Anda di halaman 1dari 7

KETIDAKPASTIAN HUKUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Memperoleh Gelar


Sarjana Ilmu Hukum (S.,H.)

Peminatan:
Oleh:

absen

Program Studi Ilmu Hukum


Fakultas Ilmu Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Jakarta
2019
A. Latar Belakang Masalah

Hukum memberikan perlindungan kepada orang yang menghasilkan karya intelektual

melalui Hak Kekayaan Intelektual. Hak Kekayaan Intelektual disingkat dengan HKI

merupakan terjemahan dari Intellectual Property Rights atau yang disingkat dengan IPR dapat

diartikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul karena kemampuan intelektual manusia.1 HKI

sendiri lahir setelah Revolusi Industri, dimulai dari Paris Convention for the Protection of

Industrial Property dan Berne Conventonfor the Protection of Artistic and Literaty works di

abad ke 19.2 Ditjen HKI bekerja sama dengan ECAP mendefinisikan HKI sebagai; “hak yang

timbul bagi hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna

untuk manusia”.3 Adapun dari definisi di atas, HKI selalu dikaitkan dengan tiga elemen berikut

ini:4

a. Adanya sebuah hak ekslusif yang diberikan oleh hukum;

b. Hak tersebut berkaitan dengan usaha manusia yang didasarkan pada kemampuan

intelektual;

c. Kemampuan intelektual tersebut memiliki nilai ekonomi.

HKI merupakan cara melindungi kekayaan intelektual dengan menggunakan

instrumen-instrumen hukum yang ada, yakni Hak Cipta, Paten, Merek dan Indikasi Geografis,

Rahasia Dagang, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Perlindungan

Varietas Tanaman.5. Beberapa alasan mengapa HKI harus dilindungi.6 Pertama, hak yang

diberikan kepada seorang pencipta ( di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, ataupun

1
Affilyonna Purba, Gazalba Saleh dan Adriana Krisnawati, Konsep Hak Kekayaan Intelektual, Penerbit
Rineka Cipta, Jakarta, 2005, h. 12.
2
Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelectual Pasca TRIPs, Alumni, Bandung, 2005, h. Vii.
3
Ditjen HKI (Bekerja sama dengan EC-ASEAN IPRs Co-operation Programme (ECAP II), Buku Panduan
Hak Kekayaan Intelektual Dilengkapi dengan Peraturan Perundang-Undangan Di Bidang Hak Kekayaan
Intelektual, Jakarta, ditjen HKI-ECAP II, 2006, h. 7.
4
Tomy Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, h. 2.
5
Mastur, Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Dibidang Paten, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum
QISTI Vol. 6 No. 1 Januari 2012, h. 67.
6
Ibid
inventor di bidang tekhnologi baru yang mengandung langkah inventif, merupakan wujud dari

pemberian suatu penghargaan dan pengakuan atas keberhasilan manusia dalam melahirkan

karya-karya inovatifnya. Dengan demikian, kepada mereka yang melakukan kreativitas dengan

mengerahkan segala kemampuan itu seharusnya dianugerahi hak eksklusif untuk

mengeksplorasi HKI tersebut sebagai imbalan atas jerih payahnya itu. Dalam hal ini berlaku

prinsip “siapa yang menabur,berhak untuk menuai” atau no free riding.7. Tujuan utama sistem

hukum HKI adalah menjamin agar proses kreatif tersebut terus berlangsung dengan

menyediakan perlindungan hukum yang memadai dan menyediakan sanksi terhadap pihak

yang menggunakan proses kreatif tersebut tanpa izin.8

Seperti yang sudah disebutkan di atas bahwa di dalam HKI ada beberapa instrumen

hukum yang termasuk dalam ruang lingkup HKI. Indonesia sendiri sudah memiliki peraturan

perundang-undangan yang lengkap dibidang HKI termasuk di bidang Desain Industri . Sejalan

dengan konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan Desain

Industri makin terabaikan, terutama setelah disempurnakannya UU No.15/2001 sehingga

terbentuk UU No.20/2016 tentang Merek dan Indikasi Geogerafis (UU Merek) yang mana

mengenai pengertian Merek diperluas dalam Pasal 1 Angka 1 yaitu:

“Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar,
logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi
dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih
unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang
atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.”9
Pengertian merek di UU Merek terbaru tersebut memuat bahwa bentuk tiga dimensi

dapat diberikan perlindungan merek, yang mana sebelumnya bentuk tiga dimensi diatur dalam

7
Indirani Wauran-Wicaksono, Pengantar Hukum Kekayaan Intelektual, Penerbit Tisara Grafika,
Salatiga, 2017 , h. 1
8
Sufiarina , Hak Prioritas Dan Hak Ekslusif Dalam Perlindungan HKI , Jurnal Hukum ADIL Vol. 3 No.2 ,
h. 269.
9
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan
Indikasi Geografis
Undang-Undang No 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri selanjutnya disebut UU Desain

Industri . Dalam UU Desain Industri Pasal 1 angka 1 menyatakan yaitu:

“Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau


komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya
yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan
dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai
untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan
tangan.”10
Didalam Pasal 2 ayat 1 UU Desain Industri menyatakan bahwa hak desain indsutri

diberikan untuk desain industri yang baru. 11 Hal ini berarti bahwa hanya desain industri yang

mempunyai kebaruan saja yang dapat diberikan perlindungan hukum.12 Namun didalam UU

Desain Industri maupun dalam penjelasan serta dalam peraturan pelaksana UU Desain Industri

tidak ditemukan definisi yang komprehensif mengenai kebaruan dan kesan estetis yang

menjadikan syarat utama suatu bentuk dapat di daftarkan untuk mendapatkan perlindungan

desain industri. Tentu saja hal ini akan menyebabkan ketidakpastian hukum, karena akan ada

multitafsir terhadap syarat kebaruan dan desain estetis.

Akibat tidak diatur secara komprehensif mengenai kesan estetis dan kebaruan dalam

UU Desain Industri banyak terjadi kekeliruan dalam pendaftaran bentuk desain industry

bahkan dalam penafsiran hakim dalam memberikan putusan. Hal ini dapat dilihat dalam

putusan hakim yang inkonsisten dalam dua perkara yang mana dipimpin oleh Ketua Hakim

yang sama yaitu Marianna Sutadi, SH. Perkara pertama yang diputus oleh Mahkamah Agung

dalam tingkat kasasi dan telah berkekuatan hukum tetap adalah sengketa antara Ferry

Sukamto sebagai Penggugat melawan IR. Susianto sebagai Tergugat tentang Kasus

10
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri
11
Pasal 2 angka 1 Undang-Undang No 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri
12
Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, Cetakan ke 1, edisi pertama , Penerbit Tim
Alumni, Bandung, 2003, h. 429
Desain Industri Tempat Disk.13 Dalam kasus ini, Pengadilan menafsirkan bahwa desain

industri dianggap baru apabila desain tersebut memiliki perbedaan yang jauh dan signifikan

dari desain yang telah ada sebelumnya, sehingga tidak ada unsur kemiripan dengan desain

yang telah ada terlebih dahulu.

Perkara kedua adalah perkara Desain Industri antara PT. Hitachi Contruction

Machinery Indonesia sebagai Penggugat melawan PT. Basuki Pratama Engineering

sebagai Tergugat tentang Desain Industri Mesin Boiler yang juga dipimpin oleh ketua hakim

yang sama pada perkara yang dijelaskan sebelumnya.14 Dalam kasus ini, Pengadilan

menafsirkan bahwa suatu desain industri tersebut dianggap baru (novel) apabila desain tersebut

memiliki perbedaan dari desain yang telah ada, meskipun perbedaan tersebut hanya sedikit

dan pada bagian-bagian tertentu saja, sehingga masih menimbulkan kesan mirip dari

desain yang telah ada sebelumnya.

Kedua perkara tersebut diatas merupakan dua perkara yang memiliki latar belakang

permasalahan hukum yang serupa, akan tetapi diputuskan dengan menggunakan pertimbangan

yang bertentangan mengenai syarat kebaruan, padahal dipimpin oleh ketua hakim yang sama.

Dimana putusan pertama memberikan pertimbangan adanya perbedaan sedikit antara suatu

desain dengan desain yang telah ada, maka desain tersebut dapat dianggap memiliki kebaruan.

Sedangkan putusan lainnya berpendapat sebaliknya, dimana suatu desain baru akan

dikategorikan memiliki kebaruan jika memiliki perbedaan yang signifikan dengan desain lain

yang telah ada sebelumnya. Sehingga ditemukan fakta bahwa UU Desain Industri memang

tidak secara jelas menguraikan apa yang dimaksud dengan unsur kebaruan sebagaimana pada

Pasal 2 UU Desain Industri. Di dalam penjelasannya pun hanya menjelaskan apa yang

13
Putusan Mahkamah Agung Pada Tingkat Kasasi Dengan Perkara Nomor : 022 K/N/HaKI/2006 dengan
susunan Majelis Hakim Perkara, Marianna Sutadi, SH., sebagai ketua majelis, Susanti Adi Nugroho, SH.,MH.,
dan Prof. DR. Mieke Komar,SH.,MCL., sebagai anggota majelis.
14
Putusan Mahkamah Agung pada tingkat kasasi No.19 K/N/HaKI/2006 dengan susunan Majelis
Hakim Perkara yang juga diketuai oleh Marianna Sutadi, SH., Atja Sondjaja, SH., dan DR. Harifin Tumpa, SH.,
MH., sebagai anggota majelis.
dimaksud dengan desain industri yang baru adalah desain yang sebelum didaftarkan belum

diungkapkan. Sehingga penerapan syarat unsur kebaruan ini mengakibatkan ketidakpastian

bagi pendesain atau pemilik hak desain industri sehubungan dengan penentuan suatu kebaruan

terhadap suatu desainserta timbulnya tindakan monopoli.

Ketidaktegasan dan ketidakpastian dalam UU Desain Industri terkait penjelasan unsur

kebaruan dalam desain industri menyebabkan banyaknya kebingungan dan kerancuan dalam

penerapannya bahkan oleh hakim sekalipun. Terhadap adanya permasalahan ini maka penulis

berpendapat bahwa UU Desain Industri tidak memberikan kepastian hukum terhadap syarat

bentuk dalam kondisi sebagaimana yang telah dijabarkan sebelumnya. Hal inilah yang

kemudian melatarbelakangi penulis untuk memberi judul penelitian ini “Ketidakpastian

Hukum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain

Industri” yang akan dibahas lebih dalam oleh penulis melalui penelitian ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian-uraian yang sudah dijelaskan sebelumnya, maka yang

menjadi rumusan masalah dari penelitian ini, yaitu:

1. Apakah terdapat kepastian hukum dalam UU Desain Industri?

2. Apakah UU Desain Industri masih relevan dengan kondisi saat ini?

C. Tujuan Penelitian

1. Menjelaskan kepastian hukum dalam UU Desain Industri.

2. Mengetahui urgensi UU Desain Indutri yang baru.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, sebagai suatu karya ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu hukum pada khususnya


2. Secara praktis, dapat membantu atau sebagai pertimbangan Hakim bila ada kasus

yang berkaitan dengan topik penelitian ini.

E.Metode Penelitian

Jenis penelitan yang digunakan oleh penulis ialah penelitian hukum (legal research)

yang ditujukan mengenai kepastian hukum dalam UU Desain Industri. Adapun pendekatan

yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan perbandingan

(comparative approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).

Pendekatan perbandingan dalam hal ini digunakan oleh penulis dalam rangka untuk

menelaah peraturan di negara lain berkaitan dengan perlindungan bentuk dalam praktik

internasional terkait desain industry. Sedangkan pendekatan konseptual digunakan dalam

maksud untuk mengetahui doktrin-doktrin hukum yang berkembang dalam hukum desain

industry untuk mendukung penelitian yang dilakukan penulis.

F. Sistematika Penulisan

Bab I penelitian ini akan menjelaskan mengenai latar belakang masalah berkenaan

dengan judul yang diangkat dalam penelitan ini, yang mana selanjunya dikemukakan rumusan

masalah dalam kaitannya dengan isu hukum yang menjadi fokus pembahasan dalam penelitian

ini. Adapun juga dikemukakan tujuan, manfaat penelitan, serta metode penelitan yang

digunakan oleh penulis.

Bab II berisi tentang kajian pustaka dan pembahasan UU Desain Industri Indonesia.

Bab III berisi tentang kajian pustaka dan pembahasan UU Desain Industri di Uni Eropa.

Bab IV yaitu merupakan Bab penutup, yang berisi kesimpulan yang dan rekomendasi

dari hasil penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai