Anda di halaman 1dari 17

Laporan Praktikum ke : 3 Hari/Tanggal : Kamis / 6 Februari 2020

Biokimia Nutrisi Tempat Praktikum : Laboratorium Terpadu


Bagian Biokimia dan
Mikrobiologi Nutrisi
Asisten : Kurnia Laila F (D24160023)

SIFAT PROTEIN

Dirgantara Susanto Putra


D24190079
1/G2

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Protein adalah zat makanan yang mengandung nitrogen yang merupakan


faktor penting untuk fungsi tubuh. Di dalam sebagian besar jaringan tubuh, protein
merupakan komponen terbesar setelah air (Bakhtra et al 2016). Di dalam sebagian
besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen terbesar. Protein menghasilkan
mesin dasar untuk kehidupan, menyediakan fungsi yang sangat diperlukan untuk
semua organisme hidup (Meszaros et al 2019). Karena itulah sebagian besar
aktivitas penelitian biokimia tertuju pada protein khususnya hormon, antibodi, dan
enzim (Fatchiyah et al 2011). Protein merupakan molekul yang sangat besar atau
makrobiopolimer yang tersusun dari monomer yang disebut asam amino. Ada 20
asam amino standar, yang masing-masing terdiri dari sebuah gugus karboksil,
sebuah gugus amino, dan rantai samping (disebut sebagai grup "R"). Grup "R" ini
yang menjadikan setiap asam amino berbeda, dan ciri-ciri dari rantai samping ini
akan berpengaruh keseluruhan terhadap suatu protein. Ketika asam amino
bergabung, mereka membentuk ikatan khusus yang disebut ikatan peptida melalui
sintesis dehidrasi, dan menjadi polipeptida atau protein.
Sifat fisikokimia setiap protein tidak sama, tergantung pada jumlah dan jenis
asam aminonya. Protein memiliki berat molekul yang sangat besar sehingga bila
protein dilarutkan dalam air akan membentuk suatu dispersi koloidal. Protein dapat
dihidrolisis oleh asam, basa, atau enzim tertentu dan menghasilkan campuran asam-
asam amino (Winarno 2004). Sebagian besar protein bila dilarutkan dalam air akan
membentuk dispersi koloidal dan tidak dapat berdifusi bila dilewatkan melalui
membran semipermeabel. Beberapa protein mudah larut dalam air, tetapi ada pula
yang sukar larut. Namun, semua protein tidak dapat larut dalam pelarut organik
seperti eter, kloroform, atau benzena (Yazid 2006). Dan beberapa sifat umum
protein yaitu, sering larut dalam air karena ukuran molekulnya yang sangat besar,
bisa mengalami koagulasi oleh pemanasan dan penambahan asam atau basa,
bersifat amfoter karena membentuk ion zwitter, pada titik isoelektriknya protein
mengalami koagulasi sehingga bisa dipisahkan dari pelarutnya, bisa mengalami
kerusakan (terdenaturasi) akibat pemanasan, pada denaturasi, protein mengalami
kerusakan mulai dari struktur tersier hingga struktur primernya.
Protein mempunyai fungsi bagi tubuh kita, baik untuk orang dewasa
maupun anak – anak. Fungsi protein yaitu sebagai zat pembangun, protein juga
berfungsi dalam mekanisme pertahanan tubuh melawan berbagai mikroba dan zat
toksik lain yang datang dari luar, protein mengatur proses – proses metabolism
dalam bentuk enzim dan hormone. Protein adalah salah satu sumber utama energi.
Dalam bentuk kromosom, protein juga berperan dalam menyimpan dan
meneruskan sifat - sifat keturunan dalam bentuk gen. Asupan protein yang rendah
dapat menyebabkan berat badan menurun drastis (Drimitios 2011)
Tujuan

Mempelajari sifat – sifat protein yaitu sifat koagulasi, sifat amfoter, dan sifat
reversible protein.
TINJAUAN PUSTAKA

Protein

Protein berasal dari bahasa Yunani “proteios” yang berarti pertama atau
utama. Protein merupakan makromolekul yang menyusun lebih dari separuh bagian
dari sel. Protein menentukan ukuran dan struktur sel, komponen utama dari sistem
komunikasi antar sel serta sebagai katalis berbagai reaksi biokimia di dalam sel.
Karena itulah sebagian besar aktivitas penelitian biokimia tertuju pada protein
khususnya hormon, antibodi, dan enzim. Protein adalah zat makanan yang
mengandung nitrogen yang diyakini sebagai faktor penting untuk fungsi tubuh,
sehingga tidak mungkin ada kehidupan tanpa protein. Protein merupakan
makromolekul yang terdiri dari rantai asam amino yang dihubungkan oleh ikatan
peptida membentuk rantai peptida dengan berbagai panjang dari dua asam amino
(dipeptida), 4-10 peptida (oligopeptida), dan lebih dari 10 asam amino
(polipeptida). Tiap jenis protein mempunyai perbedaan jumlah dan distribusi jenis
asam amino penyusunnya. Berdasarkan susunan atomnya, protein mengandung 50-
55% atom karbon (C), 20-23% atom oksigen (O), 12-19% atom nitrogen (N), 6-7%
atom hidrogen (H), dan 0,2-0,3% atom sulfur (S) (Greaser dan Gergely 2013).

Sifat Amfoter

Amfoter adalah suatu zat atau unsur maupun senyawa yang dapat bersifat
asam atau basa, tergantung kondisi lingkungannya. Senyawa amfoter merupakan
senyawa yang dapat bereaksi dengan asam maupun basa. Hal ini disebabkan karena
molekulnya mempunyai muatan positif dan negatif. Pada saat titik isoelektrik
dicapai, muatan positif dan negatifnya adalah sama. Bila pH di atas titik isoelektrik,
protein akan bermuatan negatif. Sebaliknya apabila pH berada di bawah titik
isoelektrik, protein akan bermuatan positif (Santoso dan Estiasih 2014)

Koagulasi

Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid karena penambahan


bahan kimia sehingga partikel-partikel tersebut bersifat netral dan membentuk
endapan karena adanya gaya grafitasi. Koagulasi adalah dicampurkannya koagulan
dengan pengadukan secara cepat guna mendistabilisasi koloid dan solid tersuspensi
yang halus, dan masa inti partikel, kemudian membentuk jonjot mikro (Bratby
2016).
Denaturasi

Denaturasi adalah sebuah proses di mana protein atau asam nukleat


kehilangan struktur tersier dan struktur sekunder dengan penerapan beberapa
tekanan eksternal atau senyawa, seperti asam kuat atau basa, garam anorganik
terkonsentrasi, sebuah misalnya pelarut organik (contoh, alkohol atau kloroform),
atau panas. Jika protein dalam sel hidup didenaturasi, ini menyebabkan gangguan
terhadap aktivitas sel dan kemungkinan kematian sel. protein didenaturasi dapat
menunjukkan berbagai karakteristik, dari hilangnya kelarutan untuk agregasi
komunal (Chandra et al 2012).

Putih Telur

Putih telur adalah cairan putih (disebut juga albumen atau glair/glaire) yang
terkandung di dalam sebuah telur. Cairan ini terdapat di dalam telur yang sudah
dibuahi dan yang belum dibuahi. Putih telur terdiri dari 10% protein terlarut di air.
Kegunaan putih telur adalah untuk melindungi kuning telur dan menyediakan
nutrisi tambahan bagi pertumbuhan embrio, karena putih telur kaya akan protein
dan rendah lemak, yang merupakan kebalikan dari kuning telur, yang mengandung
nilai lemak yang tinggi. Putih telur memiliki banyak kegunaan kuliner dan non-
kuliner. Putih telur mengandung banyak protein penting secara fungsional.
Ovalbumin (54%), ovotransferrin (12%), ovomucoid (11%), ovomucin (3,5%), dan
lisozim (3,5%) adalah di antara yang utama protein yang memiliki potensi tinggi
untuk aplikasi industri jika dipisahkan (Abeyrathne 2013)

Susu Murni

Susu adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan oleh kelenjar
susu mamalia betina. Protein dalam susu mencapai 3,25%. Struktur primer protein
terdiri atas rantai polipeptida dari asam-asam amino yang disatukan ikatan-ikatan
peptida (peptide linkages). Beberapa protein spesifik menyusun protein susu.
Kasein merupakan komponen protein yang terbesar dalam susu dan sisanya berupa
whey protein. Kadar kasein pada protein susu mencapai 80%. Kasein terdiri atas
beberapa fraksi seperti alpHa-casein, betha-casein, dan kappa-casein. Kasein
merupakan salah satu komponen organik yang berlimpah dalam susu bersama
dengan lemak dan laktosa.Whey protein merupakan protein butiran (globular).
Betha-lactoglobulin, alpHa-lactalbumin, Immunoglobulin (Ig), dan Bovine Serum
Albumin (BSA) adalah contoh dari whey protein. AlpHa-lactalbumin merupakan
protein penting dalam sintesis laktosa dan keberadaannya juga merupakan pokok
dalam sintesis susu. Susu segar mempunyai sifat amfoter, artinya dapat berada di
antara sifat asam dan sifat basa. Secara alami pH susu segar berkisar 6,5–6,7. Bila
pH susu lebih rendah dari 6,5, berarti terdapat kolostrum ataupun aktivitas
bakteri. (Menard 2010).

Susu Skim

Susu skim adalah susu yang telah diambil lemaknya. Protein yang terdapat
dalam susu skim adalah kasein. Kasein merupakan protein amfoterik yang
mempunyai sifat asam maupun basa, tetapi biasanya menpunyai sifat asam. Bakteri
memecah protein dengan menghasilkan energi dalam jumlah kecil, tetapi nitrogen
dari hasil pemecahan tersebut digunakan untuk membangun protoplasma didalam
sel. Semakin tinggi susu skim yang ditambahkan semakin tinggi kadar proteinnya
karena susu skim sendiri merupakan sumber protein. Susu skim digunakan untuk
mencapai kandungan solid non fat dan sebagai sumber protein jadi secara otomatis
kadar protein semakin tinggi, sama halnya dengan jumlah asam (asam laktat),
karena susu skim sebagai media pertumbuhan bakteri asam laktat. Penambahan
maltodekstrin sebagai penstabil agar produk yoghurt mempunyai konsistensi dan
stabilitas yang baik, jadi semakin konsistensinya tinggi semakin tinggi protein yang
terdapat pada produk. Karena maltodekstrin disini mengikat protein yang larut
dalam air dengan adanya maltodekstrin protein akan terikat walaupun dalam jumlah
sedikit protein akan larut. Penambahan maltodekstrin yang semakin tinggi sampai
10% akan mengikat protein semakin tinggi (Herawati dan Wibawa 2011)

Sari Kedelai

Sari kedelai mengandung protein lesitin. Kandungan lesitin dalam protein


kacang kedelai dapat digunakan sebagai emulsifier alami untuk membentuk emulsi
minyak dalam air. Pemberian susu kedelai yang mengandung lesitin secara teratur
dapat membantu meningkatkan intelegensi. Kandungan protein maksimal dalam
susu/ sari kedelai adalah 7%. Kandungan protein yang lebih dari angka tersebut
akan menyebakan terbentuknya jendalan/gumpalan. Umumnya, kadar protein
terlarut dalam susu kedelai berkisar antara 3% sampai 5%. Susu kedelai dengan
konsentrasi protein terlarut lebih dari 7% akan menggumpal apabila dipanaskan
pada suhu 70oC- 100oC selama lebih dari 10 menit.adapun sifat protein kedelai yang
lain adalah akan menggumpal karena pengaruh asam (Suprapti 2010).

Titik Isoelektrik

Daya reaksi berbagai jenis protein terhadap asam dan basa tidak sama,
tergantung dari jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam molekul. Dalam
larutan asam (pH rendah), gugus amino bereaksi sebagai basa, sehingga protein
bermuatan positif. Bila pada kondisi ini dilakukan elektrolisis, maka molekul
protein akan bergerak ke arah katode. Sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi)
molekul protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif, sehingga
molekul protein akan bergerak menuju anode. Pada pH tertentu yang disebut titik
isolistrik (pI), muatan gugus amino, dan karboksil bebas akan saling menetralkan
sehingga molekul bermuatan nol. Titik isolistrik dapat juga ditetapkan dengan
titrasi. Ketika lebih banyak basa ditambahkan, semua bentuk kation dirubah
menjadi ion dipolar yang netral. pH pada saat terjadinya hal ini adalah titik
isolistrik. Dengan penambahan basa yang lebih banyak lagi, ion dipolar diubah
menjadi anion. Titik isolistrik tersebut ditunjukkan pada kurva titrasi. Tiap jenis
protein mempunyai titik isolistrik yang berlainan. Perbedaan inilah yang dijadikan
pedoman dalam proses-proses pemisahan serta pemurnian protein. pH isoelektrik
berkisar anatar 4-4,5 (Linggih, 1988).
MATERI DAN METODE

Materi

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan saat praktikum adalah gelas piala, tabung reaksi, pH
meter atau kertas indikator pH, pengaduk, suntikam, pemanas air, dan lain-lain yang
dibutuhkan. Bahan yang digunakan pada praktikum antara lain : larutan HCL 0,1
N, NaOH 0,1 N, HgCl2 jenuh, formaldehyde 10%, putih telur ayam ras, susu sapi
dan sari kedelai, dan aquadest.

Metode

Kelarutan protein terhadap pemanasan


Putih telur dimasukkan sebanyak 2 ml ke dalam tabung reaksi lalu diamati
dan dicatat sifat fisiknya. Kemudian tabung reaksi tersebut dimasukkan ke dalam
air yang sedang mendidih selama 3 menit dan dicatat perubahan yang terjadi.
Setelah itu putih telur diganti dengan susu skim, susu murni, dan susu kedelai.
Kemudian dilaukan kembali prosedur di atas dan dicatat perubahan dan perbedaan
yang terjadi.
Reaksi dengan formaldehyde
Putih telur dimasukkan sebanyak 1 ml ke dalam 5 tabung reaksi, dan diberi
tanda pada tabung. Lalu diamati dan dicatat sifat fisiknya. Kemudian larutan
formaldehyde dimasukkan sebanyak 2, 4, 6, 8, dan 10 tetes ke dalam masing-
masing tabung reaksi 1-5 dan diamati perubahan yang terjadi. Setelah itu, tabung
reaksi tersebut dimasukkan ke dalam air yang sedang mendidih selama 3 menit dan
diamati serta dicatat perubahan yang terjadi. Kemudian dilakukan kembali prosedur
di atas tetapi putih telur diganti dengan susu skim, susu murni dan susu kedelai.

Pengendapan protein dengan logam berat


Putih telur dimasukkan sebanyak 2 ml ke dalam tabung reaksi serta diamati
dan dicatat perubahan fisiknya. Lalu HgCl2 jenuh diteteskan dan diamati serta
dicatat perubahannya. Setelah itu, dilakukan kembali prosedur di atas dan putih
telur diganti dengan susu skim, susu murni dan susu kedelai.

Pengamatan sifat amfoter


Putih telur dimasukkan ke dalam gelas piala dan pH diukur menggunakan
kertas indikator pH , lalu dicatat pHnya. Kemudian larutan HCl diteteskan ke dalam
tabung rekasi yang sudah dimasukkan putih telur. Perubahan diamati yang terjadi
setiap terjadi penambahan HCl dan dicatat volumenya. Setelah itu larutan HCl
diganti dengan NaOH. Kemudian dilakukan kembali prosedur di atas dan dibuat
kurva titrasinya.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berikut adalah tabel dari hasil pengamatan wujud putih telur, susu murni,
susu skim, dan susu kedelai sebelum dan sesudah dipanaskan.
Tabel 1 Uji Kelarutan Protein Terhadap Pemanasan
Bahan Sebelum Sesudah
 Susu Skim
Warna Putih Putih
Kekentalan ++ ++
Gumpalan - -
 Susu Murni
Warna Putih Putih
Kekentalan + +
Gumpalan - Terdapat gumpalan
 Susu Kedelai
Warna Putih Putih
Kekentalan +++ +++
Gumpalan - -
 Putih Telur
Warna Bening Bening
Kekentalan +++++ Padat
Gumpalan - Sangat menggumpal

Berikut adalah tabel dari hasil pengamatan wujud putih telur, susu murni,
susu skim, dan susu kedelai sebelumdan sesudah ditetesi Formaldehyd
Tabel 2 Penambahan Logam Berat
Sebelum Setelah Setelah
Bahan tetes
Formaldehyde Formaldehyde Pemanasan
Putih Telur Bening Sedikit
+++ Bening menguning
Tidak ada 2 + ++++
Ada sedikit Menggumpal
(padat)
Sedikit
menguning
Bening
++++
4 ++
Ada
Lumayan
gumpalan di
tengah
Bening Sedikit
6 +++ menguning
Ada +++++
Menggumpal
Sedikit
Bening
menguning
8 ++++
+++++
Ada banyak
Menggumpal
Sedikit
Bening
menguning
10 +++++
+++++
Ada banyak
Menggumpal
Susu skim Putih Putih
Putih
+ +
2 Ada endapan
Tidak ada Ada sangat
sedikit
sedikit
Putih
Putih
++
4 +
Ada endapan
Sangat sedikit
sedikit
Putih
Putih
++
6 +
Ada endapan
Sangat sedikit
sedikit
Putih
+++
Putih
Ada
8 +
gumpalan
Sangat sedikit
lumayan
banyak
Putih
Putih ++++
10 + Ada
Sangat sedikit gumpalan
banyak
Susu murni ½ putih ½ putih
Putih
kekuningan kekuningan
2 Mengendap
+++ +
sedikit
Ada Ada
½ putih Putih
kekuningan ++
4
+ Mengendap
Ada sedikit
½ putih
Putih
kekuningan
6 +++
+++
Ada endapan
Ada
½ putih Putih
kekuningan ++++
8
++++ Ada endapan
Ada dan gumpalan
½ putih
Putih
kekuningan
10 +++++
+++++
Menggumpal
Ada banyak
Susu kedelai Putih tulang Putih tulang
Putih tulang
++ ++
2 ++
Ada sedikit Gumpalan
Ada
sedikit
Putih tulang
Putih tulang
+++
4 +++
Ada
Ada
gumpalan
Putih tulang
Putih tulang +++
6 ++++ Ada
Ada gumpalan
sedikit
Putih tulang
Putih tulang ++++
8 ++++ Gumpalan
Ada lumayan
banyak
Putih tulang
Putih tulang
+++++
10 +++++
Gumpalan
Ada banyak
banyak

Berikut adalah tabel dari hasil pengamatan wujud putih telur, susu murni,
susu skim, dan susu kedelai sebelum dan sesudah ditetesi HgCl2.
Tabel 3 Penambahan HgCl2
Bahan Jumlah tetes HgCl2
Putih telur 2
Susu murni 100
Susu kedelai 2
Susu skim 125

Berikut adalah tabel dari hasil pengamatan wujud putih telur setelah ditetesi
NaOH dan HCl.
Tabel 4 Reaksi dengan asam dan basa pH putih telur = 9
Volume HCl 0.1 Volume NaOH
pH pH
N (mL) 0.1 N (mL)
1 3
1 2
2 5
2 4
3 7
3 2
4 10
4 1
5 12

*Keterangan : +/++(Sedikit kental), +++(Kental), ++++/+++++(Sangat kental)


Grafik nilai pH putih telur setelah ditetesi larutan asam dan basa

pH Putih Telur Pada Titrasi Asam dan


14
13
12
11
10
9
8
pH

7
6
5
4
3
2
1
0
0 1 2 3 4 5
Volume (ml)
NaOH 0.1 N HCl 0.1 N

Pembahasan

Dalam praktikum kali ini dilakukan 4 percobaan. Diantaranya


adalah kelarutan protein terhadap pemanasan, reaksi dengan formaldehyde,
pengendapan protein dengan logam berat, dan pengamatan sifat amfoter. Dari
keempat percobaan tersebut, terlebih dahulu dilakukan pengamatan sifat fisik awal
dari setiap sampel. Sampel yang dipakai diantaranya adalah: putih telur ayam ras,
susu (murni dan skim), dan sari kedelai. Dengan sifat awal sebelum direaksikan
berturut-turut sebagai berikut: putih bening, putih keruh, kuning dengan gumpalan,
putih keruh, dan merah pekat.
Percobaan pertama adalah mengenai kelarutan protein terhadap pemanasan.
Hasil yang diperoleh adalah terdapat gumpalan yang banyak pada putih telur..
Sedangkan tidak terdapat gumpalan pada susu skim. Hal tersebut sesuai dengan
literatur yang menyebutkan bahwa albumin atau lazimnya disebut putih telur
merupakan protein globular yang tidak rapat atau tersusun dalam aturan
tertentu. Komposisi putih telur tersusun atas protein sebagai komponen
utama. Sedangkan susu skim adalah susu yang telah diambil lemaknya sehingga
tidak terdapat gumpalan. Denaturasi dapat merubah sifat protein menjadi lebih
sukar larut dan makin kental. Keadaan inilah yang disebut dengan koagulasi.
Dalam percobaan penetesan susu dengan formaldehyd, jika formaldehyd
bereaksi dengan protein akan membentuk hubungan diantara rangkaian-rangkaian
protein yang berdekatan, sehingga dapat mempertahankan protein terhadap
degradasi dan denaturasi. Hasil dari penetesan tersebut menghasilkan perubahan
wujud yang beragam. Dalam penetesan formaldehyd tersebut, rata – rata ketika
diberi lebih banyak tetesan akan meningkatkan kekentalan dan gumpalan. Hasil dari
data tersebut menunjukkan perbedaan kekentalan pada setiap sampel protein. Hal
tersebut dapat terjadi karena adanya perbedaan kandungan jenis protein pada setiap
sampel. Dalam susu terdapat dua jenis kandungan protein yang berbeda, yaitu
protein kasein dan whey protein. Dalam susu, whey protein terdapat sebanyak 20
persen dan terdapat di bagian cair pada susu. Whey protein adalah jenis protein yang
lebih mudah diserap oleh tubuh dibandingkan protein kasein. Untuk
mencerna whey protein, tubuh hanya membutuhkan waktu selama beberapa jam
saja. Hal ini disebabkan karena whey protein memiliki nilai biologis yang lebih
tinggi, yaitu 104 dan lebih tinggi dibandingkan nilai biologis pada telur yaitu 100.
Nilai biologis yang tinggi inilah yang menyebabkan protein whey lebih mudah
diserap oleh tubuh dan dimanfaatkan lebih baik oleh tubuh. Selain itu, whey protein
juga dikenal mempunyai sifat yang anabolik, yaitu whey protein punya fungsi yang
lebih baik dalam membangun atau membentuk otot. Kandungan whey protein
dalam susu hanya 20 persen, maka kandungan protein kasein lebih banyak, yaitu
80 persen. Protein kasein ini dapat teman-teman lihat dalam dadih susu, seperti
bentuk yang dilihat sebelum susu berubah menjadi keju. Berbanding terbalik
dengan whey protein, kasein membutuhkan waktu yang lebih lambat untuk bisa
dicerna oleh tubuh. Tubuh kita biasanya membutuhkan waktu sekitar 5 hingga 7
jam untuk bisa mencerna kasein dengan baik. Hal ini disebabkan karena kasein
hanya memiliki nilai biologis yang lebih kecil, yaitu 77. Kandungan lesitin dalam
protein kacang kedelai dapat digunakan sebagai emulsifier alami untuk membentuk
emulsi minyak dalam air. Bahan baku untuk produksi sel-sel darah adalah besi,
protein, asam folat dan vitamin B12.
Percobaan ketiga mengenai pengendapan protein dengan logam berat.
Larutan yang dipakai adalah HgCl2 jenuh. Urutan gumpalan dari yang terbanyak
adalah: putih telur, susu skim, sari kedelai, dan susu murni. Hal ini disebabkan
karena kandungan (air, protein, dan lemak) yang terdapat dalam masing-masing
sampel tersebut sehingga menyebabkan gumpalan-gumpalan yang berbeda tiap
sampel setelah mengalami penambahan HgCl2 jenuh. Pada hasil percobaan tersebut
terlihat sedikit berbeda dari literatur, karena susu skim lebih rendah kadar lemaknya
daripada sari kedelai dan susu murni. Dengan penambahan volume HgCl2 jenuh
sebanyak 10 tetes, didapatkan hasil yang mendekati literatur yaitu susu skim
menunjukkan urutan gumpalan yang paling sedikit.
Percobaan yang terakhir mengenai pengamatan sifat amfoter dari protein.
Total volume HCl yang dipakai adalah 10 ml sampai pH larutan menjadi 1.
Perubahan warna dari kuning muda menjadi kuning agak putih. Dengan gumpalan
yang banyak sampai menjadi encer. Sedangkan total volume NaOH yang dipakai
adalah 15 ml sampai pH larutan menjadi 12. Perubahan warna dan sifat fisik
menjadi seperti warna semula dan ditambah dengan adanya busa atau buih.
Menurut literatur, pembentukan buih di awali dengan pembukaaan ikatan-ikatan
dalam molekul protein sehingga rantainya menjadi lebih panjang, dilanjutkan
dengan proses adsopsi yaitu pembentukan monolayer atau film dari protein yang
terdenaturasi. Pembentukan lapisan monolayer kedua dilanjutkan di sekitar
gelembung untuk menggantikan bagian film yang terkoagulasi. Film protein dari
gel yang berdekatan akan berhubungan dan cairan dicegah keluar. Peningkatan
kekuatan interaksi yang terjadi mengakibatkan agregasi (penggumpalan) protein
permukaan film melemah yang di ikuti dengan pecahnya gelembung buih.
Selanjutnya pada kurva titrasi dapat ditetapkan titik isolistrik/titik isoelektrik.
Ketika lebih banyak basa ditambahkan, semua bentuk kation dirubah menjadi ion
dipolar yang netral. pH pada saat terjadinya hal ini adalah titik isolistrik. Dengan
penambahan basa yang lebih banyak lagi, ion dipolar diubah menjadi anion. Tiap
jenis protein mempunyai titik isolistrik yang berlainan. Hasil percobaan pada putih
telur didapatkan titik isolostrik/isoelektrik pada pH sekitar 2,5. Hal ini tidak sesuai
dengan literatur yang menyebutkan pH isoelektrik berkisar anatar 4-4,5.

SIMPULAN

Dari data hasil percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa protein


mempunyai sifat koagulasi, sifat amfoter, dan sifat reversibel. Putih telur
mempunyai kandungan protein terbesar. Pada penambahan larutan formaldehyde,
sifat protein dapat dipertahankan dari degradasi dan denaturasi. Susu skim
merupakan susu dengan kandungan lemak yang rendah. Sifat amfoter protein dapat
dilihat pada titrasi dengan asam dan basa. Selanjutnya pada kurva titrasi dapat
dilihat hasil percobaan pada putih telur yang mempunyai titik isolostrik/isoelektrik
pada pH sekitar 2,5.

DAFTAR PUSTAKA

Abeyrathne E.. 2013. Egg white proteins and their potential use in food processing
or as nutraceutical and pharmaceutical agents. Poultry Science. 3(4):678-
705.
Bakhtra D. Rusdi. Mardiah A.. 2016. Penetapan kadar protein dalam telur unggas
melalui analisis nitrogen menggunakan metode KJELDAHL. Jurnal
Farmasi Higea. 8(2):143-150.
Bratby J. 2016. Coagulation and Flocculation. London(UK):J-iwa publishing
London
Chandra S. et al. 2012. Evaluation of in vitro anti-inflammatory activity of coffee
against the denaturation of protein. Asian Pacific Journal of Tropical
Biomedicine. 2(1):178-180.
Dimitrios C. 2011. Protein molecular in animal metabolism. Journal of Animal
Science. 7(9):142-156.
Fatchiyah et al. 2011. Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis.
Jakarta(ID):Erlangga
Greaser J dan Gergely M. 2013. Reconstitution of troponin activity from
three protein components. Journal of Biological Chemistry. 5(6):324-376.
Herawati D. dan Wibawa A.. 2011. Pengaruh konsentrasi susu skim dan waktu
fermentasi terhadap hasil pembuatan yoghurt. Jurnal Ilmiah Teknik
Lingkungan. 1(2):48-58.
Linggih S.. 1988. Ringkasan Kimia. Bandung(ID):Ganesa Exact Bandung.

Menard O.. 2010. Buffalo vs. cow milk fat globules: Size distribution, zeta-
potential, compositions in total fatty acids and in polar lipids from the milk
fat globule membrane. Food Chemistry. 120(2):544-551.
Meszaros L. Dobson E. Ficho E. Tusnady Z. 2019. Sequential, structural and
functional properties of protein complexes are defined by how folding and
binding intertwine. Journal of Molecular Biology. 4(431):4408-4482.
Santoso W dan Estiasih T. 2014. Kopigmentasi ubi jalar ungu dengan kopigmen
protein whey. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(4):121-127.
Suprapti L.. 2010. Teknologi Tepat Guna Kembang Tahu Dan Susu Kedelai.
Yogyakarta(ID):Kanisius..
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta(ID):PT Gramedia Pustaka
Utama.
Yazid E. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia untuk Mahasiswa Analis.
Yogyakarta(ID): ANDI.
LAMPIRAN
Sampel sebelum dan sesudah ditetesi formaldehyd
Sampel sebelum dan sesudah dipanaskan

Anda mungkin juga menyukai