Anda di halaman 1dari 13

ETIKA KEPEMIMPINAN

Dalam kehidupan sehari-hari baik itu dalam keluarga, masyarakat atau bernegara,
diperlukan suatu aturan-aturan baik tertulis maupun tidak tertulis untuk mengatur
hubungan antar individu. Pada dasarnya setiap individu memiliki kepentingan-
kepentingan pribadi yang berbeda karena itu diperlukan aturan-aturan yang
menjamin agar tidak terjadi atau meminimalisir gesekan antar kepentingan.

A. Etiket dan Kepemimpinan


1. Etika dan Etiket

Pengertian etiket dan etika sering dicampuradukkan, padahal kedua istilah tersebut
terdapat arti yang berbeda, walaupun memiliki persamaan. Istilah etika
sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah berkaitan dengan moral (mores),
sedangkan kata etiket adalah berkaitandengan cara, sopan santun, tata krama
dalam pergaulan formal. Keduanya memberikan pedooman tentang bagaimana
seharusnya sesuatu perbuatan.

a. Etika adalah niat, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai
pertimbangan niat baik atau buruk sebagai akibatnya. Etiket adalah menetapkan cara,
untuk melakukan perbuatan benar sesuai dengan yang diharapkan.
b. Etika adalah nurani (bathiniah), bagaimana harus bersikap etis dan baik yang
sesungguhnya timbul dari kesadaran dirinya. Etiket adalah formalitas (lahiriah), tampak
dari sikap luarnya penuh dengan sopan santun dan kebaikan.
c. Etika bersifat absolut, artinya tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau perbuatan baik
mendapat pujian danyang salah harus mendapat sanksi.Etiket bersifat relatif, yaitu yang
dianggap tidak sopan dalam suatukebudayaan daerah tertentu, tetapi belum tentu di
tempat daerah lainnya.
d. Etika berlakunya, tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang
hadir.Etiket hanya berlaku, jika ada orang lain yang hadir, dan jika tidak ada orang lain
maka etiket itu tidak berlaku

2. Kepemimpinan

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, dalam sebuah organisasi mutlak diperlukan


seorang sosok pemimpin yang akan menjalankan fungsi kepemimpinan, seorang
pemimipin akan bertanggung jawab atas baik/buruknya organisasi yang dia pimpin,
karena kepemimpinan adalah pusat dan pengambil kebijakan pada suatu organisasi.
Berbagai ahli mengungkapkan teori-teori mereka tentang definisi kepemimpinan, seperti
147 | P a g e
a. Kepemimpinan adalah kegiatan dalam mempengaruhi orang lain untuk bekerja keras
dengan penuh kemauan untuk tujuan kelompok (George P Terry)
b. Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam
mencapai tujuan umum (H.Koontz dan C. O'Donnell)
c. Kepemimpinan sebagai pengaruh antar pribadi yang terjadi pada suatu keadaan dan
diarahkan melalui proses komunikasi ke arah tercapainya sesuatu tujuan (R.
Tannenbaum, Irving R, F. Massarik).

3. Etiket kepemimpinan

Etiket kepemimpinan adalah cara-cara yang dianggap benar secara umum oleh
sekelompok atau suatu komunitas masyarakat dalam upaya untuk mempengaruhi
orang lain untuk mencapai suatu tujuan bersama yang dimiliki oleh suatu organisasi.
Etiket kepemimpinan sebagaimana etiket lainnya berbeda dari satu masyarakat ke
masyarakat lain, organisasi ke organisasi lain, bahkan bisa berbeda dari satu bagian
ke bagian lain, karena sifat etiket yang berupa hukum tidak tertulis dan sangat
relatif.

Nilai-nilai umum etiket

1. Respek
Respek berarti menghargai orang lain, peduli pada orang lain dan memahami orang
lain apa adanya. Tidak peduli mereka berbeda, berasal dari kultur berbeda, atau
keyakinan berbeda. Sangat penting untuk menunjukkan penghargaan kepada setiap
orang dengan kelebihan, kekurangan, kesamaan dan perbedaan yang ada.Karena
dengan bersikap respek kepada orang lain maka orang lain juga akan bersikap
respek kepada kita.

2. Empati
Empati berarti meletakkan diri di pihak orang lain. Sebelum bertindak atau berucap,
kamu harus berpikir dulu, apa pengaruhnya bagi orang lain. Bagaimana bila hal itu
diucapkan atau dilakukan orang lain kepadamu. Apakah akan membuatmu senang
atau berang. Pikirkan dulu, jangan sampai tindakan atau ucapankita menyinggung
dan menyakiti orang-orang di sekitar kita, atau membuat diri kita terlihat buruk di
mata orang lain. Kata-kata dan sikap yang penuh pertimbangan dan empati, akan
membuat seseorang terlihat bijaksana, dewasa dan manusiawi.

3. Kejujuran
Kejujuran adalah sebuah bahasa yang universal, setiap orang bahkan mafia seklipun
membutuhkan kejujuran dari bawahannya. Kejujuran akan diterima di manapun kita
berada. Namun kejujuran juga harus menilai situasi dan kondisi, kejujuran yang akan
kita katakan sebaiknya tidak menyinggung atau mengorbankan orang lain, atau apabila
terpaksa, kejujuran yang kita terapkan haruslah lebih memiliki aspek manfaat dibanding
mudharat.
Etiket tidak hanya mengenai cara bergaul yang benar, tetapi juga menyangkut tentang
tentang berkehidupan dengan lingkungan manusia, alam dan segala isinya termasuk
flora dan fauna. Bila berkaitan hubungan dengan sesama manusia maka komunikasi
dan sosialisasi sangat memerlukan etika agar maksud yang kita sampaikan tidak
disalahartikan atau sikap yang kita lakukan tidak menyinggung atau terlihat ganjil di
lingkungan masyarakat tertentu
Contoh etiket dan penerapannya yang berlaku di masyarakat umum Indonesia.

a. Misalnya dalam makan, etiketnya ialah orang tua didahulukan mengambil nasi, kalau
sudah selesai terus mencuci
b. makan sambil menaruh kaki di atas meja dianggap melanggar etiket bila dilakukan
bersama-sama orang lain,
c. makan dengan tangan kanan,
d. makan tidak boleh berdecap dan bersendawa
e. Di Indonesia menyerahkan sesuatu harus dengan tangan kanan. Bila dilanggar
dianggap melanggar etiket.
f. mengucapkan salam ketika masuk ke rumah.

NILAI-NILAI UMUM ETIKET KEPEMIMPINAN

a. Landasan Moral Kepemimipinan

1) Landasan Moral Kepemimpinan Rasullullah


Rasulullah Muhammad Saw sudah diakui kehebatannya oleh seluruh dunia, baik
pada masa kepemimpinannya atau ketika dia sudah tidak menjabat lagi, baik ketika
dia hidup bahkan hingga beliau sudah wafat, dan tentunya diakui kemampuannya
dalam meimpin oleh kawan maupun lawan. beberapa penulis yang tidak ragu
menuliskan beliau sebagai orang paling berpengaruh di dunia diantaranya Michael
H. Hart.

Diantara rahasia sukses Rasulullah Saw memimpin umat ini adalahterletak pada
kepribadiannya yang utuh, terarah dan berakhlakul karimah dalamsegala aspek
kehidupan.ada kesesuaian antara kata dengan perbuatan.Berikut iniadalah sebagaian
akhlak dan kepribadiaan Rasulullah Saw :

a). Sidik (Kejujuran)


Selama hidupnya Rasulullah Saw sama sekali tak pernah berdusta. Baik itusebelum
beliau diangkat menjadi nabi atau sesudahnya. Sampai usia 40 tahunbeliau tidak
dikenal sebagai negarawan.pengkhutbah atau seorang orator. Ia tidakpernah tampak
berbicara tentang masalah-masalah etika, metafisika, hukum,politik, ekonomi ataupun
masalahmsalah sosial. Namun tidak diragukan lagibahwa ia memiliki karakter yang luar
biasa baiknya, tutur kata dan perilaku muliadan penampilan yang menawan.
b) Amanah (menyampaikan)
Rasulullah Saw dikenal oleh masyarakat sebagai Al-Amin (manusia yangdapat
dipercaya) Akhlak yang ditampilkan oleh beliau ini amatlah disegani kawanmaupun
lawan.Amanah adalah salah satu titipan yang bermakna kepercayaan.Orang yang
diserahi memegang amanah dapat dipercaya sehingga peluang untuktumbuh suburnya
benalu nepotisme, kolusi dan korupsi dapat dibendung. Umatmanusia yang siap
memikul amanah dan memeliharanya Insya Allah akanmencapai kemenengan dan
keberuntungan dalam kehidupannya. Allah Swtberfirman :

c) Adil
Dalam sebuah riwayat sahih (terpercaya) diceritakan tentang seorang wanita dari
kalangan bangsawan Arab yang kedapatan mencuri dan akan segera diberlakukan
hukuman potong tangan padanya. Lalu datanglah Usamah bin Zaid yang merupakan
orang terdekat Rasulullah Saw meminta dispensasi ataukeringanan hukuman atas
wanita bangsawan tadi. Apa jawab beliau " Seandainya Fatimah binti Muhammad
sendiri yang mencuri niscaya aku akan potong tangannya "

Tak akan diskriminasi dalam masalah hukum, semuanya sama dalam kaca mata
undang-undang. Ada praktek kolusi dan manipulasi dalam masalah hukum/undang-
undang merupakan sumber kehancuran generasi generasiterdahulu, demikian
statement dan kebijakan tegas Rasul kepada yang meminta keringanan hukuman.

d) Fathonah (Kecerdasan)
Cara berfikir dan cara bertindaknya senantiasa dilakukan dengan cara-cara yang benar,
jujur dan adil tanpa menutup diri dari sikap waspada dalam menghadapi setiap
permasalahan yang muncul. Sehingga beliau mampu bertemu dan bertatap muka
dalam setiap arena dengan penuh kematangan dan persiapan yang prima

e) Tabligh
Meski Rasulullah Saw seorang yang buta huruf dan menjalankan kehidupan dengan
biasa, tenang tanpa halhal yang istimewa, namun ketika ia mulai menyiarkan
risalahnya, seluruh orang Arab tertegun penuh kekaguman, terpikat oleh kefasiahannya
berbicara dan kemampuan berpidato yang amat baik dan mengagumkan serta tak ada
bandingannya, baik oleh penyair dan ahli pidato sekalipun.

Hal inilah yang perlu diteladani oleh para pemimpin umat dewasa ini bila menginginkan
diri mereka mendapatkan tempat di hati orang banyak sebab omongan yang tak jelas
berbau provokasi, kedustaan dan penuh caci maki sama sekali tak akan mendatangkan
kebaikan. Bukankah amat sering kita mendengar pernyataan hati ini demikian lalu
keesokan harinya diralat, maka kepercayaan rayat atau masyarakat pun segera hilang
dan segera pula timbul gejolak di sana sini.
f) Ketaqwaan
AlQur'an menyebutkan hal ini sebagai kualitas tertinggi seorang muslim dan
Rasulullah Saw merupakan manusia tertinggi kualitas taqwanya dibandingkan
manusia manapun yang ada di jagad ini. Sebagaimana pernyataan beliau : " Saya
adalah orang yang paling takut dan paling bertaqwa dibandingkan kalian namun
saya melaksanakan qiyamullail dan tidur, saya berpuasa namun juga berbuka dan
sayapun menikahi wanita...." (HR. Muslim).

2) Moral Kepemimpinan dalam serat Jatipusaka Makutha Raja

Serat Makutha Raja merupakan tulisan Sultan Hamengku Buwono V yang merupakan
pedoman bagi raja atau pemimpin.Sebagai buku, serat ini mengandung ajaran-ajaran
moral yang seharusnya (das Sollen) dilakukan dan dijalankan oleh Raja ataupun
pemimpin pada umumnya. Sebagai kitab ajaran, berisi aturan-aturan yang bersifat
imperatif atau mengharuskan. Tetapi tentu saja ini juga merupakan bagian dari
membangun kesadaran moral seorang pemimpin.

Dalam Serat Makutha Raja pupuh Sinom, ditunjukkan bagaimana raja harus mengingat
asal usul maupun niat ketika hendak menjadi seorang pemimpin. Oleh karena itu
perilakunya harus benarbenar tidak boleh meninggalkan aturan, sebagaimana tertulis:
Kepemimpinan yang etik menggabungkan antara pengambilan keputusan etik dan
perilaku etik; dan ini tampak dalam konteks individu dan organisasi.Tanggung jawab
utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan etik dan berperilaku
secara etik pula, serta mengupayakan agar organisasi memahami dan
menerapkannya dalam kode-kode etik.

Saran-saran untuk perilaku secara etik


Bila pemimpin etik memiliki nilai-nilai etika pribadi yang jelas dan nilai-nilai etika
organisasi, maka perilaku etik adalah apa yang konsisten sesuai dengan nilai-nilai
tersebut. Ada beberapa saran yang diadaptasi dari Blanchard dan Peale (1998) berikut
ini:

a. berperilakulah sedemikian rupa sehingga sejalan dengan tujuan anda (Blanchard dan
Peale mendefinisikannya sebagai jalan yang ingin anda lalui dalam hidup ini; jalan yang
memberikan makna dan arti hidup anda.) Sebuah tujuan pribadi yang jelas merupakan
dasar bagi perilaku etik. Sebuah tujuan organisasi yang jelas juga akan memperkuat
perilaku organisasi yang etik.

b. berperilakulah sedemikian rupa sehingga anda secara pribadi merasa bangga akan
perilaku anda. Kepercayaan diri merupakan seperangkat peralatan yang kuat bagi
perilaku etik. Bukankah kepercayaan diri merupakan rasa bangga (pride) yang diramu
dengan kerendahan hati secara seimbang yang akan menumbuhkan keyakinan kuat
saat anda harus menghadapi sebuah dilema dalam menentukan sikap yang etik.

c. berperilakulah dengan sabar dan penuh keyakinan akan keputusan anda dan diri
anda sendiri. Kesabaran, kata Blanchard dan Peale, menolong kita untuk bisa tetap
memilih perilaku yang terbaik dalam jangka panjang, serta menghindarkan kita dari
jebakan hal-hal yang terjadi secara tiba-tiba.

d. berperilakulah dengan teguh. Ini berarti berperilaku secara etik sepanjang waktu,
bukan hanya bila kita merasa nyaman untuk melakukannya. Seorang pemimpin etik,
menurut Blanchard dan Peale, memiliki ketangguhan untuk tetap pada tujuan dan
mencapai apa yang dicita-citakannya.

e. berperilakulah secara konsisten dengan apa yang benar-benar penting. Ini berarti
anda harus menjaga perspektif. Perspektif mengajak kita untuk melakukan refleksi
dan melihat hal-hal lebh jernih sehingga kita bisa melihat apa yang benar-benar
penting untuk menuntun perilaku kita sendiri.

URGENSI ETIKA KEPEMIMPINAN

Dalam suatu organisasi, etika kepemimpinan sangatlah penting. Pemimpin harus


membuat keputusan yang tidak hanya menguntungkan, tetapi pemimpin juga harus
memikirkan tentang pengaruhnya terhadap masyarakat. Pemimpin yang baik
mengetahui nilai-nilai dan etika, serta mengaplikasikannya dalam gaya dan
pelaksanaan kepemimpinannya.

Ketika seorang pemimpin menggunakan etika dalam kepemimpinannya, ia akan


dihormati dan dikagumi oleh bawahan dan karyawannya.

Ada beberapa hal yang perlu dimiliki oleh pemimpin yang beretika. Di sini kita tidak
berbicara tentang tingkah laku (behavior) yang terlihat, atau dengan kata lain
mengubah tingkah laku yang terlihat saja, tetapi juga mempertimbangkan motif-motif
hati si pemimpin. Oleh karena itu, syarat pertama pemimpin yang beretika adalah
memiliki hati nurani yang baik. Kata “hati nurani” berasal dari kata “conscienta” yang
berarti “turut mengetahui” atau “dengan diketahui oleh”.

Dalam hal ini, siapa yang turut mengetahui? Maksud dari kata tersebut tentu ada suatu
instansi di dalam diri manusia yang berfungsi sebagai saksi yang mengamati atau
menilai kehidupan batin manusia dan mempertimbangkan sesuatunya (bdk. Verkuyl,
65; Bertens, 53). Jadi, hati nurani adalah suatu penghayatan tentang baik dan buruk
yang berhubungan dengan tingkah laku konkret/nyata manusia (Bertens, 51-52). Harga
diri dan integritas manusia sebagai pemimpin terletak pada hati nuraninya.
Bentuk hati nurani ada dua yaitu hati nurani retrospektif dan prospektif (Bertens, 54-56).
Hati nurani retrospektif adalah hati nurani yang mengevaluasi terhadap perbuatan
manusia pada masa lalu, apakah perbuatan tersebut baik ataukah buruk. Hati nurani
retrospektif berfungsi sebagai instansi kehakiman yang mencela jika melakukan
perbuatan yang tidak baik atau jahat, tetapi akan memberi pujian jika melakukan
perbuatan yang baik dan terpuji.

Hati nurani yang sehat dari seorang pemimpin adalah jika pemimpin tersebut memiliki
hati nurani yang menuduh atau mencela yang disebut “a bad conscience” jika
melakukan sesuatu yang buruk dan memiliki ”a good conscience” atau ”a clear
conscience” jika melakukan sesuatu yang baik.

Hati nurani prospektif adalah hati nurani yang memberikan penilaian atas perbuatan di
masa yang akan dating. Ia memberikan nilai kondisional atas perbuatan manusia.
Artinya, sebelum melakukan sesuatu hal maka hati nuraninya akan memberitahu mana
yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah. Hati nurani
bekerja pada saat suatu hal sedang dilakukan seseorang.

Di samping memiliki hati nurani yang baik, setiap pemimpin wajib memiliki komitmen
terhadap etika keutamaan. Maksud dari etika keutamaan adalah berfokus kepada
manusia dan martabatnya, dan bukan kepada apakah suatu perbuatan sesuai norma
atau tidak. Etika ini mempelajari keutamaan (virtue) sifat watak yang dimiliki manusia.
Etika keutamaan bukan menilai perbutan, tetapi lebih kepada apakah manusia (kita)
adalah orang yang baik atau buruk.

Di samping etika keutamaan, ada pula etika kewajiban. Etika kewajiban menekankan
pada “being” manusia, yaitu siapakah saya di hadapan Tuhan dan sesama. Di sini,
manusia bukan memilih mana yang harus dipegang, apakah etika kewajiban ataukah
etika keutamaan (bukan either-or), tetapi kedua-duanya perlu dipelajari dan dipraktikkan
(both-and). Kita wajib tahu mana yang benar dan yang salah, baik dan buruk, tetapi
juga mengembangkan watak serta karakter yang penuh pengorbanan, pelayanan, dan
kebaikan sebagai etika keutamaan.

Hubungan antara etika keutamaan dan etika kewajiban adalah bahwa moralitas selalu
berhubungan dengan aturan dan prinsip sertakualitas manusianya juga. Manusia tidak
hanya baik karena menaati aturan, tetapi juga perlu pembentukan watak. Karakter atau
watak manusia juga memerlukan norma. Jika ada yang berkata bahwa DPR tidak perlu
ada pedoman etika, berarti dia tidak memahami fungsi etika kewajiban, bahwa manusia
hanya bisa taat jika ada pedoman dan sanksi yang mengaturnya. Tetapi pedoman dan
sanksi saja tidak cukup menjadikan manusia baik. Manusia memerlukan
pengembangan watak dan karakter yang baik yang disebut pengembangan etika
keutamaan. Di sini, keduanya berjalan bersamaan di dalam kehidupan seorang
pemimpin.
Kepemimpinan adalah suatu konsep yang mengagumkan. Kepemimpinan mampu
menyiratkan tanggung jawab, pengetahuan dan komunikasi efektif. Etika kepemimpinan
terutama mempunyai arti penting pada waktu-waktu belakangan ini ketika kepercayaan
publik telah terkikis oleh tindakan tidak baik dari banyak entitas nirlaba maupun entitas
komersial.
Berikut ini adalah beberapa komponen dari etika kepemimpinan beserta pentingnya,
yaitu:

Ethical Communication
Pemimpin yang beretika akan menetapkan standar kejujuran untuk setiap bawahan
yang dipimpinnya. Ketika seseorang mengambil posisi sebagai pemimpin, ia
mempunyai kesempatan untuk menempatkan kejujuran pada tempat tertinggi. Dalam
hal ini, keteladanan pemimpin saja tidak cukup dalam melaksanakan standar ini.
“Kejujuran adalah tugas nomor satu” harus menjadi slogan entitas tersebut. Informasi
yang jujur adalah informasi yang berkualitas, baik untuk CEO, dewan direksi, maupun
para investor.

Ethical Quality
Seorang pemimpin yang beretika paham bahwa aa tiga faktor yang menentukan tingkat
kompetitifnya suatu organisasi, yaitu produk yang berkualitas, pelayanan pelanggan
yang berkualitas, dan pengiriman yang berkualitas. Pemimpin harus bertanggungjawab
dalam memimpin, mengendalikan, dan mendanai dalam hal peningkatan kualitas.
Keuntungan yang besar hanya dapat terjadi jika pemimpin dapat melaksanakan
tanggungjawab tersebut.

Ethical Collaboration
Pemimpin yang beretika membutuhkan banyak penasihat. Ia akan memilih penasihat
yang paling unggul di dalam organisasinya dan akan mempekerjakan beberapa orang
penasihat dari luar perusahaan. Pemimpin yang bijak berkolaborasi untuk menciptakan
best practice, memecahkan masalah, dan menemukan issue-issue yang sedang
dihadapi organisasi. Sayangnya, secara alamiah pemimpin akan cenderung
menciptakan “lingkaran penasihat” yang tertutup. Pemimpin yang menggunakan etika
kolaborasi akan menjaga agar “lingkaran penasihat” ini lebih terbuka dan cair. Tujuan
dari pemimpin yang beretika adalah untuk menurunkan risiko organisasi dengan cara
mempeoleh para ahli (dalam hal ini adalah penasihat) yang terpercaya.

Ethical Succession Planning


Jika pemimpin yang berprinsip memiliki/menuntut kebutuhan akan pengendalian, ia
akan memenuhi kebutuhan tersebut dengan menciptakan standar organisasi dan
prosedur operasi untuk kualitas dan komunikasi yang kuat. Sementara itu, seorang
pemimpin yang beretika harus memberikan kesempatan pada para penerus yang
potensial untuk berlatih dan membangun kemampuan kepemimpinan mereka. Hal
tersebut harus dipimpin oleh si pemimpin sendiri dengan memberikan kesempatan
untuk berkomunikasi 3600, dan melatih mereka tentang peran-peran yang mungkin
akan mereka jalankan suatu saat nanti.
Ethical Tenure
Berapa lamakah seharusnya seorang pemimpin mepimpin organisasinya? Di
Indonesia, wakil rakyat dipilih setiap lima tahun sekali. Di Amerika, pemimpin
pemerintahan memimpin selama empat sampai delapan tahun. Sedangkan dalam
bidang industri tidak memiliki standar masa kepemimpinan (tenure). Menurut
seorang pakar kepemimpinan, Peter Block, kepemimpinan seringkali diukur lebih
berdasarkan kepercayaan terhadap individu daripada talenta/kemampuannya. Block
juga mengemukakan bahwa misi dari pemimpin yang beretika adalah untuk
melayani institusi yang dipimpinnya, bukan untuk melayani diri mereka sendiri.
Pemimpin yang beretika berkolaborasi dan menyiapkan rencana penerusan
kepemimpinan di dalam organisasinya yang akan menjamin pertumbuhan
organisasinya. Pemimpin bekerja atas permintaan dari entitas, pelanggan, dewan
direksi, dan para pemegang saham. Jika kepercayaan dari masing-masing
pemegang kepentingan tersebut tidak berubah/menurun, si pemimpin harus tetap
memimpin hingga ia memilih untuk mundur dan turun jabatan. Sedangkan pemimpin
yang merusak kepercayaan bawahannya, pelanggan, dan masyarakat luas harus
menyingkir dan membiarkan pemimpin lain yang lebih baik mengambil alih
kepemimpinan dan kekuasaannya.

KARAKTER UTAMA DALAM KEPEMIMPINAN

Kita sering mengatakan penampilan seseorang adalah etika dari orang tersebut, yang
dapat menempatkan diri dengan baik di setiap situasi. Dapat dikatakan orang ini adalah
individu yang beretika. Bagaimanapun ketika, orang yang beretika tidak lagi
mementingkan kualitas karakter kehidupan yang baik, maka dia telah berhasil
memanipulasi orang lain dengan etikanya yang baik itu karena apa yang terlihat oleh
orang lain pada seseorang terjadi pada situasi normal.
Karakter individu yang sebenarnya akan terlihat ketika indvidu berhadapan dengan
tekanan, tantangan atau masalah-masalah. Kita mempunyai potensi-potensi untuk
memanipulasi orang lain dengan kepintaran, pengalaman dan kekuatan penampilan
luar kita tetapi ada satu hal yang penting jika kita ingin mengetahui kualitas hidup
sebenarnya dari seseorang yaitu waktu. Waktu adalah cara pengujian yang ampuh.
Secara normal, kita hanya berinteraksi dengan orang lain dalam jangka waktu yang
pendek, misalnya dalam waktu kerja atau hanya dalam beberapa jam. Maka orang-
orang yang mengetahui sifat baik dan kualitas kehidupan kita adalah orang-orang
yang telah mengenal dan bersama kita dalam jangka waktu yang panjang. Ekspresi
yang tersembunyi akan terlihat dalam situasi tertentu. Tidak ada orang yang dapat
menyembunyikan dirinya yang sebenarnya di dalam untuk selamanya, karena dari
cara dia berbicara, bertindak dan merespon, kita dapat mengidentifikasi karakter dia.

7 Kebiasaan manusia yang sangat efektif


Di dalam bukunya 7 Habits of Highly Effective People yang dijabarkan oleh Stephen
R. Covey, merupakan esensi perwujudan dari upaya kita untuk menjadi seseorang
yang seimbang, utuh, dan kuat, serta menciptakan sebuah tim yang saling
melngkapi berdasarkan rasa saling menghormati. Hal ini adalah merupakan prinsip-
prinsip dari karakter pribadi.
Habit 1 - Proactive
Menjadi proaktif adalah sesuatu yang lebih dari sekedar mengambil inisiatif. Proaktif
berarti menyadari bahwa kita bertanggung jawab terhadap pilihanpilihan kita dan
memiliki kebebasan untuk memilih berdasarkan prinsip dan nilai, dan bukan
berdasarkan suasana hati atau kondisi di sekitar kita. Orang-orang yang proaktif adalah
agen-agen perubahan, dan memilih untuk tidak menjadi korban, untuk tidak menjadi
reaktif; mereka memilih untuk tidak menyalahkan orang lain.

Habit 2 – Start from the End


Individu, keluarga, tim dan organisasi membentuk masa depan mereka dengan terlebih
dahulu menciptakan sebuah visi mental untuk segala proyek, baik besar maupun kecil,
pribadi atau antarpribadi. Mereka tidak sekedar hidup dari hari ke hari tanpa tujuan
yang jelas dalam pikiran mereka. Mereka mengidentifikasi diri dan memberikan
komitmen terhadap prinsip, hubungan, dan tujuan yang paling berarti bagi mereka.

Habit 3 – Put First thing first


Mendahulukan yang utama berarti mengatur aktivitas dan melaksanakannya
berdasarkan prioritas-prioritas yang paling penting. Apa pun situasinya, hal itu berarti
menjalani kehidupan dengan didasarkan pada prinsip-prinsip yang dirasakan paling
berharga, bukan oleh agenda dan kekuatan sekitar yang mendesak saja.

Habit 4 – Think Win Win


Berpikir menang-menang adalah kerangka pikiran dan hati yang berusaha mencari
manfaat bersama dan saling menghormati di dalam segala jenis interaksi. Berpikir
menang-menang adalah berpikir dengan dasar-dasar Mentalitas Berkelimpahan
yang melihat banyak peluang, dan bukan berpikir dengan Mentalitas Berkekurangan
dan persaingan yang saling mematikan. Karakter ini bukanlah berpikir secara egois
(menang-kalah) atau seperti martir (kalahmenang). Karakter ini adalah berpikir
dengan mengacu kepada kepentingan “kita”, bukan “aku”.

Habit 5 – Effective Communication


Effective Communication yang dimaksud adalah berkomunikasi dengan empathy;
berusaha memahami dulu, baru kemudian berusaha dipahami. Jika kita mendengar
dengan maksud untuk memahami orang lain, dan bukan sekedar untuk mencai celah
untuk menjawab, kita bisa memulai komunikasi dan pembentukan hubungan yang
sejati. Peluang-peluang untuk berbicara secara terbuka dan untuk dipahami kemudian
akan datang secara lebih alamiah dan mudah. Berusaha untuk memahami memerlukan
pertimbangan matang; berusaha untuk dipahami memerlukan keberanian. Efektivitas
terletak pada menyeimbangkan atau menggabungkan keduanya.

Habit 6 – Synergy
Sinergi adalah alternatif ketiga – bukan cara saya, cara Anda, tetapi sebuah cara ketiga
yang lebih baik daripada apa yang bisa kita capai sendiri-sendiri. Sinergi merupakan
buah dari sikap menghormati, menghargai, dan bahkan merayakan adanya perbedaan
di antara orang-orang. Sinergi bersangkut paut dengan upaya untuk memecahkan
masalah, meraih peluang dan menyelesaikan perbedaan. Ini seperti kerja sama kreatif
di mana 1 + 1 = 3, 11, 111, … atau lebih banyak lagi. Sinergi juga merupakan kunci
keberhasilan dari tim atau hubungan efektif mana pun. Sebuah tim yang bersinergi
adalah sebuah tim yang saling melengkapi, di mana tim itu diatur sedemikian rupa
sehingga kekuatan dari para anggotanya bisa saling menutupi kelemahan-
kelemahannya. Dengan cara ini kita mengoptimalkan kekuatan, bekerja dengan
kekuatan tersebut, dan membuat kelemahan dari masing-masing orang menjadi tidak
relevan.

Habit 7 – Sharpen the Saw


Mengasah gergaji berkenaan dengan upaya kita untuk memperbarui diri secara
terus-menerus pada empat bidang dasar kehidupan: fisik, sosial/emosional, mental,
dan spiritual. Ini adalah karakter yang meningkatkan kapasitas kita untuk
menjalankan semua kebiasaan lain yang akan meningkatkan efektivitas kita.

Prinsip-prinsip yang diwujudkan dalam 7 kebiasaan

Lihatlah dengan saksama masing-masing prinsip tersebut. Kita dapat melihat tiga hal:

Pertama, prinsip-prinsip itu bersifat universal. Artinya, prinsip-prinsip itu mengatasi


batas-batas budaya dan terkandung dalam semua agama utama dunia maupun
falsafah hidup yang tak lekang oleh waktu.

Kedua, prinsip-prinsip ini abadi tak pernah berubah.

Ketiga, prinsip-prinsip ini terbukti dengan sendirinya. Bagaimana kita tahu bahwa
sesuatu adalah hal yang terbukti dengan sendirinya? Seperti yang dijelaskan
sebelumnya, kita tinggal mencoba berusaha membantahnya. Anda sama sekali tak
akan berhasil. Dalam hal prinsip-prinsip yang mendasari 7 Kebiasaan, Anda tidak bisa
membantah pentingnya tanggung jawab atau inisiatif, memiliki tujuan, integritas, saling
menghormati, saling memahami, kerja sama, kreatif, atau pentingnya untuk terus-
menerus memperbarui diri.

Tujuh Kebiasaan adalah prinsip-prinsip yang menyangkut karakter yang membentuk


siapa dan apa diri Anda. Kebiasaan-kebiasaan ini memberikan basis bagi kredibilitas,
wewenang moral, dan keterampilan yang membuat Anda bisa memiliki pengaruh besar
dalam sebuah organisasi, termasuk keluarga, komunitas, dan masyarakat.

Kebiasaan itu terletak pada inti dari peran pertama pada 4 Peran Kepemimpinan—yaitu
menjadi Panutan. 4 Peran Kepemimpinan itu adalah apa yang Anda lakukan sebagai
pemimpin untuk mengilhami orang lain agar menemukan suara mereka. Kepemimpinan
akan menciptakan sebuah ruang kehidupan yang sepenuhnya baru bagi 7 Kebiasaan,
dan kebiasaan-kebiasaan ini akan dipandang sebagai hal yang memiliki nilai vital
secara strategis bagi sebuah organisasi, dan bukan sekadar sebuah program pelatihan
dengan gambar-gambar yang indah. Empat Peran Kepemimpinan membuat 7
Kebiasaan bisa menjadi hal utama yang dipraktikkan dalam organisasi.
Paradigma 7 Kebiasaan

Masing-masing kebiasaan dalam 7 Kebiasaan tidak hanya mewakili sebuah prinsip,


tetapi juga sebuah paradigma, sebuah cara berpikir. Saat kita memikirkan secara lebih
mendalam bahwa Kebiasaan 1, 2, dan 3 diwakili oleh empat kata "membuat dan
memenuhi janji," kita menjadi paham mengenai paradigma yang menyertai masing-
masing kebiasaan.

Kebiasaan 1, Menjadi Proaktif, adalah sebuah paradigma determinasi diri atau


penetapan diri, dan bukan sekadar determinasi genetik, sosial, fisik, atau lingkungan,
melainkan "Saya bisa dan akan membuat janji." Inilah kekuatan dari pilihan.

Kebiasaan 2, Memulai dengan Tujuan Akhir, adalah sebuah paradigma yang


menyatakan bahwa semua hal diciptakan dua kali, pertama secara mental, dan baru
kemudian secara fisik. Ini adalah isi dari janji tersebut—"Saya bisa memikirkan baik isi
dari janji yang ingin saya buat maupun apa yang saya harapkan akan saya capai dari
situ." Ini adalah kekuatan fokus.

Kebiasaan 3 adalah paradigma prioritas, tindakan, dan pelaksanaan—"Saya memiliki


kemampuan dan tanggung jawab untuk memenuhi janji tersebut."

Kebiasaan 4, 5, dan 6—Berpikir Menang-Menang, Berusaha Memahami Dulu Lalu


Berusaha Dipahami, dan Bersinergi—adalah paradigma-paradigma pemikiran
berkelimpahan saat berhubungan dengan pihak lain—melimpahnya rasa hormat, rasa
saling memahami (menyeimbangkan antara pertimbangan dan keberanian), dan
menghargai perbedaan. Ini adalah inti dari tim yang saling melengkapi.

Kebiasaan 7 adalah paradigma perbaikan terus-menerus dari sebuah pribadi utuh.


Ini adalah kebiasaan untuk pendidikan, pembelajaran, dan pembuatan komitmen
ulang—apa yang disebut oleh bangsa Jepang sebagai "Kaizen." Inilah sebabnya
mengapa diagram melingkar yang dipergunakan di sepanjang buku ini memiliki
sebuah mata panah yang tidak menutup lingkaran tersebut tetapi akan menciptakan
sebuah spiral naik yang melambangkan sebuah perbaikan tanpa henti dalam
masing-masing wilayah dari empat wilayah yang dipilih.
Solusi Kepemimpinan dalam Organisasi
Keputusan untuk mengilhami orang lain untuk menemukan suara mereka membawa
Anda langsung ke inti dari empat masalah kronis organisasi yang diakibatkan oleh
model kontrol Era Industri yang dipakai saat ini. Empat Peran Kepemimpinan
sebenarnya adalah empat karak-teristik kepemimpinan pribadi: visi, disiplin, gairah,
dan hati nurani —yang ditulis ulang untuk konteks organisasi.

- Panutan (hati nurani): Menjadi contoh yang baik.


- Perintis (visi): Bersama-sama menentukan arah yang dituju.
- Penyelaras (disiplin): Menyusun dan mengelola sistem agar tetap pada arah yang
telah ditetapkan.
- Pemberdaya (gairah): Memfokuskan bakat pada hasil, bukan pada metode, lalu
menyingkir agar tidak menghalangi dan memberi bantuan jika diminta.

Anda mungkin juga menyukai