SIFAT PROTEIN
Latar Belakang
Mempelajari sifat – sifat protein yaitu sifat koagulasi, sifat amfoter, dan sifat
reversible protein.
TINJAUAN PUSTAKA
Protein
Protein berasal dari bahasa Yunani “proteios” yang berarti pertama atau
utama. Protein merupakan makromolekul yang menyusun lebih dari separuh bagian
dari sel. Protein menentukan ukuran dan struktur sel, komponen utama dari sistem
komunikasi antar sel serta sebagai katalis berbagai reaksi biokimia di dalam sel.
Karena itulah sebagian besar aktivitas penelitian biokimia tertuju pada protein
khususnya hormon, antibodi, dan enzim. Protein adalah zat makanan yang
mengandung nitrogen yang diyakini sebagai faktor penting untuk fungsi tubuh,
sehingga tidak mungkin ada kehidupan tanpa protein. Protein merupakan
makromolekul yang terdiri dari rantai asam amino yang dihubungkan oleh ikatan
peptida membentuk rantai peptida dengan berbagai panjang dari dua asam amino
(dipeptida), 4-10 peptida (oligopeptida), dan lebih dari 10 asam amino
(polipeptida). Tiap jenis protein mempunyai perbedaan jumlah dan distribusi jenis
asam amino penyusunnya. Berdasarkan susunan atomnya, protein mengandung 50-
55% atom karbon (C), 20-23% atom oksigen (O), 12-19% atom nitrogen (N), 6-7%
atom hidrogen (H), dan 0,2-0,3% atom sulfur (S) (Greaser dan Gergely 2013).
Sifat Amfoter
Amfoter adalah suatu zat atau unsur maupun senyawa yang dapat bersifat
asam atau basa, tergantung kondisi lingkungannya. Senyawa amfoter merupakan
senyawa yang dapat bereaksi dengan asam maupun basa. Hal ini disebabkan karena
molekulnya mempunyai muatan positif dan negatif. Pada saat titik isoelektrik
dicapai, muatan positif dan negatifnya adalah sama. Bila pH di atas titik isoelektrik,
protein akan bermuatan negatif. Sebaliknya apabila pH berada di bawah titik
isoelektrik, protein akan bermuatan positif (Santoso dan Estiasih 2014)
Koagulasi
Putih Telur
Putih telur adalah cairan putih (disebut juga albumen atau glair/glaire) yang
terkandung di dalam sebuah telur. Cairan ini terdapat di dalam telur yang sudah
dibuahi dan yang belum dibuahi. Putih telur terdiri dari 10% protein terlarut di air.
Kegunaan putih telur adalah untuk melindungi kuning telur dan menyediakan
nutrisi tambahan bagi pertumbuhan embrio, karena putih telur kaya akan protein
dan rendah lemak, yang merupakan kebalikan dari kuning telur, yang mengandung
nilai lemak yang tinggi. Putih telur memiliki banyak kegunaan kuliner dan non-
kuliner. Putih telur mengandung banyak protein penting secara fungsional.
Ovalbumin (54%), ovotransferrin (12%), ovomucoid (11%), ovomucin (3,5%), dan
lisozim (3,5%) adalah di antara yang utama protein yang memiliki potensi tinggi
untuk aplikasi industri jika dipisahkan (Abeyrathne 2013)
Susu Murni
Susu adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan oleh kelenjar
susu mamalia betina. Protein dalam susu mencapai 3,25%. Struktur primer protein
terdiri atas rantai polipeptida dari asam-asam amino yang disatukan ikatan-ikatan
peptida (peptide linkages). Beberapa protein spesifik menyusun protein susu.
Kasein merupakan komponen protein yang terbesar dalam susu dan sisanya berupa
whey protein. Kadar kasein pada protein susu mencapai 80%. Kasein terdiri atas
beberapa fraksi seperti alpHa-casein, betha-casein, dan kappa-casein. Kasein
merupakan salah satu komponen organik yang berlimpah dalam susu bersama
dengan lemak dan laktosa.Whey protein merupakan protein butiran (globular).
Betha-lactoglobulin, alpHa-lactalbumin, Immunoglobulin (Ig), dan Bovine Serum
Albumin (BSA) adalah contoh dari whey protein. AlpHa-lactalbumin merupakan
protein penting dalam sintesis laktosa dan keberadaannya juga merupakan pokok
dalam sintesis susu. Susu segar mempunyai sifat amfoter, artinya dapat berada di
antara sifat asam dan sifat basa. Secara alami pH susu segar berkisar 6,5–6,7. Bila
pH susu lebih rendah dari 6,5, berarti terdapat kolostrum ataupun aktivitas
bakteri. (Menard 2010).
Susu Skim
Susu skim adalah susu yang telah diambil lemaknya. Protein yang terdapat
dalam susu skim adalah kasein. Kasein merupakan protein amfoterik yang
mempunyai sifat asam maupun basa, tetapi biasanya menpunyai sifat asam. Bakteri
memecah protein dengan menghasilkan energi dalam jumlah kecil, tetapi nitrogen
dari hasil pemecahan tersebut digunakan untuk membangun protoplasma didalam
sel. Semakin tinggi susu skim yang ditambahkan semakin tinggi kadar proteinnya
karena susu skim sendiri merupakan sumber protein. Susu skim digunakan untuk
mencapai kandungan solid non fat dan sebagai sumber protein jadi secara otomatis
kadar protein semakin tinggi, sama halnya dengan jumlah asam (asam laktat),
karena susu skim sebagai media pertumbuhan bakteri asam laktat. Penambahan
maltodekstrin sebagai penstabil agar produk yoghurt mempunyai konsistensi dan
stabilitas yang baik, jadi semakin konsistensinya tinggi semakin tinggi protein yang
terdapat pada produk. Karena maltodekstrin disini mengikat protein yang larut
dalam air dengan adanya maltodekstrin protein akan terikat walaupun dalam jumlah
sedikit protein akan larut. Penambahan maltodekstrin yang semakin tinggi sampai
10% akan mengikat protein semakin tinggi (Herawati dan Wibawa 2011)
Sari Kedelai
Titik Isoelektrik
Daya reaksi berbagai jenis protein terhadap asam dan basa tidak sama,
tergantung dari jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam molekul. Dalam
larutan asam (pH rendah), gugus amino bereaksi sebagai basa, sehingga protein
bermuatan positif. Bila pada kondisi ini dilakukan elektrolisis, maka molekul
protein akan bergerak ke arah katode. Sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi)
molekul protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif, sehingga
molekul protein akan bergerak menuju anode. Pada pH tertentu yang disebut titik
isolistrik (pI), muatan gugus amino, dan karboksil bebas akan saling menetralkan
sehingga molekul bermuatan nol. Titik isolistrik dapat juga ditetapkan dengan
titrasi. Ketika lebih banyak basa ditambahkan, semua bentuk kation dirubah
menjadi ion dipolar yang netral. pH pada saat terjadinya hal ini adalah titik
isolistrik. Dengan penambahan basa yang lebih banyak lagi, ion dipolar diubah
menjadi anion. Titik isolistrik tersebut ditunjukkan pada kurva titrasi. Tiap jenis
protein mempunyai titik isolistrik yang berlainan. Perbedaan inilah yang dijadikan
pedoman dalam proses-proses pemisahan serta pemurnian protein. pH isoelektrik
berkisar anatar 4-4,5 (Linggih, 1988).
MATERI DAN METODE
Materi
Alat yang digunakan saat praktikum adalah gelas piala, tabung reaksi, pH
meter atau kertas indikator pH, pengaduk, suntikam, pemanas air, dan lain-lain yang
dibutuhkan. Bahan yang digunakan pada praktikum antara lain : larutan HCL 0,1
N, NaOH 0,1 N, HgCl2 jenuh, formaldehyde 10%, putih telur ayam ras, susu sapi
dan sari kedelai, dan aquadest.
Metode
Hasil
Berikut adalah tabel dari hasil pengamatan wujud putih telur, susu murni,
susu skim, dan susu kedelai sebelum dan sesudah dipanaskan.
Tabel 1 Uji Kelarutan Protein Terhadap Pemanasan
Bahan Sebelum Sesudah
Susu Skim
Warna Putih Putih
Kekentalan ++ ++
Gumpalan - -
Susu Murni
Warna Putih Putih
Kekentalan + +
Gumpalan - Terdapat gumpalan
Susu Kedelai
Warna Putih Putih
Kekentalan +++ +++
Gumpalan - -
Putih Telur
Warna Bening Bening
Kekentalan +++++ Padat
Gumpalan - Sangat menggumpal
Berikut adalah tabel dari hasil pengamatan wujud putih telur, susu murni,
susu skim, dan susu kedelai sebelumdan sesudah ditetesi Formaldehyd
Tabel 2 Penambahan Logam Berat
Sebelum Setelah Setelah
Bahan tetes
Formaldehyde Formaldehyde Pemanasan
Putih Telur Bening Sedikit
+++ Bening menguning
Tidak ada 2 + ++++
Ada sedikit Menggumpal
(padat)
Sedikit
menguning
Bening
++++
4 ++
Ada
Lumayan
gumpalan di
tengah
Bening Sedikit
6 +++ menguning
Ada +++++
Menggumpal
Sedikit
Bening
menguning
8 ++++
+++++
Ada banyak
Menggumpal
Sedikit
Bening
menguning
10 +++++
+++++
Ada banyak
Menggumpal
Susu skim Putih Putih
Putih
+ +
2 Ada endapan
Tidak ada Ada sangat
sedikit
sedikit
Putih
Putih
++
4 +
Ada endapan
Sangat sedikit
sedikit
Putih
Putih
++
6 +
Ada endapan
Sangat sedikit
sedikit
Putih
+++
Putih
Ada
8 +
gumpalan
Sangat sedikit
lumayan
banyak
Putih
Putih ++++
10 + Ada
Sangat sedikit gumpalan
banyak
Susu murni ½ putih ½ putih
Putih
kekuningan kekuningan
2 Mengendap
+++ +
sedikit
Ada Ada
½ putih Putih
kekuningan ++
4
+ Mengendap
Ada sedikit
½ putih
Putih
kekuningan
6 +++
+++
Ada endapan
Ada
½ putih Putih
kekuningan ++++
8
++++ Ada endapan
Ada dan gumpalan
½ putih
Putih
kekuningan
10 +++++
+++++
Menggumpal
Ada banyak
Susu kedelai Putih tulang Putih tulang
Putih tulang
++ ++
2 ++
Ada sedikit Gumpalan
Ada
sedikit
Putih tulang
Putih tulang
+++
4 +++
Ada
Ada
gumpalan
Putih tulang
Putih tulang +++
6 ++++ Ada
Ada gumpalan
sedikit
Putih tulang
Putih tulang ++++
8 ++++ Gumpalan
Ada lumayan
banyak
Putih tulang
Putih tulang
+++++
10 +++++
Gumpalan
Ada banyak
banyak
Berikut adalah tabel dari hasil pengamatan wujud putih telur, susu murni,
susu skim, dan susu kedelai sebelum dan sesudah ditetesi HgCl2.
Tabel 3 Penambahan HgCl2
Bahan Jumlah tetes HgCl2
Putih telur 2
Susu murni 100
Susu kedelai 2
Susu skim 125
Berikut adalah tabel dari hasil pengamatan wujud putih telur setelah ditetesi
NaOH dan HCl.
Tabel 4 Reaksi dengan asam dan basa pH putih telur = 9
Volume HCl 0.1 Volume NaOH
pH pH
N (mL) 0.1 N (mL)
1 3
1 2
2 5
2 4
3 7
3 2
4 10
4 1
5 12
7
6
5
4
3
2
1
0
0 1 2 3 4 5
Volume (ml)
NaOH 0.1 N HCl 0.1 N
Pembahasan
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Abeyrathne E.. 2013. Egg white proteins and their potential use in food processing
or as nutraceutical and pharmaceutical agents. Poultry Science. 3(4):678-
705.
Bakhtra D. Rusdi. Mardiah A.. 2016. Penetapan kadar protein dalam telur unggas
melalui analisis nitrogen menggunakan metode KJELDAHL. Jurnal
Farmasi Higea. 8(2):143-150.
Bratby J. 2016. Coagulation and Flocculation. London(UK):J-iwa publishing
London
Chandra S. et al. 2012. Evaluation of in vitro anti-inflammatory activity of coffee
against the denaturation of protein. Asian Pacific Journal of Tropical
Biomedicine. 2(1):178-180.
Dimitrios C. 2011. Protein molecular in animal metabolism. Journal of Animal
Science. 7(9):142-156.
Fatchiyah et al. 2011. Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis.
Jakarta(ID):Erlangga
Greaser J dan Gergely M. 2013. Reconstitution of troponin activity from
three protein components. Journal of Biological Chemistry. 5(6):324-376.
Herawati D. dan Wibawa A.. 2011. Pengaruh konsentrasi susu skim dan waktu
fermentasi terhadap hasil pembuatan yoghurt. Jurnal Ilmiah Teknik
Lingkungan. 1(2):48-58.
Linggih S.. 1988. Ringkasan Kimia. Bandung(ID):Ganesa Exact Bandung.
Menard O.. 2010. Buffalo vs. cow milk fat globules: Size distribution, zeta-
potential, compositions in total fatty acids and in polar lipids from the milk
fat globule membrane. Food Chemistry. 120(2):544-551.
Meszaros L. Dobson E. Ficho E. Tusnady Z. 2019. Sequential, structural and
functional properties of protein complexes are defined by how folding and
binding intertwine. Journal of Molecular Biology. 4(431):4408-4482.
Santoso W dan Estiasih T. 2014. Kopigmentasi ubi jalar ungu dengan kopigmen
protein whey. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(4):121-127.
Suprapti L.. 2010. Teknologi Tepat Guna Kembang Tahu Dan Susu Kedelai.
Yogyakarta(ID):Kanisius..
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta(ID):PT Gramedia Pustaka
Utama.
Yazid E. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia untuk Mahasiswa Analis.
Yogyakarta(ID): ANDI.
LAMPIRAN
Sampel sebelum dan sesudah ditetesi formaldehyd
Sampel sebelum dan sesudah dipanaskan