Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Herpes zoster merupakan salah satu penyakit kulit akibat infeksi virus,
yaitu reaktivasi virus varisela zoster. Insidennya meningkat seiring
bertambahnya usia, di mana lebih dari 2/3 kasus terjadi pada usia lebih dari
50 tahun dan kurang dari 10% di bawah 20 tahun.1 Meningkatnya insidensi
pada usia lanjut ini berkaitan dengan menurunnya respon imun dimediasi sel
yang dapat pula terjadi pada pasien imunokompromais seperti pasien
HIVAIDS, pasien dengan keganasan, dan pasien yang mendapat obat
imunosupresi. Namun, insidensinya pada pasien imunokompeten pun besar.
Herpes zoster merupakan penyakit kulit yang bercirikan timbulnya ruam
kulit dengan distribusi dermatomal dan disertai rasa nyeri yang hebat.

Lesi oral dan wajah dihasilkan dari HZ saraf trigeminal (V).


Keterlibatan divisi pertama dari saraf trigeminal V1 (optalmik) mengarahkan
pada lesi di kelopak mata bagian atas, jidat dan kulit kepala. Lesi pada bagian
tengah wajah dan bibir bagian atas dengan divisi kedua V2 (maksilar). Lesi
pada wajah bagian bawah dan bibir bagian bawah dengan keterlibatan divisi
ketiga V3 (mandibular).

Dengan keterlibatan V2, pasien mengalami gejala awal rasa sakit,


terbakar dan rasa lunak pada langit-langit atau rongga salah satu sisi diikuti
dengan kemunculan luka menyakitkan, berkelompok berukuran 1-5 mm.
Keterlibatan V3 menghasilkan luka pada lidah dan rongga mulut mandibular.
20% kasus dari herpes zoster menginfeksi saraf trigeminal, sehingga dokter
gigi harus memiliki pengetahuan menyeluruh tentang gambaran kondisi ini,
perawatan dan kemungkinan komplikasinya. Komplikasi oral paling umum
diasosiasikan dengan kondisi ini adalah neuralgia postherpetik, pelukaan
wajah.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Herpes Zoster


Herpes zoster merupakan sebuah manifestasi oleh reaktivasi virus
Varisela-zoster laten dari saraf pusat dorsal atau kranial. Virus varicella
zoster bertanggung jawab untuk dua infeksi klinis utama pada manusia yaitu
varisela atau chickenpox (cacar air) dan Herpes zoster. Virus Varisela zoster
yang bersifat terlokalisir, terutama menyerang orang dewasa dengan ciri
berupa nyeri radikuler, unilateral, dan gerombolan vesikel yang tersebar
sesuai dermatom yang diinervasi oleh satu ganglion saraf sensoris. Herpes
zoster atau shingles adalah infeksi virus yang bersifat self-limiting. Herpes
zoster (HZ) adalah penyakit sporadis yang diakibatkan oleh pengaktifan ulang
virus varicella-zoster laten yang terjadi karena paparan sebelumnya terhadap
infeksi varicella (cacar air). Kondisi ini ditandai dengan manifestasi multiple,
painful, vesikel unilateral, dan ulserasi yang menunjukkan keterlibatan
dermatom tunggal yang khas.1,4,6
Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela zoster dari infeksi
endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh
virus. Kadang-kadang infeksi primer berlangsung subklinis. Frekuensi
penyakit pada pria dan wanita sama, lebih sering mengenai usia dewasa. Virus
varisela zoster (VZV) tergolong virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-
200 nm yang termasuk subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat
biologisnya seperti siklus replikasi penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat
hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma.
VZV dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer
pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler.4,12
Faktor yang seringkali menimbulkan reaktivasi virus adalah AIDS,
leukemia, limfoma dan bentuk keganasan lainnya, radiasi, obat-obat
imunosupresif dan sitotoksik, serta usia tua. 4,6

2.2 Etiologi

2
Telah diketahui terdapat 80 jenis virus herpes, delapan diantaranya
dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Kedelapan virus tersebut ialah
virus herpes simpleks (VHS)1 dan 2, virus varicella zooster, cytomegalovirus,
virus epstein barr, human herpes virus (HHV6) A dan B, serta paramyxovirus.
VHS1, VHS2, dan varicella zooster adalah virus yang diketahui dapat
menimbulkan penyakit di rongga mulut.4

Penularan virus herpes dapat terjadi karena kontak mukokutaneus


dengan sekret dari mulut maupun genital individu yang terinfeksi. Infeksi
herpes disebabkan oleh VHS-1 dan VHS-2 dengan sifat biologis dan serologis
yang berbeda. VHS-1 bertanggungjawab terhadap mayoritas kasus infeksi
mulut,faringdanmeningoensefalitis,sertadermatitis di atas pinggang.
Sedangkan VHS-2 disebut dalam mayoritas infeksi genitalia, infeksi pada
bayi yang baru lahir, dan dermatitis di bawah pinggang.4

2.3 Anatomi Yang Terlibat

Virus Herpes Zoster biasanya ditandai oleh pecahnya vesikular yang


mengenai saraf atau cabang saraf. Infeksi cabang rahang atas saraf trigeminal
menghasilkan vesikula pada langit-langit mulut, uvula dan amandel.
Sedangkan dalam kasus keterlibatan mandibula, vesikula muncul dibagian
anterior lidah, lantai mulut dan bukal mukosa.7

Manifestasi oral Herpes Zoster muncul ketika divisi mandibula dan


maksilla dari saraf trigeminal terkena, dan manifestasi gigi seperti
devitialized gigi, resopsi internal, abnormal pengembangan gigi permanen,
eskoliasi spontan gigi dan nekrosis maksilla dan mandibula.7

Herpes Zoster melibatkan salah satu dari pembagian saraf trigeminal


dalam 18-20% kasus, lesi pada intraoral merupakan ciri khas herpes zoster
melibatkan kedua dan divisi ketiga dari saraf trigeminal. Pecahnya vesikuler
dengan eritema terlihat melibatkan bibir atas, bibir bawah bersama dengan
lesi intraoral dari cabang saraf trigeminal.7

3
Gambar 1. Herpes Zoster Pada Bagian Bukal

Gambar 2. Herpes Zoster Pada Bagian Palatum

Gambar 3. Herpes Zoster Pada Bagian Bibir

Gambar 4. Luka unilateral pada permukaan dorsal lidah

4
2.3 Tanda dan Gejala

Tanda awal dari herpes zoster adalah nyeri beberapa hari, dan
bervariasi dari gatal, kesemutan, atau rasa terbakar, sampai yang berat, nyeri
yang sangat dalam, biasanya diikuti juga dengan gejala konstitusional seperti
nyeri kepala, malaise, demam, dan berkembang menjadi ruam dalam 5 hari.
Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang
berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa dan edema. Vesikel ini
berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi pustul dan
krusta. Kadang-kadang vesikel mengandung darah yang disebut dengan
herpes zoster hemoragik. Dapat pula timbul infeksi sekunder sehingga
menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa sikatriks.4

Masa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru yang tetap timbul
berlangsung kira-kira seminggu, sedangkan resolusi berlangsung kira-kira 1-2
minggu. Disamping gejala kulit dapat dijumpai pembesaran kelenjar getah
bening regional. Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral dan bersifat
dermatomal sesuai dengan tempat persarafan. Pada susunan saraf tepi jarang
timbul kelainan motorik, tetapi pada susunan saraf pusat kelainan ini lebih
sering karena struktur ganglion kranialis memungkinkan hal tersebut.
Hiperestesi pada daerah yang terkena memberi gejala yang khas. Kelainan
pada muka sering disebabkan oleh gangguan Nervus V (trigeminus) atau
Nervus fasialis (VII) dan Nervus optikus (II).8,9,12

Dengan keterlibatan V2 pasien mengalami gejala awal rasa sakit,


terbakar dan rasa lunak pada langit-langit atau rongga salah satu sisi diikuti
dengan kemunculan luka menyakitkan, berkelompok berukuran 1-5 mm.
Keterlibatan V3 menghasilkan luka pada lidah dan rongga mulut mandibular.3

2.4 Patogenesis

Patogenesis HZ belum seluruhnya diketahui, tetapi diduga bahwa


selama terjadi varisela, VVZ berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan
mukosa ke ujung saraf sensoris dan diangkut secara sentripetal melalui
serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Selanjutnya terjadi infeksi laten,

5
virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, namun tetap
mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. Setelah mencapai
kulit , virus ini menyebabkan nyeri dan vesikel. Kadang-kadang reaksi virus
zoster tanpa sebab yang jelas, sementara dapat juga karena akibat kondisi
yang lain. Kondisi yang dapat mengakibatkan reaktivasi dari virus herpes ini
termasuk , bertambahnya usia, AIDS, atau imunosupresi.10,8

Infeksi primer dari VZV ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring.
Disini virus mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi
viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini
diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang
kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremia nya lebih luas dan
simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus
juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris
dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Virus berdiam diri di ganglion
posterior saraf tepi dan ganglion kranialis.

Selama antibody yang beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi


dari virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana
antibodi tersebut turun dibawah titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari
virus sehingga terjadi herpes zoster.13

Herpes Zoster Ophtalmicus (HZO) terjadi sekitar 10-15% dari kasus


Zoster. HZO terjadi karena virus menginvasi ganglion Gasserian. Untuk
alasan yang belum jelas, keterlibatan cabang ophtalmicus (N. V1) 5 kali lebih
sering dari pada keterlibatan dari cabang maksilaris (N. V2) atau cabang
mandibularis (N. V3).13

2.5 Komplikasi

Komplikasi yang biasanya ditemukan adalah post herpatic trigeminal


neuralgia.1
a. Neuralgia pasca herpetic
Neuralgia pasca herpetik (PHN) adalah rasa nyeri yang timbul
pada daerah bekas penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung
selama berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Keadaan ini cenderung

6
timbul pada umur diatas 40 tahun, persentasenya 10-15 % dengan
gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur penderita maka
semakin tinggi persentasenya. Pada HZO,kejadian PHN lebih sering
daripada manifestasi zoster yang lain.15
b. Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa
komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi
HIV, keganasan, atau berusia lanjut dapat disertaik omplikasi. Vesikel
sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.15
c. Kelainan pada mata
Keterlibatan mata dapat mengancam penglihatan jika tidak
terdeteksi dan diterapi dengan tepat. Adanya edem orbita adalah
emergensi ophtalmologi dan pasien harus dirujuk ke spesialis
mata.Iritis, iridocyclitis, glaucoma, dan ulkus kornea dapat terjadi pada
kasus ini. Keterlibatan hanya didaerah dibawah fisura palpebra inferior
tanpa disertai keterlibatan dari kelopak atas dan nasal menunjukkan
tidak adanya komplikasi pada mata karena daerah kelopak bawah
diinervasi oleh nervus maksillaris superior.15
d. Sindrom Ramsay Hunt
Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus
fasialis dan otikus ganglion genikulatum, sehingga memberikan gejala
paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan
tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus,
nausea, dan gangguan pengecapan.15
e. Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat
perjalanan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem
saraf yang berdekatan.Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu
sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah,
diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus.
Umumnya akan sembuh spontan.
Lesi mulut dan wajah diakibatkan oleh HZ Nervus trigeminal (V).
Pada saraf trigeminal divisi pertama V1 (ophthalmic) terdapat lesi pada
kelopak mata bagian atas, dahi dan kulit kepala sehingga menyebabkan
nekrosis retina akut , saraf trigeminal divisi kedua V2 (maxillary) terdapat
Lesi pada midface dan bibir atas menyebabkan pasien mengalami prodrom

7
rasa sakit, terbakar dan nyeri pada langit-langit atau gingiva , dan saraf
trigeminal divisi ketiga V3 (mandibula) terdapat lesi pada wajah bagian
bawah dan bibir bawah yang menyebabkan ulkus lidah dan gingiva daerah
mandibula.11

2.6 Diagnosa Banding

a. Herpes simpleks
Herpes simpleks ditandai dengan erupsi berupa vesikel yang
bergerombol, di atas dasar kulit yang kemerahan. Sebelum timbul vesikel,
biasanya didahului oleh rasa gatal atau seperti terbakar yang terlokalisasi,
dan kemerahan pada daerah kulit. Herpes simpleks terdiri atas 2, yaitu tipe
1 dan 2. Lesi yang disebabkan herpes simpleks tipe 1 biasanya ditemukan
pada bibir, rongga mulut, tenggorokan, dan jari tangan. Lokalisasi
penyakit yang disebabkan oleh herpes simpleks tipe2 umumnya adalah di
bawah pusat, terutama di sekitar alat genitalia eksterna.4

Gambar 4. Herpes Simpleks


b. Eritema multiforme.

Gambar 5. Eritema Multiform


c. Varisela
Gejala klinis berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa
jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini seperti tetesan embun
(tear drops). Vesikel akan berubah menjadi pustula dan kemudian menjadi
krusta. Lesi menyebar secara sentrifugal dari badan ke muka dan
ekstremitas.13
d. Impetigo vesiko-bulosa

8
Terdapat lesi berupa vesikel dan bula yang mudah pecah dan menjadi
krusta. Tempat predileksi di ketiak, dada, punggung dan sering bersamaan
dengan miliaria. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada anak-anak.13
2.7 Pemeriksaan Penunjang

Bila dari anamnesis didapatkan kemungkinan terjadi gangguan daya


tahan tubuh, maka tes darah dapat dilakukan, termasuk darah lengkap dan
adanya virus. Diagnosa herpes zoster berdasarkan munculnya ruam yang
khusus dengan disertai adanya nyeri. Tes ini dapat dilakukan baik dengan
kultur virus atau dengan PCR.8

Secara laboratorium, pemeriksaan dengan mikroskop elektron dan


antigen virus herpes zoster dapat dilihat secara imunofluoresensi. Apabila
gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk menegakkan diagnosis. Akan
tetapi pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksaan penunjang
antara lain:

1. Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan


2. mikroskop elektron
3. Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen
4. Tes serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.13

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksaan herpes zoster bertujuan untuk :14

1. Mengatasi infeksi virus akut.


2. Mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster.
3. Mencegah timbulnya neuralgia pasca herpetik.

Tujuan terapi konvensional adalah mempercepat penyembuhan lesi,


mengurangi nyeri yang menyertainya dan mencegah terjadinya komplikasi.
Obat-obat yang termasuk agen antivirus, kortikosteroid, analgesik NSAIDS
dan trisiklik anti depresan.
 Agen antiviral
Meskipun banyak penyelidikan klinis telah menunjukkan khasiat
dalam mengurangi durasi ruam dan keparahan rasa sakit yang terkait,
manfaatnya telah ditunjukkan pada pasien yang menerima perawatan di

9
dalam 72 jam setelah onset ruam. Tiga agen antiviral yang umum
digunakan adalah Acyclovir, Valacyclovir dan Famciclovir. Obat ini
umumnya baik ditoleransi dengan beberapa efek samping yang umum
seperti mual, sakit perut, sakit kepala dan muntah. Dosis Acyclovir 800 mg
per oral lima kali sehari selama 7 sampai 10 hari, 10 mg per kg IV setiap 8
jam selama 7 sampai 10 hari; Famciclovir 500 mg per oral tiga kali sehari
selama 7 hari. Valacyclovir 1.000 mg per oral tiga kali sehari selama 7
hari.11,6,12
 Kortikosteroid
Biasanya digunakan untuk manajemen nyeri di HZ, meskipun uji
klinis telah menunjukkan hasil yang tidak konsisten untuk mengurangi
perkembangan post herpetic neuralgia.11
 Analgesik dan NSAIDS
Individu dengan nyeri ringan sampai sedang merasakan kelegaan yang
memuaskan dengan penggunaan topikal atau oral analgesik seperti aspirin,
acetaminophen atau ibuprofen. Penggunaan suntikan blok saraf adalah
pilihan lain. Anestesi lokal mungkin disuntikkan di sekitar saraf yang
terkena dapat menghilangkan rasa sakit yang biasanya berlangsung 12-24
jam.14
 Trisiklik Antidepresan (TCA)
Dosis rendah TCA digunakan untuk post herpetic neuralgia tetapi
membutuhkan setidaknya 3 bulan untuk hasil positif.15

2.9 Prognosis

Prognosis dari penyakit herpes zoster tergantung dari sistem imun


penderita dan biasanya pada serangan kedua jarang terjadi.14

10
BAB III

KESIMPULAN

Herpes zoster merupakan sebuah manifestasi oleh reaktivasi virus


Varisela-zoster laten dari saraf pusat dorsal atau kranial. Virus varicella
zoster bertanggung jawab untuk dua infeksi klinis utama pada manusia yaitu
varisela atau chickenpox (cacar air).

Penularan virus herpes dapat terjadi karena kontak mukokutaneus


dengan sekret dari mulut maupun genital individu yang terinfeksi. Infeksi
herpes disebabkan oleh VHS-1 dan VHS-2 dengan sifat biologis dan serologis
yang berbeda.

Infeksi herpes zoster mengarah pada berbagai komplikasi pada area


terinfeksi apabila tidak diobati, dokter gigi harus memiliki pengetahuan
menyeluruh tentang kondisi, pengobatan dan pencegahan komplikasi. Dapat
dikatakan bahwa diagnosis awal dan pengelolaan cepat dari infeksi herpes
zoster dapat sangat membantu mengurangi ketidaknyamanan pasien dan
dalam pengecekan jangka panjang terhadap pasien juga perlu dilakukan untuk
mencegah komplikasi lebih jauh.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Ayuningati Lia Kinasih, Diah Mira Indramaya. Studi Retrospektif :


Karakteristik Pasien Herpes Zoster. Surabaya : Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga BIKKK. 2015. 27(3)
2. Saragih IV. Herpes Zoster Pada Geriatri. Medula. 2014. 2(1)
3. Rai NP., dkk. 2016. Herpes zoster infection of maxillary and mandibular
branch: A case report and current trends in management. International Journal
of Contemporary Medical Research. Vol.3, Issue 5
4. Laskaris George. Atlas Saku Penyakit Mulut. Edisi 2. Jakarta: EGC.2013.
Hal.104-106
5. Chhimwal Prachi ,dkk. HERPES ZOSTER: A CASE REPORT. Journal of
Dental & Oro-facial Research. 2015. Vol 11, Issue 1
6. Bandral Manjunath Reddy, dkk. 2010. Oral Complications of Herpes Zoster
Infection- Report of 3 Cases. INTERNATIONAL JOURNAL OF DENTAL
CLINICS Vol 2 Issue 4.
7. Vineet DA., dkk. 2013. Oro-Facial Herpes Zoster A Case Report with A
Detailed Review of Literature. Oral Maxillofacial Pathology Journal. Vol.4.,
No.1
8. Sinaga Dameria. Pengobatan Herpes Zoster (HZ) Opthalimica Dextra Dalam
Jangka Pendek Serta Pencegahan Postherpetic Neuralgia (PHN) . Jurnal
Ilmiah : 2014. 2(3)
9. Wijaya Lorettha, Regina. Neuralgia Pascaherpetika. Jakarta:2012. 39(6)
10. Vittarina Patria S, dkk. Herpes Zoster Oftalmikus Sinistra Diseminata dengan
Infeksi Sekunder pada Anak. Sari Pediatri. 2002. Vol. 4, No. 3
11. Rai Narendra Prakash, dkk. 2016. Herpes Zoster Infection of Maxillary and
Mandibular Branch: A Case Report and Current Trends in Management.
International Journal of Contemporary Medical Research Volume 3, Issue 5
12. Langlais Robert P, dkk. Atlas Berwarna Lesi Mulut Yang Sering Ditemukan
ed 4. Jakarta : EGC. 2014.
13. E. Tidwell, etc. 1999. Herpes zoster of the trigeminal nerve third branch: a
case report and review of the literature. Texas, USA
14. Katherine E. Galluzi, DO, CMD. 2009. Managing Herpes Zoster and
Postherpetic NeuralgiA vol.109. Jaoa.

12
15. Nico A. Lumenta, dkk. 2006. Kenali Jenis Penyakit dan cara
penyembuhannya: Manajemen Hidup Sehat. PT.Elex Media Komputindo.
Jakarta

13

Anda mungkin juga menyukai