Anda di halaman 1dari 10

KONSEP DESENTRALISASI FISKAL

A. Sejarah dan Pengertian Desentralisasi Fiskal

Pelaksanaan desentralisasi fiskal di era Reformasi secara resmi dimulai sejak 1


Januari 2001. Proses tersebut diawali dengan pengesahan Undang-undang (UU) Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah serta UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (PKPD). Hingga kini, kedua
regulasi tersebut sudah mengalami beberapa kali revisi hingga yang terakhir UU Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Awalnya, pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia ditujukan untuk


menciptakan aspek kemandirian di daerah. Sebagai konsekuensinya, daerah kemudian
menerima pelimpahan kewenangan di segala bidang, kecuali kewenangan dalam bidang
politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal serta keagamaan.
Pelimpahan kewenangan tersebut juga diikuti dengan penyerahan sumber-sumber
pendanaan berupa penyerahan basis-basis perpajakan maupun bantuan pendanaan melalui
mekanisme Transfer ke Daerah sesuai asas money follows function. Masih adanya
mekanisme Transfer ke Daerah didasarkan kepada pertimbangan mengurangi ketimpangan
yang mungkin terjadi baik antar daerah (horisontal imbalances) maupun antara pemerintah
pusat dan daerah (vertical imbalances).

Meskipun dianggap terlalu terburu-buru, banyak pihak kemudian mengapresiasi


pelaksanaan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah di Indonesia tersebut. Menurut
mereka, dengan segala keterbatasan dan kendala yang ada, pelaksanaan desentralisasi
fiskal dan otonomi daerah di Indonesia dapat dijadikan salah satu best practice terbaik di
dunia, mengingat luasnya wilayah serta besarnya jumlah penduduk dengan berbagai ragam
karakteristiknya. Satu hal yang perlu diingat bahwa pelaksanaan desentralisasi fiskal di
Indonesia adalah desentralisasi dari sisi belanja (expenditure) bukan dari sisi pendapatan
(revenue).
Desentralisasi Fiskal adalah penyerahan kewenangan fiskal dari pemerintah pusat
kepada pemerintahan daerah. Desentralisasi fiskal dari sisi belanja (expenditure)
didefinisikan sebagai kewenangan untuk mengalokasikan belanja sesuai dengan diskresi
seutuhnya masing-masing daerah.

B. Tujuan Desentralisasi Fiskal

1. Kesinambungan kebijakan fiskal (fiscal sustainability) secara makro


2. Mengoreksi ketimpangan vertikal (vertical imbalance) antara Pusat
dan Daerah
3. Mengoreksi ketimpangan horisontal (horizontal imbalance) antar daerah
4. Meningkatkan akuntabilitas, efektivitas & efisiensi Pemda
5. Meningkatkan kualitas pelayanan publik
6. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembuatan keputusan.

C. Manfaat dan Kelemahan Desentralisasi Fiskal

Menurut Bahl (2008), terdapat dua manfaat dan empat kelemahan desentralisasi
fiskal. Manfaat desentralisasi fiskal adalah:

1. Efisiensi ekonomis.
Anggaran daerah untuk pelayanan publik bisa lebih mudah disesuaikan dengan
preferensi masyarakat setempat dengan tingkat akuntabilitas dan kemauan bayar
yang tinggi.
2. Peluang meningkatkan penerimaan pajak dari pajak daerah.
Pemerintah daerah bisa menarik pajak dengan basis konsumsi dan aset yang tidak
bisa ditarik oleh pemerintah Pusat.

Sedangkan kelemahannya adalah:

1. Lemahnya kontrol pemerintah pusat terhadap ekonomi makro.


2. Sulitnya menerapkan kebijakan stabilitas ekonomi.
3. Sulitnya menerapkan kebijakan pembangunan ekonomi dengan pemerataan.
4. Besarnya biaya yang harus ditanggung pemerintah daerah daripada keuntungan
yang didapat.
D. Pembagian Kewenangan Menurut UU No. 23 Tahun 2014

Berdasarkan UU Nomor 23 tahun 2014 klasifikasi urusan pemerintahan terdiri dari


3 urusan yakni urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan
pemerintahan umum. Urusan pemerintahan absolut adalah Urusan Pemerintahan yang
sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Urusan pemerintahan konkuren
adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan
Daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan umum adalah Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan.
Untuk urusan konkuren atau urusan pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah
Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota dibagi menjadi urusan pemerintahan
wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan Pemerintahan Wajib adalah Urusan
Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh semua Daerah. Sedangkan Urusan
Pemerintahan Pilihan adalah Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh
Daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki Daerah.
1. Urusan Pemerintahan Wajib
Kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat adalah:
a) Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah provinsi atau lintas negara;
b) Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah provinsi atau lintas
negara;
c) Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah
provinsi atau lintas negara;
d) Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila
dilakukan oleh Pemerintah Pusat; dan/atau
e) Urusan Pemerintahan yang peranannya strategis bagi kepentingan nasional.

Kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah


Provinsi adalah:
a) Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah kabupaten/kota;
b) Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah kabupaten/kota;
c) Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah
kabupaten/kota; dan/atau
d) Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila
dilakukan oleh Daerah Provinsi.

Kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah


Kabupaten/Kota adalah:
a) Urusan Pemerintahan yang lokasinya dalam Daerah kabupaten/kota;
b) Urusan Pemerintahan yang penggunanya dalam Daerah kabupaten/kota;
c) Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam
Daerah kabupaten/kota; dan/atau
d) Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila
dilakukan oleh Daerah kabupaten/kota.

2. Urusan Pemerintahan Pilihan


Ketentuan mengenai pembagian urusan pemerintahan daerah dan pemerintah pusat
dalam urusan pilihan adalah sebagai berikut.
a) Penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi
dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah.
b) Urusan Pemerintahan bidang kehutanan yang berkaitan dengan pengelolaan
taman hutan raya kabupaten/kota menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota.
c) Urusan pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang berkaitan
dengan pengelolaan minyak dan gas bumi menjadi kewenangan Pemerintah
Pusat.
d) Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang berkaitan
dengan pemanfaatan langsung panas bumi dalam daerah kabupaten/kota
menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota.

E. Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Perekonomian Daerah

Beberapa Fakta Keberhasilan


1. Secara nasional (agregat), transfer per kapita yang meningkat sangat tajam dari
tahun ke tahun selaras dengan pengurangan tingkat kemiskinan dan pengurangan
tingkat pengangguran.
2. Pada beberapa daerah yang tingkat transfer per kapitanya sangat tinggi, ternyata
mengalami menurunan kemiskinan yang lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya.
3. Desetralisasi fiskal telah secara nyata memberikan dampak catching-up bagi
daerah-daerah yang sebelumnya sangat tertinggal untuk mengejar
ketertinggalannya.
4. Telah terjadi peningkatan output layanan publik di daerah:
5. Output pendidikan (Angka Partisipasi Murni/APM Sekolah Dasar) yang meningkat
di seluruh provinsi.
6. Output kesehatan (Angka Kematian Bayi/IMR) yang menurun signifikan di seluruh
provinsi.

Keberhasilan Desentralisasi Fiskal dari Sudut Pandang “International


Expert/Scholars”
1. Sistem transfer yang berbasis equalization di Indonesia terbukti bekerja secara lebih
efektif dibanding beberapa negara lain seperti Cina dan Filipina.
2. Desain sistem Dana Alokasi Umum (DAU) di Indonesia banyak mengurangi
ketimpangan antardaerah sehingga mampu mendukung peningkatan identitas lokal
dan sekaligus mengurangi gejolak perpecahan antardaerah.
3. Desentralisasi fiskal telah mendorong pemerintah daerah membelanjakan secara
lebih banyak pada sektor layanan publik yang mendasar, utamanya pendidikan dan
kesehatan, guna mengejar ketertinggalan kualitas laynan di kedua sektor tersebut.

Kendala dan Tantangan


1. Kendala dan Tantangan Pengelolaan Pajak Daerah
a) Baru 18 dari 492 daerah yang telah memungut PBB Perdesaan dan Perkotaan
(PBB-P2)sebagai pajak daerah pada tahun 2012, meskipun batas waktu
pengalihan sampai dengan Januari 2014.
b) Sampai akhir 2012 50,2% Pemda siap untuk memungut PBB-P2, yang dari sisi
potensi telah mencakup 91,3%.
c) Beberapa daerah terkendala oleh kecilnya potensi PBB-P2, kesiapan SDM,
sarana dan prasarana, dan perangkat pendukung lainnya.

2. Kendala dan Tantangan Transfer ke Daerah


 Dana Bagi Hasil (DBH)
a) Identifikasi daerah penghasil (prinsip by origin) seringkali terlambat karena
keterlambatan penyediaan data perhitungan.
b) Penyaluran DBH didasarkan pada realisasi yang baru diketahui pada tahun
berikutnya, sehingga menimbulkan permasalahan kurang bayar.
c) Banyaknya usulan daerah untuk mendapatkan bagi hasil yang belum diatur
dalam UU, misalnya pajak ekspor, perkebunan, daerah pengolah migas.

 Dana Alokasi Umum (DAU)


a) Alokasi dasar yang dihitung berdasarkan gaji PNSD, menyebabkan inefisiensi
dalam belanja pegawai daerah.
b) Formulasi dan kebijakan DAU yang dialokasikan secara otomatis untuk daerah
otonom baru mendorong pemekaran daerah.
c) Alokasi DAU hasilnya baru dapat diinformasikan ke daerah pada bulan
November (setelah penetapan APBN akhir Oktober) menyulitkan daerah dalam
penyusunan APBD.

 Dana Alokasi Khusus (DAK)


a) Kerancuan fokus DAK, equalisasi, national priority, atau support untuk daerah
dengan kapasitas fiskal rendah.
b) Petunjuk teknis DAK yang rigid dan seringkali terlambat sehingga menyulitkan
daerah dalam melaksanakan kegiatan DAK.
c) Penyediaan Dana Pendamping dianggap memberatkan bagi beberapa daerah.
d) Penetapan daerah penerima dan besarannya tidak dapat diprediksi dan baru
dapat diinformasikan ke daerah pada bulan November (setelah penetapan APBN
akhir Oktober) menyulitkan daerah dalam penyusunan APBD.
3. Kendala dan Tantangan Pengelolaan Pengelolaan APBD
a) APBD seharusnya ditetapkan paling lambat 31 Desember sebelum tahun
anggaran berjalan. Namun, pada tahun 2012, 524 daerah, yang menetapkan
APBD tepat waktu hanya sebanyak 274 daerah (52% daerah). Pada 2011 hanya
211 daerah (40%) dan 2010 sebanyak 214 daerah (41%).
b) Proporsi terbesar belanja daerah adalah belanja pegawai, dengan proporsi
diatas 40% (untuk provinsi di kisaran 25% dan untuk kabupaten/kota di kisaran
51%) dan terus meningkat hingga tahun 2011. Baru tahun 2012 belanja
pegawai mengalami penurunan secara proporsi terhadap belanja total.
c) Proporsi belanja modal mengalami peningkatan di tahun 2011 dan 2012,
dimana belanja modal mempunyai proporsi diatas 20%.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.wikiapbn.org/desentralisasi-fiskal/

https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/desentralisasi-fiskal-seutuhnya/

http://pemerintah.net/pembagian-urusan-pemerintahan-daerah-uu-no-232014/
TUGAS MATA KULIAH KEUANGAN NEGARA DAN DAERAH

“KONSEP DESENTRALISASI FISKAL”

Dosen Pengampu: Suhairi, Dr, SE, M.Si, Ak, CA

Oleh:

Tanti Oktarianti

1910536023

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2019

Anda mungkin juga menyukai