Anda di halaman 1dari 9

Aqidah Islam

5
P engertian Aqidah

Aqidah berasal dari kata aqada yang artinya ikatan dua utas tali dalam satu buhul
sehingga bersambung. Aqad berarti pula janji, ikatan kesepakatan antara dua orang
yang mengadakan perjanjian. Aqidah menurut terminologi adalah sesuatu yang
mengharuskan hati membenarkannya, membuat jiwa tenang, dan menjadi
kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan. Istilah aqidah masih
bersifat umum untuk berbagai agama, misalnya aqidah Trinitas pada Kristen atau
Trimurti pada Hindu dan sebagainya.

Aqidah Islam dalam Al-Quran disebut iman. Ia bukan hanya berarti percaya, melainkan
keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berperilaku. Karena itu, lapangan
iman sangat luas bahkan mencakup segala sesuatu yang dilakukan seorang muslim
yang disebut amal shaleh. Oleh karena itu, iman didefinisikan sebagai berikut :
“Mengucapkan dengan lisan, membenarkan dengan hati dan melaksanakan
dengan segala anggota badan ( perbuatan ).”
Seseorang dinyatakan beriman bukan hanya percaya terhadap sesuatu, melainkan
kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai
dengan keyakinan tersebut. Karena itu, iman bukan hanya dipercayai atau diucapkan,
melainkan bersatu secara utuh dalam diri seseorang yang dibuktikan dalam
perbuatannya.
Aqidah Islam adalah dasar-dasar pokok kepercayaan atau keyakinan hati seorang
muslim yang bersumber dari ajaran Islam. Hal ini wajib dipegang oleh seorang muslim
sebagai sumber keyakinan yang mengikat.
Aqidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam Islam. Ia merupakan keyakinan
yang menjadi dasar dari segala sesuatu tindakan atau amal. Seseorang dipandang
sebagai muslim atau bukan bergantung pada aqidahnya. Apabila ia beraqidah Islam,
maka segala sesuatu yang dilakukannya akan bernilai sebagai amaliah atau amal

Aqidah Islam | 69
Pendidikan Agama Islam

shaleh, apabila sebaliknya, segala amalnya tidak memiliki arti apa-apa sekalipun
bernilai.
Aqidah Islam atau iman mengikat seorang muslim sehingga ia terikat dengan segala
aturan hukum yang datang dari Islam. Karena itu, menjadi seorang muslim berarti
meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran Islam, seluruh
hidupnya didasarakan pada ajaran Islam. Allah berfirman dalam QS Al-Baqarah [2] :
208

         

     

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam


keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”

Aqidah sebagai fondamen utama ajaran Islam bersumber pada Al-Quran dan Sunnah
Rasul. Dalam hal yang berkaitan dengan keyakinan tidak seluruhnya dapat ditemukan
oleh kemampuan yang dimiliki manusia. Misalnya, manusia dapat memikirkan alam
raya yang begitu teratur dan simbang, tetapi manusia tidak dapat mengetahui siapa
yang mengatur dan menciptakannya, karena kemampuan akalnya sangat terbatas.
Dan karena itu untuk dapat mengetahuinya dibutuhkan informasi.

Di sini wahyu memberi tahu bahwa yang menciptakan alam raya ini adalah Allah.
Demikian halnya, manusia mengetahui bahwa dalam kehidupan dunia ini, yang baik
tidak selalu beruntung dan yang jahat tidak selalu mendapat hukuman. Ia
memerlukan keadilan yang tidak bisa ditutupi. Di sini manusia diberitahu bahwa ada
pengadilan yang akan digelar Allah Yang Maha Adil di akhirat nanti, lalu mencullah
pengetahuan adanya surga dan neraka serta hal-hal lainnya yang bersifat ghaib.

Demikian pula hal-hal yang berkaitan dengan ibadah sebagai konsekwensi dari
adanya keyakinan atau aqidah memerlukan informasi yang hanya dapat diketahui
manusia berdasarkan firman Allah atau Sunnah Rasul.

F ungsi dan Peranan Aqidah

 Menuntun dan mengembangkan dasar Ketuhanan yang dimiliki manusia sejak


lahir
Manusia sejak lahir memiliki potensi keberagamaan (fitrah) sehingga sepanjang
hidupnya membutuhkan agama dalam rangka mencari keyakinan terhadap
Tuhan. Aqidah Islam berperan dalam memenuhi kebutuhan fitrah manusia
tersebut, menuntun dan mengarahkan manusia pada keyakinan yang benar
tentang Tuhan, tidak menduga-duga atau mengira-ngira, melainkan menunjukkan
Tuhan yang sebenarnya.

Aqidah Islam | 70
Pendidikan Agama Islam

 Memberikan ketenangan dan ketentraman jiwa


Agama sebagai kebutuhan fitrah akan senantiasa menuntut dan mendorong
manusia untuk terus mencarinya. Aqidah memberikan jawaban yang pasti
sehingga kebutuhan ruhaniahnya dapat terpenuhi. Ia memperoleh ketenangan
dan ketentraman jiwa yang diperlukannya.

 Memberikan pedoman hidup yang pasti


Keyakinan terhadap Tuhan memberikan arahan dan pedoman yang pasti sebab
aqidah menunjukkan kebenaran keyakinan yang sesungguhnya. Aqidah
memberikan pengetahuan asal dan tujuan hidup manusia sehingga akan lebih
jelas dan lebih bermakna.
Aqidah Islam sebagai keyakinan akan membentuk perilaku bahkan
mempengaruhi kehidupan seorang muslim. Abu A’la Al-Maududi menyebutkan
pengaruh aqidah tauhid sebagai berikut :
 Menjauhkan manusia dari pandangan yang sempit dan picik
 Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga diri.
 Menumbuhkan sifat rendah hati dan khidmat.
 Membentuk manusia menjadi jujur dan adil.
 Menghilangkan sifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap
persoalan dan situasi.
 Membentuk pendirian yang teguh, kesabaran, ketabahan dan optimisme.
 Menanamkan sifat ksatria, semangat dan berani, tidak gentar menghadapi
resiko bahkan tidak takut kepada maut.
 Menciptakan sikap hidup damai dan ridha.
 Membentuk manusia menjadi patuh, taat dan disiplin menjalankan peraturan
Illahi.

T ingkatan Aqidah

Aqidah atau iman yang dimiliki seseorang tidak selalu sama dengan orang lain. Ia
memiliki tingkatan-tingkatan tertentu bergantung pada upaya orang itu. Iman pada
dasarnya berkembang, ia bisa tumbuh seubur atau sebaliknya. Iman yang tidak
diperlihara akan berkurang, mengecil atau hilang sama sekali.

Tingkatan aqidah tersebut adalah :


 Taqlid, yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas pendapat orang yang
diikutinya tanpa dipikirkan.
 Yakin, yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas bukti dan dalil yang jelas, tapi
belum sampai menemukan hubungan yang kuat antara obyek keyakinan dengan
dalil yang diperolehnya. Hal ini memungkinkan orang terkecoh oleh sanggahan-
sanggahan atau dalil-dalil lain yang lebih rasional dan lebih mendalam.
 ‘Ainul Yakin, yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas dalil-dalil rasional, ilmiah
dan mendalam, sehingga mampu membuktikan hubungan antara obyek
keyakinan dengan dalil-dalil serta mampu memberikan argumentasi yang rasional

Aqidah Islam | 71
Pendidikan Agama Islam

terhadap sanggahan-sanggahan yang datang. Ia tidak mungkin terkecoh oleh


argumentasi lain yang dihadapkan kepadanya.
 Haqqul Yakin, yaitu tingkat keyakinan yang selain didasarkan atas dalil-dalil
rasional, ilmiah dan mendalam dan mampu membuktikan hubungan antara obyek
keyakinan dengan dalil-dalil serta mampu memberikan argumentasi yang rasional
dan selanjutnya dapat menemukan dan merasakan keyakinan tersebut melalui
pengalaman agamanya.

K eesaan Allah

Manusia dapat saja mempercayai bahwa ada Tuhan yang menciptakan alam ini, tetapi
hal itu berdasarkan pikirannya. Manusia tidak akan dapat mengetahui siapa dan
bagaimana Tuhan itu. Dalam aqidah Islam, Tuhan memperkenalkan diri-Nya dan
memberitahukan sifat-sifat-Nya kepada manusia melalui firman-Nya yang
disampaikan kepada utusan-Nya. Karena itu, Tuhan dalam Islam adalah Tuhan
menurut Tuhan sendiri yang tidak mungkin salah.
Beriman kepada Allah merupakan hal yang paling pokok dan mendasar, merupakan
dasar bagi keimanan selanjutnya. Jika seseorang telah beriman kepada Allah, maka
apa saja yang datang dari Allah akan diterimanya tanpa reserve.
Iman kepada Allah serta iman kepada sifat-sifat-Nya akan menandai perilaku seorang
muslim. Keyakinan yang ada dalam dirinya akan dibuktikan pada dampak perilakunya.
Jika seseorang telah beriman bahwa Allah itu ada, Maha Melihat dan Maha
Mendengar, maka dalam perilaku orang itu akan lahir sikap hati-hati dan waspada. Ia
tidak akan merasa sendirian, sekalipun tidak ada orang lain di sekitarnya, sebab ia
yakin bahwa Allah itu ada. Ia bisa sembunyi dari manusia tetapi tidak bisa menghindar
dari Allah. Karena itu, selama iman itu melekat dalam dirinya, tidak mungkin ia dapat
berbuat tidak yang sesuai dengan perintah Allah. Karena itu tidak salah kalau ulama
mengatakan bahwa seseorang berbuat dosa pada saat imannya tidak ada. Perbuatan
baik dan buruk yang dilakukan seeorang bergantung kepada imannya.

M alaikat dan Makhluk Ghaib Lainnya

Allah menciptakan malaikat, yaitu makhluk ghaib yang melaksanakan tugas-tugas


yang diberikan Allah. Ia diciptakan dari cahaya. Seorang muslim wajib mengimani
adanya malaikat sebagai makhluk Allah disamping manusia, jin dan iblis. Keyakinan
kepada malaikat dan makhluk ghaib lainnya didasarkan kepada firman Allah.
Keyakinan tersebut bukan hanya sebatas mengetahui nama dan tugasnya, melainkan
melahirkan dampaknya pada perilaku. Jika kita meyakini adanya malaikat yang
senantiasa mencatat kebaikan dan keburukan manusia setiap saat, yaitu Raqib dan
Atid, ia akan selalu berhati-hati.
Segala perbuatannya akan dicatat dan diminta pertanggungjawabannya pada saatnya
nanti. Ia tidak akan pernah putus asa, segala usahanya tidak lepas bagitu saja
sekalipun hasilnya di dunia tidak dapat ia rasakan, tetapi di akhirat akan ia terima. Ia
selalu bergerak terus berusaha, sebab hidup adalah proses dan setiap proses dicatat

Aqidah Islam | 72
Pendidikan Agama Islam

oleh malaikat tanpa ada yang terlewat. Karena itu iman kepada malaikat melahirkan
sikap hati-hati, optimis dan dinamis, tidak mudah putus asa atau kecewa. Demikian
pula apabila orang meyakini adanya iblis atau setan, maka ia akan senantiasa waspada
untuk tidak terjerat kepada godaan yang dapat menyesatkan.

A l-Quran dan Kitab Suci Lainnya

Allah menurunkan wahyu-Nya kepada manusia melaui Rasulnya yang tertulis dalam
kitab-kitab-Nya. Kitab-kitab Allah berisi informasi-informasi, aturan-aturan dan hukum-
hukum dari Allah bagi manusia. Kitab-kitab Allah itu menjadi pedoman hidup manusia
di dunia agar hidup manusia teratur, tentram serta bahagia.
Kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada manusia telah disesuaikan dengan tingkat
perkembangan budaya manusia. Kitab-kitab terdahulu seperti Zabur, Taurat dan Injil
diturunkan Allah untuk kelompok masyarakat dan bangsa tertentu, sesuai dengan
tingkat perkembangan budaya manusia pada saat itu. Aturan-aturan dalam kitab-
kitab Allah itu dikemukakan dalam ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan
tingkat kecerdasan mereka.
Dari segi isi terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaan yang ada pada kitab-
kitab itu terletak pada aspek aqidah, yaitu tauhid atau mengEsakan Allah. Aspek-
aspek hukum atau syariat mengalami perkembangan dari satu kitab ke kitab lainnya.
Dalam hal aqidah secara prinsipil sama, tetapi diungkapkan dalam pemaparan bahasa
yang berbeda. Dalam Al-Quran pemaparan prinsip tauhid diperkaya dengan berbagai
penjelasan dan bukti yang memberikan argumentasi yang jelas dan tepat, karena
umat Nabi Muhammad telah mampu mengembangkan nalar dan argumentasi. Pada
Nabi-nabi terdahulu tidak demikian, karena tingkat perkembangan pemikirannya
belum membutuhkannya.
Demikian pula dalam persoalan hukum, pada Al-Quran aturan-aturan Allah
dikemukakan secara luas dan jelas.
Kitab-kitab Allah sebelumnya telah hilang atau sekalipun dianggap ada telah
mengalami perubahan karen perkembangan waktu dan intervensi pikiran manusia ke
dalamnya. Oleh karena itu, Allah menurunkan Al-Quran untuk meluruskan kesalahan
tersebut dan menghapus kelaikan kitab-kitab sebelumnya dan menggantikannya
dengan Al-Quran. Kitab-kitab terdahulu hanya diimani adanya, tetapi keterpakaiannya
sudah berakhir sejak Al-Quran turun, sebagaimana firman Allah :

          

“....... pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama
bagimu .... “ ( QS Al-Maidah [5] : 3 )
Iman kepada kitab Allah bagi manusia dapat memberikan keyakinan yang kuat akan
kebenaran jalan yang ditempuhnya. Jalan yang harus ditempuh manusia telah
diberitahukan Allah dalam kitab suci. Manusia tidak memiliki kemampuan untuk
melihat masa depan yang akan ditempuhnya setelah kehidupan ini berakhir. Dengan
pemberitahuan kitab suci manusia dapat mengatur hidupnya menyesuaikan dengan

Aqidah Islam | 73
Pendidikan Agama Islam

rencana Allah sehingga memiliki harapan masa depan yang jelas. Itulah sebagian dari
implementasi iman kepada kitab Allah yang membentuk perilaku manusia dalam
kehidupannya di dunia.

T ugas Rasul dan Muhammad

Allah menurunkan wahyu tidak kepada semua orang, tetapi dipilih salah satu
diantaranya sebagai utusan-Nya. Rasul adalah manusia yang dipilih Allah dan diberi
kuasa untuk menerangkan segala sesuatu yang datang dari Allah. Bukti kerasulannya
adalah mukjizat dan kitab Allah yang tak tertandingi mutunya. Melalui Rasul, manusia
dapat mengetahui segala sesuatu tentang Allah seolah-olah manusia berhubungan
dengan Allah.
Allah mengutus Rasulnya sejak Nabi Adam hingga Nabi yang terakhir Muhammad
SAW. Beriman kepada para Rasul merupakan tuntunan iman kepada Allah. Disamping
itu, iman kepada Rasul merupakan kebutuhan manusia, karena adanya Rasul manusia
dapat melihat contoh perilaku yang sesuai dengan Kehendak Allah. Pada saat
Rasulullah tidak ada lagi, perilaku tersebut dapat diketahui melaui hadits-haditsnya.
Beriman kepada Rasul merupakan prasyarat adanya keimanan terhadap kebenaran
ajaran yang dibawanya. Oleh karena itu, antara iman kepada Allah dan iman kepada
Rasul tidak bisa dipisahkan sehingga dalam ajaran Islam syahadatain menjadi pintu
masuk dan syarat seorang muslim.

H ukum Alam dan Hari Kiamat

Alam ciptaan Tuhan terikat oleh ruang, waktu serta hukum-hukum yang ditetapkan-
Nya (sunnatullah). Sunnatullah yang ditetapkan pada segala ciptaan adalah rusak,
hilang dan berakhir. Sesuai dengan hukum tersebut dan dikuatkan pemberitaan dari
Allah bahwa dunia akan berakhir pada suatu saat yang disebut hari akhir atau hari
kiamat. Pada hari itu alam akan mengalami kehancuran total karena bagaimanapun
sesuatu yang dibuat akan mengalami kemusnahan.
Hari kiamat merupakan rencana Allah yang pasti akan datang saatnya. Sifat-sifat
kiamat digambarkan Allah dalam Al-Quran bahwa pada hari itu seluruh alam akan
dihancurkan, manusia akan digiring kehadapan pengadilan Allah Yang Maha Adil,
semua akan diperiksa menurut amal perbuatannya masing-masing. Disini tidak ada
yang bisa sembunyi atau disembunyikan. Semua orang bertanggungjawab atas
perbuatannya masing-masing tanpa ada yang terlewatkan. Disini tidak ada yang
dapat menolong kecuali amal shaleh yang pernah dilakukannya selama hidup di
dunia.
Beriman kepada hari kiamat adalah meyakini akan kedatangannya. Keimanan itu
melahirkan dampak bagi kehidupan seorang muslim, yaitu meyakini bahwa tidak ada
yang sia-sia dalam hidup ini, semua perbuatan akan dihitung. Oleh karena itu, tiap
detik diupayakan untuk memiliki makna yang baik yang akan ditemui di hari kiamat
kelak. Di dunia ketidakadilan bisa terjadi dan bisa ditutupi, tetapi tidak demikian pada
pengadilan Allah. Seorang muslim tidak akan putus asa atau kecewa apabila
ketidakadilan menimpa dirinya sebab ia meyakini adanya pengadilan yang Maha Adil.

Aqidah Islam | 74
Pendidikan Agama Islam

Seorang muslim tidak akan frustasi karena satu kegagalan. Setiap usaha yang
dilakukannya bermakna ganda, yaitu kesuksesan material yang dapat dinikmati di
dunia dan kesuksesan di akhirat. Karena itu, jika hasil usaha tidak dapat dinikmati di
dunia, ia memiliki harapan untuk menikmatinya di akhirat. Dengan demikian iman
kepada hari kiamat melahirkan jiwa yang hati-hati, melakukan perbuatan yang
bermuatan ganda, yaitu untuk kehidupan dunia dan sekaligus akhirat. Ia akan hidup
optimis menatap masa depan dan mengisi hari-harinya dengan beramal shaleh
sehingga hidupnya dinamis. Ia akan terhindar dari sikap malas, dan suka melamun
atau mengkhayal. Ia akan terus berproses, sehingga hidupnya betul-betul bermakna.

Q adha dan Qadar

Takdir berasal dari kata qadara yang berarti mengukur, memberi kadar atau ukuran.
Semua makhluk dikenai takdir oleh Allah. Mereka tidak dapat melampaui batas
ketetapan itu dan Allah menuntun ke arah yang seharusnya.
Pada alam, takdir disamakan dengan istilah sunnatullah. Bagi manusia tidak
sepenuhnya istilah ini sesuai dengan yang dimaksud dengan takdir. Manusia
mempunyai kemampuan yang terbatas sesuai dengan ukuran yang diberikan Allah
kepadanya, misalnya ia tidak bisa terbang. Hal ini merupakan ukuran atau batas
kemampuan yang diberikan Allah kepadanya. Ia tidak bisa melampauinya kecuali jika
menggunakan akalnya, menciptakan alat, hanya akalnyapun terbatas. Di sisi lain,
manusia berada di bawah hukum-hukum Allah. Segala yang dilakukan tidak terlepas
dari hukum-hukum yang telah mempunyai kadar dan ukuran tertentu. Hanya karena
hukum-hukum sangat banyak, dan manusia dapat memilih, maka manusia memilih di
antara takdir yang ditetapkan Allah terhadap alam.
Allah menetapkan suatu malapetaka berdasarkan hukum-hukumnya dan manusia
dapat memilih untuk menghindari. Apabila ia tidak menghindar akibat yang akan
menimpanya itu adalah takdir dan apabila ia menghindar dan luput dari malapetaka
itu, maka itupun dikatakan takdir. Manusia dianugrahi Allah kemampuan untuk
memilih. Kemampuan inipun merupakan takdir yang dianugrahkan Allah kepada
manusia.
Jadi jelaslah, takdir tidak menghalangi manusia untuk berusaha menemukan nasibnya
sendiri, sambil memohon bantuan Allah. Allah Maha Kuasa untuk menentukan apa
yang dikehendaki-Nya.
Beriman kepada takdir akan melahirkan sikap optimisme, tidak mudak kecewa atau
putus asa sebab yang menimpa setelah segala usaha dilakukan merupakan takdir
Allah. Sesungguhnya Allah akan selalu memberikan yang terbaik sesuai dengan sifat-
Nya Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Jika terjadi suatu musibah, maka kita harus
bersabar. Sesuatu yang buruk menurut kita, tidak selalu buruk menurut Allah. Sangat
mungkin untuk kebaikan kita dimasa depan, kita diberikan cobaan. Sebaliknya, yang
menurut kita baik, tidak selalu baik pula menurut Allah. Oleh karena itu dalam kaitan
takdir ini seyogyanya lahir sikap sikap sabar dan tawakal dengan terus berusaha
sesuai dengan kemampuan.
Rukun iman yang telah disebutkan di atas, pada dasarnya suatu kesatuan yang
sistemik. Informasi tentang Allah dapat diketahui melalui pemberitaan yang
disampaikan melalui perantaraan malaikat yang terkumpul dalam kitab Allah dan

Aqidah Islam | 75
Pendidikan Agama Islam

disampaikan kepada Rasulullah. Berisi tuntunan untuk dapat mencapai kebahagiaan


abadi yang dimulai dengan hari kiamat. Semua itu merupakan ketentuan dari Allah
yang tidak bisa dielakkan lagi.

K eterkaitan Iman Kepada Allah dan Rasul Dalam Syahadat

Manusia tidak mungkin mengetahui informasi tentang Tuhan, kecuali Tuhan sendiri
mengemukakan sifat-sifat-Nya melalui wahyu. Percaya kepada Rasul merupakan awal
pengenalan kepada Allah. Segala informasi yang berkenaan dengan-Nya terkandung
dalam kumpulan wahyu (Al-Quran) yang diturunkan kepada Rasulullah.
Kalimat syahadat sebagai persaksian kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan
rangkaian keyakinan yang tidak bisa dipisahkan. Jika seorang percaya terhadap
adanya Allah, ia harus mencari Rasul-Nya karena tidak setiap manusia dapat
berhubungan langsung dengan Allah. Rasul yang dipilih itu membawa bukti
kerasulannya melalui penunjukan Allah sendiri, dan bukti itu adalah Al-Quran.
Al-Quran menerangkan secara detil tentang Rasul yang harus dipercaya oleh seluruh
manusia agar mereka mengetahui secara benar tentang hal ihwal Tuhannya. Allah
berfirman dalam QS Fushilat [41] : 6

           

    

“Katakanlah : "Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu,


diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha
Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah
ampun kepada-Nya dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang
mempersekutukan-Nya.”
Lebih lanjut ihwal kerasulan Muhammad diterangkan dalam QS An-Najm [53] : 2-4

             

  

“Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru (2) Dan tiadalah
yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya (3)
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan
(kepadanya)(4)”
Dengan demikian dapat dipahami bahwa keterkaitan antara iman kepada Allah dan
iman kepada Rasul tidak dapat dipisahkan. Manusia tidak mungkin memahami dan
mengetahui Allah secara langsung dari Allah sendiri, karena yang berhak
berhubungan langsung dengan Allah hanyalah Rasul melalui jalur wahyu. Allah
berfirman dalam QS Al-Baqarah [2] : 118

Aqidah Islam | 76
Pendidikan Agama Islam

            

           

 

“Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata : "Mengapa Allah tidak


(langsung) berbicara dengan kami atau datang tanda-tanda kekuasaan-Nya
kepada kami ?" demikian pula orang-orang yang sebelum mereka telah
mengatakan seperti ucapan mereka itu, hati mereka serupa. Sesungguhnya
Kami telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada kaum yang
yakin.”

Karena itu, tidak mungkin seseorang menerima wahyu langsung dari Allah, kecuali ia
seorang Rasul. Masa turunnya Rasul sudah selesai yang diakhiri dengan sempurnanya
ajaran Islam melalui wahyu yang turun kepada Nabi Muhammad SAW. Oleh karena
itu, Islam tidak mengakui adanya segala macam wahyu dan wangsit setelah Nabi
Muhammad SAW wafat. Wahyu hanya turun kepada Rasul seperti firman-Nya dalam
QS Asy-Syuraa [42] : 51

              

        

“Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata


dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau
dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya
dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi
lagi Maha Bijaksana.”
Dengan demikian, dua kalimat syahadat merupakan pembuka keyakinan seorang
muslim dan sekaligus sebagai awal penerimaan terhadap segala kandungan wahyu
yang diturunkan kepada Rasul. Jika seseorang telah meyakini keberadaan Allah, maka
apapun yang datang dari Allah akan diterimanya tanpa reserve. Dengan alasan ini,
dapat dipahami jika dua kalimat syahadat merupakan prasyarat awal pengakuan
seseorang sebagai muslim.

Aqidah Islam | 77

Anda mungkin juga menyukai