Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan teknologi modern yang berdampak kepada seluruh
sistem kehidupan dimasa kini sehingga berkembang pesat mendorong
lahirnya perkembangan ilmu dalam segala bidang. Salah satunya adalah
perkembangan teknologi dalam ilmu kimia sehingga mempermudah dalam
kegiatan analisis suatu bahan kimia, salah satunya adalah kimia analisis
kuantitatif. Metode analisis kuantitatif sendiri merupakan suatu metode yang
digunakan untuk menentukan kadar dalam suatu zat kimia (Svehla, 1985).
Dengan berkembangnya suatu metode analisis kuantitatif ini membuat proses
analisis kuantitatif ini dapat dilakukan dengan waktu yang lebih singkat,
menghasilkan hasil yang lebih akurat dan juga lebih aman dalam
penggunaannya (Sarwono, 2006).
Salah satu metode analisis kuantitatif yang paling umum adalah
analisis volumetri yaitu titrasi. Titrasi itu sendiri merupakan metode analisis
kuantitatif yang digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan suatu zat
dengan cara mereaksikan larutan tersebut dengan zat lain yang diketahui
konsentrasinya secara pasti (Underwood, 1986). Selain itu analisis volumetri
dibagi seperti netralisasi, Oksidasi – Reduksi, pengendapan dan pembentukan
senyawa kompleks (Khopkar, 1990).
Pada percobaan kali ini yang digunakan adalah analisis volumetri
yaitu titrasi pengendapan. titrasi pengendapan itu sendiri merupakan
golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya merupakan endapan atau garam
yang sukar larut prinsip dasarnya adalah reaksi pengendapan yang cepat
mencapai kesetimbangan pada saat proses titrasi penambahan titran, dan
tidak ada penggotor yang menganggu dan juga perlunya indikator untuk
membantu melihat titik akhir reaksi (Khopkar, 1990).
Dalam titrasi pengedapan itu sendiri dapat dibedakan berdasarkan
jenis indikator dan teknik titrasi yang dipakai dibedakan menjadi
argentometri dengan metode Mohr, Volhard, dan Fajans kita juga dapat
menggunakan metode potensiometri untuk menentukan titik ekuivalen
(Kisman,1988).
Pada percobaan kali ini yang bertujuan untuk membuat dan
menentukan (standarisasi) larutan AgNO3. Dilakukan dengan cara menitrasi
larutan NaCl p.a yang telah ditambahi oleh indikator K2CrO4 dititrasi dengan
larutan baku AgNO3 dan dihentikan titrasi pada saat mencapai titik akhir
titrasi yang ditandai dengan berubahnya warna larutan menjadi larutan
berwarna merah bata sehingga diperoleh konsentrasi AgNO3 dengan
penggulangan sebanyak 3 kali percobaan dengan volume NaCl yang sama.
Untuk pengaplikasian itu sendiri menggunakan air kran yang
bertujuan untuk menentukan konsentrasi kadar Cl- didalamnya yang
dilakukan dengan cara menitrasi air kran yang telah diukur berat jenisnya
terlebih dahulu menggunakan piknometer dan telah ditambahi indikator
K2CrO4 barulah dititrasi larutan baku AgNO3 dan menghentikan titrasi pada
saat mencapai titik akhir titrasi yang ditandai dengan berubahnya warna
larutan menjadi larutan berwarna merah sehingga diperoleh konsentrasi
AgNO3 dengan penggulangan sebanyak 3 kali percobaan dengan volume air
kran yang sama.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara membuat dan menentukan standarisasi larutan AgNO3 ?
2. Berapa kadar Cl- dalam air kran ?
1.3 Tujuan
1. Membuat dan menstandarisasi larutan AgNO3.
2. Menentukan kadar Cl- dalam air kran.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Metode Analisis Kuantitatif

Metode analisis kuantitatif adalah suatu analisis kimia yang khusus


mempelajari dan juga menyelidiki jumlah atom, ion, atau molekul penyusun suatu
senyawa. metode analisi kuantitatif juga dapat disebut sebagai metode analisis
jumlah (Zulkarnain, 1991). secara singkat metode analisis kuantitatif adalah suatu
metode yang digunakan untuk menentukan kadar suatu zat (Svehla, 1985).

Secara garis besar metode yang digunakan dalam analisis kuantitatif dibagi
menjadi dua macam yaitu kimia analisis kuantitatif instrumental, yaitu metode
analisis bahan-bahan kimia menggunakan alat-alat instrumen, dan analisa kimia
konvensional. Metode dalam analisa kuantitatif dibedakan menjadi 2 bagian:
metode gravimeter, suatu metode penetapan kadar suatu unsur atau senyawa
berdasarkan berat, tetapnya dengan cara proses penimbangan. Analisis dilakukan
dengan unsur atau senyawa yang diselidiki dan bahan yang menyusunnya. Bagian
terbesar yang diamati dalam metode gravimetri adalah perubahan unsur berat
tetapnya. Berat senyawa selanjutnya dapat dianalisa berdasarkan jenis
senyawanya (Khopkhar, 1990). Yang kedua adalah Metode volumetri. metode
volumetri merupakan analisa kuantitatif yang dilakukan dengan cara
menambahkan sejumlah larutan baru yang lebih diketahui kadarnya. Dengan
mengetahui jumlah larutan baru yang ditambahkan dan reaksinya berjalan secara
kuantitatif sehingga senyawa yang dianalisis dapat dihitung jumlahnya (Sumardjo,
1997).

2.2 Titrasi

Titrasi adalah suatu metode analisis kuantitatif yang digunakan untuk


proses penentuan banyaknya suatu larutan yang telah diketahui konsentrasinya
secara pasti dan yang diperlukan untuk bereaksi dengan suatu larutan yang akan
dianalisis atau dicari konsentrasinya (Keenan, 1998).
Dalam metode analisis kuantitatif terdapat banyak metode penentuan kadar
suatu larutan (Titrasi) yang dapat dilakukan . Sebagai contohnya adalah titrasi
penetralan , penggendapan , komplesometri, redoks, dan iodo – iodi(Sunarya,
2007). Salah satu cara yang digunakan untuk menentukan kadar itu sendiri dapat
dilakukan dengan berbagai macam cara salah satu yang mudah digunakan adalah
titrasi pengendapan (Argentometri).

2.3 Prinsip Dasar Titrasi

Dalam metode analisis kuantitatif Titrasi adalah suatu metode ilmiah untuk
menentukan suatu konsentrasi zat suatu larutan yang belum diketahui. titrasi
dilakukan dengan cara mereaksikan larutan tersebut dengan larutan yang telah
diketahui konsentrasinya. reaksi titrasi dilakukan secara bertahap yaitu setetes
demi stetes hingga tercapai titik stokiometri atau titik setara. selain itu metode
analisis titrasi juga terdapat bebrapa metode yaitu titrasi penetralan, pengendapan ,
pengomplekan, dan oksidimetri (Sunarya, 2007).

2.4 Titrasi Pengendapan

Titrasi pengendapan adalah titrasi yang hasilnya berupa endapan yang


sukar larut. Selain itu titrasi pengendapan juga disebut sebagai argentometri. lebih
jelasnya Argentometri merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan
dari garam yang tidak mudah larut antara titrant dan analit. Dalam Argentometri
tujuan yang dicapai dari titrasi jenis ini adalah pencapaian keseimbangan
pembentukan yang cepat setiap kali titran ditambahkan pada analit (proses titrasi),
tidak adanya interferensi yang menggangu titrasi, dan titik akhir titrasi yang
mudah diamati saat terjadi perubahan (Mulyono, 2005).

Prisip dasar titrasi pengendapan adalah membentuk endapan yang tidak


mudah larut antara titran dan analit. Salah satu jenis titrasi pengendapan adalah
titrasi yang melibatkan reaksi pengendapan antara ion halida (Cl-, I-, Br-) dengan
ion perak Ag+. Titrasi yang disebut sebagai Argentometri yang diartikan sebagai
titrasi penentuan analit yang berupa ion halida (pada umumnya) dengan
menggunakan larutan standart perak nitrat AgNO3. Titrasi argentometri tidak
hanya dapat digunakan untuk menentukan ion halida akan tetapi juga dapat
dipakai untuk menentukan merkaptan (thioalkohol), asam lemak, dan beberapa
anion divalent seperti ion fosfat dan ion arsenat (Kisman,1988).

2.5 Metode – Metode Titrasi Pengendapan


Berdasarkan jenis indikator dan teknik titrasi yang digunakan maka titrasi
argentometri dapat dibedakan atas Argentometri dengan metode Mohr, Volhard,
atau Fajans (Kisman,1988).
Metode Mohr
Metode mohr adalah suatu metode yang digunakan untuk menetapkan
kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat
dengan penambahan larutan kalium kromat sebagai indikator (Fatah, 1982).
Metode Mohr sendiri adalah metode titrasi yang melibatkan reaksi antara
ion halida (Cl-, Br-, I-) atau anion lainnya (CN-, CNS) dengan ion Ag+ dari perak
nitrat (AgNO3) dan membentuk endapan perak halida (AgX). Konsentrasi ion
klorida dalam suatu larutan dapat ditentukan dengan cara titrasi dengan larutan
standart perak nitrat. Endapan putih perak klorida akan terbentuk selama proses
titrasi berlangsung dan digunakan indikator larutan kalium kromat encer. Setelah
semua ion klorida mengendap maka kelebihan ion Ag+ pada saat titik akhir titrasi
dicapai akan bereaksi dengan indicator membentuk endapan coklat kemerahan
Ag2CrO4 (Mulyono,2005).
Pada titik ekuivalen

ekuivalen Ag+ = ekuivalen Cl-

- Metode Volhard
Metode volhard adalah suatu metode yang digunakan untuk menetapkan
kadar klorida, bromida dan iodida dalam suasana asam (Fatah, 1982).

prosedur percobaan Pada metode volhard, dilakukan dengan cara


menambahkan sejumlah volume larutan standar AgNO3 secara berlebih ke dalam
larutan yang mengandung ion halida. Konsentrasi ion klorida, iodida, bromida
dan yang lainnya dapat ditentukan dengan menggunakan larutan standar perak
nitrat. Larutan perak nitrat ditambahkan secara berlebih kepada larutan analit dan
kemudian kelebihan konsentrasi larutan Ag+ dititrasi dengan menggunakan
larutan standar tiosianida (SCN-) dengan menggunakan indikator ion Fe3+.
kemudian ion Fe3+ ini akan bereaksi dengan kelebihan ion tiosianat yang
membentuk kompleks yang berwarna merah (Mulyono,2005). indikator ion Fe3+.
dapat juga digunakan pada titrasi antara ion perak berlebihan, dan kelebihan ion
perak di titrasi dengan ion tiosianat (Harjadi, 1990).

pada titik ekuivalen:

jumlah ekuivalen Ag+ sisa = jumlah ekuivalen SCN-


Atau
jumlah ekuivalen Ag+ total = jumlah ekuivalen (Cl- + SCN- )

- Metode Fajans

Metode Fajans adalah suatu metode titrasi pengendapan yang mirip


dengan metode mohr namu yang membedakan adalah metode fajans
menggunakan indikator adsorbsi, indikator adsorbsi sendiri merupakan zat yang
dapat diserap oleh permukaan sendapan dan menyebabkan timbulnya warna
sebagai kenyataan bahwa pada titik ekuivalen indikator teradsorbsi oleh endapan
(Fatah, 1982).

Pada percobaan metode Fajans terjadi dua tahap untuk mengetahui titik akhir
titrasi dengan indikator absorpsi (fluorescein). Hal awal yang terjadi adalah Endapan
perak klorida membentuk endapan yang bersifat koloid. Sebelum titik ekuivalen dicapai
maka endapan akan bermuatan negative disebakkan teradsorbsinya Cl- di seluruh
permukaan endapan. Dan terdapat counter ion bermuatan positif dari Ag+ yang
teradsorbsi dengan gaya elektrostatis pada endapan. Setelah titik ekuivalen dicapai maka
tidak terdapat lagi ion Cl- yang teradsorbsi pada endapan sehingga endapanya bersifat
netral (Mulyono,2005).

2.6 Indikator

pada percobaan kali ini menggunakan metode Metode Mohr dalam analisis
yang digunakan. metode mohr sendiridapat digunakan untuk menetapkan kadar
klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan standar AgNO3 dan
penambahan K2CrO4 sebagai indikator. Titrasi dengan menggunakan metode
mohr harus dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit alkalis, pH 6,5 –
9,0. karena Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat
dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida.hal tersebut
berdasakan persamaan reaksi :

Asam : 2CrO42- + 2H- ↔ CrO72- + H2O


Basa : 2 Ag+ + 2 OH- ↔ 2 AgOH
2AgOH ↔ Ag2O + H2O
(Khopkar, 1990)

cara kerja dari indikator K2CrO4 adalah Apabila ion klorida atau bromida
telah habis diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat akan bereaksi
membentuk endapan perak kromat yang berwarna coklat/merah bata sebagai titik
akhir titrasi.

Sebagai indikator digunakan larutan kromat K2CrO4 0,003M atau 0,005M


yang dengan ion perak akan membentuk endapan coklat merah dalam suasana
netral atau agak alkalis..

2.7 Standarisasi larutan AgNO3


Pada percobaan kali ini yang bertujuan untuk membuat dan menentukan
(standarisasi) larutan AgNO3 dilakukan dengan menggunakan metode Mohr
karena merupakan salah satu reaksi antara ion halida (Cl-) dengan perak nitrat
yang menghasilkan endapan berwarna putih. percobaan dilakukan dengan
menitrasi larutan NaCl dengan larutan baku AgNO3 sehingga menghasilkan
endapan AgCl berwarna putih Berdasarkan persamaan reaksi:

NaCl (aq) + AgNO3 (aq) → AgCl ↓ (s) (endapan putih) + NaNO3 (aq)
(Svehla, 1985)

Dan Setelah mol NaCl yang telah habis bereaksi dengan mol AgNO3, maka
akan bereaksi antara AgNO3 dengan indikator K2CrO4 yang menghasilkan
endapan berwarna merah bata. Berdasarka reaksi :
K2CrO4 (aq) + AgNO3 (aq) → AgCrO4 (s) + KNO3 (aq)
(Svehla, 1985)
Setelah terbentuk endapan maka titrasi dapat dihentikan. dan juga untuk
menghasilkan hasil yang akurat maka titrasi menggunakan 3 kali pengulangan
dengan volume NaCl sehingga didapatkan konsentrasi AgNO3 Dengan
menggunakan persamaan :

V1 . N1 = V2 . N2

(Harjadi, 1990).

2.8 Standarisasi kadar Cl- dalam Air Kran

Air adalah kebutuhan utama dari manusia untuk kelangsungan kehidupan


manusia sehari – hari . Bahkan tidak mungkin suatu makhluk dibumi ini hidup
tanpa bergantung kepada air. Namun syarat dari Air minum yang dikonsumsi
tidak boleh mengandung racun, zat-zat mineral atau zat-zat kimia tertentu dalam
jumlah melampaui batas yang telah ditentukan sehingga air tersebut dapat
dikonsumsi oleh manusia (Sutrisno et al, 2004). Zat ataupun bahan kimia yang
terdapat di dalam air minum tidak boleh sampai menimbulkan kerusakan pada
tempat penyimpanan air, sebaliknya zat ataupun bahan kimia dan atau mineral
yang dibutuhkan oleh tubuh, hedaknya harus terdapat dalam kadar yang
sewajarnya dalam sumber air minum tersebut (Azwar, 1995)

Salah satu contoh senyawa kimia adalah klorida. Klorida merupakan anion
yang mudah larut dalam sampel air dan merupakan anion anorganik utama yang
terdapat dalam sampel perairan. Banyaknya ion klorida yang terkandung di dalam
air minum yang dikonsumsi secara terus – menerus dapat merusak ginjal.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 492/Menkes/IV/2010


menyatakan bahwa air minum yang sehat harus memenuhi persyaratan fisik,
kimia, dan mikrobiologi. Beberapa persyaratan tersebut antara lain air harus jernih
atau tidak keruh, tidak berwarna, rasanya tawar, pH netral, tidak mengandung zat
kimia beracun, kesadahannya rendah, dan tidak boleh mengandung bakteri
patogen seperti Escherichia coli. Berdasarkan peraturan tersebut jelas disebutkan
bahwa salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam kualitas air minum dengan
parameter kimia adalah kesadahan. Kadar kesadahan maksimum yang
diperbolehkan dalam air minum adalah 500 mg/L (Permenkes, 2010).
Dalam percobaan kali ini dilakukan dengan cara menitrasi air kran yang
telah ditambahkan dengan indikator K2CrO4 dengan larutan baku AgNO3 maka
akan diperoleh kadar Cl- dalam air kran yang dapat diperoleh menggunakan rumus

massaCl
% kadar Cl- = x faktor pengenceran x 100%
massa sampel
(Geuget, 2010)

2.10 Kelebihan dan Kekurangan Metode Mohr


Dalam praktikum kali ini standarisasi larutan agno3 dilakukann dengan
menggunakan metode mohr. Metode mohr sendiri meskipun mempunyai
kelebihan tersendiri namun juga memiliki suatu kekurangan
- Kelebihan Metode Mohr
Metode mohr memiliki kelebihan yaitu mudah dilakukan dan juga titik
akhir titrasi mudah diamati
- kekurangan metode Mohr
sedangkan kelemahan titrasi mohr adalah jika terjadi kelebihan titran akan
menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivaklen tercapai, sehingga
titik akhir titrasi tidak akurat. Selain itu indikator kalium kromat juga harus
dengan konsentrasi tertentu, jika kelebihan warna kalium kromat akan menjadi
kuning sehingga perubahan warna pada saat titik ekivalen sulit dilihat karena
kalium romat bereaksi dengan AgNO3 membentuk Ag2Cr2O4 yang berwarna krem
(Hermann dan Goffried 1985)
Selain itu, titrasi Mohr terbatas pada larutan-larutan dengan nilai pH
sekitar 6-10. Dalam larutan-larutan yang lebih alkalin, perak oksida mengendap.
Dalam larutan-larutan asam, konsentrasi kromat secra besar-besaran menurun,
karena HcrO4ˉ hanya sedikit terionisasi. Lebih lanjut lagi, hidrogen kromat ada
dalam kesetimbangan dengan dikromat. Penurunan konsentrasi ion komat
mengahruskan kita untuk menambahkan sejumlah besar ion perak untuk
mengahsilkan pada pengendapan dari perak kromat dan akhirnya mengarah pada
galat yang besar (Underwood, 2002).
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Alat

1. Neraca Analitis 1 Buah


2. Gelas Piala 500 mL 1 Buah
3. Botol Timbang 1 Buah
4. Labu Ukur 100 mL 1 Buah
5. Corong 1 Buah
6. Buret 50 ml 1 Buah
7. Gelas Ukur 10 mL 1 Buah
8. Statif dan Klem 1 Buah
9. Piknometer 1 Buah
10. Erlenmeyer 250 mL 3 buah
11. Pipet Tetes  5 buah

3.2 Bahan

1. Larutan AgNO3 Secukupnya


2. Aquades Secukupnya
3. Kristal NaCl 0,059 gram
4. Indikator K2CrO4 180 tetes
5. Air Kran 10 mL

3.3 Prosedur

a) Penentuan (standarisasi) larutan AgNO3 0,1N dengan NaCl p.a sebagai baku

Pembuatan larutan baku NaCl dilakukan dengan cara menimbang Kristal


didalam botol timbang dengan neraca analitis sebesar 0,059 gram. Kemudian
memasukan Kristal NaCl tersebut kedalam labu ukur 100 ml, menambahkan
aquades hingga tanda batas miniskus labu ukur. Setelah itu mengocok labu ukur
agar tercampur sempurna (homogen). Dan jadilah larutan NaCl 100 mL.
Memasukkan larutan AgNO3 0,1N kedalam buret bersih yang sebelumnya
telah dibilas menggunakan larutan AgNO3 terlebih dahulu hingga tanda batas atas
buret berukuran 50 mL.

Mengambil larutan NaCl sebanyak 10 ml menggunakan gelas ukur 10 ml.


Kemudian memasukkan larutan NaCl tersebut kedalam Erlenmeyer berukuran
250 ml. Dan menambahkan indikator K2CrO4 sebanyak 10 tetes. setelah itu
larutan akan berubah warna menjadi kuning

Langkah terakhir adalah menitritrasi menggunakan larutan AgNO3 yang


berada dalam buret dengan larutan NaCl yang berada didalam Erlenmeyer.
Kemudian menghentikan titrasi pada saat telah terjadi perubahan warna indikator.
Setelah larutan berubah menjadi merah bata , maka didapatkan volume larutan
AgNO3 yang diperlukan dan mencatat volume tersebut. Mengulangi titrasi
sebanyak tiga kali dengan volume larutan NaCl yang sama. Dan menghitung
konsentrasi rata – rata larutan AgNO3.

b) Penentuan Kadar Cl- dalam Air Kran

Mengukur berat jenis air kran menggunakan piknometer dan mencatat


tempat pengambilan air kran yang digunakan untuk praktikum. Menggencerkan
air Kran dengan cara mengukur 10 ml air kran menggunakan bantuan gelas ukur
dan memasukkannya kedalam labu ukur 100 ml dan menambahkan aquades
hingga batas miniskus labu ukur, dan mengocok agar larutan homogen. Setelah
menjadi larutan air kran, larutan tersebut diambil 10 ml dan dimasukkan krdalam
Erlenmeyer dan ditambahkan 10 tetes indikator K2CrO4. Maka larutan akan
berubah warna menjadi kuning

Menitrasi larutan dengan larutan AgNO3 yang berada didalam buret dan
menghentikan titrasi ketika terjadi perubahan warna indikator yang ditandai
larutan berubah menjadi warna merah. mencatat volume larutan AgNO3 yang
diperlukan. Terakhir menghitung kadar Cl- yang ada pada air kran
4.2 Analisis dan Pembahasan

Telah dilakukan percobaan titrasi pengendapan yang bertujuan untuk


Membuat dan menentukan standarisasi larutan AgNO3 dan juga menentukan
kadar Cl- dalam air kran

Standarisasi AgNO3
Tujuan dari praktikum titrasi pengendapan ini adalah untuk membuat
dan menetukan standarisasi AgNO3 , dan juga bertujuan untuk menentukan
konsentrasi larutan AgNO3 dengan natrium klorida (NaCl) sebagai larutan
baku. Dalam standarisasi ini larutan AgNO3 sebagai titran dan diletakan
didalam buret sebagai larutan standard , sedangkan untuk membuat latutan
NaCl sebagai larutan bakunya yang diletakkan didalam Erlenmeyer.

Langkah pertama melakukan percobaan titrasi pengendapan adalah


dengan cara menimbang NaCl p.a yang berbentuk Kristal putih terlebih
dahulu sebesar 0,059 gram menggunakan neraca analitik. Kemudian NaCl
tersebut dilarutkan dan diencerkan dalam labu ukur 100 mL dengan
menambahkan aquades sampai tanda batas miniskus . Dan labu ukur ditutup
dan dikocok sampai NaCl larut secara sempurna (homogen). dan jadilah 100
ml larutan NaCl yang tidak berwarna. seperti pada reaksi pengenceran seperti
biasa :

NaCl (s) + H2O (s) → NaCl (aq)

karena untuk melakukan titrasi perlu disamakan wujud antara titer


dengan titran, sehingga NaCl yang berwujud padatan Kristal harus dilarutkan
terlebih dahulu agar fasanya menjadi larutan. penggunaan NaCl sebagai
bahan baku dalam percobaan kali ini karena ion Ag+ bereakasi dengan ion Cl-
membentuk endapan.

proses selanjutnya Kemudian dilanjutkan dengan mengambil


menggunakan bantuan pipet dan gelas ukur sebanyak 10 mL larutan dari 100
ml larutan NaCl yang tadi. kemudiab dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
berukuran 250 mL untuk dititrasi. larutan yang berada didalam Erlenmeyer
kemudian dititrasi dengan larutan larutan AgNO3 yangberada didalam buret .
tetapi sebelum dititrasi larutan NaCl perlu ditambahkan dengan 10 ml
aquades terlebih dahulu untuk memberikan ruang Ag+ sehingga ion Ag+ akan
bergerak bebas sehingga cepat bereaksi dengan Cl- dan segera membentuk
endapan putih. seperti pada persamaaan reaksi

AgNO3(aq) + NaCl(aq) → AgCl(s) ↓ (endapan putih) + NaNO3 (aq)

Setelah ditambah dengan 10 ml aquades larutan NaCl kemudian


ditambah dengan indikator K2CrO4 yang membuat warna larutan berubah
warna menjadi kuning. penggunaan indikator ini disebabkan dalam analisis
kali ini menggunakan metode mohr yang hanya bekerja pada pH 6 – 10 ,
begitu pula indikator K2CrO4 yang bekerja pada pH netral. kesalahan dalam
titrasi yang menyebabkan larutan bersifat asam akan membentuk endapan
dikromat dan apabila larutan basa akan membentuk endapan Ag2O. seperti
dalam reaksi :

Asam : 2CrO42- + 2H- ↔ CrO72- + H2O


Basa : 2 Ag+ + 2 OH- ↔ 2 AgOH
2AgOH ↔ Ag2O + H2O

setelah ditambah dengan 10 ml aquades dan juga 10 tetes indikator


K2CrO4 larutan tersebut kemudian dititrasi menggunakan larutan standart
AgNO3 yang berada didalam buret bersih yang sebelumnya sudah dibilas
dengan larutan AgNO3 terlebih dahulu agar idak ada kontaminan yang
masuk dan menganggu proses titrasi. larutan dititasi hingga mencapai
titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna indikator
membentuk endapan berwarna merah bata. untuk mencari kadar suatu
larutan menggunakan titrasi sebenarnya titasi dihentikan pada saat larutan
mencapai titik ekuivalen, yaitu dimana mol titran = mol titrat. namun
karena sulitnya mengamati titik ekuivalen maka yang dapat dilakukan
adalah mengamati titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan
warna indikator.
Dalam titrasi pengendapan standarisasi larutan AgNO3 titik
ekuivalen dicapai apabila mol ekuivalen Ag+ telah habis bereaksi dengan
mol ekuivalen Cl-

ekuivalen Ag+ = ekuivalen Cl-

yang ditandai dengan terbentuknya endapan putih . seperti pada reaksi:

AgNO3(aq) + NaCl(aq) → AgCl(s) ↓ (endapan putih) + NaNO3 (aq)

setelah larutan NaCl habis bereaksi dengan larutan AgNO3 maka


akan dilanjutkan dengan reaksi antara larutan AgNO3 dengan indikator
K2CrO4 yang membentuk endapan merah bata antara ion Ag+ dengan ion
CrO4- membentuk AgCrO4 sesuai dengan reaksi :

K2CrO4 (aq) + AgNO3 (aq) → AgCrO4 (s) + KNO3 (aq)


Hal ini terjadi karena cara kerja indikator yang akan kurang reaktif
daripada zat yang akan dititrasi sehingga larutan standar tidak akan
bereaksi terlebih dahulu dengan indikatornya. dan muculnya perbuhana
juga merupakan salah satu cara kerja indikator yang memberikan efek
visual sehingga titik akhir titrasi mudah diamati.

titrasi dilakukan dengan proses replikasi sebanyak 3 kali dengan


volume pada Erlenmeyer yang sama agar hasil yang didapatkan akurat.
dari hasil percobaan tersebut pada erlenmeyer pertama perubahan warna
terjadi dari kuning keruh (++) menjadi larutan berwarna jingga keruh (++)
dan juga terbentuk endapan berwarna merah bata (+++) dengan volume
AgNO3 yang sebesar 9,2 ml. pada erlenmeyer kedua perubahan warna
terjadi dari kuning keruh (++) menjadi larutan berwarna jingga keruh (++)
dan juga terbentuk endapan berwarna merah bata (++) dengan volume
AgNO3 yang sebesar 9,2 ml. Dan pada erlenmeyer terakhir perubahan
warna terjadi dari kuning keruh (++) menjadi larutan berwarna jingga
keruh (++) dan juga terbentuk endapan berwarna merah bata (+++) dengan
volume AgNO3 yang dibuhkan sebesar 9,3 ml. Dari data tersebut diperoleh
data yang dapat digunakan untuk mencari normalitas larutan AgNO3. titik
ekuivalen pada proses titrasi pengendapan menyatakan terjadinya
kesetimbangan antara mol Cl- dan mol Ag+ , sehingga diperoleh
persamaan berikut:

N NaCl . V NaCl = N AgNO3 . V AgNO3

Persamaan diatas dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi


AgNO3, maka dari hasil perhitungan diperoleh Normalitas larutan AgNO3
adalah N1 = 0,0108 N, N2 = 0,0108 N, dan N3 = 0,0107 N. Sehingga
normalitas rata-rata larutan AgNO3 dari 3 kali percobaan adalah 0 ,0107
N yang dapat dibulatkan menjadi  0,01N

hasil dari perhitungan prakikum yang telah dilakukan sudah sesuai


dengan teori yang normalitasnya  0,1 N.

Aplikasi titrasi pengendapan pada air kran

tujuan dari pengaplikasian titrasi pengendapan kali ini adalah untuk


mengetahui kadar Cl- dalam air kran. Dalam pengaplikasian ini larutan
AgNO3 sebagai titran dan diletakan didalam buret , sedangkan untuk air
pengambilan sampel di daerah Taman, Kabupaten Sidoarjo.

Sebelum memulai proses titrasi hal yang pertama dilakukan adalah


mengukur berat jenis air kran dengan piknometer. tujuan dari penggunan
piknometer tersebut adalah untuk mencari massa jenis air dengan
menggunakan rumus :

(𝑚 𝑎𝑖𝑟 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟−(𝑚 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)


ρ=
𝑣

Dalam percobaan tersebut piknometer kosong ditimbang terlebih


dahulu menggunakan neraca analitis dan diperoleh berat(m) piknometer
kosong = 15,2490 gram, setelah itu menimbang piknometer yang telah
diisi air kran hingga penuh / sesuai dengan ukuranya dan diperoleh
berat(m) sebesar = 40,2517 gram dan dibagi dengan volume air dalam
piknometer sebesar 25 ml. setelah itu diperoleh massa jenis air kran yang
digunakkan dalam titrasi kali ini adalh 1,0001 gram/mL.
langkah selanjutnya adalah menitrasi larutan air kran dengan cara
menggambilnya sebesar 10 ml dengan bantuan gelas ukur dan pipet tetes
dan memasukkannya kedalam Erlenmeyer berukuran 250 mL, setelah itu
ditambahkan indikator yang bekerja pada pH netral yaitu indikator
K2CrO4. setelah ditambah 10 tetes indikator K2CrO4 maka larutan akan
berubah warna menjadi warna kuning .

setelah larutan siap maka larutan tersebut akan dititrasi


menggunakan larutan standar AgNO3 hingga terbentuk larutan berwarna
kuning keruh dan terdapat endapan putih sesuai reaksi:

Cl- (aq) + Ag+ (aq) →AgCl(s)

setelah ion Cl- dengan Ag+ habis bereaksi selanjutnya terjadi


titrasi reaksi dengan K2CrO4 dengan AgNO3 membentuk endapan merah
bata yang menandakan titrasi dapat dihentikan karena sudah mencapai titik
akhit titrasi.

K2CrO4 (aq) + AgNO3 (aq) → AgCrO4 (s) + KNO3 (aq)

setelah dihetikan maka diproleh titrasi dilakukan dengan proses


replikasi sebanyak 3 kali dengan volume pada Erlenmeyer yang sama agar
hasil yang didapatkan akurat. dari hasil percobaan tersebut pada
erlenmeyer pertama perubahan warna terjadi dari kuning keruh (++)
menjadi larutan berwarna jingga keruhdan juga terbentuk endapan
berwarna merah bata (+++) dengan volume AgNO3 yang sebesar 3,3 ml.
pada erlenmeyer kedua perubahan warna terjadi dari kuning keruh (++)
menjadi larutan berwarna jingga keruh dan juga terbentuk endapan
berwarna merah bata (++) dengan volume yang sebesar 3,2 ml. Dan pada
erlenmeyer terakhir perubahan warna terjadi dari kuning keruh (++)
menjadi larutan berwarna jingga keruhdan juga terbentuk endapan
berwarna merah bata (+++) dengan volume AgNO3 yang dibuhkan sebesar
3,5 ml. dari da tersebut volume rata – rata penggunaan AgNO3 adalah 3,33
ml . karena massa jenis air kran sudah diketahui maka massa air keran
dapat dicari menggunakan persamaan :
𝑚
ρ=𝑣

sehingga diketahi massa air kran adalah 10,001 mg. dan barualah
dapat mencari kadar Cl- yang terkandung dalam air kran menggunakan
persamaan kadar Cl:

𝑁 AgNO3 .𝑉AgNO3 .BE


% Cl = x 100%
𝑀

kadar Cl dalam 3 erlenmeyer berturut-turut sebesar 0,0177%,


0,0113% , dan 0,0124 % dan setelah dirata–rata kadar Cl yang terkandung
dalam air kran sebesar 0,0118% .

dari peryataan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kadar Cl-


yang terkandung didalam air kran yang diambil dari taman, Sidoarjo aman
untuk dikonsumsi.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari percobaan yang berjudul titrasi penetralan dan aplikasinya pada air
kran disimpulkan bahwa normalitas standarisasi AgNO3 adalah 0 ,0107 N yang
sudah sesuai dengan teori prosedur yang sebesar ± 0,1 N dan untuk kadar asam
Cl- yang terdapat pada air kran yang diambil dari kecamatan taman kabupaten
sidoarjo didapatkan kadar sebesar 0,0118% yang disa dikonsumsi karena nilainya
kurang dari standar bahaya yang sudah ditentukan oleh pemerintah

5.2 Saran

- Dalam memasang buret harus tegak lurus agar tidak terjadi kesalahan
dalam membaca skala
- menggunakan pemilihan indikator yang tepat karena sangat mempengaruhi
proses titrasi
- tidak terburu – buru sehingga dapat mencapai TAT dengan akurat
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, A.1995. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan . Jakarta : PT. Mutiara


sumber
Day. R.A Underwood. A.L. 1986. analisis kuantitatif edisi keenam. Jakarta:
Erlangga
Azwar, A.1995. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan . Jakarta : PT. Mutiara
sumber
Fatah, A. M. 1982. Seri pengantar Kimia Analitik. Yogyakarta: UGM
Ham, Mulyono. 2005. Kamus Kimia. Bandung: Bumi Aksara
Keenan. C.W.1991. ilmu kimia untuk universitas. jakata : Erlangga
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakata : UIPRESS
Kisman, Sarjono. 1988. Analisis Farmasi. Yogyakarta:UGM
Mentri Kesehatan Indonesia.1990. peraturan mentri kesehatan nomor
:416/MEN.KES/PER/IX/1990 Tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas
air”. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Sumardjo, D. 1997. Kimia organik. Semarang : UNDIP
Svehla, G. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro. Edisi ke-5. Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka.
Tim Penyusun. 2013. Panduan praktikum Kimia Analitik I Dasar-Dasar Kimia
Analitik. Surabaya: Jurusan Kimia FMIPA Unesa
Zulkarnain, A. K. 1991. Kimia Analisis Kuantitatif. Yogyakarta: Departemen
Perindustrian SMTI
lampiran
- JAWABAN PERTANYAAN
 Standarisasi larutan AgNO3 dengan NaCl p.a sebagai baku
1. Buatlah kurva titrasi antara volume AgNO3 dan pCl untuk
titrasi antara 50 mL 0,1 M larutan NaCl dengan larutan AgNO3
0,1 M !
2. Berapa konsentrasi garam NaCl dalam suatu larutan, apabila 25
mL larutan tersebut jika direaksikan dengan 25 mL 0,2 M
larutan AgNO3, dan kelebihan larutan AgNO3 tepat bereaksi
habis dengan larutan KSCN 28 mL 0,1 M.
Jawaban :
1.
Titrasi Basa Lemah-Asam Kuat
12
11
10
9
8
7
2. D pCl- 5
6
pH
i 4
3 Linear (pH)
2
k 1 y = -1.161x + 11.226
0 R² = 0.862
e -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
t volume NaCl (mL)

a
hui : V NaCl = 25 mL
V AgNO3 = 25 mL
M AgNO3 = 0,2 M
V KSCN = 28 mL
M KSCN = 0,1 M
kelebihan larutan AgNO3 tepat bereaksi
habis dengan larutan
Ditanya : Konsentrasi NaCl ?
Jawab :
karena habis bereaksi dengan larutan KSCN berarti v1 = v2
Molek sisa AgNO3 = molek KSCN
Mol . 1 . sisa AgNO3 = 28 mL . 1 . 0,1 M
Mol sisa AgNO3 = 2,8 mmol

NaCl + AgNO3  AgCl +


NaNO3
Mula x mmol 5,0 mmol
Reaksi 2,2 mmol
Sisa - 2,8 mmol

Maka: mmol NaCl yang bereaksi adalah 2,2 mmol.


2,2 mmol = X mmol
2,2 mmol = VNaCl x [NaCl]
2,2 mmol = 25 mL x [NaCl]
[NaCl] = 2,2 mmol / 25 mL = 0,088 N

 APLIKASI
1. Bagaimana cara memilih indikator pada titrasi argentometri?
2. Terangkan bagaimana suatu indikator adsorpsi bekerja. Apa
fungsi dekstrin? Mengapa pH harus dikendalikan?

Jawaban :
1. Dalam pemilihan indikator pada titrasi argentometri harus
disesuaikan dengan analit dan titran yang digunakan serta tujuan
percobaan. hasilkali kelarutan garam perak halida (pseudohalida)
sangat kecil. Metode mohr, untuk menentukan kadar halida atau
pseudohalida di dalam larutan Kromat (CrO42-) sbg indikator titik
ahir karena membentuk endapan Ag2CrO4 berwarna merah saat
bereaksi dengan ion perak. Titrasi Volhard merupakan teknik
titrasi balik, digunakan jika reaksi berjalan lambat atau jika tidak
ada indikator yang tepat utk pemastian TE. Indikator Fe(III) akan
membentuk senyawa larut berwarna merahhasil reaksi Fe3+ dg ion
tiosianat :
Fe3+ + SCN- [Fe(SCN)]2+
Reaksi harus suasana asam, karena jika basa akan mudah sekali
terbentuk endapan Fe(OH)3. Ksp Fe(OH)3 = 2.10-39 mol 3L3-
(dalam titrasi biasa digunakan [Fe3+] = 10-2 M)Dalam menerapkan
metode fajand Sebaiknya dipilih ion indikator yang muatannya
berlawanan dengan ion penitrasi. Adsorpsi indikator tidak terjadi
sebelum terjadi kelebihan titran. Pada titrasi Ag+ dengan Cl- dapat
digunakan metil violet (garam klorida dari suatu basa organik)
sebagai indikator adsorpsi. Kation tidak teradsorpsi sebelum
terjadi kelebihan Cl- dan koloid bermuatan negatif. Dalam hal
tersebut dapat digunakan indikator diklorofluoresein, tetapi harus
ditambahkan sesaat menjelang TE.

2. Adsorpsi senyawa organik berwarna pada permukaan endapan


dapat menginduksi pergeseran elektronik intramolekuler yang
mengubah warna. Gejala tsb digunakan untuk mendeteksi titik
akhir titrasi pengendapan garam-garam perak.
Sebelum TE :
(AgCl).Cl- M+Lapisan primer Lapisan sekunder Kelebihan Cl-
Setelah TE :
(AgCl).Ag+ X lapisan primer Lapisan sekunder Kelebihan Ag+
Suatu endapan cenderung mengadsorpsi lebih mudah ion-ion
yang membentuk senyawa tidak larut dengan satu dari ion-ion
dalam kisi endapan. Jadi, Ag+ ataupun Cl- akan lebih mudah
diadsorpsi oleh endapan AgCl daripada oleh ion Na+ ataupun
NO3-. Anion yang ada dalam larutan akan tertarik membentuk
lapisan sekunder. Fluoresein adalah asam organik lemah,
membentuk anion fluoreseinat yang tidak dapat diadsorpsi oleh
endapan koloidal AgCl selama Cl- berlebih. Akan tetapi saat Ag+
berlebih akan terjadi adsorpsi anion fluoreseinat ke lapisan Ag+
yang melapisi endapan, diikuti dengan perubahan warna menjadi
pink.
Pada Titik Ekivalen jangan dibiarkan AgCl menggumpal
menjadi partikel besar, karena akan menurunkan dengan tajam
daya adsorpsi permukaan endapan terhadap indikator. Jika itu
terjadi, diatasi dengan penambahan dextrin, sebagai koloid
pelindung agar endapan terdispersi lebih banyak. Dengan adanya
dextrin maka perubahan warna menjadi reversibel, dan setelah
lewat TE dapat dilakukan titrasi balik dengan larutan baku Cl-.

pH larutan harus terkontrol agar dapat mempertahankan


konsentrasi ion dari indikator asam lemah ataupun basa. Misalnya,
fluoresein (Ka = 10-7) dalam larutan yang lebih asam dari pH 7
melepas fluoresein sangat kecil sehingga perubahan warna tidak
dapat diamati. Fluoresein hanya dapat digunakan pada pH 7-10,
sedangan difluoresein (Ka=10-4) digunakan pada pH 4-10
- Alur penelitian
1. Penentuan ( Standarisasi ) Larutan AgNO3 ± 0,01N dengan NaCl
Sebagai Baku

Padatan NaCl

1. Ditimbang sebanyak 0,059 gram dengan teliti


2. Dimasukkan dalam gelas kimia
3. Dilarutkan dengan sedikit aquades
4. Dimasukkan ke dalam labu ukur 100mL
5. Ditambahkan aquades sampai tanda batas
6. Dikocok sampai larutan tercampur sempurna

Larutan NaCl ± 0,01N Larutan AgNO3

1. Dipipet 10mL dengan pipet 11. Dimasukkan ke


seukuran dalam buret yang sudah
2. Dimasukkan dalam erlenmeyer dibersihkan dan dibilas
250mL dengan AgNO3 sampai
3. Ditambahkan 10mL aquades angka nol
4. Ditambahkan 10 tetes indikator
K2CrO4

12. Dititrasi NaCl dengan AgNO3 yang telah distandarisasi


13. Dihentikan titrasi ketika terbentuk endapan

Endapan Merah Bata

14. Dibaca dan dicatat angka pada buret sebagai volume


AgNO3
15. Titrasi diulangi 3 kali dengan volume NaCl yang
sama
16. Dihitung konsentrasi rata-rata AgNO3

Konsentrasi rata-rata AgNO3

Reaksi :

1. NaCl(s) + H2O(l) → NaCl (aq)


2. AgNO3(aq) + NaCl(aq) → AgCl(s) ↓ (endapan putih) + NaNO3 (aq)
3. 2AgNO3(aq) + K2CrO4(aq) → Ag2CrO4 (s)↓(endapan merah bata) +
2KNO3(aq)
(Svehla, 1985)

2. Penentuan Kadar Cl- Pada Air Kran

Air kran

1. Dimasukkan ke dalam piknometer yang sebelumnya sudah


ditimbang
2. Ditimbang massa air kran dengan piknometer
3. Dicatat beratnya

Massa air kran

10mL air kran

1. Dimasukkan ke dalam labu ukur 100mL


2. Diencerkan dengan aquades sampai tanda batas
3. Dikocok hingga homogen
100mL air kran setelah pengenceran

4. Dimasukkan dalam erlenmeyer 10mL


5. Ditambahkan 10 tetes indikator K2CrO4 5%
6. Dititrasi dengan AgNO3 0,01N yang sudah distandarisasi
7. Titrasi dihentikan saat terbentuk endapan
Endapan merah bata

8. Titrasi diulangi sebanyak 3 kali dengan volume air kran yang


sama
9. Dihitung kadar Cl- dalam air kran
Kadar Cl- dalam air kran

Reaksi :

1. Cl- (aq) + Ag+(aq) →AgCl(s) ↓ (endapan putih)


2. 2AgNO3(aq) + K2CrO4(aq) → Ag2CrO4 (s)↓(endapan merah bata) +
2KNO3(aq)
(Svehla,1985)
- perhitungan
PenentuanStandarisasi AgNO3

 Konsentrasi NaCl

Diketahui :Massa NaCl = 0,059 gram

Volume NaCl = 100mL

Mr NaCl = 58,5 gram/mol

Ek =1

Ditanya : Konsentrasi NaCl (N) ?

Jawab :

Gram 1000
N NaCl = x x ek
Mr v

0,059 gram 1000


N NaCl = x x 1 ek
58,5 gram/mol 100mL

N NaCl = 0,010 N

 Konsentrasi NaCl setelahditambahkan 10mL aquades


Diketahui : N NaCl = 0,01N
V NaCl = 10mL
V NaCl + 10mL H2O= 20mL
Ditanya : N NaCl + 10mL H2O?
Jawab :
N1NaCl × V1NaCl = N2 NaCl × V2NaCl
N1 NaCl× 20mL = 0,01 N × 10mL
N1 NaCl = 0,005N

 Volume AgNO3
V Titrasi 1 = 9,2mL
V Titrasi 2 = 9,2mL
V Titrasi 3 = 9,3mL
9,2mL+9,2mL+9,3mL
Vrata-rata AgNO3 =
3

Vrata-rata AgNO3 = 9,2mL

 Konsentrasi AgNO3

Titrasi 1
Diketahui : VNaCl = 20mL
VAgNO3 = 9,2mL
N NaCl = 0,005 N
Ditanya : Konsentrasi AgNO3 (N) ?
Jawab :

NAgNO3 × VAgNO3 = N NaCl × VNaCl


NAgNO3 × 9,2mL = 0,005 N × 20mL
N AgNO3 = 0,0108 N

Titrasi 2
Diketahui : VNaCl = 20 mL
VAgNO3 = 9,2mL
N NaCl = 0,005 N
Ditanya : Konsentrasi AgNO3 (N) ?
Jawab :

NAgNO3 × VAgNO3 = N NaCl × VNaCl


NAgNO3 × 9,2mL = 0,005 N × 20mL
N AgNO3 = 0,0108 N

Titrasi 3
Diketahui : VNaCl = 20 mL
VAgNO3 = 9,3mL
N NaCl = 0,005 N
Ditanya : Konsentrasi AgNO3 (N) ?
Jawab :

NAgNO3 × VAgNO3 = N NaCl × VNaCl


NAgNO3 × 9,3mL = 0,005 N × 20 mL
N AgNO3 = 0,0107 N

0,0108+0,0108+0,0107
N rata-rata AgNO3 =
3
N rata-rata AgNO3 = 0,01N

Penentuan Kadar Cl dalam Air Kran

Diketahui : Massa piknometerkosong = 15,2490gram

Massa piknometer + air kran = 40,2517gram

V air kran = 25mL

Ditanya : massa air kran?

Jawab :

(m air kran + piknometer) − (m piknometer kosong)


𝜌=
V

(40,2517gram) − (15,2490gram)
𝜌=
25mL

25,0027 gram
𝜌=
25mL

𝜌 = 1,0001 gram/mL

Massa air kran :


𝑚
𝜌=
𝑣

𝑚= 𝜌𝑥𝑣

𝑚 = 1,0001 gram/mL x 10mL

𝑚 = 10,001gram

𝑚 = 10.001 mg

 Kadar Cl dalam air kran

Titrasi 1
Diketahui : V AgNO3 = 3,3mL
N AgNO3 = 0,01N
Ar Cl = 35,5 gram/mol
Massa air kran = 10.001mg
Ditanya : % Cl dalam air kran ?
Jawab :

NAgNO3 x VAgNO3 x BE
% Cl = 𝑥 100%
m

0,01N x 3,3mL x 35,5mg/mol ek


% Cl = x 100%
10.001 mg

%Cl = 0,0117%

Ppm Cl = 0,0117% x 10.000

Ppm Cl = 117 ppm (mg/L)

Titrasi2
Diketahui : V AgNO3 = 3,2 mL
N AgNO3 = 0,01N
Ar Cl = 35,5 gram/mol
Massa air kran = 10.001mg
Ditanya : % Cl dalam air kran ?
Jawab :

NAgNO3 x VAgNO3 x BE
% Cl = 𝑥 100%
m

0,01N x 3,2mL x 35,5mg/mol ek


% Cl = x 100%
10.001 mg

%Cl = 0,0113%

Ppm Cl = 0,0113% x 10.000

Ppm Cl = 113 ppm (mg/L)

Titrasi3
Diketahui : V AgNO3 = 3,5mL
N AgNO3 = 0,01N
Ar Cl = 35,5 gram/mol
Massa air kran = 10.001mg
Ditanya : % Cl dalam air kran ?
Jawab :

NAgNO3 x VAgNO3 x BE
% Cl = 𝑥 100%
m

0,01N x 3,5mL x 35,5mg/mol ek


% Cl = x 100%
10.001 mg

%Cl = 0,0124%

Ppm Cl = 0,0124% x 10.000

Ppm Cl = 124 ppm (mg/L)


Rata-Rata Kadar Cl Pada Air Kran
(0,0117 %+0,0113% +0,0124%)
% Cl =
3
% Cl = 0,0118%
Ppm Cl = 0,0118% x 10.000
Ppm Cl = 118ppm (mg/L)

Anda mungkin juga menyukai