Anda di halaman 1dari 5

Konsep Transkultural Keperawatan

Kazier barabara (1983), dalam bukunya yang berjudul Fundamental Of Nursing Concept
and Procedures mengatakan bahwa konsep keperawatan adalah tindakan keperawatan dan seni
merawat yang meliputi pengetahuan ilmu humanistik, filosopi keperawatan, praktik klinis
keperawatan, komunikasi dan ilmu sosial. Konsep ini menegaskan bahwa pelayanan dalam
perawatan manusia meliputi bio-psiko-sosio-kultural-spiritual. Sedangkan budaya merupakan
salah satu dari perwujudan atau bentuk interaksi yang nyata sebagai manusia yang bersifat sosial.
Pola kehidupan yang berlangsung lama dalam suatu tempat, selalu diulang sehingga membuat
manusia terikat dalam proses yang dijalaninya.

Leininger (2002), beberapa asumsi yang mendasari konsep transkultural berasal dari hasil
penelitian kualitatif tentang kultur, yang kemudian teori ini dipakai sebagai pedoman untuk
mencari culture care yang akan diaplikasikan.

Proses Keperawatan Transkultural


Model konseptual oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya
digambarkan dalam bentuk matahari terbit / sunrise model. Geisser (1991) menyatakan bahwa
proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi
terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan
dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi pada proses keperawatan transkultural.

1. Tahap Pengkajian
Pengkajian adalah proses pengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995).
Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada “Sunrise Model” yaitu:
a. Faktor teknologi (technological factors).
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat
penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Komponen yang
perlu dikaji yaitu kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, persepsi sehat
sakit, alasan mencari bantuan kesehatan, dan alasan klien memilih pengobatan
alternatif
b. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors).
Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah agama yang dianut, cara
pandang klien terhadap penyebab penyakit, status pernikahan, cara pengobatan, dan
kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kindship and social factors).
Faktor sosial dan keterikatan keluarga yang harusdikaji oleh perawat meliputi faktor-
faktor yaitu nama lengkap, nama panggilan, umur, tempat tanggal lahir, jenis
kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan
klien dengan kepala keluarga.
d. Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural values and lifeways factors). Nilai-
nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya
yang dianggap baik atau buruk. Faktor yang perlu dikaji seorang perawat yaitu posisi
dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan
makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan
aktivitas sehari-hari, dan kebiasaan membersihkan diri.
e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors). Kebijakan
dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi
kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle,
1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan yang
berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu,
cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
f. Faktor ekonomi (economical factors).
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat di antaranya: pekerjaan klien, sumber
biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain
misalnya asuransi, dan penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota
keluarga.
g. Faktor pendidikan (educational factors).
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur
pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka
keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional. Hal yang
perlu dikaji adalah: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya
untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak
terulang kembali.
2. Tahap Diagnosa Keperawatan
Terdapat tiga diagnosis keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan
keperawatan transkultural yaitu: gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan
ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
3. Tahap perencanaan dan pelaksaan
Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan
adalah melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien
(Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan
transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu: mempertahankan budaya yang dimiliki
klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya
klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila
budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
1. Cultural care preservation/maintenance:
a) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses melahirkan
dan perawatan bayi
b) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien;
c) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat.
2. Cultural care accomodation/negotiation:
a) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
b) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan,
c) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan
berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik.
3. Cultual care repartening/reconstruction:
a) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya;
b) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok;
c) Gunakan pihak ketiga bila perlu
d) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat
dipahami oleh klien dan orang tua,
e) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan.
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-masing melalui
proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang
akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Pemahaman budaya klien amat
mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang
bersifat terapeutik.
4. Tahap Evaluasi

Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien


tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya
klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang
mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat
diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

Aplikasi konsep transkultural keperawatan pada orang nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial. Definisi nyeri menurut keperawatan, menurut
Smeltzer & Bare (2008) nyeri adalah apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang
mengalaminya, yang ada kapan pun individu mengatakannya. Peraturan utama dalam merawat pasien
nyeri adalah bahwa semua nyeri adalah nyata, meskipun penyebabnya belum diketahui.
Keberadaan nyeri adalah berdasarkan hanya pada laporan pasien bahwa nyeri itu ada.
Aplikasi transkultural pada gangguan nyeri baik yang dilakukan oleh pasien berdasarkan
apa yang dipercaya olehnya atau yang dilakukan oleh perawat setelah melakukan pengkajian
tentang latar belakang budaya pasien adalah sebagai berikut:
a. Membatasi gerak dan istirahat. Seorang pasien yang mengalami nyeri diharuskan untuk tidak
banyak bergerak karena jika banyak bergerak dapat memperparah dan menyebabkan nyeri
berlangsung lama. Menurut pandangan umat Islam, seseorang yang menderita nyeri untuk
mengurangi tau meredakannya dengan posisi istirahat atau tidur yang benar yaitu badan lurus
dan dimiringkan ke sebelah kanan. Dengan posisi tersebut diharapkan dapat meredakan nyeri
karena peredaran darah yang lancer akibat jantung yang tidak tertindih badan sehingga dapat
bekerja maksimal.
b. Terapi
Kebanyakan orang mempercayai dengan dipijat atau semacamnya dapat meredakan nyeri
dengan waktu yang singkat. Namun, harus diperhatikan bahwa apabila salah memijat akan
menyebabkan bertambah nyeri atau hal-hal lain yang merugikan penderita. Dalam budaya
Jawa ada yang disebut dukun pijat yang sering didatangi orang banyak apabila mengalami
keluhan nyeri misalnya kaki terkilir.

Anda mungkin juga menyukai