I PDF
I PDF
PENDAHULUAN
susu. Permintaan susu sangat tinggi, namun, produksi susu Indonesia hanya tumbuh
2%. Sapi perah Friesian Holstein merupakan salah satu jenis sapi perah yang
memiliki produksi susu yang tinggi dan banyak dipelihara di Indonesia. Populasi sapi
perah di Jawa Barat berada pada urutan ketiga terbanyak dengan jumlah 119.349 ekor
dari total 550.141 ekor sapi perah yang berada di Indonesia pada tahun 2018 (Badan
karena kondisi pedet yang rentan terhadap kematian. Tingkat kematian pedet
khususnya pedet sapi perah dari lahir sampai umur 3 bulan memiliki rata-rata 20 %.
Bobot lahir pedet yang rendah, kondisi fisiologis yang tidak normal dan sistem
pemeliharaan yang kurang bagus merupakan salah satu penyebab kematian pedet.
tinggi. Daerah tinggi ini merupakan tempat konsentrasi usaha sapi perah yang relatif
padat. Namun masih terdapat peluang untuk mengembangkan usaha sapi perah di
dataran sedang. Peluang untuk mengembangan usaha sapi perah di daerah dataran
ditanggulangi. Faktor suhu dan kelembapan merupakan salah satu masalah dalam
pengembangan usaha pengembangan sapi perah di dataran sedang. Suhu udara yang
relatif tinggi dengan kelembaban udara yang relatif rendah pada umumnya
Tetapi selain faktor suhu dan kelembapan, faktor lingkungan seperti manajemen
Salah satu performa produksi yang dapat diukur adalah status faali, dimana
status faali ini merupakan suatu parameter yang digunakan untuk mengetahui kondisi
atau keadaan kesehatan suatu ternak yang dapat dilakukan dengan percobaan
langsung. Kondisi status faali ternak merupakan indikasi dari kesehatan dan adaptasi
tempat hidupnya, apabila lingkungan dengan suhu dan kelembapan yang tinggi dapat
menentukan keberhasilan peternakan sapi perah. Selain itu rekayasa nutrisi dari
manajemen pakan dapat mempengaruhi kondisi fisologis sapi perah. Pakan yang baik
merupakan pakan yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Pakan komplit
merupakan bahan pakan ternak seperti rumput, legum, perdu, pohon-pohonan, serta
pakan sisa panen yang dapat disempurnakan untuk meningkatkan kualitas dari pakan
produksi ternak, membuat status faali ternak menjadi stabil, membantu proses
Feed suplement pada pakan komplit terdiri dari asam amino essensial bypass, asam
“Pengaruh Pemberian Feed Suplement dalam Ransum Lengkap terhadap Status Faali
terhadap status faali pedet sapi perah yang dipelihara di dataran sedang.
(2) Perlakuan manakah yang memberikan pengaruh nyata terhadap status faali
lengkap terhadap status faali pedet sapi perah yang dipelihara di dataran
rendah.
(2) Untuk mengetahui perlakuan yang memberikan pengaruh nyata terhadap
rendah.
Sapi Friesian Holstein adalah sapi yang berasal dari Belanda. Menurut
Sudono dkk., (2003) sapi FH adalah sapi perah yang produksi susunya tertinggi
dibandingkan dengan sapi perah lainnya, disamping itu kadar lemak susunya
rendah. Bobot badan ideal betina dewasa mencapai 682 kg dan jantan dewasa bisa
mencapai 1 000 kg. Produksi rata-rata di Indonesia 10 L ekor-1 atau kurang lebih
genetik, lingkungan serta interaksi antara genetik dan lingkungan (Karnaen dan
Arifin 2009). Faktor genetik yang berpengaruh adalah bangsa ternak, sedangkan
faktor lingkungan antara lain pakan, iklim, ketinggian tempat, bobot badan,
penyakit, kebuntingan dan jarak beranak, bulan laktasi serta paritas (Epaphras et
al. 2009).
lingkungan serta interaksi antara genetik dan lingkungan (Karnaen dan Arifin,
2009). Faktor genetik yang berpengaruh adalah bangsa ternak, sedangkan faktor
lingkungan antara lain pakan, iklim, ketinggian tempat, bobot badan, penyakit,
kebuntingan dan jarak beranak, bulan laktasi serta paritas (Epaphras, et al., 2009).
Perbedaan produktivitas ini berkaitan erat dengan faktor suhu dan kelembaban
udara. Interaksi suhu dan kelembaban udara atau “Temperature Humidity Index”
(THI) dapat mempengaruhi kenyamanan hidup ternak. Sapi perah jenis Friesian
Holstein (FH) akan nyaman pada nilai THI di bawah 72. Apabila interaksi ini
Cekaman panas dapat mempengaruhi suhu tubuh dan metabolisme, sehingga dapat
sehingga kebutuhan oksigen untuk metabolisme juga tinggi. Pakan yang cukup
1985).
Performa produksi sapi perah tentunya bukan hanya dilihat dari bobot
badan saja, tetapi dapat dilihat dari kondisi fisiologisnya. Adapun salah satunya
adalah status faali, dimana status faali ini merupakan suatu parameter yang
digunakan untuk mengetahui kondisi atau keadaan kesehatan suatu ternak yang
dapat dilakukan dengan percobaan langsung. Pengukuran status faali ini meliputi
mengetahui fungsi organ tubuh bekerja secara normal, dimana fungsi utama pada
respirasi yaitu menyediakan oksigen bagi darah dan mengambil karbondioksida
dari darah untuk dikeluarkan (Schmidt, 1997). Dalam aktivitas yang tinggi akan
terjadi kenaikan frekuensi respirasi karena ternak akan mengeluarkan uap panas
melalui udara.
tetap. Frekuensi detak jantung yang tinggi pada ternak menandakan ternak tersebut
dalam keadaan tidak normal (Akoso,1996). Dalam aktivitas tinggi, maka frekuensi
denyut jantung menjadi meningkat sehingga terjadi fasodilatasi dan pengaliran
pelepasan panas tubuh. Indeks temperatur dalam tubuh dapat dilakukan dengan
berperan penting untuk peningkatan produksi susu, disamping itu pakan juga untuk
produksi susu sapi perah. Selain itu, akan menyebabkan perubahan fisiologis dari
ternak itu sendiri seperti status faali, dianataranya denyut jantung, frekuensi
dari degradasi oleh mikroba akan sangat bermanfaat bagi ternak ruminansia
tersebut. Hasil penelitian Brito dan Broderick (2007), konsumsi pakan dan
murni dan bukan urea, produksi susu, lemak, dan protein meningkat, masing-
masing sebesar 7,6, 0,22, dan 0,31 kg/hari dengan pemberian pakan protein murni.
dan protein pakan yang tidak terdegradasi akan masuk dalam usus kemudian
dicerna akan menghasilkan asam amino yang diserap dinding usus dan dibawa
oleh darah menuju ke hati, selanjutnya oleh darah disalurkan ke jaringan tubuh,
salah satunya kelenjar susu untuk membentuk protein susu. Produksi susu dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah faktor pakan (Herawati,
2003).
Kemudian beberapa mineral mikro seperti Zn, Cu, Se, dan Cr tidak kalah
merupakan kofaktor pada lebih dari 30 enzim yang berperan dalam proses
protein, dan lemak (Yang dkk., 1996). Salah satu upaya untuk penyediaan mineral
hayati lebih tinggi daripada bentuk anorganik (Schell dan Kornegay, 1996).
Suplementasi mineral organik dalam ransum lengkap sapi perah
menyebabkan perubahan respon fisiologis pada pedet sapi perah. Hasil penelitian
Hadziq Ahmad (2011) menunjukan bahwa pedet yang berumur 0-8 minggu dan
79,13 kali/menit. Nilai denyut jantung yang organik ini berada sedikit di bawah
normal yaitu 85-112 kali/menit (Choliq, 1992) . Hal ini menunjukkan bahwa pedet
berada dalam kondisi lingkungan normal dan didukung oleh kondisi fisiologis
yang normal.
terhadap frekuensi pernafasan pada pedet sapi perah. Hasil penelitian Hadziq
Ahmad (2011) menunjukan bahwa pedet yang berumur 0-8 minggu dan diberi
kali/menit pada pagi hari dan 58,88 – 59,11 kali/menit pada sore hari. Nilai
frekuensi pernafasan yang diberi mineral organik ini berada di kisaran normal
suhu tubuh pada pedet sapi perah. Hasil penelitian Hadziq Ahmad (2011)
menunjukan bahwa pedet yang berumur 0-8 minggu dan diberi suplementasi
o o
mineral organik mempunyai suhu tubuh 39,40 C pada pagi hari dan 39,71 C
pada sore hari. Nilai frekuensi pernafasan yang diberi mineral organik ini berada
di atas kisaran normal pada sore hari dan berada pada kisaran normal pada pagi
supplement dalam ransum lengkap sapi perah berpengaruh terhadap status faali
seperti denyut jantung, frekuensi pernafasan, dan suhu tubuh pada pedet sapi perah
Universitas Padjadjaran, serta Kandang Sapi Perah milik Bapak Mamat Di Desa
Sapi perah yang akan digunakan merupakan pedet sapi perah jenis Friesian
secara acak di kandang koloni tipe tail to tail. Setiap kandang dilengkapi dengan
tepung ikan. Perbandingan tannin dan tepung ikan sebanyak 1 : 2. Proses pembuatan
(3) Ca-PUFA
saponifikasi dengan bahan dasar minyak kacang tanah dan Ca(OH)2, akan terbentuk
sebuah sabun kalsium. Sabun kalsium tersebut dicampur dengan onggok. Prinsip
oleh basa menjadi gliserol dan garam asam lemak (gugus COOH asam lemak diikat
oleh kation basa). Proses pembuatan Ca-PUFA dilakukan di Ruang Mikrobiologi
Mineral organik dibuat dengan cara mineral seng (Zn), tembaga (Cu),
Selenium (Se), dan Cromium (Cr) ditambatkan pada gugus karboksil asam amino dan
membentuk Zn, Cu, Se, dan Cr organik. Proses pembuatan mineral organik
dilakukan di Ruang Mikrobiologi Rumen, Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia
(5) Ransum
Ransum yang digunakan terdiri atas hijauan, konsentrat, dan ampas tahu.
Hijauan yang digunakan adalah tebon jagung. Jumlah ransum yang diberikan
adalah hijauan 18 kg, ampas tahu 15 kg, dan konsentrat 6 kg. Bahan pakan yang
akan digunakan memiliki kandungan zat makanan yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Zat Makanan Ransum yang Digunakan
Tabel 2.
Tabel 2. Susunan Konsentrat Penelitian
(1) Pita rondo untuk mengukur lingkar dada pada sapi perah kemudian
(2) Seperangkat alat pemeliharaan sapi perah (ember pakan konsentrat, karung
dan terpal).
(5) Seperangkat pembuatan mineral organik (toples kaca, oven, mesin giling,
dan autoclave.
konsentrat perlakuan dengan 5 kali ulangan pada kandang tipe tail to tail. Setiap
Semua bahan pakan atau ransum yang digunakan terdiri dari hijauan tebon
jagung, ampas tahu, konsentrat, dan pakan suplemen (protein by-pass, Ca-PUFA,
Masa adaptasi ransum dilakukan selama dua minggu. Ternak akan diberi
ransum sesuai dengan perlakuan penelitian. Pada periode adaptasi akan diketahui
Setelah itu Denyut jantung, frekuensi pernafasan dan suhu rektal diukur setiap
minggu. Pengukuran denyut jantung dilakukan selama satu menit pada pagi dan
sore hari dengan cara meletakkan stetoskop pada bagian dada sebelah kiri dekat
jantung. Pengukuran frekuensi pernafasan dilakukan selama satu menit pada pagi
dan sore hari dengan cara melihat bagian paru-paru atau melihat pergerakan
kembang kempis perut pedet. Suhu rektal diukur pada pagi dan sore hari dengan
cara memasukkan termometer rektal digital pada anus pedet. Penelitian dilakukan
digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan lima
sebagai berikut :
R0 = 55% hijauan + 45% K0
Data yang diperoleh diuji dengan sidik ragam (analysis of variance/ ANOVA).
Yij = µ + αi + εij
Keterangan : Yij = Respon hasil pengamatan karena perlakuan ke-i dan ulangan
ke-j
µ = Rataan umum
αi = Pengaruh perlakuan ke-i
Keterangan:
Db = Derajat bebas
JK = Jumlah kuadrat
KT = Kuadrat tengah
t = Perlakuan
r = Ulangan
Kaidah keputusan:
1. Jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (0,05) artinya tidak berbeda nyata (non signifikan), maka
2. Jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (0,05) artinya berbeda nyata (signifikan), maka terima H1
antar perlakuan dilakukan uji Jarak Berganda Duncan dengan rumus sebagai berikut :
S𝑥̅ = √𝐾𝑇𝐺/𝑟
Keterangan :
r = Ulangan