitatif kemudian dilakukan pemeriksaan secara kuantitatif untuk mengetahui
kadar atau kandungan antigen T. Pallidum pada serum dan mengetahui titer
pengenceran terakhir yang masih menunjukkan hemaglutinasi (Esti, dkk.2014).
Kelemahan pemeriksaan TPHA yang dilakukan pada praktikum ini yaitu
kurang sensitif bila digunakan sebagai skrining tahapawal/primer(sipilis), pada
saat pengerjaan diperlukan ketrampilan dan ketelitian yang tinggi dan tidak dapat
dipakai untuk menilai hasil terapi ,karena tetapreaktif dalam waktu yang lama
(Crowson, 2016).
Kelebihan uji treponemal TPHA diantaranya:
Murah.
Sifilis dapat disembuhkan pada tahap awal infeksi, tetapi apabila dibiarkan
penyakit ini dapat menjadi infeksi yang sistemik dan kronik. Infeksi sifilis dibagi
menjadi sifilis stadium dini dan lanjut. Sifilis stadium dini terbagi menjadi sifilis
primer, sekunder, dan laten dini. Sifilis stadium lanjut termasuk sifilis tersier
(gumatous, sifilis kardiovaskular dan neurosifilis) serta sifilis laten lanjut (Efrida,
2014).
Struktur Treponema pallidum terdiri dari membran sel bagian dalam, dinding
selnya dilapisi oleh peptidoglikan yang tipis, dan membran sel bagian luar.Flagel
periplasmik (biasa disebut dengan endoflagel) ditemukan didalam ruang
periplasmik, antara dua membran (gambar 3). Organel ini yang menyebabkan
gerakan tersendiri bagi Treponema pallidum seperti alat pembuka tutup botol
(Corkscrew).13 Filamen flagel memiliki sarung/selubung dan struktur inti yang
terdiri dari sedikitnya empat polipeptida utama. Genus Treponema juga memiliki
filamen sitoplasmik, disebut juga dengan fibril sitoplasmik. Filamen bentuknya
seperti pita, lebarnya 7-7,5 nm. Partikel protein intramembran membran bagian
luar Treponema pallidum sedikit. Konsentrasi protein yang rendah ini diduga
menyebabkan Treponema pallidum dapat menghindar dari respons imun pejamu
(Efrida, 2014).
Treponema pallidum tidak dapat menular melalui benda mati seperti bangku,
tempat duduk toilet, handuk, gelas, atau benda-benda lain yang bekas
digunakan/dipakai oleh pengindap, karena pengaruh suhu dan rentang pH. Suhu
yang cocok untuk organisme ini adalah 30-370C dan rentang pH adalah 7,2-7,4
(Efrida, 2014).
Perlekatan Treponema pallidum dengan sel host melalui spesifik ligan yaitu
molekul fibronektin.Sifat yang mendasari virulensi Treponema pallidum belum
dipahami selengkapnya, tidak ada tanda-tanda bahwa kuman ini bersifat
toksigenik karena didalam dinding selnya tidak ditemukan eksotoksin ataupun
endotoksin. Meskipun didalam lesi primer dijumpai banyak kuman namun tidak
ditemukan kerusakan jaringan yang cukup luas karena kebanyakan kuman yang
berada diluar sel akan terbunuh oleh fagosit tetapi ada sejumlah kecil Treponema
yang dapat tetap dapat bertahan di dalam sel makrofag dan di dalam sel lainya
yang bukan fagosit misalnya sel endotel dan fibroblas. Keadaan tersebut dapat
menjadi petunjuk mengapa Treponema pallidum dapat hidup dalam tubuh
manusia dalam jangka waktu yang lama, yaitu selama masa asimtomatik yang
merupakan ciri khas dari penyakit sifilis. Sifat invasif Treponema sangat
membantu memperpanjang daya tahan kuman di dalam tubuh manusia (Efrida,
2014).
Pada praktikum mengenai pemeriksaan TPHA pada sampel serum pasien atas
nama Ida Bagus Made Jaya Ambara, laki-laki, umur 19 tahun pada tes TPHA
tidak terbentuk adanya hemaglutinasi yang menyatakan negatif pada hasil tes.
Pada praktikum diuji control cell, kontrol negatif didapatkan hasil yang negatif,
sedangkan pada contol positif terbentuk adanya hemaglutinasi yang menyatakan
hasil positif. Tes ini merupakan tes hemagglutinasi indirek (pasif). Antigen ini
akan diserap oleh permukaan sel darah merah yang telah diobati dengan asam
tanin. Selanjutnya sel darah merah yang telah diolah dengan antigen ini diteteskan
pada sederetan serum pasien dengan berbagai pengenceran (untuk penentuan titer
serum) (Josodiwondo, 2014).
Pada sifilis dini dengan pengobatan yang efektif reaktivitas TPHA kadang-
kadang baru menghilang baru menghilang beberapa tahun sesudahnya. False
negative dapat terjadi pada awal penyakit karena belum terbentuk antibodi. False
positive jarang dijumpai (dapat mencapai 0,07%) dan biasanya disebabkan oleh
autoantibodi. Tes ini cukup mudah dan sensitif dapat dipakai untuk skrining
penyakit sifilis (Hutapea, 2014).
Sensitifitas dan spesifisitas tes TPHA bergantung kepada mutu antigen yang
tetap dari berbagai produksi yang dihasilkan dengan waktu yang berbeda, bila
mencakup sensitifitas dan spesifisitasnya (Hutapea, 2014).
Pada umumnya tes TPHA menjadi reaktif setelah sifilis primer telah mapan
dan bila telah reaktif akan tetap reaktif di dalam waktu yang lama, walaupun
terjadi penurunan antibodi setelah pengobatan. Kemungkinan tes TPHA menjadi
negatif setelah pengobatan sifilis dini sangat jarang (Natahusada, 2015).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sifilis atau yang disebut dengan ”Raja Singa”, adalah penyakit menular
seksual yang disebabkan oleh sejenis bakteri yang berbentuk spiral atau spirochete
yang dikenal dengan Treponema pallidum. Pemeriksaan serologi biasanya
dilakukan pada pasien sifilis laten dan sifilis stadium tersier, karena pada keadaan
tersebut lesi pada kulit dan mukosa tidak ditemukan lagi. Pemeriksaan serologi ini
berguna untuk mendeteksi antibodi terhadap Treponema pallidum. Ada dua jenis
pemeriksaan serologi pada Treponema pallidum yaitu: uji nontreponemal dan
treponemal. Uji nontreponemal biasanya digunakan untuk skrining, karena
biayanya murah dan mudah dilakukan. Uji treponemal digunakan untuk
konfirmasi diagnosis (Efrida, 2014).
Well Gelas
Sebagai tabung reaksi kecil. Sebagai tempat limbah
Sampel serum Aluminium foil
Sebagai sampel yang akan diuji Untuk menutupi well saat inkubasi
3. Gunakan mikropipet
untuk menghomogenkan.
b. Test
4. Inkubasi selama 45 – 60
3. Ditambahkan 75 µl test
menit.
cell pada control (-) dan
control (+) well.