Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN IMUNOSEROLOGI

“ PEMERIKSAAN TPHA ”

Disusun oleh:

Kelompok 2

1. Dewa Ayu Diah Lestari (P07134018 006)


2. Ida Ayu Nirmayani (P07134018 015)
3. Ni Made Risma Fridayanti (P07134018 024)
4. Kadek Della Darmiyani (P07134018 034)
5. Ida Bagus Md Jaya Ambara (P07134018 036)
6. Ni Putu Anna Natasya (P07134018 043)

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia


Politeknik Kesehatan Denpasar
Jurusan Teknologi Laboratorium Medis

2020

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Treponema pallidum Hemagglutination Assay (TPHA) merupakan
suatu pemeriksaan serologi untuk sifilis. Untuk skirining penyakit sipilis
biasanya menggunakan pemeriksaan VDRL atau RPR apabila hasil reaktif
kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan TPHA sebagai konfirmasi
(Prodia,tt).
Selain itu TPHA merupakan tes yang sangat spesifik untuk melihat
apakah adanya antibodi terhadap treponema. Jika di dalam tubuh terdapat
bakteri ini, maka hasil tes positif. Tes ini akan menjadi negatif setelah 6 -
24 bulan setelah pengobatan. Bakteri-bakteri yang lain selain keluarga
treponema tidak dapat membuat hasil tes ini menjadi positif (Prodia,tt).
Manfaat Pemeriksaan TPHA ini adalah sebagai pemeriksaan
konfirmasi untuk penyakit sipilis dan mendeteksi respon serologis spesifik
untuk Treponema pallidum pada tahap lanjut/akhir sipilis. Sifilis bersifat
kronik dan sistemik karena memiliki masa laten, dapat menyerang hampir
semua alat tubuh, menyerupai banyak penyakit, dan ditularkan dari ibu ke
janin. Sifilis memiliki dampak besar bagi kesehatan seksual, kesehatan
reproduksi, dan kehidupan sosial. Populasi berisiko tertular sifilis
meningkat dengan adanya perkembangan dibidang sosial, demografik,
serta meningkatnya migrasi penduduk (Prodia,tt).
Secara global pada tahun 2008, jumlah orang dewasa yang
terinfeksi sifilis adalah 36,4 juta dengan 10,6 juta infeksi baru setiap
tahunnya. Daerah yang mempunyai tingkat penularan sifilis tertinggi ialah
sub-Sahara Afrika, Amerika Serikat, dan Asia Tenggara. Beberapa studi
yang telah dilakukan di Afrika menunjukkan bahwa terdapat 30%
seropositif sifilis pada antenatal dan 50%-nya mengakibat kematian bayi
pada sifilis kongenital. Penularan sifilis berhubungan dengan perilaku
seksual. Perilaku seksual adalah bentuk perilaku yang didorong oleh hasrat
seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis (Prodia,tt).

B. Dasar Teori
Sifilis atau yang disebut dengan ”Raja Singa”, adalah penyakit
menular seksual yang disebabkan oleh sejenis bakteri yang berbentuk
spiral atau spirochete yang dikenal dengan Treponema pallidum. Bakteri
yang berasal dari famili Spirochaetaceae ini, memiliki ukuran sangat kecil
dan dapat hidup hampir di seluruh bagian tubuh. Spirochaeta penyebab
sifilis ini dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui hubungan
genito – genital (kelamin – kelamin) maupun oro – genital (seks oral).
Infeksi ini juga dapat ditularkan oleh seorang ibu kepada bayinya selama
masa kehamilan ( Anonim, tt ).
Spirochaeta memperoleh akses melalui kontak langsung dari lesi
bawah terinfeksi dengan setiap kerusakan walaupun mikroskopik, di kulit,
atau mukosa pejamu. Sifilis dapat disembuhkan pada tahap – tahap infeksi,
tetapi bila dibiarkan, penyakit ini dapat menjadi sistemik dan kronik
( Anonim, tt ).
Pada tahun 1905, penyebab sifilis ditemukan oleh Schauddin dan
Hoffman yaitu Treponema pallidum, yang berordo Spirochaetales, familia
Sprirochaetaceae, dan genus Treponema. Bakteri ini merupakan basil gram
negatif yang panjang, tipis, bergulung secara heliks, berbentuk spiral, atau
seperti pembuka tutup botol, panjangnya antara 6 – 15 µm, lebar 0,15 µm,
terdiri atas delapan sampai dua puluh empat lekukan. Membiak secara
pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi selama tiga puluh jam
( Anonim, tt ).
Pembentukkan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar tubuh.
Di luar tubuh, kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk
tranfusi dapat hidup selama tujuh puluh dua jam ( Anonim, tt ).
Penyakit sifilis memiliki empat stadium yaitu primer, sekunder,
laten dan tersier. Tiap stadium perkembangan memiliki gejala penyakit
yang berbeda – beda dan menyerang organ tubuh.
1. Stadium Dini ( Primer )
Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat
masuknya Treponema pallidum. Terjadi afek primer berupa
penonjolan – penonjolan kecil yang erosif, berukuran 1-2 cm,
berbentuk bulat, dasarnya bersih, merah, kulit disekitarnya
tampak meradang, dan bila diraba ada pengerasan. Dalam
beberapa hari, erosi dapat berubah menjadi ulkus berdinding
tegak lurus ( Anonim, tt ).
2. Stadium Sekunder
Pada umumnya bila gejala sifilis stadium II muncul
stadium I sudah sembuh. Waktu antara sifilis I dan II umumnya
antara 6-8 minggu. Kadang – kadang terjadi masa transisi, yakni
sifilis I masih ada saat timbul gejala stadium II.
Sifat yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal.
Gejala konstitusi seperti nyeri kepala, demam, demam,
anoreksia, nyeri pada tulang, dan leher biasanya mendahului,
kadang – kadang bersamaan dengan kelainan pada kulit.
Kelainan kulit yang timbul berupa bercak – bercak atau tonjolan
– tonjolan kecil. Sifilis stadium II seringkali disebut sebagai The
Greatest Immitator of All Skin Diseases karena bentuk klinisnya
menyerupai banyak sekali kelainan kulit lain. Selain pada kulit,
stadium ini juga dapat mengenai selaput lendir dan kelenjar
getah bening di seluruh tubuh ( Anonim, tt ).
3. Stadium Laten
Lesi yang khas adalah gumma yang dapat terjadi 3-7
tahun setelah infeksi. Gumma umumnya satu, dapat multipel.
Gumma dapat timbul pada semua jaringan dan organ, termasuk
tulang rawan pada hidung dan dasar mulut. Gumma juga dapat
ditemukan padaorgan dalam seperti lambung, hati, limpa, paru –
paru, testis dan sebagainya. Kelainan lain berupa nodus di
bawah kulit, kemerahan dan nyeri ( Anonim, tt ).
4. Stadium Tersier
Termasuk dalam kelompok penyakit ini adalah sifilis
kardiovaskuler dan neurosifilis ( pada jaringan saraf ).
Umumnya timbul 10 – 20 tahun setelah infeksi primer
( Anonim, tt ).
 Diagnosa Laboratorium
a. Uji treponemal
Uji treponemal merupakan uji yang spesifik terhadap sifilis,
karena mendeteksi langsung Antibodi terhadap Antigen Treponema
pallidum. Pada uji treponemal, sebagai antigen digunakan bakteri
treponemal atau ekstraknya, misalnya Treponema Pallidum
Hemagglutination Assay (TPHA),Treponema Pallidum Particle Assay
(TPPA), dan Treponema Pallidum Immunobilization (TPI). Walaupun
pengobatan secara dini diberikan, namun uji treponemal dapat memberi
hasil positif seumur hidup. (Aprianinaim,2016)
b. Uji non-treponemal

Uji non-treponemal adalah uji yang mendeteksi antibodi IgG


dan IgM terhadap materi-materi lipid yang dilepaskan dari sel-sel rusak
dan terhadap antigen-mirip-lipid (lipoidal like antigen) Treponema
pallidum. Karena uji ini tidak langsung mendeteksi terhadap
keberadaan Treponema pallidum itu sendiri, maka uji ini bersifat non-
spesifik. Uji non-treponemal meliputi VDRL (Venereal disease research
laboratory), USR (unheated serum reagin), RPR (rapid plasma reagin),
dan TRUST (toluidine red unheated serum test) (Aprianinaim,2016).

Pemeriksaan TPHA (Treponema pallidum Hemagglutination


Assay). Treponema pallidum Hemagglutination Assay (TPHA)
merupakan suatu pemeriksaan serologi untuk sifilis. Untuk skirining
penyakit sipilis biasanya menggunakan pemeriksaan VDRL atau RPR
apabila hasil reaktif kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan TPHA
sebagai konfirmasi (Aprianinaim,2016).
Selain itu TPHA merupakan tes yang sangat spesifik untuk melihat
apakah adanya antibodi terhadap treponema. Jika di dalam tubuh
terdapat bakteri ini, maka hasil tes positif. Tes ini akan menjadi negatif
setelah 6 - 24 bulan setelah pengobatan. Bakteri-bakteri yang lain selain
keluarga treponema tidak dapat membuat hasil tes ini menjadi positif
(Prodia,tt).

Manfaat Pemeriksaan TPHA ini adalah sebagai pemeriksaan


konfirmasi untuk penyakit sipilis dan mendeteksi respon serologis
spesifik untuk Treponema pallidum pada tahap lanjut/akhir sipilis.
(Prodia,tt).

• Kelemahan pemeriksaan TPHA :

1. Kurang sensitif bila digunakan sebagai skrining (tahap


awal/primer) sipilis.
2. Pada saat pengerjaan diperlukan ketrampilan dan ketelitian
yang tinggi.
3. Tidak dapat dipakai untuk menilai hasil terapi, karena tetap
reaktif dalam waktu yang lama.
• Kelebihan pemeriksaan TPHA :
1. Teknis dan pembacaan hasilnya mudah
2. Memiliki spesifisitas tinggi untuk mendeteksi adanya antibodi
treponemal dan sensitivitas yang tinggi dimana kadar minimum
antibodi treponemal yang dapat dideteksi adalah 0,05 IU/ml.
3. Hasil reaktif/positif dapat diperoleh lebih dini.
• Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Semua komponen harus disuhu ruangkan terlebih dahulu
sebelum digunakan.
2. Selalu perhatikan e.d reagen.
3.Suhu penyimpanan reagen adalah 2-80C dan tidak boleh
dibekukan.
4. Sampel yang digunakan adalah sampel serum/plasma yang bebas
dari sel darah, kontaminasi mikroba, tidak hemolisis dan tidak
lipemik/ikterik.
5. Selalu menyertakan control positif dan control negative.
6. Proses penghomogenan harus dilakukan dengan tepat.
7. Ketepatan volume pemipetan sampel dan reagen perlu
diperhatikan untuk memperoleh pengenceran yang sesuai.
8. Control cell harus selalu menunjukkan hasil negative pada proses
pemeriksaan baik kualitatif maupun semi kuantitatif.
9. Waktu inkubasi tidak boleh lebih dari 60 menit dan bebas dari
getaran.

BAB II
ISI

A. Metode Pemeriksaan
Metode yang digunakan adalah metode hemaglutinasi secara kualitatif dan
kuantitatif

B. Prinsip Pemeriksaan
Pinsip yang digunakan yaitu dimana avian eritrosit yang sudah
dilapisi oleh komponen antigenik dari T. polidum yang patogen (Nichol’s
Strain). Dimana sel – sel uji ini menggumpal dengan adanya antibodi
spesifik untuk T.polidium dan menunjukkan pada karakteristik pada pelat
mikrotitrasi.

C. Reaksi Pemeriksaan
Reaksi yang terjadi adalah reaksi hemaglutinasi.

D. Spesimen Pemeriksaan
Spesimen / sampel yang digunakan yaitu serum atau plasma.

E. Alat Pemeriksaan
Alat yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah sebagai berikut :
1. Mikropipet 10µl, 25 µl, 75 µl, dan 90 µl.
2. Tip kuning
3. Tissue
4. Well
5. Centrifuge
6. Gelas

F. Bahan / Reagen Pemeriksaan


1. TPHA Test Kit
 Test Cells
 Control Cells
 Diluent
 Positive Control Serum
 Negative Control Serum
 Insert Kit

G. Prosedur Pemeriksaan
1. Uji Kualitatif
Setiap sampel memerlukan 3 sumur dari pelat mikrotitrasi
a. Tambahkan 190 µl Diluent pada sumur 1
b. Lalu tambahkan 10 µl serum pada sumur 1
c. Gunakan mikropipet untuk menghomogenkan campuran
tersebut. Lalu ambil masing – masing 25 µl kemudian
dituangkan ke sumur 2 dan 3
d. Pastikan bahwa Test Cells dan Control tersuspensi secara
menyeluruh. Tambahkan 75 µl Control Cells pada sumur 2
dan tambahkan 75 µl Test Cells pada sumur 3
e. Ketuk piring/well dengan lembut untuk mencampur
campuran tersebut
f. Inkubasi 45 – 60 menit pada suhu ruangan
g. Perhatikan ! Jauhkan piring / well dari panas, sinar matahari
langsung dan sumber apapun yang menimbulkan getaran
h. Baca hasil – hasil stabil selama 24 jam. Jika pelat tertutup
dan diatas tindakan pencegahan diamati
Catatan : Kontrol kit dapat dijalankan secara paralel dan
diencerkan dan siap digunakan
2. Uji Kuantitatif
Setiap sampel memerlukan 8 sumur dengan label A-H
a. Tambahkan 25 µl diluent pada sumur B – H secara inklusif
b. Transfer 25 µl dari 1 : 20 pengenceran serum dari tes
skrining ke sumur A dan B
c. Ambil 25 µl serum yang telah diencerkan secara serial dari
sumur B ke H dengan inklusif setelah diencerkan 25 µl
campuran di sumur H dibuang
d. Pastikan bahwa sel – sel uji disuspensikan kembali secara
menyeluruh
Tambahkan 75 µl Test- Cell disetiap sumur, Ini akan
memberikan pengenceran serum dari 1/80 – 1/10240
e. Homogenkan well dengan perlahan
f. Inkubasi selama 45 – 60 menit pada suhu kamar
Perhatikan! Jauhkan piring dai panas, sinar matahari
langsung dan sumber getaran apapun
g. Baca hasil. Hasilnya stabil selama 24 jam. Jika piring/ well
tertutup dan diatas tindakan pencegahan diamati.
3. Control Cell, Control ( + ), Control ( - )
a. Pada well ditambahkan 25 µl control cell, control +, control

b. Ditambahkan 75 µl diluent pada control cell
c. Ditambahkan 75 µl tes tes pada control ( + ) dan control
( - ) well
d. Inkubasi 45 – 60 menit

H. Nilai Normal
 Negatif

I. Interpretasi Pemeriksaan
1. Uji Kualitatif
 Positif : Terbentuk Haema Aglutinasi
 Negatif : Tidak Terbentuk Haema Aglutinasi
2. Uji Kuantitatif
 Positif : Terbentuk Haema Aglutinasi menyerupai
titik ditengah sumur/well
 Negatif : Tidak terbentuk Haema Aglutinasi
menyerupai titik ditengan sumur / well
J. Hasil Pengamatan

Hasil Keterangan

Sumur 2
Specimen + Control Cell

Didapatkan hasil Negative (-).


Tidak terbentuknya Haema Aglutinasi,
melainkan terbentuknya gumpalan sel
seperti titik.

Sumur 3
Specimen + Test Cell
Didapatkan hasil Negative (-).
Tidak terbentuknya Haema Aglutinasi,
melainkan terbentuknya gumpalan sel
seperti titik.

Control Negative (-)


Didapatkan hasil Negative (-).
Tidak terbentuknya Haema Aglutinasi,
melainkan terbentuknya gumpalan sel
seperti titik.
Control Positif (+)

Didapatkan hasil positif (+).


Terbentuknya Haema Aglutinasi pada
well.

Control Cell
Didapatkan hasil Negative (-).
Tidak terbentuknya Haema Aglutinasi,
melainkan terbentuknya gumpalan sel
seperti titik.

K. Pembahasan
Uji treponemal menggunakan antigen yang berasal dari Treponema
pallidum memungkinkan deteksi antibodi anti-treponemal yang bersifat spesifik
dan kemungkinan hasil positif palsu lebih rendah. Termasuk uji treponemal antara
lain: TPHA, treponema pallidum particle agglutination (TPPA), fluorescent
treponemal antibody-absorbed test (FTA-abs), microhemagglutination assay
(MHA-TP), enzyme immunoassay (EIA) (Cole, 2014).
Uji TPHA dan MHA-TP disebut juga indirect hemagglutination assay
(IHA), keduanya serupa namun MHA-TP adalah generasi terdahulu dari TPHA.
Uji ini dapat mendeteksi infeksi Treponema sp pada hampir seluruh stadium
infeksi kecuali stadium awal (3-4 minggu pertama) saat kadar antibodi masih
rendah (Aruan,2015).
Pelaksanaan uji TPHA menggunakan eritrosit unggas sedangkan MHA-
TP menggunakan eritrosit domba33 yang dilapisi antigen TP. pallidum dimana
hasil positif dinyatakan dengan adanya agregasi membentuk pola khas pada
permukaan sumur alat uji. Reaksi nonspesifik dapat terlihat pada sel kontrol yang
terisi eritrosit tanpa lapisan antigen. Hasil berupa titer dimulai dari 1/80, 1/160,
1/320, dan seterusnya. Keseluruhan proses uji berlangsung dalam 1-12 jam (dapat
diinkubasi sepanjang malam). Uji ini dapat digunakan sebagai uji konfirmasi
maupun prosedur penapisan (Mutmainnah,2014).
Uji treponemal dapat reaktif seumur hidup sehingga uji ini tidak dapat
digunakan dalam menilai efektivitas terapi, relaps dan reinfeksi. Uji ini juga tidak
dapat membedakan infeksi berbagai treponematosis lainnya yakni sifilis, pinta dan
bejel. Hasil positif palsu dapat ditemukan pada pasien dengan infeksi
mononukleosis infeksiosa, kusta tipe lepromatosa, leptospirosis, penyakit Lyme,
malaria dan lupus eritematosis sistemik ( Gianinio, dkk.2016).
Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA) merupakan suatu
pemeriksaan serologi untuk sifilis dan kurang sensitif bila digunakan sebagai
skrining (tahap awal atau primer) sifilis. Manfaat pemeriksaan TPHA sebagai
pemeriksaan konfirmasi untuk penyakit sifilis dan mendeteksi respon serologis
spesifik untuk Treponema pallidum pada tahap lanjut atau akhir sifilis. Untuk
skirining penyakit sifilis biasanya menggunakan pemeriksaan VDRL atau RPR
apabila hasil reaktif kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan TPHA sebagai
konfirmasi (Aruan,2015).
Pemeriksaan TPHA dilakukan berdasarkan adanya antibodi Treponema
Palidum yang akan bereaksi dengan antigen treponema yang menempel pada
eritrosit sehingga terbentuk aglutinasi dari eritrosit-eritrosit tersebut
(Mutmainnah,2014).
Pemeriksaan ini menggunakan Biotec TPHA Test Kit® (BIOTEC
Laboratories, Suffolk, UK). Setiap sampel memerlukan 3 lubang sumur pada plat
mikrotitrasi. Sebanyak 190 μL pelarut ditambahkan ke dalam sumur 1.10 μL
serum ditambahkan ke dalam sumur 1.Dengan menggunakan pipet mikro, serum
dan pelarut dicampur dengan merata, lalu campuran serum dan pelarut
dipindahkan masing-masing 25 μL ke dalam sumur 2 dan 3. Memastikan sel uji
dan sel kontrol tercampur dengan merata. Sebanyak 75 μL sel kontrol (eritrosit
avian) ditambahkan ke dalam sumur 2. Sebanyak 75 μL sel uji (eritrosit avian
yang telah disensitisasi dengan T. pallidum) ditambahkan ke dalam sumur 3. Plat
digoyangkan secara perlahan agar serum dan pelarut tercampur merata. Spesimen
diinkubasi selama 45 - 60 menit pada suhu ruangan yang bertujuan agar aglutinasi
terbentuk sempurna (Jafari, 2015).
Hasil dinyatakan positif, bila pada sel uji (sumur 3) terjadi aglutinasi
(terbentuk cincin), dan pada sel kontrol tidak terjadi aglutinasi. Hasil negatif bila
pada sel uji (sumur 3) tidak terjadi reaksi aglutinasi (tidak terbentuk cincin). Hasil
tersebut akan stabil hingga 24 jam, jika plat terlindungi dari panas, sinar matahari
langsung, serta getaran. Hasil pemeriksaan konfirmasi TPHA yang positif secara
kualitatif kemudian dilakukan pemeriksaan secara kuantitatif untuk mengetahui
kadar atau kandungan antigen T. Pallidum pada serum dan mengetahui titer
pengenceran terakhir yang masih menunjukkan hemaglutinasi (Esti, dkk.2014).
Kelemahan pemeriksaan TPHA yang dilakukan pada praktikum ini yaitu
kurang sensitif bila digunakan sebagai skrining tahapawal/primer(sipilis), pada
saat pengerjaan diperlukan ketrampilan dan ketelitian yang tinggi dan tidak dapat
dipakai untuk menilai hasil terapi ,karena tetapreaktif dalam waktu yang lama
(Crowson, 2016).
Kelebihan uji treponemal TPHA diantaranya:

 Cepat dan mudah dilakukan

 Murah.

 Tidak memerlukan tenaga ahli dan peralatan khusus.

 Mendeteksi IgM dan IgG anti-treponemal antibodi.

 Dapat digunakan dengan jumlah spesimen sedikit maupun


pada penapisan massal.
 Waktu pengerjaan tes cukup singkat (Crowson, 2016).
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan TPHA antara
lain :
1. Jangan menggunakan serum yang hemolisis karena dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan.
2. Serum atau plasma harus bebas dari sel darah dan kontaminasi mikrobiologi
3. Jika terdapat penundaan pemeriksaan, serum disimpan pada suhu 2-80C
dimana dapat bertahan selama 7 hari dan bila disimpan pada suhu -200C,
serum dapat bertahan lebih lama.
4. Serum atau plasma yang beku sebelum dilakukan pemeriksaan harus dicairkan
dan dihomogenkan dengan baik sebelum pemeriksaan.
5. Reagen harus disimpan pada suhu 2-80C jika tidak digunakan dan jangan
disimpan di freezer.
6. Uji TPHA menunjukkan hasil reaktif setelah 1-4 minggu setelah terbentuknya
chancre.
7. Dalam melakukan pemeriksaan harus menyertakan kontrol positif dan kontrol
negative (Cejkova, 2014).
Treponema pallidum subspesies pallidum (biasa disebut dengan Treponema
pallidum) merupakan bakteri gram negatif, berbentuk spiral yang halus, ramping
dengan lebar kira-kira 0,2 µm dan panjang 5-15 µm. Bakteri yang patogen
terhadap manusia, bersifat parasit obligat intraselular, mikroaerofilik, akan mati
apabila terpapar oksigen, antiseptik, sabun, pemanasan, pengeringan sinar
matahari dan penyimpanan di refrigerator (Efrida, 2014).
Penularan sifilis biasanya melalui kontak seksual dengan pasangan yang
terinfeksi, kontak langsung dengan lesi/luka yang terinfeksi atau dari ibu yang
menderita sifilis ke janinnya melalui plasenta pada stadium akhir kehamilan
(Efrida, 2014).

Sifilis dapat disembuhkan pada tahap awal infeksi, tetapi apabila dibiarkan
penyakit ini dapat menjadi infeksi yang sistemik dan kronik. Infeksi sifilis dibagi
menjadi sifilis stadium dini dan lanjut. Sifilis stadium dini terbagi menjadi sifilis
primer, sekunder, dan laten dini. Sifilis stadium lanjut termasuk sifilis tersier
(gumatous, sifilis kardiovaskular dan neurosifilis) serta sifilis laten lanjut (Efrida,
2014).

Metode definitif untuk mendiagnosis sifilis dilakukan dengan pemeriksaan


mikroskop lapangan gelap terhadap eksudat dari chancre pada sifilis primer dan
lesi mukokutis pada sifilis sekunder serta uji antibodi fluoresens langsung. Uji
serologi lebih mudah, ekonomis, dan lebih sering dilakukan. Terdapat dua jenis uji
serologi yaitu: 1)uji nontreponema, termasuk uji Venereal Disease Research
Laboratory (VDRL) dan Rapid Plasma Reagin (RPR), 2)uji treponema, termasuk
Fluorescent Treponemal Antibody Absorption (FTA-ABS) dan Treponema
pallidum Particle Agglutination(TP-PA) (Efrida, 2014).

Treponema pallidum merupakan salah satu bakteri spirochaeta. Bakteri ini


berbentuk spiral. Terdapat empat subspesies, yaitu Treponema pallidum pallidum,
yang menyebabkan sifilis, Treponema pallidum pertenue, yang menyebabkan
yaws, Treponema pallidum carateum,yang menyebabkan pinta dan Treponema
pallidum endemicum yang menyebabkan sifilis endemik (juga disebut bejel.11
Klasifikasi bakteri penyebab sifilis adalah; Kingdom: Eubacteria, Filum:
Spirochaetes, Kelas: Spirochaetes, Ordo: Spirochaetales, Familia:
Treponemataceae, Genus: Treponema, Spesies: Treponema pallidum, Subspesies:
Treponema pallidum pallidum (Efrida, 2014).

Treponema pallidum merupakan bakteri gram negatif, berbentuk spiral yang


ramping dengan lebar kira-kira 0,2 µm dan panjang 5-15 µm. Lengkung
spiralnya/gelombang secara teratur terpisah satu dengan lainnya dengan jarak 1
µm, dan rata-rata setiap kuman terdiri dari 8-14 gelombang. Organisme ini aktif
bergerak, berotasi hingga 900 dengan cepat di sekitar endoflagelnya bahkan
setelah menempel pada sel melalui ujungnya yang lancip. Aksis panjang spiral
biasanya lurus tetapi kadang-kadang melingkar, yang membuat organisme tersebut
dapat membuat lingkaran penuh dan kemudian akan kembali lurus ke posisi
semula. Spiralnya sangat tipis sehingga tidak dapat dilihat secara langsung kecuali
menggunakan pewarnaan imunofluoresensi atau iluminasi lapangan gelap dan
mikroskop elektron (Efrida, 2014).

Struktur Treponema pallidum terdiri dari membran sel bagian dalam, dinding
selnya dilapisi oleh peptidoglikan yang tipis, dan membran sel bagian luar.Flagel
periplasmik (biasa disebut dengan endoflagel) ditemukan didalam ruang
periplasmik, antara dua membran (gambar 3). Organel ini yang menyebabkan
gerakan tersendiri bagi Treponema pallidum seperti alat pembuka tutup botol
(Corkscrew).13 Filamen flagel memiliki sarung/selubung dan struktur inti yang
terdiri dari sedikitnya empat polipeptida utama. Genus Treponema juga memiliki
filamen sitoplasmik, disebut juga dengan fibril sitoplasmik. Filamen bentuknya
seperti pita, lebarnya 7-7,5 nm. Partikel protein intramembran membran bagian
luar Treponema pallidum sedikit. Konsentrasi protein yang rendah ini diduga
menyebabkan Treponema pallidum dapat menghindar dari respons imun pejamu
(Efrida, 2014).

Treponema pallidum merupakaan salah satu bakteri yang patogen terhadap


manusia (parasit obligat intraselular) dan sampai saat ini tidak dapat dikultur
secara invitro. Dahulu Treponema pallidum dianggap sebagai bakteri anaerob
obligat, sekarang telah diketahui bahwa Treponema pallidum merupakan
organisme mikroaerofilik, membutuhkan oksigen hanya dalam konsentrasi rendah
(20%).Kuman ini dapat mati jika terpapar dengan oksigen, antiseptik, sabun,
pemanasan, pengeringan sinar matahari dan penyimpanan di refrigerator.17,18
Bakteri ini berkembang biak dengan pembelahan melintang dan menjadi sangat
invasif, patogen persisten dengan aktivitas toksigenik yang kecil dan tidak mampu
bertahan hidup diluar tubuh host mamalia.Mekanisme biosintesis lipopolisakarida
dan lipid Treponema pallidum sedikit. Kemampuan metabolisme dan adaptasinya
minimal dan cenderung kurang, hal ini dapat dilihat dari banyak jalur seperti
siklusasam trikarboksilik, komponen fosforilasi oksidatif dan banyak jalur
biosintesis lainnya. Keseimbangan penggunaan dan toksisitas oksigen adalah
kunci pertumbuhan dan ketahanan Treponema pallidum. Organisme ini juga
tergantung pada sel host untuk melindunginya dari radikal oksigen, karena
Treponema pallidum membutuhkan oksigen untuk metabolisme tetapi sangat
sensitif terhadap efek toksik oksigen.15,19 Treponema pallidum akan mati dalam
4 jam bila terpapar oksigen dengan tekanan atmosfer 21%.20,21 Keadaan
sensitivitas tersebut dikarenakan bakteri ini kekurangan superoksida dismutase,
katalase, dan oxygen radical scavengers.19 Superoksida dismutase yang
mengkatalisis perubahan anion superoksida menjadi hidrogen peroksida dan air,
tidak ditemukan pada kuman ini (Efrida, 2014).

Treponema pallidum tidak dapat menular melalui benda mati seperti bangku,
tempat duduk toilet, handuk, gelas, atau benda-benda lain yang bekas
digunakan/dipakai oleh pengindap, karena pengaruh suhu dan rentang pH. Suhu
yang cocok untuk organisme ini adalah 30-370C dan rentang pH adalah 7,2-7,4
(Efrida, 2014).

Penularan bakteri ini biasanya melalui hubungan seksual (membran mukosa


vagina dan uretra), kontak langsung dengan lesi/luka yang terinfeksi atau dari ibu
yang menderita sifilis ke janinnya melalui plasenta pada stadium akhir kehamilan.
Treponema pallidum masuk dengan cepat melalui membran mukosa yang utuh
dan kulit yang lecet, kemudian kedalam kelenjar getah bening, masuk aliran
darah, kemudian menyebar ke seluruh organ tubuh. Bergerak masuk keruang
intersisial jaringan dengan cara gerakan cork-screw (seperti membuka tutup
botol). Beberapa jam setelah terpapar terjadi infeksi sistemik meskipun gejala
klinis dan serologi belum kelihatan pada saat itu.17,23 Darah dari pasien yang
baru terkena sifilis ataupun yang masih dalam masa inkubasi bersifat infeksius.
Waktu berkembangbiak Treponema pallidum selama masa aktif penyakit secara
invivo 30-33 jam. Lesi primer muncul di tempat kuman pertama kali masuk,
biasanya bertahan selama 4-6 minggu dan kemudian sembuh secara spontan. Pada
tempat masuknya, kuman mengadakan multifikasi dan tubuh akan bereaksi
dengan timbulnya infiltrat yang terdiri atas limfosit, makrofag dan sel plasma
yang secara klinis dapat dilihat sebagai papul. Reaksi radang tersebut tidak hanya
terbatas di tempat masuknya kuman tetapi juga di daerah perivaskuler (Treponema
pallidum berada diantara endotel kapiler dan sekitar jaringan), hal ini
mengakibatkan hipertrofi endotel yang dapat menimbulkan obliterasi lumen
kapiler (endarteritis obliterans). Kerusakan vaskular ini mengakibatkan aliran
darah pada daerah papula tersebut berkurang sehingga terjadi erosi atau ulkus dan
keadaan ini disebut chancre (Efrida, 2014).

Informasi mengenai patogenesis sifilis lebih banyak didapatkan dari


percobaan hewan karena keterbatasan informasi yang dapat diambil dari
penelitian pada manusia. Penelitian yang dilakukan pada kelinci percobaan,
dimana dua Treponema pallidum diinjeksikan secara intrakutan, menyebabkan lesi
positif lapangan gelap pada 47% kasus. Peningkatan kasus mencapai 71% dan
100% ketika 20 dan 200.000 Treponema pallidum diinokulasikan secara
intrakutan pada kelinci percobaan. Periode inkubasi bervariasi tergantung
banyaknya inokulum, sebagai contoh 10 Treponema pallidum akan menimbulkan
chancre dalam waktu 5-7 hari. Organisme ini akan muncul dalam waktu menit.
Didalam kelenjar limfe dan menyebar luas dalam beberapa jam, meskipun
mekanisme Treponema pallidum masuk sel masih belum diketahui secara pasti
(Efrida, 2014).

Perlekatan Treponema pallidum dengan sel host melalui spesifik ligan yaitu
molekul fibronektin.Sifat yang mendasari virulensi Treponema pallidum belum
dipahami selengkapnya, tidak ada tanda-tanda bahwa kuman ini bersifat
toksigenik karena didalam dinding selnya tidak ditemukan eksotoksin ataupun
endotoksin. Meskipun didalam lesi primer dijumpai banyak kuman namun tidak
ditemukan kerusakan jaringan yang cukup luas karena kebanyakan kuman yang
berada diluar sel akan terbunuh oleh fagosit tetapi ada sejumlah kecil Treponema
yang dapat tetap dapat bertahan di dalam sel makrofag dan di dalam sel lainya
yang bukan fagosit misalnya sel endotel dan fibroblas. Keadaan tersebut dapat
menjadi petunjuk mengapa Treponema pallidum dapat hidup dalam tubuh
manusia dalam jangka waktu yang lama, yaitu selama masa asimtomatik yang
merupakan ciri khas dari penyakit sifilis. Sifat invasif Treponema sangat
membantu memperpanjang daya tahan kuman di dalam tubuh manusia (Efrida,
2014).
Pada praktikum mengenai pemeriksaan TPHA pada sampel serum pasien atas
nama Ida Bagus Made Jaya Ambara, laki-laki, umur 19 tahun pada tes TPHA
tidak terbentuk adanya hemaglutinasi yang menyatakan negatif pada hasil tes.
Pada praktikum diuji control cell, kontrol negatif didapatkan hasil yang negatif,
sedangkan pada contol positif terbentuk adanya hemaglutinasi yang menyatakan
hasil positif. Tes ini merupakan tes hemagglutinasi indirek (pasif). Antigen ini
akan diserap oleh permukaan sel darah merah yang telah diobati dengan asam
tanin. Selanjutnya sel darah merah yang telah diolah dengan antigen ini diteteskan
pada sederetan serum pasien dengan berbagai pengenceran (untuk penentuan titer
serum) (Josodiwondo, 2014).

Reaksi dinyatakan positif jika terlihat warna kemerahan yang merata,


sedangkan endapan merah tua dalam bentuk titik atau cincin menunjukkan hasil
reaksi negatif. Hasil tes positif 3-4 minggu setelah infeksi (Josodiwondo, 2014).

Pada sifilis dini dengan pengobatan yang efektif reaktivitas TPHA kadang-
kadang baru menghilang baru menghilang beberapa tahun sesudahnya. False
negative dapat terjadi pada awal penyakit karena belum terbentuk antibodi. False
positive jarang dijumpai (dapat mencapai 0,07%) dan biasanya disebabkan oleh
autoantibodi. Tes ini cukup mudah dan sensitif dapat dipakai untuk skrining
penyakit sifilis (Hutapea, 2014).

Sensitifitas dan spesifisitas tes TPHA bergantung kepada mutu antigen yang
tetap dari berbagai produksi yang dihasilkan dengan waktu yang berbeda, bila
mencakup sensitifitas dan spesifisitasnya (Hutapea, 2014).

Keuntungan penggunaan tes TPHA ialah mempunyai spesifisitas terhadap


Treponema dan dapat dilakukan cara otomatisasi, reprodusibilitas yang baik dan
sensitifitasnya terhadap antibodi anti Treponema IgM (19S) spesifik (Hutapea,
2014).

Pada umumnya tes TPHA menjadi reaktif setelah sifilis primer telah mapan
dan bila telah reaktif akan tetap reaktif di dalam waktu yang lama, walaupun
terjadi penurunan antibodi setelah pengobatan. Kemungkinan tes TPHA menjadi
negatif setelah pengobatan sifilis dini sangat jarang (Natahusada, 2015).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Sifilis atau yang disebut dengan ”Raja Singa”, adalah penyakit menular
seksual yang disebabkan oleh sejenis bakteri yang berbentuk spiral atau spirochete
yang dikenal dengan Treponema pallidum. Pemeriksaan serologi biasanya
dilakukan pada pasien sifilis laten dan sifilis stadium tersier, karena pada keadaan
tersebut lesi pada kulit dan mukosa tidak ditemukan lagi. Pemeriksaan serologi ini
berguna untuk mendeteksi antibodi terhadap Treponema pallidum. Ada dua jenis
pemeriksaan serologi pada Treponema pallidum yaitu: uji nontreponemal dan
treponemal. Uji nontreponemal biasanya digunakan untuk skrining, karena
biayanya murah dan mudah dilakukan. Uji treponemal digunakan untuk
konfirmasi diagnosis (Efrida, 2014).

Berdasarkan praktikum yang kami lakukan mengenai pemeriksaan TPHA


pada sampel serum pasien atas nama Ida Bagus Made Jaya Ambara, laki-laki,
umur 19 tahun pada tes TPHA tidak terbentuk adanya hemaglutinasi yang
menyatakan negatif pada hasil tes. Pada praktikum diuji control cell, kontrol
negatif didapatkan hasil yang negatif, sedangkan pada contol positif terbentuk
adanya hemaglutinasi yang menyatakan hasil positif.
LEMBAR PEGESAHAN

Dosen Pembimbing Dosen Pembimbing

Heri Setiyo Bekti, S.ST., Putu Ayu Suryaningsih, S.ST


M.Biomed

Nama Kelompok TTD

Dewa Ayu Diah Lestari

Ida Ayu Nirmayani

Ni Made Risma Fridayanti

Kadek Della Darmiyani

Ida Bagus Md Jaya Ambara

Ni Putu Anna Natasya


DAFTAR PUSTAKA

Aprianinanim. 2016.UJI TPHA


Anonim. tt. Gejala Sifilis. http://gejalasifilis.com/.
Prodia.Tt. TPHA
http://prodia.co.id/imuno-serologi/tpha.
Aji,dkk. 2011. Laporan Resmi Praktikum Imunoserologi II.
http://id.scribd.com/doc/46539199/Laporan-Resmi-Imun-II .Karya Ilmiah
Bahasa Indonesia
Aruan RR. Uji sensitifitas dan spesifisitas rapid plasma reagin (RPR)
dibandingkan dengan Treponema Pallidum Hemagglutination Assay
(TPHA) sebagai baku emas diagnosis serologis frambusia pada anak
usia 1-5 tahun di kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur.
Universitas Indonesia; 2015.
Cejkova D, Zobanikova M, Chen L, Pospisilova P, Strouhal M, Qin X, dkk.
Whole genome sequences of three Treponema pallidum ssp. pertenue
strains: yaws and syphilis Treponemes differ in less than 0,2% of the
genome sequence. Neglected tropical diseases. 2014;6(1).
Cole M, Dean L, Perry KR. Five syphilis agglutination assays. Microbiological
diagnostics assessment service. 2014.h.1-43.
Crowson AS, Magro C, Mihm M.Jr. 2016 Treponemal disease. Dalam: Elder
DE, Elenitsas R, Johnson BL.Jr, MurphyGF, Xu X. Penyunting.
Histopathology of the skin 10th ed. USA: Lippincott Williams and
Wilkins; 2010.h.583-4.
Esti PK, Sihombing B, Suprijatin AE, Indriatmi W, Wiryadi BE. Perbandingan
Proporsi Kepositifan rapid test SD Bioline Syphilis dan Treponema
Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA Plasmatec)untuk frambusia
pada anak usia 1-5 tahun di kabupaten Sumba Barat Daya, NTT,
Indonesia. 2014.
Gianino MM, Conte ID, Sciole K, Galzerano L, Castelli L, .Zerbi R, Arnaudo
I.dkk. Performance and Costs of a Rapid Syphilis test in an Urban
Population at High Risk for Sexually Transmitted Infections. J Prev Med
Hyg. 2016.
Jafari Y, Peeling RW, Shivkumar S, Claessens C, Joseph L, Pant PN. Are the
Treponema pallidum spesific rapid and point-of-care tests for Syphilis
accurate enough for screening in resource limited settings? evidence
from a meta-analysis. PLOS ONE. 2015.
Mutmainnah E. Sensitivitas dan Spesifisitas rapid-test Hexagon Syphilis
menggunakan spesimen serum dan fingerprick whole blood
dibandingkan terhadap Treponema Pallidum Hemagglutination Assay
(TPHA)-Studi pada populasi resiko tinggi. Universitas Indonesia;
Jakarta: 2014.
Efrida, Elvinawaty. 2014. Imunopatogenesis Treponema pallidum dan
Pemeriksaan Serologi. Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(3)
Hutapea, N O. 2014. Treponematosis – Penelitian aspek serologis dalam rangka
program pemberantasan penyakit kelamin dan frambusia di Sumatera
Utara. Bandung: Penerbit Alumni Bandung, :2-29.
Natahusada EC, Djuanda A. 2015. Sifilis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah
S, penyunting. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, :371-91
Josodiwondo, S. 2014. Treponema Pallidum. Dalam: Daili SF, Erdina HDP,
Dwikarya M, Sugito TL, Menaldi SL, penyunting. Perkembangan terakhir
penanggulangan sifilis dan frambusia. Jakarta: FKUI,: 11-21.
LAMPIRAN

1. Alat dan Bahan

Mikropipet Yellow tip


Untuk memipet specimen & reagen Digunakan pada mikropipet

Well Gelas
Sebagai tabung reaksi kecil. Sebagai tempat limbah
Sampel serum Aluminium foil
Sebagai sampel yang akan diuji Untuk menutupi well saat inkubasi

Control (-) Control (+)


Untuk uji control negative (-) Untuk uji control positif (+)

TPHA Test Cell TPHA Control Cell


Sebagai reagen test cell Sebagai reagen control cell
TPHA Diluent
Eksipien/pelarut
2. Cara Kerja Test Kualitatif
a. Pengenceran Specimen

1. Pipet 190 µl diluent 2. Ditambahkan 10 µl serum


kedalam well 1. pada well 1.

3. Gunakan mikropipet
untuk menghomogenkan.
b. Test

1. Ditambahkan masing- 2. Tambahkan control cell


masing 25 µl specimen pada well 2 dan test cell
yang telah diencerkan pada well 3.
kedalam well 2 & 3.

3. Ketuk piring / well 4. Tutup dengan aluminium


dengan lembut untuk foil dan inkubasi selama
mencampur. 40 – 60 menit.
5. Baca hasilnya.
c. Control cell, Control (-), Control (+)

1. Tambahkan 25 µl control 2. Ditambahkan 75 µl


cell, control (-), control diluent pada control cell.
(+) ke dalam well.

4. Inkubasi selama 45 – 60
3. Ditambahkan 75 µl test
menit.
cell pada control (-) dan
control (+) well.

Anda mungkin juga menyukai