Oleh:
Sanditya Fadli
131621180004
Pembimbing:
dr. Vita Indriasari, Sp.BA
Cedera merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang paling umum pada anak-anak. Setiap
tahun di Amerika Serikat, hampir 1 dari 6 anak memerlukan perawatan di unit gawat darurat untuk
penanganan cedera dan lebih dari 10.000 anak meninggal karena cedera yang serius. Morbiditas
dan mortalitas cedera melampaui penyakit-penyakit lain pada anak-anak dan dewasa muda,
membuat trauma menjadi masalah kesehatan yang serius pada populasi. Secara global, kecelakaan
lalu lintas adalah penyebab utama kematian remaja. Seluruh proses penanganan cedera pada anak
sangat kompleks dan bervariasi berdasarkan wilayah. Deteksi dan pengobatan dini pada kasus
obstruksi jalan nafas yang mengancam jiwa, pernapasan yang tidak adekuat, dan perdarahan intra-
abdomen dan intra-kranial secara signifikan meningkatkan angka bertahan hidup setelah trauma
berat dan serius. Hanya kerja sama yang komprehensif dari tim trauma yang akan memberikan
efek signifikan pada peningkatan perawatan dan penanganan cedera pada anak.
250
200
(dalam satuan ribuan)
Kematian per Tahun
150
100
50
0
Kecelakaan Tenggelam Kebakaran Jatuh Keracunan
Kendaraan Bermotor
Kondisi mayoritas anak yang cedera tidak akan memburuk selama perawatan, dan sebagian
besar anak yang cedera tidak memiliki kelainan hemodinamik. Namun, kondisi anak dengan
cedera multisistem dapat memburuk dengan cepat, dan menyebabkan komplikasi serius. Oleh
karena itu, transfer pasien ke fasilitas yang mampu menangani pasien anak dengan cedera
multisistem harus segera dilakukan.
Tulang
Tulang pada anak-anak belum sepenuhnya mengalami kalsifikasi, memiliki beberapa pusat
pertumbuhan aktif, dan lebih lentur daripada orang dewasa. Oleh karena itu tulang pada anak
kurang mampu menyerap kekuatan kinetik yang terjadi saat proses trauma, yang mengarah pada
cedera internal yang signifikan tanpa tanda-tanda cedera eksternal yang jelas. Oleh karena itu,
fraktur cenderung tidak terjadi pada anak-anak, bahkan ketika mereka mengalami kerusakan organ
internal. Jaringan lunak lain dari rongga dada dan mediastinum juga dapat mengalami kerusakan
signifikan tanpa disertai fraktur atau bukti trauma eksternal. Adanya fraktur pada tengkorak
dan/atau tulang rusuk pada anak menunjukkan perpindahan energi dalam jumlah besar, sehingga
cedera organ seperti otak atau paru harus dicurigai.
Respons Fisiologis
Dibanding orang dewasa, anak-anak memiliki respons fisiologis yang berbeda terhadap trauma
berat. Mereka akan mempertahankan tekanan darah yang mendekati normal walaupun saat terjadi
25-30% kekurangan volume darah. Dalam situasi ini, perubahan sedikit pada detak jantung dan
perfusi ekstremitas mungkin menandakan kegagalan kardiorespiratori yang akan datang, dan tidak
boleh diabaikan begitu saja. Pada gambar 2 dipaparkan tanda vital yang menandakan adanya
trauma berat.
Gambar 2. Tanda vital pada anak sebagai tanda trauma berat
Status Psikologis
Pada anak kecil, ketidakstabilan emosi sering mengarah ke perilaku psikologis regresif ketika
berada dalam keadaan stres, sakit, dan merasa terancam. Anak-anak memiliki kemampuan terbatas
untuk berinteraksi dengan individu yang tidak dikenal dalam situasi sulit, sehingga sulit untuk
dilakukan anamnesis dan tidak kooperatif untuk manipulasi, terutama yang menyakitkan.
Kehadiran orang tua atau pengasuh selama evaluasi dan pengobatan, termasuk resusitasi, dapat
membantu dokter dengan meminimalkan ketakutan dan kecemasan alami pada anak.
Efek Jangka Panjang
Pertimbangan utama dalam penanganan cedera pada anak adalah efek dari cedera tersebut terhadap
pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Tidak seperti orang dewasa, anak-anak harus
melanjutkan proses pertumbuhan dan perkembangan normalnya setelah cedera. Potensi dampak
fisiologis dan psikologis dari cedera dapat menjadi signifikan, terutama pada kasus yang
melibatkan fungsi jangka panjang, kelainan pertumbuhan, atau perkembangan abnormal lainnya.
Anak-anak yang menderita cedera ringan juga mungkin memiliki cacat berkepanjangan pada
fungsi otak, penyesuaian psikologis, atau fungsi sistem organ.
Cedera pada tulang dan organ viseral dapat dijadikan contoh kasus. Cedera yang mengenai
pusat pertumbuhan dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan. Jika tulang yang mengalami cedera
adalah tulang paha, perbedaan panjang kaki dapat terjadi, menyebabkan cacat seumur hidup dalam
berlari dan berjalan. Jika fraktur terjadi melalui pusat pertumbuhan vertebra toraks, dapat terjadi
skoliosis, kifosis, atau deformitas gibbus. Contoh lain adalah cedera pada limpa, yang mungkin
memerlukan splenektomi dan menjadi predisposisi pada anak untuk risiko seumur hidup dari
sepsis pasca splenektomi dan kematian.
Intubasi Orotrakeal
Intubasi orotrakeal diindikasikan untuk anak-anak yang cedera dalam berbagai kondisi, termasuk:
- Obstruksi jalan nafas masih ada walaupun sudah dipasang OPA (oropharyngeal airway)
- Ventilasi adekuat menggunakan bag valve mask tidak mungkin dilakukan
- Lemah secara neurologis, deserebrasi/dekortikasi postur
- Anak dengan cedera otak berat yang membutuhkan ventilasi terkontrol
- Anak yang tidak dapat dipertahankan jalan nafasnya
- Anak yang menunjukkan tanda-tanda kegagalan ventilasi
- Tidak responsif terhadap stimulasi rasa sakit atau kesadaran/GCS dibawah 8
- Anak yang mengalami hipovolemia signifikan dan memerlukan intervensi operatif
Intubasi orotrakeal adalah cara yang paling dapat diandalkan untuk membentuk jalan nafas dan
memberikan ventilasi. Area terkecil dari saluran napas anak adalah cincin krikoid, yang
membentuk cuff alami di sekitar ETT. Namun, penggunaan ETT yang dengan cuff, bahkan pada
balita dan anak kecil, dapat memberikan manfaat untuk meningkatkan ventilasi dan manajemen
CO2 sehingga meningkatkan aliran darah otak.
Teknik sederhana untuk menentukan ukuran ETT adalah dengan memperkirakan diameter
lubang hidung atau ujung jari terkecil anak dan menggunakan tabung dengan diameter yang sama.
Pastikan ketersediaan tabung dengan satu ukuran lebih besar dan satu ukuran lebih kecil dari
ukuran yang diprediksi. Jika menggunakan stylet untuk memfasilitasi intubasi, pastikan bahwa
ujungnya tidak melampaui ujung tabung.
Karena anak memiliki trakea yang pendek, setiap gerakan kepala dapat menyebabkan perpindahan
ETT, ekstubasi yang tidak disengaja, intubasi bronkus kanan, atau batuk akibat iritasi carina oleh
ujung tabung. Kondisi ini mungkin tidak terlihat secara klinis sampai tejadi gangguan yang
signifikan. Oleh karena itu, dokter harus mengevaluasi suara nafas secara berkala untuk
memastikan tabung tetap pada posisi yang tepat dan identifikasi kemungkinan disfungsi ventilasi.
Krikotiroidotomi
Ketika jalan napas sudah tidak adekuat yang ditandai dengan Sa02 dibawah 80 atau penanganan
dan kontrol jalan nafas tidak dapat dicapai dengan ventilasi bag-mask atau intubasi orotrakeal,
penyelamatan jalan nafas dapat dilakukan dengan laryngeal mask airway (LMA) atau
krikotiroidotomi. LMA adalah jalan nafas tambahan yang tepat untuk bayi dan anak-anak, tetapi
pemasangannya membutuhkan pengalaman, dan ventilasi dapat menyebabkan distensi lambung
jika terlalu kuat. Terdapat dua macam krikotiriodotomi, needle cricothyroidotomy digunakan bila
diperlukan tindakan segera karena waktu yang dibutuhkan lebih singkat dibanding surgical
cricothyroidotomy. Bedah krikotiroidotomi jarang diindikasikan untuk bayi atau anak kecil.
Tindakan ini dapat dilakukan pada anak yang lebih tua di mana membran krikotiroid mudah teraba
(biasanya pada usia 12 tahun).
Akses Vena
Syok hipovolemik berat biasanya disebabkan oleh gangguan organ intra-toraks, intra-abdomen
atau pembuluh darah. Rute perkutan perifer lebih disukai untuk membuat akses vena. Jika akses
perkutan tidak berhasil setelah dua kali percobaan, pertimbangkan infus intraoseus menggunakan
jarum sumsum tulang: 18-gauge pada bayi, 15-gauge pada anak kecil atau pada vena femoralis
dengan ukuran yang sesuai menggunakan teknik Seldinger.
Situs yang disukai untuk akses vena pada anak-anak adalah:
- Perifer perkutan (dua kali percobaan): Fossa antecubitii atau vena safena di pergelangan kaki
- Intraosseous: (1) Anteromedial tibia, (2) distal femur
- Penempatan perkutan: Vena femoralis
- Penempatan perkutan: Vena jugularis atau subklavian eksternal atau internal
- Pemotongan vena: Vena safena di pergelangan kaki
Hati-hati dalam memantau anak-anak yang cedera untuk melihat respon setelah resusitasi
cairan dan nilai perfusi organ. Hemodinamik kembali normal ditunjukkan oleh:
- Denyut jantung melambat (peningkatan tanda fisiologis lainnya sesuai usia)
- Denyut perifer kembali
- Warna kulit normal kembali
- Peningkatan kehangatan ekstremitas
- Meningkatnya tekanan darah sistolik dengan kembali ke normal sesuai usia
- Peningkatan tekanan nadi (> 20 mmHg)
- Keluaran urine 1 hingga 2 mL/kg/jam (tergantung usia)
Pada anak yang cedera, hipoglikemia mungkin terjadi. Segera perbaiki dengan 5 mL/kg dari 10%
dextrose (05,g/kg) IV diikuti dengan infus glukosa (NaCl + 5% atau 10% dextrose) pada tingkat
rumatan.
Output Urin
Output urin bervariasi sesuai usia. Tujuan output untuk bayi adalah 1-2 mL/kg/jam, untuk anak-
anak di atas usia satu hingga remaja yaitu 1-1,5 mL/kg/jam, dan 0,5 mL/kg/jam untuk remaja.
EKSPOSUR/KONTROL LINGKUNGAN
Lepaskan semua pakaian pada anak untuk menilai dan menentukan tidak adanya cedera jelas yang
mengancam jiwa. Lalu lakukan log roll untuk menilai seluruh bagian tubuh hingga ke bagian
posterior.
Thermoregulasi
Tingginya rasio luas permukaan tubuh terhadap massa tubuh anak-anak meningkatkan pertukaran
panas dengan lingkungan dan secara langsung memengaruhi kemampuan tubuh untuk mengatur
suhu inti. Tingkat metabolisme anak yang tinggi, kulit yang tipis, dan kurangnya jaringan subkutan
juga berkontribusi terhadap kehilangan panas dan pengeluaran kalori. Saat anak terpapar selama
pemeriksaan awal dan fase resusitasi, lampu pemanas di kepala, pemanas, dan/atau selimut termal
diperlukan untuk mempertahankan panas tubuh. Hangatkan ruangan serta berikan cairan intravena,
produk darah, dan gas yang dihirup. Setelah memeriksa anak selama fase resusitasi awal, tutupi
tubuhnya dengan selimut hangat untuk menghindari kehilangan panas yang tidak perlu.
TRAUMA DADA
Delapan persen dari seluruh cedera pada anak-anak melibatkan dada. Cedera dada bertanggung
jawab sebanyak 10-25% dari kematian akut. Cedera dada berperan sebagai penanda cedera sistem
organ lainnya, karena lebih dari dua pertiga anak-anak dengan cedera dada memiliki cedera
multipel. Mekanisme cedera dan anatomi dada anak bertanggung jawab atas spektrum cedera yang
terlihat.
Sebagian besar cedera dada pada anak-anak disebabkan trauma tumpul, paling sering karena
kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh. Kelenturan dari dinding dada anak memungkinkan
energi kinetik untuk ditransmisikan ke parenkim paru di bawahnya dan menyebabkan kontusi paru.
Mobilitas struktur mediastinum membuat anak-anak lebih rentan terhadap tension
pneumothorax, sebuah cedera yang mengancam jiwa. Pneumomediastinum jarang terjadi pada
mayoritas kasus. Ruptur diafragma, transeksi aorta, robekan trakeobronkial mayor, flail chest, dan
kontusio jantung juga jarang terjadi pada pasien trauma pediatrik. Apabila teridentifikasi,
penanganan untuk cedera ini sama dengan orang dewasa. Cedera yang signifikan pada anak jarang
terjadi sendirian dan seringnya merupakan bagian dari cedera multisistem.
Tidak seperti pada pasien dewasa, sebagian besar cedera dada pada anak-anak dapat
diidentifikasi dengan foto polos dada.
TRAUMA ABDOMEN
Trauma abdomen merupakan penyebab paling sering dari cedera fatal yang tidak disadari pada
anak. Paling sering disebabkan oleh trauma tumpul. Anak-anak memiliki solid organ yang lebih
besar secara proporsional, sedikit lemak subkutan dan abdominal muskulatur yang kurang
protektif dibanding orang dewasa. Sehingga pada anak lebih sering terjadi cedera organ solid.
Diagnostik tambahan untuk menilai trauma abdomen pada anak-anak termasuk CT, focused
assessment with sonography for trauma (FAST), dan diagnostic peritoneal lavage (DPL).
TRAUMA KEPALA
Sebagian besar cedera kepala pada anak adalah akibat dari kecelakaan kendaraan bermotor,
penganiayaan anak, kecelakaan sepeda, dan terjatuh. Kurangnya perhatian terhadap ABCDE dan
cedera yang terkait dapat secara signifikan meningkatkan kematian akibat cedera kepala.
Otak anak secara anatomi berbeda dari orang dewasa, dengan ukuran membesar dua kali lipat
dalam 6 bulan pertama kehidupan, dan mencapai 80% dari ukuran otak dewasa pada usia 2 tahun.
Ruang subaraknoid relatif lebih kecil, memberikan perlindungan yang kurang pada otak. Dengan
demikian, momentum pada kepala lebih berisiko menyebabkan kerusakan struktur parenkim.
Aliran darah otak normal meningkat secara progresif hingga hampir dua kali lipat dari dewasa
pada usia 5 tahun dan kemudian menurun. Kondisi ini menyebabkan kerentanan anak-anak yang
signifikan terhadap hipoksia serebral dan hiperkarbia.
Penatalaksanaan
Manajemen cedera otak traumatik pada anak-anak melibatkan penilaian awal dan manajemen
ABCDE yang cepat, serta keterlibatan bedah saraf dari awal pengobatan. Penilaian sekuensial
yang tepat dan manajemen cedera otak yang difokuskan untuk mencegah cedera otak sekunder
(hipoksia dan hipoperfusi) juga penting. Intubasi endotrakeal dini dengan oksigenasi dan ventilasi
yang adekuat dapat membantu menghindari kerusakan SSP yang progresif. Upaya untuk intubasi
trakea pada anak yang tidak kooperatif dengan cedera otak mungkin sulit dan dapat meningkatkan
tekanan intrakranial.
Saline hipertonik dan manitol menciptakan hiperosmolalitas dan meningkatkan kadar natrium
di otak, menurunkan edema dan tekanan di dalam kranium. Zat-zat ini memiliki manfaat tambahan
sebagai agen rheostatik yang meningkatkan aliran darah dan menurunkan respons inflamasi.
TRAUMA MUSKULOSKELETAL
Prioritas awal untuk menangani trauma skeletal pada anak-anak sama dengan yang untuk orang
dewasa. Kekhawatiran tambahan pada anak-anak yaitu potensi cedera pada pelat pertumbuhan.
Riwayat pasien sangat penting dalam evaluasi trauma muskuloskeletal. Pada anak yang lebih
muda, diagnosis x-ray dari fraktur dan dislokasi sulit karena kurangnya mineralisasi di sekitar
epifisis dan adanya fisis (pelat pertumbuhan). Informasi tentang mekanisme dan waktu cedera
dapat memfasilitasi korelasi yang lebih baik dari temuan fisik dan x-ray. Bukti radiografi fraktur
dari usia yang berbeda harus mengingatkan dokter untuk kemungkinan penganiayaan anak,
contohnya fraktur ekstremitas bawah pada anak-anak yang terlalu muda untuk berjalan.
Kehilangan darah yang berhubungan dengan fraktur tulang panjang dan panggul lebih sedikit
pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa.
Tulang akan memanjang saat tulang baru diletakkan oleh fisis di dekat permukaan artikular.
Cedera pada, atau berdekatan dengan, daerah ini sebelum fisis ditutup dapat menghambat
pertumbuhan normal atau mengganggu perkembangan tulang dengan tidak normal. Cedera hebat
pada fisis, yang sulit dikenali secara radiografi, memiliki prognosis terburuk.
Splinting sederhana pada ekstremitas yang mengalami fraktur biasanya cukup sampai evaluasi
ortopedi definitif dapat dilakukan. Ekstrimitas yang cedera dengan bukti kompromi vaskular
memerlukan evaluasi darurat untuk mencegah gejala sisa dari iskemia. Upaya reduksi fraktur
untuk mengembalikan aliran darah adalah tindakan yang tepat, diikuti oleh splinting atau traksi
splinting ekstremitas sederhana.
PENCEGAHAN
Kesulitan terbesar terkait dengan trauma pediatrik adalah kegagalan untuk mencegah terjadinya
cedera sejak awal. Hingga 80% cedera anak-anak dapat dicegah dengan penerapan strategi
sederhana di rumah dan masyarakat. Center for Disease Control and Prevention (CDC) dan World
Health Organization (WHO) telah mengeluarkan modul-modul pencegahan untuk setiap jenis
cedera pada anak. Pencegahan cedera ABCDE telah dijelaskan, dan memastikan adanya perhatian
khusus pada populasi, di antaranya manfaat seumur hidup dari pencegahan cedera yang berhasil
terbukti dengan sendirinya.
- Analyze injury data
- Build local coalitions
- Communicate the problem
- Develop prevention activities
- Evaluate the intervention
DAFTAR PUSTAKA
1. Pediatric Trauma. Advanced Trauma Life Support Student Course Manual. 10th ed.
Chicago: American College of Surgeons; 2018. p. 186–213.
2. J. Grant McFadyen, Ramesh Ramaiah, Sanjay M. Bhananker. Initial Assessment and
Management of Pediatric Trauma Patients. 2012.
3. American Academy of Pediatrics. Management of Pediatric Trauma. 2016.
4. National Center for Injury Prevention and Control, Division of Unintentional Injury
Prevention, Centers for Disease Control and Prevention. (2012). Child injury.
Retrieved August 22, 2012,
from http://www.cdc.gov/vitalsigns/ChildInjury/index.html
5. Borse, N. N., Gilchrist, J., Dellinger, A. M., Rudd, R. A., Ballesteros, M. F., Sleet, D.
A. (2008). CDC childhood injury report: patterns of unintentional injuries among 0-
19 year olds in the United States, 2000-2006. Atlanta, GA: Centers for Disease
Control and Prevention, National Center for Injury Prevention and Control.
6. Centers for Disease Control and Prevention, National Center for Injury Prevention
and Control, Division of Unintentional Injury Prevention. (2012). Protect the ones
you love: child injuries are preventable. Retrieved August 23, 2012,
from http://www.cdc.gov/safechild
7. Trauma Victoria. Paediatric Trauma Guideline. From
http://trauma.reach.vic.gov.au/guidelines/paediatric-trauma/primary-survey-and-
early-management