Anda di halaman 1dari 7

2.

1 Anatomi

Gambar 1. Oropharynx dilihat melalui mulut yang terbuka.

Tonsil palatina adalah suatu masa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil
pada kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar
posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-
masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil.1
Tonsila palatina berbentuk dua massa jaringan limfoid, masing-masing terletak di dalam
cekungan di dinding lateral oropharynx di antara arcus palatoglossus dan palatopharyngeus.
Setiap tonsil diliputi oleh membrana mucosa, dan permukaan medialnya yang bebas menonjol
ke dalam pharynx. Permukaannya berbintik-bintik yang disebabkan oleh banyak muara
kelenjar, yang terbuka ke crypta tonsillaris. Permukaan lateral tonsila palatina diliputi oleh
capsula fibrosa. Capsula ini dipisahkan dari musculus constrictor pharyngis superior oleh
jaringan areolar jarang, vena palatina externa berjalan turun dari palatum mo1le di dalam
jaringan ikat jarang untuk bergabung dengan plexus venosus pharyngeus. Lateral terhadap
musculus constrictor pharyngis superior terdapat musculus styloglossus, lengkung arteria
facialis. Dan arteri carotis interna. Tonsila palatina mencapai ukuran maksimum pada masa
kanak-kanak dan ukurannya menjadi sangat berkurang.
Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring. Cincin
Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu tonsil
palatina (tonsil faucial), tonsil faring (adenoid), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil
tuba Eustachius (lateral band dinding faring/Gerlach’s tonsil). Jaringan limfoid yang terdapat
disekitar pintu masuk sistem respirasi dan pencernaan membentuk sebuah cincin. Bagian
lateral cincin dibentuk oleh tonsila paiatina dan tonsila tubaria (jaringan limfoid di sekitar
muara tuba auditiva di dinding lateral nasopharynx). Bagian atasnya dibentuk oleh tonsila
pharyngeus yang terdapat di atap nasopharynx, dan bagian bawahnya dibentuk oleh tonsila
lingualis yang terdapat pada sepertiga bagian posterior lidah.

Gambar 2. Potongan horizontal melalui mulut dan oropharynx. Kiri, tonsila palatina normal
beserta hubungan-hubungannya. Kanan, posisi abses peritonsilaris. Perhatikan hubungan abses
terhadap musculus constrictor pharyngis superior dan sarung carotis. Pintu masuk ke dalam
larynx juga dapat dilihat dari bawah dan belakang lidah.

Permukaan sebelah dalam tonsil atau permukaan yang bebas, tertutup oleh membran
epitel skuamosa berlapis yang sangat melekat. Epitel ini meluas ke dalam kantung atau kripta
yang membuka ke permukaan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsil, daerah
yang kosong di atasnya dikenal sebagai fosa supratonsil. Bagian luar tonsil terikat longgar
pada m.konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kali menelan. Muskulus
palatoglosus dan m.palatofaringeus juga menekan tonsil. Tonsil terletak di lateral orofaring,
dibatasi oleh:
2.1.2 Sistem Vaskularisasi Tonsil

Tonsil mendapatkan vaskularisasi dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu:

1. Arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteritonsilaris dan arteri

palatina asenden.

2. Arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden.

3. Arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal.

4. Arteri faringeal asenden.

Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian

posterior oleh arteri palatina asenden, di antara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri

tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina

desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring.

Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal.
Gambar 2.4 Vaskularisasi Tonsil.

2.1.3 Persarafan Tonsil

Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus

glosofaringeal).

Gambar 2.5 Persarafan Tonsil.


Fisiologi Tonsil

Peran imunitas tonsil adalah sebagai pertahanan primer untuk menginduksi sekresi bahan

imun dan mengatur produksi dari imunoglobulin sekretoris. Peran tonsil mulai aktif antara umur

4-10 tahun dan akan menurun setelah masa pubertas. Hal ini menjadi alasan fungsi pertahanan

dari tonsil lebih besar pada anak-anak daripada orang dewasa. Anak-anak mengalami

perkembangan daya tahan tubuhnya terhadap infeksi terjadi pada umur 7 hingga 8 tahun dan

tonsil merupakan salah satu organ imunitas pada anak yang memiliki fungsi imunitas yang luas.8

Berdasarkan penelitian, tonsil mempunyai peranan penting dalam fase-fase awal

kehidupan, terhadap infeksi mukosa nasofaring dari udara pernafasan sebelum masuk ke dalam

saluran nafas bagian bawah. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa parenkim tonsil mempu

menghasilkan antibodi. Tonsil memegang peranan dalam menghasilkan IgA, yang menyebabkan

jaringan jaringan lokal resisten terhadap organisme patogen. Sewaktu baru lahir, tonsil secara

histologi tidak mempunyai sentrum germinativum, biasanya ukurannya kecil. Setelah antibodi

dari ibu habis, barulah mulai terjadi pembesaran tonsil dan adenoid, yang pada permulaan

kehidupan masa anak-anak dianggap normal dan dapat dipakai sebagai indeks aktivitas sistem

imun. Pada waktu pubertas atau sebelum masa pubertas, terjadi kemunduran fungsi tonsil yang

disertai proses involusi. Terdapat dua mekanisme pertahanan, yaitu spesifik dan non spesifik.8

a. Mekanisme Pertahanan Non Spesifik

Mekanisme pertahanan non spesifik berupa lapisan mukosa tonsil dan kemampuan

limfoid untuk menghancurkan mikroorganisme. Pada beberapa tempat lapisan mukosa ini sangat

tipis, sehingga menjadi tempat yang lemah dalam pertahanan dari masuknya kuman ke dalam

jaringan tonsil. Jika kuman dapat masuk ke dalam lapisan mukosa, maka kuman ini dapat

ditangkap oleh sel fagosit. Sebelumnya kuman akan mengalami opsonisasi sehingga
menimbulkan kepekaan bakteri terhadap fagosit. Setelah terjadi proses opsonisasi maka sel

fagosit akan bergerak mengelilingi bakteri dan memakannya dengan cara memasukkannya ke

dalam kantong yang disebut fagosom. Proses selanjutnya adalah digesti dan mematikan bakteri.

Mekanismenya belum diketahui pasti, tetapi diduga terjadi peningkatan konsumsi oksigen yang

diperlukan untuk pembentukan superoksidase yang akan membentuk H2O2 yang bersifat

bakterisidal. H2O2 yang terbentuk akan masuk ke dalam fagosom atau berdifusi di sekitarnya,

kemudian membunuh bakteri dengan proses oksidasi. Di dalam sel fagosit terdapat granula

lisosom. Bila fagosit kontak dengan bakteri maka membran lisosom akan mengalami ruptur dan

enzim hidrolitiknya mengalir dalam fagosom membentuk rongga digestif, yang selanjutnya akan

menghancurkan bakteri dengan proses digestif.8

b. Mekanisme Pertahanan Spesifik

Merupakan mekanisme pertahanan yang terpenting dalam pertahanan tubuh terhadap

udara pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas bawah. Tonsil dapat memproduksi IgA

yang akan menyebabkan resistensi jaringan lokal terhadap organisme patogen. Di samping itu

tonsil dan adenoid juga dapat menghasilkan IgE yang berfungsi untuk mengikat sel basofil dan

sel mastosit, di mana sel-sel tersebut mengandung granula yang berisi mediator vasoaktif, yaitu

histamin. Bila ada alergen maka alergen itu akan bereaksi dengan IgE, sehingga permukaan sel

membrannya akan terangsang dan terjadilah proses degranulasi. Proses ini menyebabkan

keluarnya histamin, sehingga timbul reaksi hipersensitivitas tipe 1, yaitu atopi, anafilaksis,

urtikaria, dan angioedema. Dengan teknik immunoperoksidase, dapat diketahui bahwa IgE

dihasilkan dari plasma sel, terutama dari epitel yang menutupi permukaan tonsil, adenoid, dan

kripta tonsil. Mekanisme kerja IgA adalah mencegah substansi masuk ke dalam proses

immunologi, sehingga dalam proses neutralisasi dari infeksi virus, IgA mencegah terjadinya
penyakit autoimun. Oleh karena itu IgA merupakan barrier untuk mencegah reaksi imunologi

serta untuk menghambat proses bakteriolisis.8

Anda mungkin juga menyukai