Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN AIDS + TB

PARU + SEPSIS + SYOK SEPTIK

1. Pengertian
Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis retrovirus yang termasuk
dalam family lintavirus, retrovirus memiliki kemampuan menggunakan RNA nya dan
DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama masa inkubasi yang
panjang. Seperti retrovirus lainnya HIV menginfeksi dalam proses yang panjang (klinik
laten), dan utamanya penyebab munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan
beberapa kerusakan sistem imun dan menghancurkannya. Hal ini terjadi dengan
menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasikan diri. Dalam proses itu,
virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit (Nursalam 2007).
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang
berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang
disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi
diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau
merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis
penyakit lain (Yatim, 2006).
Aids adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yang ditandai dengan
syndrome menurunnya sistem kekebalan tubuh, sehingga pasien AIDS mudah diserang
oleh infeksi bakteri oportunistik dan kanker.
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh hasil
Microbakterium tubercolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan
bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk kedalam jaringan paru
melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus
primer dari ghon.
Sepsis adalah sindroma respons inflmasi sistemik (systemic inflammatory
response syndrome) dengan etiologi mikroba yang terbukti atau dicurigai. Bukti
klinisnya berupa suhu tubuh abnormal (>38ºC atau < 36ºC): takikardi, asidosis
metabolik, biasanya disertai dengan alkalosis respiratorik terkompensasi dan takipneu,
dan peningkatan atau penurunan jumlah sel darah putih. Sepsis juga dapat disebabkan
oleh infeksi virus atau jamur. Sepsis berbeda dengan septikemia. Septikemia (nama lain
untuk blood poisoning) mengacu pada infeksi darah, sedangkan sepsis tidak hanya
terbatas pada darah, tapi dapat mempengaruhi seluruh tubuh, termasuk organ-organ.
Syok septik adalah infasi aliran darah oleh beberapa organisme mempunyai
potensi untuk menyebabkan reaksi pejamu umum toksin. Hasilnya adalah keadaan
ketidakadekuatan perfusi jaringan yang mengancam kehidupan.

2. Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency
virus (HIV). HIV pertama lai ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut
HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-
2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkan dengan HIV-1, maka
untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illnes.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tida ada
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat mlam hari,
BB menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama klai
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system
tubuh, dan manifestasi neurologist.

AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita.
Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :

1. Lelaki homoseksual atau biseks/ heteroseksual.

2. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.

3. Orang yang ketagian obat intravena

4. Partner seks dari penderita AIDS

5. Penerima darah atau produk darah (transfusi).

Faktor predisposisi penyebab penyakit tuberkulosis antara lain (Elizabeth J powh


2001)
1. Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif
2. Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu dalam terapi
kartikoteroid atau infeksi HIV)
3. Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
4. Individu tanpa perawatan yang adekuat
5. Individu dengan gangguan medis seperti : DM, GGK, penyimpanan gizi, by pass
gatretomi
6. Imigran dari negara dengan TB yang tinggi (asia tenggara, Amerika, latin, Latin
Karibia)
7. Individu yang tinggal di institusi (institusi psikiatrik, penjara)
8. Individu yang tinggal di daerah kumuh
9. Petugas kesehatan

Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis disebabkan


oleh virus, atau semakin sering disebabkan oleh jamur). Mikroorganisme kausal yang
paling sering ditemukan pada orang dewasa adalah escherichia coli, staphylococcus
aureus, dan streptococcus pneumonia. Pasien pasien yang menderita penyakit kronis
dapat bertahan hidup lebih lama, terdapat frekuensi sepsi yang relatif tinggi di antara
pasien-pasien AIDS, terapi medis (misalnya dengan glukokortiroidnatau antibiotika),
prosedur invasif (misalnya pemasangan kateter), dan ventilasi mekanis.
Syok septic diakibatkan oleh serangkaian peristiwa hemodinamik dan metabolic
yang dicetuskan oleh serangkaian mikroba, serta yang penting lagi adalah oleh system
pertahanan tubuh. Sepsis dan syok septic dapat disebabkan oleh gejala serangan
mikroorganisme yang berkaitan dengan infeksi bakteri aerobic dan an aerobic terutama
yang disebabkan oleh :

1. Bakteri gram negative seperti escheria coli, klebsiella sp, pseudomonas sp,
Bacteroides sp, dan proteus sp. Bakteri gram negarive mengandung lipopolisakarida
pada dindning selnya yang disebut endotoksin. Apabila dilepas dan masuk kedalam
aliran darah, endotoksin menghasilkan beragam perubahan-perubahan biokimia yang
merugikan dan mengaktivasi imun dan mediator biologis lainnya yang menunjang
syok septc.
2. Organisme gram positif : stafilokokus, streptococus, dan pneumokuos juga terlibat
dalam timbulnya sepsis
3. Organisme gram positif melepaskan eksotoksin yang berkemampuan untuk
mengarahkan mediator imun dengan cara yang sama dengan endotoksin.
4. Selain itu infeksi viral, fungal, dan riketsia dapat mengarah kepada timbulnya syok
sepsis dan syok septik.

3. Manifestasi Klinis
Menurut WHO

Kriteria Mayor Kriteria Minor


- Penurunan BB > 10% - Koordinasi orofaringeal
- Demam memanjang atau lebih dari - Batuk menetap lebih dari 1 bulan
- Kelemahan tubuh
1 bulan
- Hilang napsu makan
- Diare kronis
- Infeksi kulit generalisata
- tuberkulosis
- Limfodenopati
- Herpes zoster
- Infeksi herpes simplek kronis
- Pneumonia
- Sarkoma kaposi

Manifestasi klinis lain :


- Angiomatosis
- Kandidiasis orofaringeal
- Kandidiasis vulvovaginal
- Displasia leher rahim
- Herpes zoster
- Purpura idiopatik trombositopenik
- Kandidiasis asphagus

Stadium Skala aktivitas gambaran klinis


1 Asimtomatic, aktivitas normal
a. Asimtomatic
b. Limfodeopati generalisata
Simtomatic, aktivitas normal
II
a. BB menurun < 10%
b. Kelainan kulit dan mukosa yang
ringan seperti: dermatitis, pruigo,
ulkus oral, seboroik, onikomikosis
yang rekuren dan kheilitis
angularis
c. Herpes zoster dalam 5 tahun
terakhir
d. Infeksi saluran napas bagian atas
seperti : sinusitis, bakterialis.
Pada umumnya lemah, aktivitas ditempat
III tidur < 50%
a. BB > 10%
b. Diare kronis yang berlangsung
lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan leih dari 1
bulan
d. Kandidiasis orofaringeal
e. Oral hairy leukoplakia
f. TB paru dalam tahun terakhir
g. Infeksi bacterial yang berat seperti:
pneumonia dan piomiositish
Pada umumnya sangat lemah, aktivitas
ditempat tidur > 50%
a. HIV wasting syndrome seperti :
yang didefinisikan oleh CDC
IV b. Pnumonia pneumocytis cariti
c. Toksoplasmosis otak
d. Diare kriptosporidisis lebih dari 1
bulan
e. Renitis virus sitomegalo
f. Kriptokokosis ekstra pulmonal
g. Herpes simplex mukokutan > 1
bulan

Keluhan yang dirasakan pasien-pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah


banyak ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali :
1. Demam
2. Batuk/batuk berdarah
3. Peningkatan produksi sputum
4. Sesak napas
5. Nyeri dada
6. Malaise dan kelelahan
7. Takikardia
8. Anoreksia
9. Mual-muntah
Psikososial : adanya faktor stres baru, atau lama mengenai keuangan, kemiskinan,
perasaan putus asa terhadap penyakit dirinya, cemas dan mudah tersinggung.
Spiritual : melaksanakan ibadah tidak mampu, tidak tahu dan tidak mau

Sepsis dimulai dengan tanda klinis respons inflamasi sistemik (yaitu demam,
takikardia, takipnea, leukositosis) dan berkembang menjadi hipontensi pada kondisi
vasodilatasi perifer (renjatan septik hiperdinamik atau hangat degan muka kemerahan
dan hangat menyeluruh serta peningkatan curah jantung) atau vasokontriksi perifer
(renjatan sptik hipodinamik atau dingin degan anggota gerak yang biru atau putih
dingin). Pada pasien dengan manifestasi klinis ini dan gambaran peeriksaan fisik yang
konsisten dengna infeksi, diagnosis mudah ditegakkan dan terapi dapat dimulai secara
dini.

Tanda klinis septik syok sangat bervariasi diantara pasien. Pasien yang diketahui
infeksinya dan pasien yang sangat disupresi kekebalannya sehingga berada pada risiko
terhadap syok harus dipantau tanda vitalnya secara rutin dan diawasi. Pada keadaan
tertentu, perawat harus menyadari tanda-tanda :
1. Demam
2. Takikardia (>90 denyut/menit)
3. Takipnea (>20 kali/menit)
4. Adanya kekurangan perfusi organ atau disfungsi dalam bentuk
a. Perubahan status mental
b. Hipoksemia bila diukur dengan gas darah arteri
c. Peningkatan kadar laktat
d. Haluaran urine (<30ml/jam)
5. PaCO2 < 32 mmHg
6. WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3

Meskipun proses syok septik mungkin sangat cepat, khususnya bila dikaitkan
dengan organisme gram-negatif, pemberian antibiotik intravena yang dini, penggantian
cairan, vasopresor, dan oksigen adalah komponen esensial dalam penatalaksanaan pasien
ini.

Pada pasien lansia, septik syok mungkin dimanifestasikan sebagai tanpa


ketidaknormalan atau tanda klinik yang membingungkan. Septik syok dapat diperkirakan
pada lansia yang menunjukkan konfusi yang tidak dapat dijelaskan, takipnea atau
hipotensi (Brunner & Suddarth vol. 3 edisi 8, 2002).

Gejala syok septik yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok
hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0.5 cc/kg/jam, tekanan
darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis
dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikardia,
kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar.

4. Komplikasi

1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi,
penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
2. Neurologik
a. Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung HIV pada sel saraf, berefek
perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan
isolasi sosial.
b. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala,
malaise, demam, paralise, total / parsial.
c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik
endokarditis.
d. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan HIV

3. Gastrointestinal
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam,
malabsorbsi, dan dehidrasi.
a. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
b. penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-
gatal dan siare.
4. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia,
keletihan, gagal nafas.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis,
reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa
terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
6. Sensorik
a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
dengan efek nyeri
A. Stadium TBC
1. Kelas 0
Tidak ada jangkitan tuberkulosis, tidak terinfeksi (tidak ada riwayat terpapar,
reaksi terhadap tes kulit tuberkulin negative)
2. Kelas 1
Terpapar tuberkulosis, tidak ada bukti terinfeksi (ada riwayat pemaparan, reaksi
tes tuberkulosis negative)
3. Kelas 2
Ada infeksi tuberkulosis, tidak timbul penyakit (reaksi tes kulit tuberkulin positif,
pemeriksa bakteri negative, tidak bukti klinik, bakeriologik atau radiografik TB
aktif).
4. Kelas 3
Tuberkulosis aktif secara klinis (Mycobacterium tuberculosis ada dalam biakan,
selain itu reaksi kulit tuberkulin bermakna dan atau bukti radiografik tentang
adanya penyakit). Lokasi penyakit : paru, pleura, limfatik, tulang dan atau sendi,
kemih kelamin, diseminata (milier), meningeal, peritoneal dan lain-lain.
5. Kelas 4
Tuberkulosis saat ini tidak aktif secara klinis (ada riwayat mendapat pengobatan
pencegahan tuberkulosis atau adanya temuan radiografi yang stabil pada orang
yang reaksi tes kulit tuberkulinnya positif, pemeriksaan bakteriologis, bila
dilakukan negative.Tidak ada bukti klinik tentang adanya penyakit pada saat ini).
6. Kelas 5
Tersangka tuberkulosis paru. (Sylvia A.Price dan Marry P.Standridge,2005)

Komplikasi sepsis bervariasi berdasarkan etiologi yang mendasari. Potensi


komplikasi yang mungkin terjadi meliputi:
1) Gagal jantung
2) Gangguan fungsi hati
3) Gagal ginjal
Komplikasi syok septik
1. Kegagalan multi organ akibat penurunan aliran darah dan hipoksia jaringan
yang berkepanjangan
2. Sindrom distres pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus
kapiler karena hipoksia
3. Acute Renal Failure (Chronic Kidney Disease)
4. Perdarahan usus
5. Gagal hati
6. Gagal jantung
7. Kematian

5. Patofisiologi

Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel
yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar
limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi
sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian
yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka
Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan
reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer
penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan pemograman
ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA.
DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian
terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat
mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh
tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel
T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan
limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi
limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper
terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki
kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara
progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T
penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap
tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini,
jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi
mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur
oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru
akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah.
Mikroorganisme pnyebab berkembangbiak dan menimbulkan penyakit, bakteri yang
masuk ke saluran pernapasan dan menginfeksi alveoli akan menimbulkan bercak
konsolidasi pada paru. Apabila terdapat proses konsolidasi tidak dapat berlangsung
dengan baik, akan terjadi edema dan terdapatnya eksudat. Pada alveoli membrane kapiler
akan mengalami kerusakan yang mengakibatkan gangguan proses difusi oksigen dan
karbondioksida pada alveoli serta terjadi penurunan jaringan efektif paru. Hal tersebut
akan berdampak pada penurunan kadar oksigen yang dibawa oleh darah sehingga secara
klinis penderita mengalami pucat hingga sianosis. Terdapatnya tekanan cairan purulent
pada alveoli dapat mengakibatkan tekanan dari paru dan menurunkan kemampuan
mengambil oksigen dari luar berakibat juga berkurangnya kapasitas paru. Penderta akan
melawan tingginya tekanan tersebut menggunakan otot-otot bantu pernapasan yang
menimbulkan peningkatan retraksi dada dan sesak napas. Hipoventilasi dan hipoksi pun
terjadi. Hal ini mnyebabkan terjadinya gangguan pertukaran gas pada klien tb paru dan
bila tidak segera diatasi dapat mengancam jiwa.
6. Pemeriksaan penunjang
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
- ELISA
- Western blot
- P24 antigen test
- Kultur HIV
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
- LED
- Hematokrit
- CD4 limfosit
- Rasio CD4/CD limfosit
- Serum mikroglobulin B2
- Hemoglobulin
Pemeriksaan penunjang untuk Tb paru
- Sputum Culture : Positif untuk mycobacterium tuberkulosa pada stadium
aktif.
- Ziehl Neelsen (Acid-fast Staind applied to smear of body fluid) : positif
untuk BTA.
- Skin Test (PPD, Mantoux, Tine, Vollmer Patch) : reaksi positif (area indurasi
10 mm atau lebih, timbul 48 – 72 jam setelah injeksi antigen intradermal)
mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibodi tetapi tidak
mengindikasikan penyakit sedang aktif.
- Chest X-Ray : dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal di bagian
paru-paru bagian atas, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau
cairan pada effusi. Perubahan mengindikasikan TB yang lebih berat dapat
mencakup area berlubang dan fibrous.
- Histologi atau Culture jaringan (termasuk kumbah lambung, urine dan CSF,
biopsi kulit) : positif untu mycobacterium tuberkulosa.
- Needle Biopsi of Lung Tissue : positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel
besar yang mengindikasikan nekrosis.
- Elektrolit : mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi;
misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, mungkin ditemukan pada
TB paru kronik lanjut.
- ABGs : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru.
- Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan
bronchus atau kerusakan paru karena TB.
- Darah : lekositosis, LED meningkat.
- Test Fungsi Paru : VC menurun, Dead Space meningkat, TLC meningkat dan
menurunnya saturasi oksigen yang merupakan gejala sekunder dari
fibrosis/infiltrasi parenchim paru dan penyakit pleura.
pemeriksaan penunjang syok septik
Pengumpulan spesimen urin, darah, sputum. Pantau kadar darah (kadar
antibiotik, BUN (Blood Urea Nitrogen), kreatinin, jumlah sel darah putih,
Rontgen.

- Gambaran Hasil laboratorium :


- WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature
- Hiperglikemia > 120 mg/dl
- Peningkatan Plasma C-reaktif protein
- Peningkatan plasma procalcitonin.
- Serum laktat > 1 mMol/L
- Creatinin > 0,5 mg/dl
- INR > 1,5
- APTT > 60
- Trombosit < 100.000/mm3
- Total bilirubin > 4 mg/dl
- Biakan darah, urine, sputum hasil positif.
7. Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan untuk
mencegah terpajannya HIV, bisa dilakukan dengan:
1. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang
tidak terinfeksi.
2. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang
tidak terlindungi.
3. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status HIV
nya.
4. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
5. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi HIV, maka terapinya yaitu :
1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,
nosokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk
mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus
dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
2. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif
terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral HIV dengan
menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS
yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan HIV
positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
3. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan
menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada
prosesnya. Obat-obat ini adalah :
a. Didanosine
b. Ribavirin
c. Diedoxycytidine
d. Recombinant CD 4 dapat larut
Penatalaksanaan untuk Tb paru
Promotif
 Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
 Pemberitahuan baik melalui spanduk atau iklan tentang bahaya TBC, cara
penularan, cara pencegahan, factor risiko
 Mensosialisasikan BCG di masyarakat.
Preventif
 Vaksinasi BCG
 Menggunakan Isoniazid (INH)
 Membersihkan .lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab
 Bila ada gejala-gejala TBC segera ke puskesmas atau RS, agar dapat diketahui
secara dini.
Kuratif
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga
mencegah kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta
memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan
obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO
adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis
obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam
Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.

Cara kerja, potensi dan dosis OAT utama dapat dilihat pada tabel berikut:

Rekomendasi Dosis (mg/kg


Obat Anti TB BB)
Aksi Potensi
Esensial Per Minggu
Per Hari
3x 2x
Isoniazid (H) Bakterisidal Tinggi 5 10 15

Rifampisin (R) Bakterisidal Tinggi 10 10 10


Bakterisidal
Pirasinamid (Z) Rendah 25 35 50
Bakterisidal
Streptomisin (S) Bakteriostat Rendah 15 15 15

Etambutol (E) ik Rendah 15 30 45

Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga


mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta
memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase
yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang
digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang
digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid,
Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin,
Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu
berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu
perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly
Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang
terdiri dari lima komponen yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang
pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat
dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung
oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana
penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
 Efek Samping OAT :
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping.
Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan
kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat
diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.adapun efek
samping OAT antara lain yaitu:
1. Isoniazid (INH)
 Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi
dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan
vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan.
Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra).
 Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang dapat timbul pada
kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik,
hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan
khusus.
2. Rifampisin (R)
 Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simtomatik ialah : Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang,
Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-
kadang diare, Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
 Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop
dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu
dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan
diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
- Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air
mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat
dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar
dimengerti dan tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid (Z)
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai
pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin)
dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini
kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.
Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang
lain.
4. Streptomisin (S)
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan
dengan keseimbangan dan pendengaran.
Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan
dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada
pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat
ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan.
Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi
0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin
parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba
disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan
ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang
mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu
maka dosis dapat dikurangi 0,25gr.
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan
pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.

5. Etambutol (E)
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya
ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian
keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali
terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan
3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa
minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak
karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi
Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi
yang perlu dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif
dalam 6 jam pertama, dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan
mencakup airway: a) breathing; b) circulation; c) oksigenasi, terapi cairan,
vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Pemantauan dengan kateter
vena sentral sebaiknya dilakukan untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-
12 mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin >0,5
ml/kgBB/jam.
1. Oksigenasi
Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat
disfungsi atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun
perfusi. Transpor oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan
hipovolemik dan disfungsi miokard menyebabkan penurunan curah jantung.
Kadar hemoglobin yang rendah akibat perdarahan menyebabkan daya
angkut oleh eritrosit menurun. Transpor oksigen ke jaringan dipengaruhi
juga oleh gangguan perfusi akibat disfungsi vaskuler, mikrotrombus dan
gangguan penggunaan oksigen oleh jaringan yang mengalami iskemia.
Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan
saturasi oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen dan memperbaiki
utilisasi oksigen di jaringan.

2. Terapi cairan
Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan
baik kristaloid maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu
dimonitor kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih. Secara klinis
respon terhadap pemberian cairan dapat terlihat dari peningkatan tekanan
darah, penurunan ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan
ekstremitas, produksi urin, dan membaiknya penurunan kesadaran. Perlu
diperhatikan tanda kelebihan cairan berupa peningkatan tekanan vena
jugular, ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen.
Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan
hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu
diberikan. Transfusi eritrosit (PRC) perlu diberikan pada keadaan
perdarahan aktif, atau bila kadar Hb rendah pada keadaan tertentu misalnya
iskemia miokardial dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada
sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl.
3. Vasopresor dan inotropik
Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi
dengan pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami
hipotensi. Terapi vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi
untuk mencapai MAP 60 mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk
vasopresor dapat digunakan dopamin dengan dosis >8 mcg/kg/menit,
norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8 mcg/kg/menit atau
epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat digunakan adalah
dobutamin dosis 2-28 mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mc/kg/menit, epinefrin
0,1-0,5 mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase (amrinon dan milrinon).
4. Bikarbonat
Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau serum
bikarbonat <9 meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan
hemodinamik.
5. Disfungsi renal
Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis
maupun hemofiltrasi kontinu (continuous hemofiltration). Pada
hemodialisis digunakan gradien tekanan osmotik dalam filtrasi substansi
plasma, sedangkan pada hemofiltrasi digunakan gradien tekanan
hidrostatik. Hemofiltrasi dilakukan kontinu selama perawatan, sedangkan
bila kondisi telah stabil dapat dilakukan hemodialisis.

6. Nutrisi
Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak, cairan,
vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin, diutamakan pemberian
secara enteral dan bila tidak memungkinkan beru diberikan secara
parenteral.
7. Kortikosteroid
Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi insufisiensi
adrenal, dan diberikan secara empirik bila terdapat dugaan keadaan
tersebut. Hidrokortison dengan dosis 50mg bolus intravena 4 kali selama 7
hari pada pasien renjatan septik menunjukkan penurunan mortalitas
dibanding kontrol.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. PENGKAJIAN

a. Data Umum Pasien

Berisi tentang nama, usia, pekerjaan, agama, suku bangsa, alamat, no registrasi,
tanggal MRS.

b. Keluhan Utama

Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan biasanya
berhubungan dengan gangguan pernafasan yang terjadi selama beberapa minggu,
batuk yang tidak kunjung sembuh, dan nyeri dada yang menurunkan kemampuan
ekspansi dada selama proses respirasi.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pengkajian mengenai riwayat penyakit yang sedang diderita pasien. Mulai dari pasien
merasakan gejala awal penyakit hingga saat pengkajian berlangsung.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Kaji adanya penyakit terdahulu yang pernah terjadi pada pasien yang berhubungan
dengan penyakit pasien saat ini, misalnya AIDS, pneumonia. Kaji riwayat penggunaan
obat yang pernah dikonsumsi oleh klien. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung
pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji
lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Kaji tingkat kesehatan pada keluarga akan adanya penyakit yang sama atau mirip pada
keluarga terdahulu, atau merupakan penyakit bawaan.

f. Riwayat Kesehatan Lingkungan

Meliputi keadaan lingkungan pasien.

g. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum
Biasanya keadaan pasien lemah
2. Tanda-Tanda Vital
Biasanya terdapat takikardia

3. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
Biasanya ditemukan peningkatan frekuensi nafas cepat dan dangkal, serta
adanya retraksi sternum dan intercostal space (ICS). Nafas cuping hidung pada
sesak berat, didapatkan batuk produktif disertai dengan danya peningkatan
produksi sekret dan sekresi sputum yang purulent, dan bunyi nafas tambahan
ronkhi basah pada sisi yang sakit.
b. B2 (Blood)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, denyut nadi perifer
melemah, takikardia.
c. B3 (Brain)
Terjadi penurunan kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan
perfusi jaringann berat. Wajah klien tampak meringis, menangis, merintih,
meregang, dan menggeliat.
d. B4 (Bladder)
Adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
e. B5 (Bowel)
Biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, turgor kulit
memburuk, bising usus yang hiperaktif dan penurunan berat badan.
f. B6 (Bone)
Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan
ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas
sehari-hari.
4. Pola Fungsi Kesehatan
1. Pola Persepsi Pemeliharaan Kesehatan
Meliputi riwayat kesehatan pasien, tentang bagaimana respon klien terhadap
penyakit yang dideritanya.
2. Pola Nutrisi Metabolisme
Biasanya tidak nafsu makan, mual/muntah, disfagia. penurunan berat badan
yang progresif, adanya bising usus hiperaktif, turgor kulit buruk, distensi
abdomen.
3. Pola Istirahat Tidur
Pada umumnya pasein, sulit tidur, sore atau malam berkeringat dingin,
4. Pola Eliminasi
Diare yang intermiten, terus menerus, sering atau tanpa disertai kram
abdominal. Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi. Perubahan dalam jumlah,
warna, sdan karakteristik urine.

5. Pola Aktifitas
Biasanya terdapat kelemahan dan kelelahan, sesak napas saat bekerja.
6. Pola Hubungan dan Peran
Biasanya kehilangan karabat/orang terdekat, isolasi social, perubahan pada
interaksi keluarga/ orang terdekat.aktivitas yang tak terorganisasi, perubahan
pola hidup.
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Biasanya cemas, pasrah, depresi, hilang interest pada lingkungan sekitar,
gangguan proses pikir, hilang memori, gangguan atensi dan konsentrasi,
halusinasi dan delusi.
8. Pola Sensori dan Kognitif
Biasanya sakit kepala. Perubahan status mental, tidak mampu
mrngingat/konsentrasi menurun, perubahan ketajaman penglihatan.
9. Pola Reproduksi Seksual
Biasanya riwayat perilaku beresiko tinggi yakni mengadakan hubungan seksual
dengan pasangan yang positif HIV, pasangan seksual multipel, aktivitas seksual
yang tidak terlindung, dan seks anal. Menurunnya libido, terlalu sakit untuk
melakukan hubungan seks, penggunaan kondom yang tidak konsisten.
10. Pola Penanggulangan Stress
Biasanya cemas, pasrah, depresi.
11. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Meliputi agama dan ritualitas.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi sekret ditandai dengan
suara nafas tambahan
2) Hiperthermi b.d suhu tubuh diatas normal
3) Nyeri b.d nadi meningkat
4) Gangguan pertukaran gas b.d takikardia
5) Ketidakseimbangan cairan kurang dari kebutuhan tubuh b.d
evaporasi cairan tubuh akibat peningkatan suhu tubuh.
6) Ketidakefektifan pola nafas b.d proses inflamasi pada paru
yang ditandai dengan hiperventilasi.
7) Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1) bersihan jalan nafas tidak efektif b.d suputum berlebih
Tujuan :
Seteleh diberikan askep selama ...x 30 menit, pasien akan menunjukkan tanda-tanda
kepatenan jalan napas
Kriteria Hasil :
1. Frekuensi pernapasan pasien normal (16-20 kali per menit)
2. Pasien tidak merasa sesak lagi, tidak ada PCH dan penggunaan otot bantu napas.
3. Tidak ada bunyi napas tanbahan, misalnya wheezing..
4. Tidak terdapat tanda-tanda sianosis dan saturasi oksigen pada ambang normal.
5. Pasien merasa nyaman dan mudah untuk bernapas
Intervesi :
1. kaji frekuensi, kedalaman napas klien
R/ Biasanya meningkat jika terjadi bronkokontriksi karena terjadi ketidak patenan
jalan
2. Catat upaya pernapasan, termasuk pengguanaan otot bantu/ pelebaran masal.
R/ Dispnea dan terjadi peningakatan kerja napas. Ekspansi dada terbatas yang
berhubungan dengan atelektasis atau nyeri dada pleuritik.
3. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius seperti
krekels, mengi, gesekan pleura.
R/ bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder terhadap
pendarahan, bekuan/ kolaps jalan napas kecil (atelektasis). Ronci dan mengi
menyertai obstruksi jalan napas/ kegagalan pernapasan.

4. Berikan oksigen tambahan


R/ memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas
5. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun dari
tempat tidur dan ambulansi sesegera mungkin.
R/ duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
2) Hiperthermi b.d proses infeksi pada parenkim paru.
Tujuan :
setelah diberikan askep selama ….x.24 jam diharapkan suhu tubuh pasien menurun
hingga ambang normal.
Kriteria Hasil :
Suhu tubuh pasien kembali normal ( 36,5 oC -37,5 oC)
Intervensi :
1. Pantau suhu pasien ( derajat dan pola )
R/ Suhu 38,9-41,1 0C menunjukkan proses penyakit infeksius akut.
2. Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai
indikasi
R/ Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan mendekati
normal

3. Berikan kompres mandi hangat; hindari penggunaan alcohol


R/Dapat membantu mengurangi demam
4. Kolaborasi pemberian Antipiretik.
R/ Obat yang dapat menurunkan panas tinggi.
3) Nyeri b.d nekrosis jaringan parenkim paru
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ...x 24 jam klien menyatakan bahwa
nyerinya berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
1. Laporan nyeri hilang/terkontrol
2. Menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi
3. Metode lain untuk meningkatkan kenyamanan
Intervensi :
1. Pantau laporan nyeri, catat lokasi, lama, intensitas (skala 0-10) dan
karakteristiknya (dangkal, tajam, konstan)
R/ Perubahan pada lokasi/intensitas tidak umum tetapi dapat menunjukkan
terjadinya komplikasi. Nyeri cenderung menjadi konstan, lebih hebat, dan
menyebar ke atas, nyeri dapat lokal bila terjadi abses.
2. Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, napas dalam, latihan
relaksasi atau visualisasi.
R/ Meningkatkan relaksasi dan mungkin meningkatkan kemampuan koping
pasien denagn memfokuskan kembali perhatian
3. Berikan obat sesuai indikasi:
Analgesik, narkotik
Antiemetik, contoh hidroksin (Vistaril)
Antipiretik, contoh asetaminofen (Tylenol)
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, E, Marilynn et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi-3. Jakarta:


EGC.
Mansjoer, Arif. (2009). Kapita selekta kedokteran. Edisi ketiga, jilid 1 cetakan ke
sepuluh. Jakrta : media Aesculapius.
NANDA Internasional. (2010). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-
2011 . Jakarta: EGC.
Wilkinson, M. Judith. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi-7. Jakarta :EGC.

Anda mungkin juga menyukai