Pembahasan Skripsi
Pembahasan Skripsi
(Skripsi)
Oleh
Indah Sumarningsih
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
Oleh :
Indah Sumarningsih
Poligami adalah suatu perkawinan lebih dari satu. Poligami dibedakan menjadi
dua, yaitu poligini dan poliandri. Poligini adalah seorang suami yang memiliki
istri lebih dari satu. Poliandri adalah seorang istri yang memiliki suami lebih dari
satu. Fokus penulis dalam skripsi ini, yaitu poligami yang bermakna poligini.
Meskipun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam sudah mengatur secara jelas mengenai poligami, namun
dalam prakteknya masyarakat belum mentaati peraturan tersebut. Poligami
dilakukan tanpa memenuhi alasan dan syarat dibolehkan poligami, seperti
poligami tanpa persetujuan istri dan tanpa meminta izin Pengadilan. Permasalahan
yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana poligami menurut
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum
Islam, bagaimana pelaksanaan poligami menurut Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam dan akibat hukum
poligami menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif. Tipe
penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan
adalah yuridis normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri
atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang
kemudian dianalisis secara kualitatif. Metode pengumpulan data menggunakan
studi pustaka dan wawancara.
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam tidak diatur secara jelas, keduanya
hanya mengatur mengenai syarat dibolehkannya poligami, yaitu adanya
persetujuan istri/istri-istri, adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin
keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka, adanya jaminan bahwa suami
dapat berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka. Pelaksanaan poligami
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan ketentuan
harus mengajukan permohonan tertulis kepada Pengadilan, dengan disertai salah
satu alasan dan memenuhi syarat-syarat dibolehkannya poligami. Prosedur
beracara permohonan poligami di Pengadilan terdiri atas : pemanggilan pihak-
pihak, pemeriksaan, pembacaan permohonan, jawaban, pembuktian dan putusan.
Akibat hukum poligami menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam adalah sama. Pengaturan akibat hukum
terhadap poligami menurut Kompilasi Hukum Islam lebih lengkap dan rinci.
Poligami dapat menimbulkan akibat hukum yang meliputi: hubungan antara suami
dan istri-istri berupa hak dan kewajiban suami dan istri-istri, terhadap anak yaitu
anak memiliki hubungan perdata/nasab dengan ibu bapak dan keluarga ibu
bapaknya yang berimplikasi pada berhaknya atas hak waris dari ibu dan
bapaknya, terhadap harta kekayaan yaitu istri-istri berhak atas harta bersama.
Oleh:
INDAH SUMARNINGSIH
Skripsi
Pada
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Negeri 2 Natar diselesaikan pada tahun 2011 dan Sekolah Menengah Atas
(Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dan pada pertengahan Juni
Selama kuliah, penulis aktif pada kegiatan UKMF Pusat Studi Bantuan Hukum
periode 2016/2017.
Penulis selain aktif dalam organisasi internal di kampus, juga aktif dalam
mengikuti perlombaan tingkat fakultas dan tingkat nasional. Pada tahun 2015 di
Kompetisi Peradilan Semu atau yang sering disebut Moot Court Competition
(MCC), yaitu NMCC Piala Prof Soedarto VI Universitas Diponegoro pada tahun
2017 di Semarang.
menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bila kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu khawatir
tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja atau budak-budak
yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya”.
(QS. An-Nisa’ [4] : 3)
“Jika sore tiba, janganlah tunggu waktu pagi. Jika waktu pagi tiba, janganlah
tunggu waktu sore. Manfaatkan masa sehatmu sebelum tiba masa sakitmu dan
manfaatkan masa hidupmu sebelum tiba ajalmu”.
(Abdullah bin Umar)
PERSEMBAHAN
Teriring rasa syukur atas Ridho Allah SWT dengan segala ketulusan dan
kerendahan hati, kupersembahkan skripsi ini kepada:
Kedua Orangtuaku Ayahanda Marsudi dan Ibunda Siti Aminah yang senantiasa
mendoakan, sabar dalam mendidikku dari aku kecil hingga sekarang, memberi
semangat, tulus mencintai, menyayangi dan ikhlas bekerja keras demi membiayai
pendidikanku.
SANWACANA
karena atas rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam’’ sebagai salah satu syarat
Lampung.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi subtansi
maupun penulisan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
Penulis juga menyadari bahwa penelitian ini bukanlah hasil jerih payah sendiri,
akan tetapi juga berkat bimbingan dari berbagai pihak sehingga penulisan skripsi
ini dapat selesai. Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan rasa
1. Bapak Prof. Dr. Maroni, S.H., M.H., Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung;
4. Ibu Elly Nurlaili, S.H., M.H., Dosen Pembimbing II yang telah banyak
5. Ibu Dr. Hj. Nunung Rodliyah, M.A., Dosen Pembahas I yang telah
memberikan kritik dan saran serta masukan dalam penulisan skripsi ini;
7. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., Dosen Pembimbing Akademik yang telah
Lampung;
mata air ilmuku yang penuh ketulusan, dedikasi untuk memberikan ilmu yang
bermanfaat dan motivasi bagi penulis, serta segala kemudahan dan bantuannya
10. Keluarga Besarku Tercinta, nenekku Supini dan Mariyat. Ayukku Ita
11. Untuk seluruh keluarga besar UKMF PSBH FH Unila yang telah
jawab;
12. Terimakasih kepada sahabatku: Dewi Muslimah, Ayu Dewi Kartika Sari,
Elva, Eka Fitri Wahyuni, Anisa Nur Janah, Made Atma Gebi Suryani,
Meilinda Sari, Mayza Amelia, Mia Lestari, Melinda Sopiani, Leni Oktavia,
Lampung;
13. Terimakasih kepada teman-teman Kosan Arita: Mba Cen, Mba Opa, Mba
Emput, Mba Ulul, Mba May, Iin, Mey, Aini, Pera, Ana, Ambar, Reni yang
16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas semua bantuan dan
dukungannya;
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan budi baik yang telah
diberikan kepada penulis. Akhir kata penulis menyadari bahwa skrisi ini masih
jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat
Penulis,
Indah Sumarningsih
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ......................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. v
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... vi
MOTO ................................................................................................................ viii
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... ix
SANWACANA .................................................................................................. x
DAFTAR ISI...................................................................................................... xiv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 9
C. Ruang Lingkup..................................................................................... 9
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ......................................................... 10
V. PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 132
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
menentukan bahwa: “Perkawinan adalah ikatan lahir batin, antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Hal ini sejalan dengan Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila,
dimana sila yang pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan
juga memiliki peranan yang penting. Membentuk keluarga yang bahagia rapat
Mitssaqan ghalidzan adalah perjanjian perkawinan yang kuat dan kokoh, artinya
1
Wati Rahmi Ria dan Muhamaad Zulfikar, Ilmu Hukum Islam, Bandar Lampung,
Gunung Pesagi, 2015, hlm. 49.
2
diantara dua belah pihak, yaitu suami dan istri.2 Sebagaimana firman Allah SWT
“Bagaimana kamu akan mengambil mahar yang telah kamu berikan pada istrimu,
padahal kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri.
Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat. (QS. An-Nisa‟
21 : 4).
Menafsiri istilah Mitsaqan Ghalizhan dalam Surat An-Nisa‟ Ayat 21, Ibnu Katsir
mengutip sebuah Hadist Shahih dari Jabir dalam Kitab Shahih Muslim yang
tuanya untuk dinikahi berarti dia telah melakukan perjanjian atas nama Allah
tanggung jawab dan konsekuensi yang besar dibaliknya. Maka suami harus sadar
ketika menerima janji tersebut dan isi dari janji tersebut adalah sebagaimana Allah
jelaskan dalam Surat Al-Baqarah Ayat 231 yang artinya: “Istri harus diperlakukan
dengan baik, tetapi jika tidak hendaknya diceraikan dengan baik pula”, dengan
berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, khususnya dalam hal perkawinan
dan kehidupan keluarga. Oleh karena itu, perlu adanya peraturan hukum yang
2
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2010, hlm. 9.
3
Diakses dari :https://ridhamujahidahulumuddin.wordpress.com/2016/02/17/tafsir-ayat-
al-qur‟an-tentang-mahar-qs-an-nisaa-ayat-4-dan-21. Pada Jum‟at, 17 Februari 2018 Pukul. 13.40
WIB.
3
Negara Republik Indonesia No. 3019 yang diundangkan pada tanggal 2 Januari
(Lembaran Negara Nomor 12 Tahun 1975) pada tanggal 1 April 1975, maka
bangsa Indonesia dan telah menjadi bagian dari hukum positif. Undang-Undang
sahnya suatu perkawinan, harta bersama suami istri, larangan perkawinan dan lain
sebagainya.
Selain Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, ada aturan lain
yang mengatur tentang perkawinan dalam lingkup agama Islam, yaitu Kompilasi
Hukum Islam. Kompilasi Hukum Islam ini juga mengatur tentang syarat-syarat
tentang Perkawinan memiliki substansi yang tidak jauh berbeda tentang tata cara
Hukum Islam memiliki substansi yang berbasis agama Islam, yaitu berlaku bagi
orang Islam.
Perkawinan tidak hanya dipandang dari sudut hubungan yang diatur dalam agama
saja tetapi juga dari sudut hukum negara, sehingga sah atau tidaknya perkawinan
itu ditentukan oleh hukum masing-masing agama dan kepercayaannya serta bagi
negara sebagai tanda sahnya perkawinan itu, maka perlu dicatat menurut
menentukan: “Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh
memiliki seorang istri. Seorang istri hanya boleh memiliki seorang suami” dan
Pasal 27 KUH Perdata menentukan: “Dalam waktu yang sama seorang laki-laki
pasangan saja yaitu ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami dan istri. Perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita
5
dimana pada prinsipnya bahwa suami hanya mempunyai satu istri dan sebaliknya
Perkawinan monogami dianggap paling ideal dan sesuai untuk dilakukan, namun
realitasnya banyak pria dan wanita memiliki pasangan lebih dari satu dalam ikatan
dengan istilah poligami. Hal ini dapat dilihat banyaknya masyarakat bahkan
poligami hanya digunakan untuk laki-laki yang menikahi wanita lebih dari satu.
yang menikahi wanita lebih dari satu disebut poligini, sehingga istilah poligami
pengertian dari poligami itu sendiri, yaitu suatu ikatan perkawinan lebih dari satu,
dimana salah satu pihak menikahi beberapa lawan jenis dalam waktu yang
bersamaan. Poligami dibedakan menjadi dua, yaitu poligini dan poliandri. Poligini
adalah suatu perkawinan dimana seorang suami menikahi wanita lebih dari satu
dimana seorang istri menikahi laki-laki lebih dari satu dalam waktu yang
dipraktekkan. Hal ini dikarena ada beberapa negara yang melarang poliandri,
4
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia: Menurut Perundangan, Hukum
Adat, Hukum Agama, Bandung, Mandar Maju, 2007, hlm. 120.
6
Fokus penulis dalam skripsi ini, yaitu pembahasan poligami yang bermakna
poligini (suami yang beristri lebih dari satu). Penulis tetap menggunakan istilah
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
(pelaku) dari poligami yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah masyarakat
Ayat 1 ditegaskan syarat-syarat beristri lebih dari satu, yaitu: adanya persetujuan
dari istri, adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-
istri dan anak-anaknya, adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap
“Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan
poligami apabila: istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri, istri
mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, istri tidak
dibolehkannya hal tersebut, dengan demikian asas yang dianut oleh Undang-
Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam adalah bukan asas monogami
7
penuh, tetapi atas dasar izin dari istri dan hakim pengadilan. Perkawinan poligami
merupakan perbuatan hukum dan tidak dilarang oleh ketentuan agama, namun
hanya diatur sedemikian rupa agar benar-benar dilakukan sesuai dengan dan untuk
Poligami sebagai bagian dari sistem perkawinan Islam telah diterima dalam
kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh
Perkawinan Pasal 3 Ayat (2)). Pernyataan ini berarti bahwa apabila istri tidak
menyetujui poligami, karena secara fisik masih mampu melayani suami secara
baik, maka pengadilan dapat menolak izin poligami yang diajukan suami.
sedemikian rupa alasan dan persyaratan yang cukup ketat tentang poligami di
tanpa memenuhi syarat yang telah ditetapkan, seperti: poligami yang dilakukan
dilakukan tanpa meminta izin Pengadilan. Praktek poligami yang tidak sesuai
dan Kompilasi Hukum Islam, maka poligami yang dilakukan tersebut tidak sah
menurut hukum.
yaitu terhadap pasangan berupa hubungan hak dan kewajiban antara suami dan
bertanggung jawab pada satu keluarga saja maka setelah ia berpoligami ia akan
mempunyai tanggung jawab yang lebih besar untuk istri-istri dan anak-anaknya.
Permasalahan yang dapat timbul dalam keluarga akibat poligami, yaitu konflik
terkait kesenjangan hak atau kewajiban, konflik harta kekayaan antara suami dan
istri-istri, konflik antara anak-anak dari istri-istrinya serta konflik antara istri dan
anak-anaknya masing-masing.
B. Rumusan Masalah
atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu:
Ruang lingkup penelitian ini terdiri dari ruang lingkup bidang ilmu dan kajian.
Ruang lingkup bidang ilmu adalah Hukum Perdata yaitu Hukum Perkawinan
Perkawinan dan Hukum Islam yaitu Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991
tentang Kompilasi Hukum Islam. Kajian dalam penelitian ini adalah poligami
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam serta akibat
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pokok bahasan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
Islam;
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
b. Kegunaan Praktis
3) Sebagai salah satu syarat akademis bagi penulis untuk memperoleh gelar
A. Kerangka Konseptual
1. Pengertian Poligami
Kata poligami, secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata “poly”
atau “polus” yang berarti “banyak” dan kata “gamaei” atau ”gamos” yang
maka poligami akan berarti suatu perkawinan yang banyak atau lebih dari
pasangan).6
Secara terminologi, poligami yaitu seorang laki-laki mempunyai lebih dari satu
istri atau seorang laki-laki yang beristri lebih dari seorang, tetapi dibatasi paling
ikatan perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa
lawan jenis dalam waktu yang bersamaan dan berpoligami berarti menjalankan
(melakukan) poligami.8
6
Supardi Mursalin, Menolak Poligami, Studi tentang Undang-Undang Perkawinan dan
Hukum Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2007, hlm. 15.
7
Siti Zulaikha, Fiqh Munakahat, Yogyakarta, Idea Press Yogyakarta, 2015, hlm. 101.
8
https://kbbi.web.id/poligami, diakses pada 15 November 2017, Pukul. 20.00 WIB.
13
Pengertian poligami dalam kamus hukum adalah ikatan dimana salah satu pihak
mempunyai atau menikah beberapa lawan jenis dalam waktu yang tidak berbeda.9
dipakai untuk makna laki-laki yang memiliki banyak istri, sedangkan poligini
poligami adalah suatu perkawinan lebih dari satu, dimana seorang laki-laki
menikahi wanita lebih dari satu orang dan sebaliknya seorang wanita menikahi
laki-laki lebih dari satu orang yang dilakukan dalam waktu yang bersamaan.
Poligami itu sendiri terbagi menjadi 2 (dua), yaitu poligini dan poliandri.
a. Poligini
Istilah poligini berasal dari ”poli” atau “polus” artinya “banyak” dan “gene”
artinya “istri”, jadi poligini artinya beristri banyak.12 Poligini adalah perkawinan
9
Sudarsono, Kamus Hukum, Cet-VI. Jakarta, Rineka Cipta, 2009, hlm. 364.
10
Candra Saptiawan Saputra, Perkawinan Dalam Islam: Monogami atau Poligami,
Yogyakarta, An Naba‟, 2007, hlm. 21.
11
Rijal Imanullah, Poligami Dalam Hukum Islam, Mazahib, Vol XV, No. 1. Juni 2016,
hlm. 105.
12
A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Indonesia-Arab Terlengkap, Cet Pertama,
Surabaya, Pustaka Progresif, 2007, hlm. 680.
13
A. Jafran, Larangan Muslimah Poliandri: Kajian Filosofis, Normatif Yuridis,
Psikologis dan Sosiologis AL-„ADALAH Vol. X. No. 3 Januari 2012, hlm. 326.
14
Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa poligini adalah seorang pria yang
menikahi lebih dari satu orang istri dalam waktu yang bersamaan.
artinya: “…Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga
atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil maka
Berawal dari ayat ini, hukum poligini dibolehkan dengan harus memenuhi syarat-
syarat yang telah ditentukan, yaitu adanya persetujuan istri, adanya kepastian
suami mampu menjamin keperluan istri-istri dan anak-anak mereka, suami harus
Hukum Islam. Bagi suami yang tidak memenuhi persyaratan tersebut, maka ia
b. Poliandri
Secara etimologis, poliandri berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Polus: banyak”
dan “Andros: laki-laki”, dalam bahasa Inggris “poliandry” yang berarti “bersuami
yang mempunyai suami lebih dari satu, namun dalam masyarakat perkawinan
Poliandri dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu poliandri fatrenal dan poliandri
14
Mahyuddin, Masailul Fiqhiyah, Jakarta, Kalam Mulia, 2003, hlm. 59.
15
Ensiklopedi Indonesia, Jakarta, PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jilid V, 2376.
15
suami lebih dari satu dimana si suami beradik kakak, sedangkan poliandri non
fatrenal adalah perempuan yang mempunyai suami lebih dari satu dimana suami
Terkait dengan perkawinan satu orang wanita dengan beberapa orang laki-laki
“Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-
budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-
Ayat di atas menunjukkan bahwa salah satu kategori wanita yang haram dinikahi
oleh laki-laki adalah wanita yang sudah bersuami yang dalam hal ini disebut al-
Muhshanat.17
Dibandingkan dengan poligini, poliandri sangatlah tidak adil bagi kaum wanita,
nasab dalam Islam. Tali keturunan atau nasab dalam Islam disandarkan pada garis
keturunan ayah, sehingga apabila terjadi poliandri maka akan sulit untuk
menentukan garis keturunan dari anak yang dilahirkan. Hal ini nantinya juga akan
manakala salah satu suami dari wanita tersebut meninggal dunia, maka dapat
diketahui bahwa poliandri dalam Islam sangat dilarang karena akan menimbulkan
madharat dalam hal nasab yang juga berdampak pada permasalahan kewarisan.
16
Diakses darihttps://id.m.wikipedia.org. Pada Jum‟at, 09 Maret 2018, Pukul 12.51 WIB.
17
Syeh Taqiyudin al-Nabhani dalam A. Jafran Larangan Muslimah Poliandri: Kajian
Filosofis, Normatif Yuridis, Psikologis dan Sosiologis AL-„ADALAH Vol. X. No. 3 Januari 2012,
hlm. 327.
16
yaitu:
a. Mazhab Hanafi
pendapat umum. Pendapat ini diwakili oleh Abu Bakar Jassas Razi yang
mengatakan dalam Ahkam Al-Qur‟an bahwa kata yatim dalam ayat tersebut tidak
berarti anak yang ditinggalkan mati ayahnya semata, tetapi mencakup janda yang
jika seseorang khawatir tidak bisa berbuat adil dalam nafkah lahir (sandang,
pangan, papan) dan nafkah lahir (membagi giliran tidur) terhadap istri-istrinya,
maka Allah menganjurkan kaum lelaki untuk menikah dengan satu istri saja. Hal
ini dikarenakan bersikap adil dalam nafkah lahir batin merupakan kewajiban
syar‟i yang bersifat dlarurah, dan itu sungguh berat sekali. Dlarurah berarti suatu
keperluan yang harus ditunaikan karena ia sangat penting dan pokok. Antara
bentuk perlakuan adil terhadap beberapa istri adalah nafkah lahir berkaitan dengan
materi (seperti makanan, tempat tinggal dan pakaian) harus sama. Baik diberikan
pada istri merdeka maupun hamba sahaya, karena semua itu merupakan
18
Fhatonah, Telaah Poligini: Perspektif Ulama Populer Dunia (Dari Ulama Klasik
Hingga Ulama Kontemporer), AL- HIKMAH jurnal Studi Keislaman, Volume 5, Nomor 1, Maret
2015, hlm. 22.
17
batinnya dengan uang. Demikian pula bagi istrinya, tidak boleh memberikan uang
kepada suaminya agar mendapat jadwal giliran lebih dari istri yang lain.19
praktik poligami hingga empat istri dibolehkan dengan catatan aman dari
kezhaliman (ketidakadilan) terhadap salah satu dari istrinya, jika ia tidak dapat
monogamy…”.
b. Mazhab Maliki
hamba sahaya, keharaman beristri lebih dari empat orang serta kewajiban
bukunya menyatakan bahwa seorang hamba sahaya dalam hal poligami juga sama
Sementara masalah sikap adil, Ibn Rusyd mengatakan bahwa kewajiban bersikap
adil diantara para istri sudah menjadi ijma ulama yang tidak boleh ditawar-tawar
lagi. Secara umum, dalam masalah “keadilan” disini menunjukan bahwa poligami
(baik untuk merdeka maupun hamba) dalam pandangan Maliki tidak berbeda
dengan sebagian besar ulama lainnya, yakni poligami dibolehkan tetapi yang
19
Fhatonah, Ibid., hlm. 23.
20
Ibid., hlm. 24.
18
c. Mazhab Syafi’i
Mazhab Syafi‟i dengan tegas berpendapat poligami tidak diwajibkan. Hal ini
seperti penjelasan dalam kitabnya Mughnil Muhta: “Nikah itu tidak wajib
berdasarkan firman Allah Surat An-Nisa‟ Ayat 3. Nikahilah perempuan yang baik
baik. Nikah juga tidak wajib berdasarkan: Dua, tiga atau empat perempuan. Tidak
d. Mazhab Hambali
jelas (terlebih bila telah [dari zina] dengan seorang istri) karena praktik poligami
berfirman: “Kalian takkan mampu berbuat adil diantara para istrimu sekalipun
kamu menginginkan sekali”. Rasulullah bersabda: “Orang yang memilki dua istri,
tetapi cenderung pada salah satunya, maka di hari Kiamat ia berjalan miring
pijakan mereka adalah sama, yaitu mereka mendasarkan pada Surat An-Nisa‟
sebagai berikut:
21
Fhatonah, Op. Cit., hlm. 24.
22
Fhatonah, Loc. Cit., hlm. 25.
19
a. Muhammad Abduh
memaksa pada awal Islam muncul dan berkembang yakni dengan alasan:
Pertama, saat itu jumlah pria sedikit jika dibandingkan dengan jumlah wanita
akibat gugur dalam peperangan antar suku dan kabilah, maka sebagai bentuk
perlindungan para pria menikahi wanita lebih dari satu. Kedua, saat itu Islam
poligami terjalin ikatan pernikahan antar suku yang mencegah peperangan dan
konflik.23
permusuhan, kebencian dan pertengkaran antara para istri dan anak-anak, bahkan
Muhammad Abduh berfatwa bahwa poligami ini hukumnya haram dengan alasan:
Pertama, syarat poligami adalah berbuat adil. Syarat ini sangat sulit dipenuhi dan
hampir mustahil sebab Allah SWT sudah menjelaskan dalam Surat An-Nisa‟ Ayat
129 yang artinya: “kamu tidak akan dapat berbuat adil diantara istri-istrimu”.
Kedua, buruknya perlakuan para suami yang berpoligami terhadap para istrinya
karena mereka tidak dapat melaksanakan kewajiban untuk memberi nafkah lahir
dan batin secara baik dan adil. Ketiga, dampak psikologi anak-anak dari hasil
23
Marzuki, Pengantar Studi Hukum Islam (Prinsip Dasar Memahami Berbagai Konsep
Dan Permasalahan Hukum Islam Di Indonesia), Yogyakarta, Penerbit Ombak, 2013, hlm. 342.
20
ibu mereka bertengkar baik dengan suami atau dengan istri yang lain.24
Syeikh Muhammad Abduh juga menjelaskan hanya Nabi Muhammad saja yang
dapat berbuat adil sementara yang lain tidak dan perbuatan yang satu ini tidak
dapat dijadikan patokan sebab ini kekhususan Nabi kepada istri-istrinya. Abduh
mengajarkan seperti itu. Fenomena ini menurut Muhammad Abduh adalah tradisi
b. Mahmud Syaltut
untuk menentukan keadaan dirinya apakah mampu berlaku adil ataupun tidak,
keluar kepada pengasuh anak yatim supaya tidak terjebak dalam kezaliman akibat
perbuatannya yang tidak adil terhadap mereka. Oleh karena itu, menurut Syaltut,
apa yang penting dalam poligami adalah keadilan bukan keterpaksaan. Menurut
peneliti dari Malaysia Zulkifli Haji Mohd Yusuff dan Aunur Rafiq, ide Syaltut ini
maka hal ini tidak akan menimbulkan dampak positif. Bahkan poligami menjadi
24
Edi Darmawijaya, Poligami Dalam Hukum Islam dan Hukum Positif (Tinjauan
Keluarga Turki, Turnisia dan Indonesia),Vol 1, No. 1 Maret 2015, hlm. 30.
25
Ibid., hlm. 30.
21
wadah pemuas nafsu lelaki dan lahirnya keluarga yang penuh konflik, persaingan
tidak sehat, khususnya dikalangan istri yang dimadu. Biasanya faktor penting
yang menjadi permulaan adalah merebut cinta dan perhatian suami, bukannya
merebut harta.26
c. Musthofa al-Maraghi
kemudian mencatat kaidah fiqhiyah “dar‟u al-mafasid muqaddamun „ala jalbi al-
26
Edi Darmawijaya, Ibid., hlm. 31.
27
Tafsir Ayat-Ayat Ahkam, hlm. 176-177.
22
d. Rasyid Ridha
yang dikutip oleh Masyfuk Zuhdi, sebagai berikut: Islam memandang poligami
menurut fitrahnya (human nature) mempunyai watak cemburu, iri hati, dan suka
mengeluh. Watak-watak tersebut akan mudah timbul dengan kadar tinggi, jika
hidup dalam kehidupan keluarga yang poligamis, dengan demikian poligami itu
bisa menjadi sumber konflik dalam kehidupan keluarga, baik konflik antara suami
dengan istri-istri dan anak-anak dari istri-istrinya, maupun konflik antara istri
sifat/watak cemburu, iri hati dan suka mengeluh dalam kehidupan keluarga yang
monogamis.
Berbeda dengan kehidupan keluarga yang poligamis, orang akan mudah peka dan
terangsang timbulnya perasaan cemburu, iri hati/dengki dan suka mengeluh dalam
kadar tinggi, sehingga bisa mengganggu ketenangan keluarga. Oleh karena itu,
ternyata mandul, sebab menurut Islam, anak itu merupakan salah satu dari tiga
human investment yang sangat berguna bagi manusia setelah ia meninggal dunia,
yakni bahwa amalan tidak tertutup berkah adanya keturunan yang shaleh yang
selalu berdoa untuknya, maka dalam keadaan istri mandul dan suami tidak mandul
dan harus bersikap adil dalam pemberian nafkah lahir dan giliran waktu
tinggalnya.28
Menurut Sayyid Sabiq, poligami adalah salah satu ajaran Islam yang sesuai
dengan fitrah kaum laki-laki. Laki-laki adalah makhluk Allah yang memiliki
genetik, laki-laki dapat memberikan benih kepada setiap wanita karena kodrat
wanita adalah hamil dan melahirkan setelah masa pembuahan. Jika perempuan
naif dan irrasional. Dari sisi genetik akan kesulitan mencari dari benih siapa yang
dibuahkan oleh perempuan yang hamil tersebut. Dengan demikian, syariat Islam
Menurut Abu Bakar bin Arabi, seseorang yang melakukan poligami haruslah
berlaku adil. Mengenai adil terhadap istri-istri dalam masalah cinta dan kasih
sayang ia menyatakan bahwa hal ini berada diluar kesanggupan manusia, sebab
cinta itu adanya dalam genggaman Allah SWT yang mampu membolak
terkadang suami bergairah dengan istri yang satu, tetapi tidak bergairah dengan
28
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, Jakarta, Kencana Prenada Media grup, 2003,
hlm.130-133.
29
Boedi Abdullah, Perkawinan Perceraian Keluarga Muslim, Bandung, CV Pustaka
Setia, 2013, hlm. 32.
24
istri lainnya. Hal ini, apabila tidak disengaja, ia tidak terkena hukum dosa, karena
berada diluar kemampuannya. Oleh karena itu, ia tidak dipaksa untuk berlaku
adil.30
yang adil terhadap istri-istrinya yang merdeka dan makruh bersikap berat sebelah
dalam menggaulinya, yang berarti mengurangi haknya, tetapi tidak dilarang untuk
lebih mencintai perempuan yang satu daripada yang lainnya, karena masalah cinta
g. Ibnu Katsir
satu istri saja atau cukup dengan hamba-hamba wanita karena tidak diwajibkan
Masalah “adil (cinta)”, Ibnu Katsir menafsirkan Surat An-Nisa‟ Ayat 129 bahwa:
“Wahai manusia, kamu sekali-kali tidak akan dapat bersikap adil diantara para
istrimu dalam semua segi, karena meskipun kamu membagi giliran mereka secara
lahir semalam-semalam, akan tetapi mesti ada pembelaan dalam kecintaan (dalam
Sebagaimana keterangan Ibnu Abbas ra, Ubaidah al-Salmani, Hasan al-Basri dan
Dhahhak bin Muzamin. Menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya tentang Qais Ibnu
Harits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah menjadikan riwayat
30
H. M. A. Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap,
Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2014, hlm. 363.
31
Abdul Rahman Ghoozali, Op. Cit., hlm. 134.
25
sahabat yang beristri lebih dari 4 (empat) lalu Nabi memerintahkan untuk memilih
h. Musafir Al-Jahrani
poligami sebenarnya satu sikap yang pro-Barat dan menolak kehujjahan Al-
B. Kerangka Teori
Teori merupakan tujuan akhir dari ilmu pengetahuan. Kerangka teori adalah
berikut:
32
Siti Zulaikha, Op.Cit.,hlm. 104.
33
Amiruddin dan H Zainal Asikin, Pengatar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT Raja
Grafindo, 2012, hlm. 14.
26
yang dibuat pasti memiliki cita dan tujuan”. 34 Jadi, hukum dibuatpun ada
tujuannya dan tujuan ini merupakan suatu nilai yang ingin diwujudkan manusia,
tujuan hukum yang utama ada tiga, yaitu keadilan untuk keseimbangan, kepastian
Hukum Islam sudah ditaati oleh masyarakat. Teori kepastian hukum ini untuk
memecahkan rumusan masalah pada penelitian ini, yaitu pada rumusan masalah
2. Teori Keadilan
Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum. Mengingat tujuan hukum selain
keadilan, ada kepastian hukum dan kemanfaatan. Pakar teori keadilan yaitu
Aristoteles yang menyatakan bahwa keadilan menuntut perlakuan yang sama bagi
34
Muhammad Erwin, Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum, Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada, 2011, hlm. 123.
35
W. Friedman, Teori & Filsafat Hukum (Telaah Kritis Atas Teori-teori Hukum), Jakarta,
Rajawali, 1990, hlm. 21.
27
Jika dikaitkan dengan penelitian ini, teori keadilan digunakan untuk memecahkan
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam
yang didalamnya akan dibahas mengenai syarat adil bagi seseorang yang akan
berpoligami dan rumusan ketiga yaitu akibat hukum yang timbul dari poligami.
Akibat hukum dari poligami yaitu hubungan antara suami dan istri, terhadap anak
dan harta kekayaan. Oleh karena itu, teori keadilan ini dapat memecahkan
C. Kerangka Pikir
Poligami
Suami
Suami Istri
Istr
Istri
Istri Istri Suami i Suami
Poligini Poliandri
Poligami Pelaksanaan
menurut poligami menurut
Undang-Undang Undang-Undang
Nomor 1 Tahun Nomor 1 Tahun
1974 tentang 1974 tentang
Perkawinan dan Perkawinan dan
Kompilasi Kompilasi Hukum
Hukum Islam Islam
Keterangan:
Ayat (1), seorang laki-laki hanya boleh mempunyai seorang istri dan sebaliknya
seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami dan dalam hukum
ikatan perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau menikahi beberapa lawan
jenis dalam waktu yang bersamaan. Poligami dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu
poligini dan poliandri. Poligini yaitu suatu ikatan perkawinan dimana seorang
suami memiliki istri lebih dari satu dalam waktu yang bersamaan. Sedangkan,
poliandri yaitu seorang istri memiliki suami lebih dari satu dalam waktu yang
bersamaan.
yang beristri lebih dari satu). Perkawinan poligami yang dilakukan secara sah
Penelitian hukum merupakan proses kegiatan berfikir dan bertindak logis, metodis
dan sistematis mengenai gejala yuridis, peristiwa hukum atau fakta empiris yang
terjadi atau yang ada disekitar kita untuk direkontruksi guna mengungkapkan
kebenaran yang bermanfaat bagi kehidupan. Berfikir logis adalah berfikir secara
bernalar menurut logika yang diakui ilmu pengetahuan dengan bebas dan
adalah berfikir dan berbuat menurut metode tertentu yang kebenarannya diakui
menurut penalaran. Sistematis adalah berfikir dan berbuat yang bersistem, yaitu
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan bersifat normatif, karena penelitian ini dilakukan
dengan cara mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori,
konsistensi, penjelasan umum dan pasal demi pasal, formalitas dan kekuatan
mengikat suatu Undang-Undang serta serta bahasa hukum yang digunakan tetapi
36
Abdulkadir Muhammad, Hukum Dan Penelitian Hukum, Bandung, PT Citra Aditya
Bakti, 2004, hlm. 2.
37
Ibid., hlm. 102.
Perihal skripsi ini, penelitian hukum normatif diaplikasikan dalam permasalahan
normatif dengan cara mengkaji dan menganalisis dari bahan-bahan pustaka berupa
B. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian
tentang keadaan hukum yang berlaku ditempat tertentu dan pada saat tertentu
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam karena akan dilakukan analisis secara
C. Pendekatan Masalah
Penelitian ini bukanlah memperoleh hasil yang dapat diuji melalui statistik,
38
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm. 57.
32
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif,
artinya pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara
pendekatan yuridis normatif dalam skripsi ini, bahan utama yang digunakan
dalam pelaksanaan suatu penelitian yang berasal dari berbagai sumber, data terdiri
dari data lapangan dan kepustakaan.39 Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui Perundang-Undangan dan
Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat, bersumber dari:
a) Al-Qur‟an;
b) Al-Hadist;
39
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, Grafindo
Persada, 2004, hlm. 15.
33
Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan
hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum
Data tersier adalah bahan hukum yang memberikan suatu petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri
dari kamus hukum, metodologi penelitian hukum, penelitian hukum normatif dan
1. Studi Pustaka
Studi pustaka adalah pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal
dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas serta dibutuhkan dalam
40
penelitian hukum normatif. Menelaah Peraturan Perundang-Undangan dan
Kompilasi Hukum Islam yang berkaitan dengan penelitian ini. Kegiatan studi
pustaka tersebut dilakukan dengan tahap sebagai berikut: penentuan sumber data
sekunder (bahan hukum primer dan sekunder); identifikasi data sekunder bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder yang diperlukan; inventarisasi data
yang sesuai dengan rumusan masalah dengan cara pengutipan atau pencatatan;
serta mengkaji data yang sudah terkumpul guna menentukan relevansinya dengan
40
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm. 81.
34
kebutuhan dan rumusan masalah yang sesuai dengan judul penelitian yaitu
2. Wawancara
Wawancara (Interview) adalah situasi peran antar pribadi bertatap muka (face to
telah disiapkan terlebih dahulu oleh penulis. Beberapa hal yang harus
diwawancara yang sesuai dengan penelitian ini; pendekatan terhadap orang yang
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam.
Suryani M. Nur, S. Sos., M.M. selaku Wakil Ketua MUI Provinsi Lampung.
41
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Op. Cit., hlm. 8.
35
F. Pengolahan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini selanjutnya diolah dengan menggunakan
menurut jenis dan sumbernya, dengan tujuan untuk menyajikan data secara
kegiatan menabulasi atau menyusun secara sistematis data yang sudah diedit
dan diberi tanda dalam bentuk tabel-tabel yang berisi angka-angka dan
sistematis data yang sudah diedit dan diberi tanda menurut klasifikasi data dan
G. Analisis Data
Analisis data adalah menguraikan data dalam bentuk kalimat yang tersusun secara
adalah menguraikan data secara bermutu, dalam bentuk kalimat yang tersusun
secara teratur, runtut, logis tidak tumpang tindih dan efektif, sehingga
sistematis, sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan pada akhirnya dapat
adalah cara analisis dari kesimpulan umum atau generalisasi yang diuraikan
generalisasi tersebut.
42
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 127.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
dengan disertai salah satu alasan dibolehkan poligami yang diatur dalam Pasal
mendapatkan cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, istri
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam tidak diatur secara jelas, keduanya
poligami diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
adanya persetujuan istri atau istri-istri, adanya kepastian bahwa suami mampu
133
jaminan bahwa suami dapat berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak
lebih lengkap dan rinci. Poligami yang sah dapat menimbulkan akibat hukum
yang meliputi: hubungan antara suami dan istri berupa hak dan kewajiban,
terhadap hutang dan sita jaminan terhadap harta bersama dan kewarisan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku :
Ali, Zainuddin. 2012. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Ensiklopedi Indonesia (Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jilid V). 2376.
Ghozali, Abdul Rahman. 2003. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana Prenada Media
grup.
Mardani. 2010. Hukum Perkawinan Islam (Di Dunia Islam Modern). Jakarta:
Graha Ilmu.
Mulati. 2005. Hukum Islam Tentang Perkawinan dan Waris. Cet. ke-1. Jakarta:
Universitas Tarumanagara.
Nurrudin, Amir dan Akmal Taringan. 2004. Hukum Perdata Islam di Indonesia
(Study Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih, UU No. 1 Tahun
1974 sampai KHI). Cet ke-2. Jakarta: Kencana.
Rasyid, Roihan A. 2001. Hukum Acara Pengadilan Agama. Edisi Baru. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada.
Ria, Wati Rahmi dan Muhamaad Zulfikar. 2015. Ilmu Hukum Islam. Bandar
Lampung: Gunung Pesagi.
Rofiq. Ahmad. 2015. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada.
Saebani, Beni Ahmad. 2010. Fiqh Munakahat. Cet VI (Edisi Revisi). Bandung:
CV Pustaka Setia.
Saebani, Beni Ahmad dan Syamsul Falah. 2011. Hukum Perdata Islam di
Indonesia. Bandung: CV Pustaka Setia.
Saputra, Candra Saptiawan. 2007. Perkawinan dalam Islam: Monogami atau
Poligami. Yogyakarta: An Naba’.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamuji. 2004. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta:
Grafindo Persada.
Tihami, H. M. A. dan Sohari Sahrani. 2014. Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah
Lengkap. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Peraturan Perundang-Undangan:
Dani Tirtana. 2010. Analisis Yuridis Izin Poligami Dalam Putusan Pengadilan
Agama Jakarta Selatan. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Edi, Darmawijaya. Poligami Dalam Hukum Islam dan Hukum Positif (Tinjauan
Keluarga Turki, Turnisia dan Indonesia). Vol 1, No. 1 Maret 2015.
Fatonah, Telaah Poligini: Perspektif Ulama Populer Dunia (Dari Ulama Klasik
Hingga Ulama Kontemporer), AL- HIKMAH jurnal Studi Keislaman,
Volume 5, Nomor 1, Maret 2015.
Fitra Ardhian, Reza. Poligami Dalam Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia
Serta Urgensi Pemberian Izin Poligami Di Pengadilan Agama. Privat
Law. Vol III No. 2 Juli-Desember 2015.
Imanullah, Rijal. Poligami Dalam Hukum Islam. Mazahib, Vol XV, No. 1. Juni
2016.
Website:
https://kbbi.web.id/poligami
https://ridhamujahidahulumuddin.wordpress.com
https://id.m.wikipedia.org.
https://padistudio.wordpress.com
https://pta-semarang.go.id
https://kerinci.kemenag.go.id