Anda di halaman 1dari 98

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan suatu konstruksi jalan, bendungan dan tanggul, sering kali


berhadapan dengan masalah yang kompleks jika harus dibangun pada daerah rawa
atau tanah lempung lunak dengan muka air yang dangkal atau lebih tinggi dari
permukaan tanah setempat (tergenang) sehingga perlu dilakukan pekerjaan
timbunan sebelum konstruksi lain didirikan. Namun dengan adanya tambahan
beban dan rendahnya kuat geser undrained serta besarnya kompresibilitas sering
kali menimbulkan masalah stabilitas dan penurunan pada dasar tanah dasar.

Timbunan yang dibangun pada tanah lunak mempunyai kecenderungan


bergerak ke arah lateral oleh akibat tekanan tanah horizontal yang bekerja pada
timbunan tersebut. Jika tanah lempung lunak ini tidak menahan tegangan geser
tersebut, maka timbunan dapat mengalami keruntuhan. Kelongsoran yang
mungkin terjadi pada konstruksi timbunan tinggi adalah kelongsoran eksternal
dan kelongsoran internal. Pada skripsi ini penulis akan membahas mengenai
kelongsoran eksternal, yaitu kegagalan pada tanah lempung lunak yang menjadi
pondasi timbunan.

Apabila dihadapkan pada sebuah kasus penimbunan harus selesai dalam


waktu secepat mungkin dan harus ditimbun di atas tanah lempung lunak, maka
untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan perkuatan tanah. Salah satu
contohnya adalah dengan menggunakan geosintetik dengan tarik tinggi pada dasar
timbunan, sehingga menambah stabilitas timbunan tersebut. Penggunaan
geosintetik banyak digunakan pada perbaikan tanah dasar lempung lunak pada
konstruksi timbunan dalam usaha meningkatkan daya dukungnya
Tanah merupakan bagian terpenting bidang konstruksi teknik sipil karena
hampir semua bangunan berdiri atau dibangun di atas tanah . Tanah merupakan
salah satu sumber daya alam yang sangat penting untuk mendukung keberhasilan
pembangunan fisik infrastruktur. Tanah merupakan dasar pijakan terakhir untuk

1
menerima pembebanan yang ada di atasnya. Peran tanah yang sangat besar ini
harus diketahui sifat dan karakteristik dari tanah itu sendiri sebelum para pelaku
pembangunan melakukan kegiatan-kegiatan pembangunan.
Dalam perencanaan suatu pondasi, tanah merupakan bagian yang perlu
diperhatikan. Sebelum dilaksanakan perencanaan suatu pondasi harus diketaui
seperti apa karakteristik tanah yang ditemui di lapangan. Hal ini sangat diperlukan
untuk mengetahui bagaimana langkah-langkah yang harus diambil agar tidak
terjadi kegagalan konstruksi baik itu langkah penanganan tanah yang bermasalah
maupun langkah perkuatan tanah.
Pada umumnya kegagalan konstruksi diakibatkan oleh kegagalan suatu
pondasi bangunan yang didirikan di atas tanah yang lainnya. Hal itu terjadi karena
kondisi tanah yang kurang baik, karena memiliki kuat geser yang sangat rendah
dan daya dukung tanah yang rendah. Kuat geser yang rendah dapat
mengakibatkan terbatasnya beban yang bekerja di atas tanah tersebut.
Agar tanah tersebut dapat didirikan suatu konstruksi yang dibutuhkan,
maka penyelidikan tanah harus di lakukan secara cermat. Akan tetapi, selama ini
penelidikan tanah seringkali mengalami kesulitan, berkenan dengan sulitnya
mendapat benda uji yang tidak terganggu (undisturbed sample) dan sulitnya
melakukan pengujian terhadap sifat-sifat tanah. Hal tersebut disebabkan karena
kondisi tanah di Indonesia yang unik dan beragam.
Ada bebarapa jenis tanah yang ditemukan yang kemudian di klasifikasikan
menjadi 2 bagian yaitu tanah berbutir kasar dan tanah berbutir halus. Dari
klasifikasi tersebut tanah berbutir halus merupakan tanah yang memiliki sifat
buruk. Salah satu jenisnya merupakan tanah lempung yang memiliki daya dukung
yang rendah, indeks plastisitas tanah yang tinggi, dan proses penurunan tanah
yang lama. Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis yang mempunyai
dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Kondisi musim inilah
yang menyebabkan tanah lempung mengalami kembang susut yang cukup besar.
Sifat-sifat inilah yang menyebabkan banyak kerusakan maupun kegagalan
konstruksi dalam dunia teknik sipil, contohnya terjadi amblas atau jebolnya
bangunan sipil yang telah dibangun, terjadinya keretakan pada konstruksi jalan
dan lain sebagainya.

2
Perbaikan tanah perlu dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut agar
tanah menjadi stabil dan lebih aman untuk didirikan suatu konstruksi di atasnya.
Terdapat beberapa metode perbaikan tanah antara lain, metode pembebanan,
metode vertical drain (kolom pasir), dan lain sebagainya.
Untuk merencanakan suatu konstruksi jalan yang baik maka harus
diketahui kondisi tanah yang akan memikul semua beban, meliputi beban
perkerasan dan beban lalu lintas. Setelah diketahui sifat, jenis, dan kemampuan
daya dukung tanah maka pekerjaan perencanaan dapat dilakukan.
Jalan merupakan salah satu infrastruktur yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan sarana transportasi darat berfungsi untuk menyalurkan pergerakan
tranportasi darat yaitu motor, mobil penumpang, mobil barang, bus dan truk
sehingga mempermudah pemindahan orang, barang dan jasa. Jalan tol adalah
jalan umum dari salah satu bagian sistem jaringan jalan sebagai jalan nasional
yang mewajibkan penggunanya membayar tol (Pasal 1 UU No.15 Tahun 2005).
Pembangunan jalan tol merupakan salah satu bentuk usaha pemerintah dalam
memudahkan masyarakat di Indonesia untuk bisa melakukan mobilitas mereka
baik dalam hal ekonomi maupun sosial dengan baik dan cepat. Jalan tol
merupakan proyek yang digadang-gadang pemerintah dapat mengurai kemacetan
sampai dapat menjadi sumber pemasukan khas negara.
Jalan Tol Inderapura-Kuala Tanjung yang panjangnya 15,6 Km merupakan
seksi 2 bagian dari pembangunan Jalan Tol Kuala Tanjung-Tebing Tinggi-Parapat
yang terdiri dari 6 seksi. Jalan Tol Inderapura-Kuala Tanjung merupakan akses
pelabuhan Kuala Tanjung ruas Inderapura-Kuala Tanjung termasuk junction dan
simpang susun Inderapura serta main road ruas Tebing Tinggi-Inderapura.
Pembangunan jalan tol ini bertujuan untuk mempermudah akses mobilisasi
kendaraan-kendaraan yang akan melakukan distribusi dan mempersingkat waktu
yang lebih efisien ke lokasi tujuan.

Salah satu ketertarikan penulis untuk mengambil topik ini untuk dibahas
dalam studi kasus adalah kondisi tanah di sepanjang pembangunan jalan tol
tersebut termasuk kondisi tanah yang rawan sehingga harus melakukan
penanganan peningkatan kekuatan tanah agar memenuhi spesisikasi sebagai tanah
subgrade untuk jalan tol. Adapun lokasi yang ditinjau oleh penulis adalah

3
pembangunan Ruas Jalan Tol Inderapura-Kuala tanjung (STA 4+050 -STA
5+050). Lokasi proyek pembangunan Ruas Jalan Tol Inderapura-Kuala tanjung
dapat dilihat pada lampiran 1.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana sifat fisis dan kuat dukung tanah asli yang ada pada jalan tol
Inderapura- Kuala Tanjung?
2. Bagimana penanganan kondisi tanah asli agar tanah tersebut bisa menjadi
subgrade yang sesuai spesifikasi untuk jalan tol?
3. Typical penanganan apa yang digunakan agar tanah tersebut memenuhi syarat
sebagai subgrade?
4. Seberapa besar pengaruh daya dukung tanah dasar terhadap susunan tebal
perkerasan lentur jalan ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui sifat fisis dan kuat dukung tanah asli yang ada dilapangan

2. mengetahui apakah nilai daya dukung berpengaruh terhadap susunan tebal


perkerasan

3. Mengetahui jenis tanah yang memerlukan penanganan agar sesuai spesifikasi

1.4 Manfaat Penelitian


Tugas studi kasus ini diharapkan bermanfaat untuk :
a. Menambah ilmu pengetahuan, wawasan, dan ppembanding bagi pembaca
kelak jika melakukan suatu pekerjaan yang sama atau sejenis ;
b. Membantu mahasiswa lainnya sebagai referensi atau contoh apabila
mengambil topik bahasan yang sama;
c. Pihak-pihak yang membutuhkan informasi dalam mempelajari hal yang
dibahas dalam laporan studi kasus.

4
1.5 Lingkup Permasalahan

Sesuai dengan permasalahan diatas, lingkup permasalahan yang akan dibahas


oleh penulis adalah :

1. Menentukan sifat dan spesifikasi tanah


2. Menghitung kuat geser tanah dasar, CBR tanah dasar, dan daya dukung
tanah dasar pada Ruas Jalan Tol Inderapura-Kuala tanjung (STA 4+050 -
STA 5+050).
3. Melakukan analisa pengaruh tanah dasar terhadap susunan tebal
perkerasan lentur Ruas Jalan Tol Inderapura-Kuala tanjung (STA 4+050 -
STA 5+050).
1.6 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan laporan ini yaitu :
1. Studi Kepustakaan
Diperoleh dari referensi data-data tertulis berupa data pelaksanaan,
dokumentasi proyek, gambar rencana, spesifikasi, rencana mutu, serta
jadwal pelaksanaan.
2. Analisa
Diperoleh dengan menganalisa data yang diperoleh, yang bersifat
kuantitatif dan kualitatif.
3. Sharing
Informasi yang diperoleh dengan saling bertukar pikiran antara penulis
dengan pembimbing agar dapat memecahkan masalah.
4. Penarikan Kesimpulan
Pengambilan kesimpulan merupakan hasil dari studi kepustakaan, analisa,
sharing yang mendukung penulisan laporan dan bertujuan sebagai akhir
dari penulisan laporan ini.

1.7 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan studi kasus ini adalah sebagai berikut :
1. Bagian Persiapan Laporan, yang berisi anatara lain :
a) Sampul luar;

5
b) Sampul dalam;
c) Lembar pengesahan;
d) Kata pengantar;
e) Abstrak;
f) Daftar isi;
g) Daftar lampiran;
h) Daftar gambar;
i) Daftar tabel;
j) Daftar istilah
k) Daftar singkatan dan symbol
2. Bagian Inti Laporan, terdiri atas :
a) BAB I PENDAHULUAN
Membahas mengenai latar belakang penulisan laporan, rumusan
masalah, tujuan penulisan, ruang lingkup pembahasan, metode
penelitian, dan sistematika penulisan laporan.
b) BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Membahas tentang kajian dari beberapa studi literatur yang
mendukung topik yang diambil dari laporan studi kasus ini.
c) BAB III METODOLOGI
Membahas tentang studi kasus yang dimulai dari tahapan persiapan,
pengumpulan dan pengolahan data, analisis dan pembahasan serta
perumusan kesimpulan dan saran yang akan diberikan.
d) BAB IV PENGUMPULAN PENGOLAHAN DATA
Membahas tentang hasil pengumpulan dan pengolahan data yang telah
dilakukan.
e) BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Melakukan analisa terhadap data yang ditampilkan pada BAB IV serta
melakukan pembahasan terhadap hasil analisa yang telah dilakukan.
f) BAB VI PENUTUP
Kesimpulan dan saran dengan memberikan hasil keluaran studi kasus
yang dapat dijadikan bahan pertimbangan serta saran yang dapat
ditindaklanjuti terhadap hasil keluaran laporan ini.

6
3. Bagian Penutup Laporan, terdiri dari :
a) Daftar Pustaka;
Berisi sumber referensi dalam penulisan teori-teori yang menjadi
acuan dalam studi kasus. Sumber referensi dapat berupa buku,
peraturan, pedoman, jurnal, majalah ilmiah dan sebagainya.
b) Lampiran
Berisi dokumen-dokumen yang dianggap perlu dalam penyusunan
laporan, tetapi tidak ditampilakan dalam bagian inti laporan.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LAPISAN TANAH DASAR PERKERASAN ( SUBGRADE)

Subgrade adalah tanah dasar di bagian paling bawah lapis perkerasan jalan.
Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya
baik atau tanah urugan yang didatangkan dari tempat lain atau tanah yang di
stabilisasi dan lain-lain. Subgrade pada proyek jalan memegang peranan penting
dalam menetukan kualitas perkerasan jalan. Kekuatan dan keawetan konstruksi
perkerasan jalan sangat tergantung pada sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar
seperti terlihat pada penjelasan yang ada pada gambar dibawah dimana lapisan
perkerasan dimulai dari lapis aus (wearing course) sampai ke lapisan tanah dasar
(subgrade), seperti terlihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Susunan Jenis Lapisan Perkerasan Jalan

Pada prosedur pekerjaan lapisan subgrade, sebelum kegiatan


penghamparan perkerasan dilakukan, bagian lapisan subgrade harus sudah dalam
keadaan siap (kuat, padat, bersih dan dibentuk sesuai rencana). Apabila tanah
eksisting lebih tinggi dari elevasi rencana, maka dilakukan galian. Sedangkan
apabila tanah eksisting lebih rendah dari elevasi rencana maka dilakukan
pekerjaan timbunan. Pada pekerjaan galian, tanah dasar dibentuk dengan cara
mengupas dengan excavator.

8
Pekerjaan galian dimaksudkan untuk mendapatkan bagian tanah dasar
(subgrade) yang akan menentukan kekuatan kekuatan dari susunan perkerasan di
atasnya yang sesuai dengan rencana struktur.

Pada pekerjaan timbunan, bagian-bagian yang harus ditimbun sampai


mencapai ketinggian yang ditentukan, harus ditimbun menggunakan tanah.
Timbunan yang cukup baik, bebas dari sisa (rumput/akar-akar lainnya).
Penimbunan harus dilakukan lapis demi lapis. Tebal maksimal hamparan 30 cm
setiap lapisan. Kemudian tanah tersebut dilembabkan sebelum dilakukan
pemadatan. Pemadatan lapisan subgrade menggunakan Vibrator Roller atau Static
Roller (sambil diberi air secukupnya untuk mencapai kadar air optimum).

Lapisan subgrade harus sesuai dengan spesifikasi perencanaan jalan raya


yang telah diatur didalam Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan Divisi 3
mengenai pekerjaan tanah yang diterbitkan oleh binamarga. Spesifikasi tersebut
menjelaskan tentang parameter bahan yang bisa digunakan untuk sebagai syarat
bahan lapisan subgrade. Disamping bahan yang digunakan, perlu diperhatikan
proses pemadatan dilapangan yang menggunakan alat-alat berat.

Sementara itu spesifikasi umum bidang jalan dan jembatan memberikan syarat
bahan/material untuk digunakan sebagai bahan subgrade adalah sebegai berikut :

1. OL, OH, Pt tidak boleh digunakan.

2. GW, GP, GM, GC, SW, SP, SM, SC bisa digunakan dengan syarat
harus keras dan tidak memiliki sifat khas.

3. CH, MH dan A-7-6 tidak untuk dipergunakan 30 cm dibawah dasar


perkerasan , kecuali mencapai CBR 6% setelah perendaman 4 hari
bila dipadatkan 100% kepadatan kering maksimum.

4. Tanah ekspansif dengan nilai aktif >1,25 tidak boleh digunakan.

9
2.1.1 Identifikasi Tanah

Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral


padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dari bahan-
bahan organik yang telah melapuk adalah (yang berpartikel padat) disertai zat cair
juga gas yang mengisi gas-gas kosong diantara partikel-partikel padat tersebut
(Das,1995).

Tanah berbutir kasar dapat diidentifikasikan berdasarkan ukurannya.


Bergantung klasifikasi yang digunakan, jika dipakai MIT Nomenclature, butiran
yang berdiameter lebih dari 2 mm, diidentifikasikan sebagai kerikil. Jika butiran
dapat dilihat oleh mata, tetapi ukurannya kurang dari 2 mm, disebut pasir. Tanah
pasir kasar jika diameter butiran berdiameter antara 2-0,6 mm, pasir sedang jika
diameternya antara 0,6-2 mm dan pasir halus bila diameternya antara 0,2-0,06
mm.

Dalam ASTM D2487, pembagian klasifikasi tanah adalah sebagai berikut :

a. Cobble adalah partikel-partikel batuan yang lolos saringan 12 in (300 mm)


dan tinggaldalam saringan 3 in (75 mm) (untuk saringan dengan ubang
bujur sangkar standar Amerika);

b. Boulder adalah partikel batuan yang tidak lolos saringan 12 in. (300 mm)
(untuk saringan dengan lubang bujur sangkar standar Amerika);

c. Kerikil adalah partikel yang lolos saringan 3 in (75 mm) dan tertahan
dalam saringan no.4 (4,75 mm);

d. Pasir adalah partikel yang lolos saringan no.4 (4,75 mm) dan tinggal
dalam saringan no.200 (0,075 mm) dengan pembagian sebagai berikut:

 Pasir kasar lolos saringan no.4 (4,75 mm) dan tahan dalam
saringan no.10 (25 mm);

 Pasir sedang lolos saringan no.10 (25 mm) dan tahan dalam
saringan no.40 (0,425 mm);

10
 Pasir halus lolos lolos saringan no.40 (0,425 mm) dan tahan dalam
saringan no.200 (0,075 mm)

e. Lanau adalah yang lolos saringan no.200 (0,075 mm). Untuk


klasifikasinya, lanau adalah tanah berbutir halus, atau fraksi halus dari
tanah dengan indeks plastisnya kurang dari 4, atau jika diplot dalam grafik
plastisitas letaknya di bawah garis miring yang memisahkan lanau dan
lempung;

f. Lempung adalah tanah berbutir halus dengan lolos saringan no.200 (0,075
mm ). Lempung mempunyai sifat plastis dalam kisaran kadar air tertentu,
dan kekuatannya tinggi bila tanahnya kering udara.

2.1.2 Analisis Ukuran Butiran

Didalam tanah terdiri berbagai macam ukuran butiran, dari yang terbesar
sampai yang terkecil. Dalam Gambar 2.2 dan Gambar 2.3 ditunjukkan
pembagian nama jenis ukuran butiran menurut Unified Classification System,
ASTM, MIT Nomenclature dan international Nomenclature, pembagian nama
jenis tanah, umumnya dapat dibagi menjadi sebagai berikut :

a. Bahan adalah butiran yang berdiameter lebih besar dari 3’’ ;

b. Kerikil adalah butiran yang tinggal dalam saringan berdiameter 2 mm


(no.10);

c. Pasir adalah butiran yang tinggal dalam saringan berdiameter 0,075 mm


(no.200 ). Lanau adalah butiran yang lolos saringan berdiameter 0,075 mm
(no.200).

11
Gambar 2.2 Klasifikasi Butiran menurut menurut Unified Classification
System, ASTM, MIT Nomenclature dan international Nomenclature.

Gambar 2.3 Distribusi Ukuran Butir Tanah

12
Variasi ukuran butir tanah dan proporsi distribusinya merupakan indikator
yang sangat berguna untuk mengetahui perilaku tanah dalam mendukung beban
pondasi. Dalam analisis butiran, D10 yang disebut ukuran efektif (effective size),
didefenisikan sebagai butiran total yang mempunyai diameter butiran total yang
mempunyai diameter butiran lebih kecil dan ukuran tertentu. D10=0,5 mm,
artinya 10 % dari berat butiran total berdiameter kurang dari 0,5 mm. Dengan cara
yang sama, D30 dan D60 didefenisikan seperti cara tersebut.

Untuk pasir, tanah bergradasi baik, jika 1 < Cc < 3 dengan Cu > 4. Kerikil
bergradasi baik, jika 1 < Cc < 3 dengan Cu > 6. Bila syaratnya Cc telah terpenuhi,
dan tanah berbutir kasar ditentukan dari analisis saringan. Ukuran saringan
terkecil, umumnya, dipakai saringan no.200 standar Amerika atau ukuran
diameter lubang 0,075 mm. Karena ukuran ini sangat dekat dengan batas ukuran
butir lanau dan pasir, maka saringan no.200 sering dipakai untuk memisahkan
antara material butiran kasar dan ketika hanya dipakai analisis saringan saja.
Butiran-butiran yang lolos saringan no.200 di uji dengan cara sedimentasi atau
hidrometer.

2.1.3 Sifat-Sifat Teknis Tanah

Berikut ini diberikan penjelasan secara umum dari sifat-sifat teknis


berbagai jenis tanah :

a. Tanah Granular

Tanah granular, seperti pasir, kerikil, batuan, dan campurannya, mempunyai


sifat-sifat teknis yang sangat baik. Sifat –sifat tersebut antara lain :

1. Merupakan material yang baik untuk mendukung bangunan dan


perkerasan jalan, karena mempunyai kapasitas dukung yang tinggi dan
penurunan yang kecil, asalkan tanahnya padat ;

2. Merupakan materila yang baik untuk tanah urug pada dinding penahan
tanah dan lain-lain karena menghasilkan tekanan lateral yang kecil;

13
3. Tanah yang baik untuk urugan, karena mudah didapatkan dan mempunyai
kuat geser yang tinggi. Bila tidak dicampur dengan material kohesif, tidak
dapat digunakan sebagai bahan tanggul, bendungan, tanggul, kolam, dan
lain-lain, karena permeabilitasnya besar.

 Kerapatan Relatif

Kuat geser dan kompresibilitas tanah granular tergantung dari kepadaan


butiran yang biasanya dinyatakan dalam kepadatan relatif (Df). Jika tanah
granuler dipakai sebagai bahan urugan, kepadatannya dinyatakan dalam persen
kepadatan relatif (Rc). Dalam praktek, kepadatan relatif yang ditentukan dari uji
penetrasi, contohnya alat uji penetrasi standar (SPT).

 Bentuk dan Ukuran Butiran

Semakin besar dan kasar permukaan butiran, semakin besar kuat gesarnya.
Demikian pula mengenai gradasi semakin baik, semakin besar kuat gesarnya

 Kapasitas Dukung

Kerikil adalah material granuler yang dalam endapan alluvial biasanya bercampur
dengan pasir, sering disebut juga merupakan maerial granuler, mempunyai
kapasitas dukung dan kompresibilitas yang sama seperti kerikil.

b. Tanah Kohesif

Tanah kohesif seperti lempung, lempung berlanau, lempung berpasir atau


berkerikil yangsebagian besar butiran tanahnya terdiri dari butiran halus. Tanah
kohesif mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

1. Kuat gesar rendah, terutama bila kadar air tinggi atau jenuh

2. Berkurang kuat gesarnya, bila kadar airnya bertambah

3. Berkurang kuat gesarnya, bila struktur tanahnya terganggu

4. Bila basah bersifat plastis dan mudah mampat

5. Menyusut bila kering dan mengembang bila basah

14
6. Berubah volumenya dengan bertambahnya waktu akibat rangkak (creep)
pada beban dan konstan

7. Merupakan bahan yang kedap air

 Kuat geser

Pada uji tekan bebas, kuat geser lempung jenuh ditentukan pada kondisi φ = 0,
dengan kuat gesar tanahnya dinyatakan dalam persamaan :

1
𝐶𝑢 = 𝑆𝑢 = 2 𝑞𝑢 ……………………………………………………(2.1)

Dengan qu adalah tekanan aksial maksimum tanah pada saat pengujian atau
disebut kuat tekan-bebas (unconfined compression strength). Kuat gesar lempung
pada kondisi tak berdrainase ditentukan dari uji triaksial UU (Unconsolidated
Undranase). Seperti pada Gambar 2.4

Kuat gesar tak berdrainase ditentukan dalam persamaan :

𝐶𝑢 = 𝑆𝑢 = 1/2(𝛔1 − 𝝈3 ) …………………………………………(2.2)

Dengan :

σ1 = Tegangan utama mayor

σ3 = Tegangan utama minor

Gambar 2.4 Uji triaksial UU ((Unconsolidated Undranase).

15
 Plastisitas dan Konsentrasi

Atterberg (1911) memberikan cara membagi kedudukan fisik lempung pada kadar
air tertentu, dengan kadar air tertentu, dengan kadar air pada kedudukan padat,
semi padat, plastis dan cair. Batas cair (LL) adalah nilai kadar air pada batas
antara keadaan cair dan plastis. Seperti pada Gambar 2.5

Gambar 2.5 Batas-batas attterberg dan hubungan volume terhadap air

 Sensitivitas

Klasifikasi sensitifitas tanah kohesif adalah sebagai berikut :

Seperti Tabel 2.1

Tabel 2.1 Sensitivitas Tanah Lempung

Sensitivitas Macam

1 Lempung tidak sensitif

1-2 Lempung sensitif rendah

2-4 Lempung sensitif sedang

16
4-8 Lempung sensitife

8-16 Lempung ekstra sensitif

>16 Quick clay

Sumber : Hardiyatmo, Hary Cristady, 2002. Teknik Pondasi 1

c. Tanah lanau dan Loess

Lanau adalah material yang lolos saringan no.200 peck et. Al. (1953)
membagi tanah ini menjadi 2 kategori, yaitu lanau yang dikarakteristikkan sebagai
tepung batu yang tidak plastis dan lanauyang bersifat plastis.

Disebabkan karena butirannya yang halus, lanau mempunyai sifat yang tidak
menguntungkan, seperti:

1) Kuat geser yang rendah, segera sesudah penerapan beban

2) Kapilaritas yang tinggi

3) Permeabilitas rendah

4) Kerapatan relative rendah dan sulit dipadatkan

Lanau alluvial, umumnya banyak bahan organik yang mempengaruhi sifat-


sifat teknis tanah disebut tanah organic. Bahan-bahan organik dinyatkan dalam
istilah kadar organic, yaitu nilai banding antara berat bahan organik terhadap
contoh tanah yang kering oven. Berat bahan organik dapat ditentukan dengan
memanaskan contoh tanah untuk membakar bahan organiknya (Mc Farland, 1959)

2.1.4 Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah adalah suatu system pengaturan beberapa jenis


tanah yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa kedalam kelompok-
kelompok berdasarkan pemakaiannya. System klasifikasi memberikan suatu
bahasa yang mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang
sangat bervariasi tanpa penjelasan yang terinci (Das,1995).

17
Dalam banyak masalah teknis seperti dalam perencanaan perkerasan jalan,
pemilihan tanah – tanah ke dalam kelompok ataupun sekelompok yang
menunjukkan sifat atau kelakuan yang sama akan sangat membantu. Pemilihan ini
disebut klasifikasi. Terdapat tiga sistem klasifikasi yang biasa digunakan, yaitu :

1. Sistem Unified Soil Classification System

2. Sistem AASHTO (American Association of State Highway and Transportation


Officials)

3. Sistem Tekstur

Sistem – sistem ini menggunakan sifat – sifat indeks tanah yang sederhana seperti
distribusi ukuran butiran, batas cair dan indeks plastisitas.

1. Sistem UNIFIED SOIL CLASSIFICATION SYSTEM

Klasifikasi tanah dari sistem Unified mula pertama diusulkan oleh


Casagrande (1942), kemudian direvisi oleh kelompok teksini dari USBR (United
State Bureau of Reclamation). Dalam bentuk yang sekarang, sistem ini banyak
digunakan oleh berbagai organisasi konsultan geoteknik. Pada klasifikasi sistem
butiran ini, tanah dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu:

- Tanah berbutir kasar (Course-Grained Soil), yaitu tanah kerikil dan pasir dimana
kurang, dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan no. 200. Simbol dari
kelompok ini dimulai dengan huruf S atau G. S adalah untuk tanah pasir ataupun
tanah berpasir dan G adalah untuk kerikil ataupun tanah kerikil.

- Tanah berbutir halus (Fine-Grained Soil) yaitu tanah dimana lebih dari 50%

berat total contoh tanah lolos ayakan no.200. Simbol dari kelompok tanah ini
dimulai dengan huruf awal M untuk lanau/silt anorganik. Simbol C untuk
lempung/clay anorganik, symbol O untuk lanau dan lempung organik, dan symbol
Pt untuk gambut/peat. Simbol-simbol yang digunakan dalam sistem butiran
(Sistem Unified) adalah :

W = Well Graded (tanah bergradasi baik)

18
P = Poorly Graded (tanah bergradasi jelek)

L = Low Plastisitv (plastisitas rendah) (LL<50)

H = High Plastisiry (plastisitas tinggi) (LL>50)

Tanah berbutir kasar ditandai denaan symbol kelompok seperti GW, GM. GC,
SW, SP, SM dan SC. Tanah yang diklasifikasikan dalam sejumlah kelompok dan
subkelompok dapat dilihat dalam Tabel 2.2. Prosedur untuk menentukan
klasifikasi tanah Sistem Unified yang ditunjukkan pada Tabel 2.2 adalah sebagai
berikut :

(1) Menentukan apakah tanah berupa butiran halus atau butiran kasar dengan cara
menyaring. Caranya yaitu tanah benda uji disaring lewat satu unit saringan
standar. Berat tanah yang tinggal pada masing-masing saringan ditimbang, lalu
persentase terhadap berat kumulatif dapat dihitung. Contoh nomor-nomor
saringan dan diameter lubang dari standar Amerika dapat dilihat pada Tabel 2.3,
sedang susunan saringan saat pengujian ditunjukkan dalam Gambar 2.6. Pada
sistem Unified hanya digunakan saringan nomor 200 untuk menentukan apakah
tanah berupa butiran kasar atau halus.

(2) Jika tanah berupa butiran kasar :

a) Menyaring tanah tersebut dan menggambar grafik distribusi butirannya.

b) menentukan persen butiran lolos saringan no.4. bila persentase butiran yang
lolos kurang dari 50%, klasifikasi tanah tersebut sebagai kerikil. Bila persen
butiran yang lolos lebih dari 50%, klasifikasikan sebagai pasir.

c) menentukan jumlah butiran yang lolos saringan no.200. Jika persentase butiran
yang lolos kurang dari 5%, pertimbangkan bentuk grafik distribusi butiran dengan
menghitung Cu dan Cc. Jika termasuk bergradasi baik, maka klasifikasikan
sebagai GW (bila kerikil) atau SW (bila pasir). Jika termasuk bergradasi buruk,
klasifikasikan sebagai GP (bila kerikil) atau SP (bila pasir). Jika persentase
butiran yang lolos saringan no.200 diantara 5 sampai 12%, tanah akan mempunyai

19
simbol dobel dan mempunyai sifat keplastisan (GW – GM, SW – SM, dan
sebagainya).

d) Jika persentase butiran yang lolos saringan no.200 lebih besar 12%, harus
dilakukan uji batas-batas Atterberg dengan menyingkirkan butiran tanah yang
tinggal dalam saringan no.40. Kemudian, dengan menggunakan diagram
plastisitas, ditentukan klasifikasinya (GM, GC, SM, SC, GM – GC atau SM –
SC).

(3) Jika tanah berbutir halus :

a) Melakukan uji batas-batas Atterberg dengan menyingkirkan butiran tanah yang


tinggal dalam saringan n0.40. jika batas cair lebih dari 50, klasifikasikan sebagai
H (plastisitas tinggi) dan jika kurang dari 50, klasifikasikan sebagi L (pastisitas
rendah).

b) Untuk H (plastisitas tinggi), jika plot batas-batas Atterberg pada grafik


plastisitas di bawah garis A, maka dapat ditentukan apakah tanah organik (OH)
atau anorganik(MH). Jika plotnya jatuh diatas garis A, klasifikasikan sebagai CH.

c) Untuk L (plastisitas rendah), jika plot batas-batas Atterberg pada grafik


plastisitas di bawah garis A pada area yang diarsir, dapat disimpulkan klasifikasi
tanah tersebut sebagai organik (OL) atau an organik (ML) berdasar warna, bau,
atau perubahan batas cair dan batas plastisnya dengan mengeringkannya di dalam
oven.

d) Jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plastisitas jatuh pada area yang
diarsir, dekat dengan garis A atau nilai LL sekitar 50, digunakan simbol dobel.
Cara penentuan klasifikasi tanah Sistem Unified dengan menggunakan diagram
alir diperlihatkan dalam Gambar 2.6. Prosedur dalam menentukan klasifikasi
tanahnya sama halnya dengan Tabel 2.2, hanya saja dilakukan dengan diagram
alir.

20
Tabel 2.2 Sistem Klasifikasi tanah Unified

21
Gambar 2.6 Diagram alir system kalsifikasi USCS

22
2. Sistem Klasifikasi AASHTO

Sistem klasilikasi ini dikembangkan pada tahun 1929. Pada sistem ini tanah
diklasifikasikan ke dalam tujuh kelompok besar yang dapat dilihat pada Tabel
2.3, yaitu A-1 sampai dengan A-7. Pada Tabel 2.3, tanah yang diklasifikasikan ke
dalam A-1, A-2. dan A-3 adalah tanah berbutir dimana 35% butirannya atau
kurang lolos ayakan No.200. Tanah dimana lebih dari 35% butirannya lolos
ayakan No.200 diklasifikasikan ke dalam kelompok A-4, A-5, A- 6, dan A-7.
Butiran dalam kelompok A-4 sampai dengan A-7 tersebut sebagian besar adalah
lanau dan lempung. Sistem AASHTO (American Assosiation of State Highway
and Transportation Officials) berguna untuk menentukan kualitas tanah dalam
perancangan timbunan jalan subbase dan subgrade. Sistem ini terutama ditujukan
untuk maksud-maksud dalam lingkup tersebut. Sistem AASHTO

didasarkan pada kriteria dibawah ini :

1. Ukuran Butir

Kerikil adalah bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter 75 mm (3 inci)
dan tertahan ayakan No.20 (2 mm). Pasir adalah bagian tanah yang lolos ayakan
No.20 (2 mm) dan tertahan avakan No.200 (0.075 mm). Lanau dan lempung
adalah tanah yang lolos ayakan No.200.

2. Plastisitas

Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai
indeks plastis sebesar 10 atau kurang. Nama berlempung dipakai bilamana
bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastis sebesar 11 atau
lebih.

3. Apabila batuan (ukuran >75 mm atau lebih) ditemukan di dalam contoh tanah
yang akan ditentukan klasifikasi tanahnva, maka batuan-batuan tersebut harus
dikeluarkan terlebih dahulu, tetapi prosentasenya harus tetap dicatat. Tanah-tanah
dalam tiap kelompoknya dievaluasi terhadap indeks kelompoknya yang dihitung
dengan rumus-rumus empiris. Pengujian yang digunakan adalah analisis saringan
dan batas-batas Atterberg. Indeks kelompok (group index) (GI) digunakan untuk

23
mengevaluasi lebih lanjut tanah – tanah dalam kelompoknya. Indeks kelompok
dihitung dengan persamaan :

GI = (F − 35)[0.2 + 0.005(LL − 40)]+ 0.01(F −15)(PI −10)

dengan,

GI = indeks kelompok (group index)

F = persen butiran lolos saringan no.200 (0.075mm)

LL = batas cair

PI = indeks plastisitas

Bila indeks kelompok (GI) semakin tinggi, maka tanah semakin berkurang
ketepatan penggunaannya.

Tabel 2.,3 Klasifikasi Tanah berdasarkan AASTHO

Catatan :

Kelompok A-7 dibagi atas A-7-5 dan A-7-6 bergantung pada batas plastisnya
(PL)

Untuk PL > 30, klasifikasinya A-7-5


Untuk PL < 30, klasifikasinya A-7-6
Np = Nonplastis

24
Klasifikasi tanah juga dapat dibedakan berdasarkan tekstur seperti yang terdapat
pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Klasifikasi tanah berdasarkan tekstur

 Batas Batas Konsistensi

Sitat-sitat dan tanah yang dapat menunjukkan tanah berbutir halus dalam
keadaan alami adalah konsistensi. Secara umum konsistensi dinyatakan dalam
keadaan seperti : Lembek (soft), sedang, (medium), kaku (stift), dan keras (hard).
Tetapi arti keadaan ini akan selalu berubah-ubah dan tergantung pada pendapat
seseorang. Bergantung pada kadar air, tanah dapat berbentuk cair, plastis, semi
padat, atau padat. Kedudukan fisik tanah berbutir halus pada kadar air tertentu
disebut konsistensi. Suatu hal yang penting pada tanah berbutir halus adalah sifat
plastisitasnya. Plastisitas disebabkan oleh adanya partikel mineral lempung dalam
tanah. Istilah plastisitas menggambarkan kemampuan tanah dalam menyesuaikan
perubahan bentuk pada volume konstan tanpa retak-retak atau remuk. Albert
Atterberg, seorang ahli kimia asal Swedia yang mengembangkan suatu analisis
yang disebut batas – batas Atterberg (Atterberg Limits), memberikan cara untuk

25
menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan
mempertimbangkan kandungan kadar air tanah. Kedudukan batas – batas
konsistensi untuk tanah kohesif ditunjukkan dalam Gambar 2.8. Batas-batas
tersebut adalah batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit), dan batas susut
(shrinkage limit).

Gambar 2.8 Batas-batas Atterberg

1) Batas Cair (Liquid Limit)

Batas cair (LL), menyatakan kadar air minimum dimana tanah masih dapat
mengalir di bawah beratnya atau kadar air tanah pada batas antara keadaan cair ke
keadaan plastis. Batas cair biasanya ditentukan dari uji Casagrande. Gambar
skematis dari alat pengukur batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.9. Contoh
tanah dimasukkan dalam cawan. Tinggi contoh dalam cawan kira-kira 8 mm. Alat
pembuat alur / pemisah (grooving tool) dikerukkan tepat di tengah-tengah cawan
hingga menyentuh dasarnya. Kemudian, dengan alat pengetuk / penggetar, cawan
di ketuk-ketukkan pada landasan dengan tinggi jatuh 1 cm. Persentase kadar air
yang dibutuhkan untuk menutup celah sepanjang 12,7 mm pada dasar cawan,
sesudah 25 kali ketukan, didefinisikan sebagai batas cair tanah tersebut. Oleh
karena sulitnya mengatur kadar air pada waktu celah menutup pada 25 kali
ketukan, maka biasanya percobaan dilakukan beberapa kali, yaitu dengan kadar
air yang berbeda dengan jumlah ketukan yang berkisar antara 15 sampai 35.
kemudian, hubungan kadar air dengan jumlah pukulan digambarkan dalam grafik
semi logaritmik untuk menentukan kadar air pada 25 kali ketukan (Gambar
2.10).

26
Gambar 2.9 Skema alat uji batas cair

Gambar 2.10 Kurva untuk penentuan batas cair lempung

27
Kemiringan dari garis dalam kurva didefinisikan sebagai indeks aliran (flow

index), dan dinyatakan dalam persamaan :

𝑁2
𝐼𝑓 = (𝑤2 − 𝑤1)/log⁡(𝑁1) ……………………………………………….(2.3)

dengan, If = indeks aliran

w1 = kadar air (%) pada N1 ketukan

w2 = kadar air (%) pada N2 ketukan

Dari banyak uji batas-cair, Waterways Experiment Station di Vicksburg, Missipi,


mengusulkan persamaan batas cair :

𝑤𝑁
𝐿𝐿 = 𝑁 𝑡𝑔
β .……………………………………………………………(2.4)
( )
25

dengan, N = jumlah pukulan, untuk menutup celah 0.5 in (12,7 mm)

wN = kadar air

tg β= 0.121

2) Batas Susut (Shrinkage Limit)

Batas Susut (SL), menyatakan batas dimana sesudah kehilangan kadar air,
selanjutnya tidak menyebabkan penyusutan volume tanah lagi atau didefinisikan
sebagai kadar air pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat. Percobaan
batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin diameter
44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi dengan pelumas
dan diisi dengan tanah jenuh sempurna. Kemudian dikeringkan dalam oven.
Gambar 2.11 menunjukkan perbedaan volume secara visual setelah dikeringkan
dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dengan air raksa.

28
Gambar 2.11 Uji batas susut

Batas susut dinyatakan dalam persamaan :

𝑚1−𝑚2 (𝑣1−𝑣2)𝛾𝑤
𝑆𝐿 = { − } 𝑥100% ……………………………………….(2.5)
𝑚2 𝑚2

dengan, m1 = berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)

m1 = berat tanah kering dalam oven (gr)

v1 = volume tanah basah dalam cawan (cm3)

v1 = volume tanah kering dalam oven (cm3)

γw = berat volume air (gr/cm3)

Gambar 2.12 Variasi volume dan kadar air

29
Gambar 2.12 menunjukkan hubungan variasi kadar air dan volume total tanah
pada kedudukan batas cair, batas plastis, dan batas susut. Batas – batas Atterberg
sangat berguna untuk identifikasi dan klasifikasi tanah. Batas – batas ini sering
digunakan secara langsung dalam spesifikasi, guna mengontrol tanah yang akan
digunakan untuk membangun struktur timbunan atau urugan.

3) Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Indeks Plastisitas (PI) adalah selisih batas cair dan batas plastis. Dapat
dirumuskan :

PI = LL − PL

dengan, PI = Indeks Plastisitas

LL = Batas Cair

PL = Batas Plastis

Indeks plastisitas (PI) merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat
plasis. Karena itu, indeks plastisitas menunjukkan sifat keplastisan tanah. Jika
tanah mempunyai PI tinggi, maka tanah mengandung banyak lempung. Jika PI
rendah, seperti lanau, sedikit pengurangan kadar air berakibat tanah menjadi
kering. Batasan mengenai indeks plastisitas, sifat, macam tanah, dan kohesi
diberikan oleh Atterberg dalam Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Nilai indeks plastisitas dan macam tanah

30
4) Indeks Cair (Liquidity Index)

Indeks cair (Liquidity Index) = L.I, menyatakan perbandingan dalam pcrsentase


antara kadar air tanah dikurangi batas plastis dengan indek plastis dan dinyatakan
menurut persamaan :

𝑤 −𝑃𝐿
𝑤 𝑤𝑤 −𝑃𝐿
𝐿𝐼 = ( 𝐿𝐿−𝑃𝐿 = ) ……………………………………………………..(2.6)
𝑃𝐼

Keterangan : LI = Indeks Cair

wN = Kadar air di lapangan

2.1.4 Pemeriksaan/Pengujian Material Subgrade

 Aktivititas

Activity (A) tanah lempung didefinisikan sebagai berikut (Skempton, 1953) :

𝑃𝐼
𝐴 = 𝐹𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 …………………………………………………………..(2.7)
𝐿𝑒𝑚𝑝𝑢𝑛𝑔

dimana, PI adalah indeks plastisitas dan fraksi lempung adalah persentase berat
tanah yang berukuran lebih kecil dari 2μm. Lempung dengan nilai activity sekitar
1 (0,75 < A < 1,25) diklasifikasikan sebagai ”normal”, A < 0,75 termasuk
lempung tidak aktif dan A > 1,25 termasuk lempung aktif.

 Permeabilitas

Tanah adalah butiran padat dan berpori-pori yang saling berhubungan satu
sama lain sehingga air dapat mengalir dari suatu titik yang mempunyai energi
lebih tinggi ke titik yang mempunyai energi yang lebih rendah. Studi tentang
rembesan ini akan sangat berguna untuk menghitung kestabilan sebuah konstruksi
akibat dari tanah yang mempunyai kondisi berubah-ubah. Koefisien rembesan
mempunyai satuan yang sama dengan kecepatan. Istilah koefisien rembesan
sebagian besar digunakan oleh para ahli teknik tanah (geoteknik) dan para ahli
geologi menyebutnya sebagai konduktivitas hidrolik. Koefisien rembesan tanah
tergantung dari beberapa faktor yaitu kekcntalan cairan. distribusi ukuran butir,
distribusi ukuran pori, angka pori. Kekasaran butiran tanah dan derajat kejenuhan.

31
Pada tanah lempung, struktur tanah memegang peranan penting dalam
menentukan koefisien rembesan. Harga koefisien rembesan (k) untuk tiap-tiap
tanah adalah berbeda-beda. Beberapa harga koefisien rembesan diberikan dalam
Tabel 2.5 berikut :

Tabel 2.5 Koefisien Permeabilitas

Keadaan permeabilitas seperti yang telah dijelaskan diatas berhubungan


dengan kemampuan tanah untuk dapat ditembus aliran air. Dari Tabel 2.5 dapat
disimpulkan bahwa kerikil halus yang memiliki nilai koefisien permeabilitas yang
paling besar, artinya dalam satu detik, air dapat mengalir hingga kedalaman 1,0-
100 cm dari lapisan kerikil halus tersebut.

 Berat Volume Tanah dan Hubungan-Hubungannya

Segumpal tanah dapat terdiri dari dua atau tiga bagian. Dalam tanah yang
kering, maka tanah hanya terdiri dari dua bagian, yaitu butir-butir tanah dan
poripori udara. Dalam tanah yang jenuh juga terdapat dua bagian, yaitu bagian
padat atau butiran dan air pori. Dalam keadaan tidak jenuh, tanah terdiri dari tiga
bagian padat (butiran), pori-pori udara, dan air pori. Bagian-bagian tanah dapat
digambarkan dalam bentuk diagram fase ditunjukkan dalam Gambar 2.13.

32
Gambar 2.13 Diagram fase tanah

Dari memperhatikan gambar tersebut dapat dibentuk persamaan :

𝑊 = 𝑊𝑠 + 𝑊𝑣 …………………………………………………………..(2.8)

𝑉 = 𝑉𝑠 + 𝑉𝑤 + 𝑉𝑎 ……………………………………………………….(2.9)

𝑉𝑣 = 𝑉𝑤 + 𝑉𝑎 ………………………………………………………… ..(2.10)

dengan : Ws = berat butiran padat

Ww = berat air

Vs = volume butiran padat

Vw = volume air

Va = volume udara

Berat udara (Wa) dianggap sama dengan nol. Hubungan-hubungan volume yang
sering digunakan dalam mekanika tanah adalah kadar air (w), angka pori (e),
porositas (n), dan derajat kejenuhan (S).

 Angka Pori (e)

Didefinisikan sebagai perbandingan antara volume ruang kosong dengan


volume tanah padat, atau apabila dirumuskan adalah :

𝑽𝒗
𝒆= ………………………………………………………………………..(2.11)
𝑽𝒔

33
Keterangan : e = Void ratio

Vv = Volume void dan Vs = Volume solid

 Porositas (n)

Porositas merupakan prosentase perbandingan antara volume ruang kosong


dan volume total dari tanah. Dalam Teknik Sipil porositas akan mempengaruhi
penurunan pada sebuah konstruksi. Ada dua rumus yang dapat digunakan untuk
mencari nilai porositas ini, yaitu :

𝑛 = (𝑉𝑣 /𝑉𝑡 )𝑥100% ………………………………………………………(2.12)

𝑒
𝑛 = 1+𝑒 …………………………………………………...………………(2.13)

Keterangan : Vv = volume void

Vt = volume total

e = void ratio

Tabel 2.6 Perbandingan Void Ratio dengan Porositas

Dari Tabel 2.6 dapat disimpulkan bahwa semakit besar nilai angka pori maka
porositas dari tanah juga akan besar. Semakin besar penambahan nilai e maka
akan semakin besar juga kenaikan nilai n.

34
 Kadar Air (w)

𝑊
𝑤 = 𝑊𝑣x100%……………………………………………………………….(2.14)
𝑠

Suatu hal yang penting untuk mengetahui beberapa banyak air yang
terkandung oleh tanah adalah tujuan teknis. Kadar air untuk tanah biasanya berada
dalam kisaran dibawah 60%. Berikut ini ditampilkan kadar air untuk kebanyakan
tanah sebagai berikut (Tabel 2.7):

Tabel 2.7 Kadar Air dalam Tanah

Pada Tabel 2.7 dapat dilihat bahwa lempung organic memiliki nilai kadar air (w)
yang paling besar karena daya simpan lempung terhadap air lebih besar dibanding
jenis-jenis tanah yang lainnya.

 Derajat Kejenuhan (s)

𝑉𝑤
𝑆= x100%……………………………………………………………..…..(2.15)
𝑉𝑣

Persamaan ini menyatakan perbandingan dari air yang ada dalam pori-pori
terhadap jumlah total air yang dapat terkandung secara penuh dalam semua
poripori. Pemeriksaan dan persamaan menunjukkan bahwa jika tanah kering,
tidak ada air) maka tanah akan mempunyai derajat kejenuhan 0 % dan jika semua
pori terisi oleh air maka tanah tersebut dinyatakan mempunyai derajat kejenuhan
100%. Tabel 2.8 menunjukkan berbagai macam derajat kejenuhan tanah untuk
maksud klasifikasi.

35
Tabel 2.8 Derajat kejenuhan dan kondisi tanah

 Berat Volume Basah (γb)

Berat volume basah atau lembab (γb), adalah perbandingan antara berat
butiran tanah termasuk air dan udara (W) dengan volume total tanah(V).

𝑉
𝛾𝑏 = 𝑊 ………………………………………………………………………(2.16)

Dengan W = Ww + Ws + Wa (dengan Wa = 0). Bila ruang udara terisi oleh air


seluruhnya (Va = 0), maka tanah menjadi jenuh.

 Berat Volume Kering (γd)

Berat volume kering (γd), adalah perbandingan antara berat butiran (Ws)
dengan volume total (V) tanah.

𝑊𝑠
𝛾𝑑 = ……………………………………………………………………..(2.17)
𝑉

 Berat Volume Butiran Padat (γs)

Berat volume butiran padat (γs), adalah perbandingan antara berat butiran
padat (Ws) dengan volume butiran padat (Vs).

𝑊𝑠
𝛾𝑑 = ……………………………………………………………………(2.18)
𝑉𝑠

36
 Berat jenis / specific gravity (Gs)

Defenisi dasar dari berat jenis adalah perbandingan antara berat jenis butir
tanah dengan volume butir pada temperature tertentu, atau dapat dihitung menurut
persamaan sebagai berikut :

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡⁡𝑑𝑎𝑟𝑖⁡𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒⁡𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛⁡𝑑𝑎𝑟𝑖⁡𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝⁡𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙 𝛾
𝐺𝑠 = = 𝛾 𝑠 ………………………..(2.19)
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡⁡𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒⁡𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛⁡𝑑𝑎𝑟𝑖⁡𝑎𝑖𝑟⁡𝑝𝑎𝑑𝑎⁡𝑠𝑢ℎ𝑢⁡4°𝐶⁡ 𝑤

Gs tidak berdimensi. Secara tipikal, berat jenis berbagai jenis tanah berkisar antara
2,65 sampai 2,75. berat jenis Gs = 2,67 biasanya digunakan untuk tanah-tanah
tidak berkohesi atau tanah granuler, sedang untuk tanah-tanah kohesif tidak
mengandung bahan organik Gs berkisar di antara 2,68 sampai 2,72. Nilai – nilai
berat jenis dari berbagai tanah diberikan dalam Tabel 2.9

Tabel 2.9 Berat jenis tanah (specific gravity)

 Regangan / Deformasi Elastis Tanah

Terjadinya penurunan disebabkan kondisi mekanik tanah yang dipengaruhi


beberapa hal, yaitu berupa terjadinya regangan dan keruntuhan geser akibat
adanya pembebanan di atas lapisan tanah. Jika Lapisan tanah mengalami
pembebanan maka lapisan tanah akan mengalami regangan yang hasilnya berupa
penurunan (settlement). Tegangan yang terjadi dalam tanah ini disebabkan oleh
berubahnya susunan tanah maupun pengurangan rongga pori/ air di dalam tanah
tersebut. Jumlah dari regangan sepanjang kedalaman lapisan merupakan
penurunan total tanahnya. Penurunan akibat beban adalah jumlah total dari

37
penurunan segera (immediately settlement) dan penurunan konsolidasi
(consolidation settlement).

Penurunan yang terjadi pada tanah berbutir kasar dan halus yang kering atau tak
jenuh terjadi dengan segera sesudah penerapan bebannya. Penurunan pada kondisi
ini disebut penurunan segera. Penurunan segera merupakan penurunan bentuk
elastis. Dalam prakteknya sangat sulit memperkirakan besarnya penurunan. Hal
ini tidak hanya kerena tanah dalam kondisi alamnya tidak homogen dan anistropis
dengan modulus elastisitas yang bertambah dengan kedalamannya, tetapi juga
terdapat kesulitan dalam mengevaluasi kondisi tegangan dan regangan di
lapisannya.

Penurunan tanah yang mengalami pembebanan, secara garis besar diakibatkan


oleh konsolidasi. Konsolidasi rnerupakan gejala yang menggambarkan deformasi
yang tergantung pada waktu dalam suatu medium berpori jenuh seperti tanah yang
mengalami pembebanan (eksternal). Bahan akan berdeformasi seiring dengan
waktu ketika cairan atau air dalam pori secara sedikit demi sedikit berdifusi.

Penurunan konsolidasi adalah penurunan yang terjadi memerlukan waktu yang


lamanya tergantung pada kondisi lapisan tanahnya. Penurunan konsolidasi dapat
dibagi dalam tiga fase dimana :

1. Fase awal, yaitu fase dimana terjadi penurunan segera setelah bekerja. Disini
terjadi proses penekanan udara keluar dari tanahnya. Proporsi penurunan awal
dapat diberikan dalam perubahan angka pori dan dapat ditentukan dari kurva
waktu terhadap penurunan dari penyujian konsolidasi.

2. Fase konsolidasi primer atau konsolidasi hidrodinamis, yaitu penurunan yang


dipengaruhi oleh kecepatan aliran air yang meninggalkan tanahnya akibat adanya
tekanan. Proses konsolidasi primer sangat dipengaruhi oleh sifat tanahnya seperti
permeabilitas. kompresibilitas angka pori. Bentuk geometri tanah termasuk tebal
lapisan mampat, pengembangan arah horizontal dan zona mampat dan batas
lapisan lolos air, dimana air keluar menuju lapisan lolos air.

38
3. Fase konsolidasi sekunder, merupakan lanjutan dari proses konsolidasi primer,
dimana proses berjalan sangat lambat. Penurunan jarang diperhitungkan karena
biasanya sangat kecil. Kecuali pada jenis tanah organik tinggi dan beberapa
lempung tak organik yang sangat mudah mampat.

Penurunan total adalah jumlah penurunan segera dan penurunan konsolidasi. Bila
dinyatakan dalam bentuk persamaan. penurunan total adalah:

O = Si + Sc + Ss ……………………………………………………………..(2.20)

dengan :

S = penurunan total

Si = penurunan segera

Sc = penurunan akibat konsolidasi primer

Ss = penurunan akibat konsolidasi sekunder

 Penurunan Segera (immediate settlement)

Penurunan segera atau penurunan elastis dari suatu pondasi terjadi segeramsetelah
pemberian beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan kadar air. Besarnva
penurunan ini bergantung pada ketentuan dari pondasi dan tipe material dimana
pondasi itu berada. Suatu pondasi lentur yang memikul beban merata dan terletak
di atas material yang elastis (seperti lempung jenuh) akan mengalami penurunan
elastis berbentuk cekung. Tetapi bila pondasi tersebut kaku dan berada di atas
material yang elastis seperti lempung, maka tanah di bawah pondasi itu akan
mengalami penurunan yang merata dan tekanan pada bidang sentuh akan
mengalami pendistribusian ulang.

Bentuk penurunan dan distribusi tekanan pada bidang sentuh antara pondasi dan
permukaan tanah seperti yang dijelaskan diatas adalah benar apabila modulus
elastisitas dan tanah tersebut adalah konstan untuk seluruh kedalaman lapisan
tanah.

39
Hasil pengujian SPT (Standart Penetration Test) yang dilakukan oleh Meyerhoff
untuk tanah pasir pada tahun 1965, telah diperbaiki oleh Bowles pada tahun 1977
dan menghasilkan persamaan guna menghitung penurunan segera. Persamaan
tersebut adalah :

6𝑞 𝐵 2
𝑆𝑖 = (𝐵+1) ……………………………………………………………..(2.21)
𝑁

Berdasarkan analisis data lapangan dari Schultze dan Sherif (1973). Meyerhof
(1974) yang dikutip oleh “Soedarmo G. D. dan Purnomo, S.J.E. 1997. Mekanika
Tanah 1 dan Mekanika Tanah 2, Penerbit Kanisius”, memberikan hubungan
empiris untuk penurunan pada pondasi dangkal sebagai berikut :

𝑞√𝐵
𝑆𝑖 = ……………………………………………………………………..(2.22)
𝑁

Keterangan :

Si = penurunan dalam inci

q = intensitas beban yang diterapkan dalam Ton/ft2

B = lebar pondasi dalam inci

 Penurunan Konsolidasi (consolidation settlement)

Bila suatu lapisan tanah jenuh yang permeabilitasnya rendah dibebani, maka
tekanan air pori dalam tanah tersebut akan bertambah. Perbedaan tekanan air pori
pada lapisan tanah, berakibat air mengalir ke lapisan tanah yang tekanan air
porinya lebih rendah, yang diikuti proses penurunan tanahnya. Karena
permeabilitasnya rendah akibat pembebanan, dimana prosesnya dipengaruhi oleh
kecepatan terlepasnya air pori keluar dari rongga tanah. Penambahan beban di atas
permukaan tanah dapat menyebabkan lapisan tanah di bawahnya mengalami
pemampatan. Pemampatan tersebut disebabkan karena adanya deformasi partikel
tanah, keluarnya air atau udara dari dalam pori.

Faktor-faktor tersebut mempunyai hubungan dengan keadaan tanah yang


bersangkutan. Bilamana suatu lapisan tanah jenuh air diberi penambahan beban,

40
angka tekanan air pori akan naik secara mendadak. Keluarnya air dari dalam pori
selalu disertai dengan berkurangnya volume tanah yang menyebabkan penurunan
lapisan tanah tersebut. Bila suatu lapisan tanah diberi penambahan tegangan,
maka penambahan tegangan akan diteruskan ke air pori dan butiran tanah. Hal ini
berarti bahwa penambahan tegangan akan terbagi sebagian ke tegangan efektif
dan sebagian lagi ke tegangan air pori. Secara prinsip dapat dirumuskan :

Δσ =Δσe + Δμ ………………………………………………………………(2.23)

Keterangan :

Δσe = penambahan tekanan total

Δσ = penambahan tekanan efektif

Δμ = penambahan tekanan pori

Tanah lempung mempunyai daya rembesan yang sangat rendah, dan air adalah zat
yang tidak begitu termampatkan dibandingkan dengan butiran tanah. Oleh karena
itu pada saat t = 0, seluruh penambahan tegangan Δσ akan dipikul oleh air
sehingga Δσ = Δμ pada seluruh kedalaman lapisan tanah. Tidak sedikitpun dari
penambahan tegangan tersebut akan dipikul oleh butiran tanah (jadi penamhahan
tegangan efektit Δσe = 0 ).

Sesaat setelah penambahan tegangan. air dalam ruang pori mulai tertekan dan
akan mengalir keluar dalam dua arah menuju lapisan pasir. Dalam proses ini,
tekanan air pori pada tiap kedalaman akan berkurang secara perlahan dan
tegangan yang dipikul oleh butiran tanah akan bertambah. Jadi pada saat 0 < t < ~.

Δσ =Δσe + Δμ (Δσe > 0 dan Δμ < Δσ )

Secara teori, pada saat t = ~, seluruh kelebihan tekanan air pori sudah hilang dari
lapisan tanah lempung, jadi Δμ = 0, sekarang penambahan tegangan total akan
dipikul oleh butir tanah, jadi: Δσ = Δσe . Proses keluarnya air dari dalam poripori
tanah, sebagai akibat dari penambahan beban, yang disertai dengan pemindahan
kelebihan tekanan air ke tegangan efektif akan menyebabkan terjadinya
penurunan.

41
Untuk menghitung penurunan akibat konsolidasi primer dapat digunakan rumus:

a. Penurunan untuk lempung normally consolidated (pc’= po’)

𝐶𝑐.𝐻 𝑃𝑂 +▲𝑃
𝑆𝑐 = 1+𝑒 log ( ) ………………………………………………………(2.24)
0 𝑃𝑂

Bila didefinisikan p p p o '= '+Δ 1 , maka :

𝐶𝑐.𝐻 𝑃
𝑆𝑐 = 1+𝑒 log (𝑃1 ) …………………………………………………………..(2.25)
0 𝑂

b. Untuk lempung overconsolidated (pc’> po’) penurunan konsolidasi primer total


dinyatakan oleh persamaan yang bergantung nilai p1’.

1. Bila p1’< pc’

𝐶𝑟.𝐻 𝑃
𝑆𝑐 = 1+𝑒 log (𝑃1 ) …………………………………………………………(2.26)
0 𝑂

2. Bila p1’> pc’

𝐻 𝑃 𝐻 𝑃
𝑆𝑐 = 𝐶𝑟. 1+𝑒 log (𝑃1 ) + 𝐶𝑐. 1+𝑒 log (𝑃1 ) ………………………………….(2.27)
0 𝑂 0 𝑐

Keterangan :

Sc = besar penurunan lapisan tanah akibat konsolidasi

Cc = indeks pemampatan (compression index)

Cr = indeks pemampatan kembali (recompression index)

H = tebal lapisan tanah

eo = angka pori awal

Po = tekanan efektif rata-rata

Δp = besar penambahan tekanan

Untuk menghitung indeks pemampatan lempung yang teruktur tanahnya belum


terganggu belum rusak, menurut “Terzaghi, K., and Peck, R. B., 1967. Soil
Mechanics in Engineering Practice. A Wiley International Edition, 729 p”, seperti

42
yang dikutip Braja M. Das (1993) menyatakan penggunaan rumus empiris sebagai
berikut :

Cc = 0,009 (LL-10), dengan LL adalah Liquid Limit dalam persen. Salah satu
pendekatan yang sangat sederhana untuk menghitung tambahan tegangan beban di
permukaan diberikan Bouusinesq. Caranya adalah dengan membuat garis
penyebaran beban 2V : IH (2 vertikal berbanding 1 Horizontal). Gambar 2.14
menunjukan garis penyebaran beban. Dalam cara ini dianggap beban pondasi Q
didukung oleh pyramid yang mempunyai kemiringan sisi 2V : 1H.

Gambar 2.14 Penyebaran Beban 2V : IH

43
Tambahan tegangan vertikal dinyatakan dalam persamaan :

𝑞.𝐿.𝐵
▲ 𝑝 = (𝐿+𝑍)−(𝐵−𝑍) ………………………………………………………….(2.28)

Keterangan :

Δp = hambatan tegangan vertikal

Q = beban total pada dasar pondasi

q = beban terbagi rata pada dasar pondasi

L = panjang pondasi

B = lebar pondasi

Z = kedalaman yang ditinjau

Tabel 2.10 Nilai Perkiraan Modulus Elastisitas Tanah

Sumber : “Bowles, J.E. 1992.

44
Tabel 2.11 Nilai Perkiraan Angka poisson tanah (μ)

Pada Tabel 2.10 dan Tabel 2.11 digambarkan mengenai nilai E (Modulus Young)
dan (μ) (angka Poisson) tanah, angka ini dibutuhkan dalam perhitungan besarnya
penurunan segera. Nilai E menunjukkan kemampuan tanah terhadap menahan
regangan dan tegangan. Sedangkan angka Poisson didapat dari pengukuran
regangan kompresi Aksial dan regangan lateral selama pengujian triaksial.

 Kecepatan Waktu Penurunan

Lamanya waktu penurunan yang diperhitungkan adalah waktu yang


dibutuhkan oleh tanah untuk melakukan proses konsolidasi. Hal ini dikarenakan
proses penurunan segera (immediate settlement) berlangsung sesaat setelah beban
bekerja pada tanah (t = 0). Waktu penurunan akibat Proses konsolidasi primer
tergantung pada besarnya kecepatan konsolidasinva tanah lempung yang dihitung
dengan memakai koefisien konsolidasi (Cv), panjang aliran rata-rata yang harus
ditempuh air pori selama proses konsolidasi (Hdr) serta faktor waktu (Tv). Faktor
waktu (Tv) ditentukan berdasarkan derajat konsolidasi (u) yang merupakan
perbandingan penurunan yang telah terjadi akibat konsolidasi (Set) dengan
penurunan konsolidasi total (Sc), dimana Set adalah besar .Penurunan aktual saat
ini (St) dikurangi besar penurunan segera (Si).

45
𝑆𝑒𝑡 𝑆𝑡−𝑆𝑖
𝑈= = …………………………………………………………...…(2.29)
𝑆𝑡 𝑆𝑐

Cassagrande (1938) dan Taylor (1948) yang dikutip dari Braja M. Das (1993)
memberikan hubungan U dan Tv sebagai berikut :

𝜋
Untuk u < 60% ; 𝑇𝑣 = (4 ) 𝑈 2

Untuk u > 60% : Tv = 1,781 – 0,933 log (100 – U%)

Untuk menghitung waktu konsolidasi digunakan persamaan berikut :

𝑇𝑣.𝐻12
𝑇= ………………………………………………………………..…..(2.30)
𝐶𝑣1

Panjang aliran rata-rata ditentukan sebagai berikut :

 untuk tanah dimana air porinya dapat mengalir kearah atas dan bawah,
maka Hdr sama dengan setengah tebal lapisan tanah yang mengalami
konsolidasi.

 untuk tanah dimana air porinya hanya dapat mengalir keluar dalam satu
arah saja, maka Hdr sama dengan tebal lapisan tanah yang mengalami
konsolidasi.

 Keruntuhan Geser Akibat Terlampauinya Daya Dukung Tanah

Analisa daya dukung tanah mempelajari kemampuan tanah dalam


mendukung beban pondasi yang bekerja diatasnya. Dalam perencanaan biasanya
diperhitungkan agar pondasi tidak menyebabkan timbulnya tekanan yang
berlebihan pada tanah dibawahnya, karena tekanan yang berlebihan dapat
mengakibatkan penurunan yang besar bahkan dapat menyebabkan keruntuhan.
Jika beban yang diterapkan pada tanah secara berangsur ditambah, maka
penurunan pada tanah akan semakin bertambah. Akhirnya pada waktu tertentu,
terjadi kondisi dimana beban tetap, pondasi mengalami penurunan Kondisi ini
menunjukkan bahwa keruntuhan daya dukung tanah telah terjadi.

Gambar Kurva penurunan yang terjadi terhadap besarnya beban yang, diterapkan
diperlihatkan oleh Gambar 2.14 mula-mula pada beban yang diterapkan,

46
penurunan yang terjadi kira-kira sebanding dengan bebannya. Hal ini
digambarkan sebagai kurva yang mendekati kondisi garis lurus yang
menggambarkan hasil distorsi elastis dan pemampatan tanah. Bila beban
bertambah terus, pada kurva terjadi suatu lengkungan tajam yang dilanjutkan
dengan garis lurus kedua dengan kemiringan yang lebih curam. Bagian ini
menggambarkan keruntuhan geser telah terjadi pada tanahnya. Daya dukung
ultimate (ultimate bearing capacity) didefenisikan sebagai beban maksimum
persatuan luas dimana tanah masih dapat mendukung beban dengan tanpa
mengalami keruntuhan. Bila dinyatakan dalam persamaan, maka :

𝑝𝑢
𝑞𝑢 = ……………………………………………………………………..(2.31)
𝐴

keterangan :

qu = daya dukung ultimate atau daya dukung batas

pu = beban ultimate atau beban batas

A = luas area beban

Jika tanah padat, sebelum terjadi keruntuhan didalam tanahnya, penurunan kecil
dan bentuk kurva penurunan beban akan seperti yang ditunjukkan kurva 1 dalam
Gambar 2.15, kurva 1 menunjukan kondisi keruntuhan geser umum (general
shear failure). Saat beban ultimate tercapai, tanah melewati fasa kedudukan
keseimbangan plastis. Jika tanah sangat tidak padat atau lunak, penurunan yang
terjadi sebelum keruntuhan sangat besar. Keruntuhanya terjadi sebelum
keseimbangan plastis sepenuhnya dapat dikerahkan seperti yang ditunjukan kurva
2. Kurva 2 menunjukan keruntuhan geser lokal (local shear failure).

47
Gambar 2.15 Kurva Penurunan Terhadap Beban yang Diterapkan.

Untuk menghitung daya dukung ultimate dari tanah dapat digunakan rumus : q ult
= c Nc + γ.Df. Nq + ½.γ. B.Ny ; untuk pondasi jalur

𝑞𝑢𝑙𝑡
𝑆𝑓 = 𝑞 …………………………………………………………………(2.32)
𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛

Keterangan :

c = kohesi

q = γ Df = tekanan efektif overburden

γ = berat volume tanah

B = lebar fondasi

Sf = faktor keamanan

Nc, Nq, Nγ = faktor kapasitas dukung tanah (fungsi ϕ)

Faktor Nγ adalah faktor kapasitas dukung yang disebabkan oleh berat tanah yang
merupakan fungsi dari sudut gesek dalam tanah (ϕ).

48
𝑡𝑎𝑛⁡⁡⁡⁡⁡𝜑 𝐾𝑝𝑦
𝑁𝑦 = {𝑐𝑜𝑠2 𝜑 − 1} ……………………………………………………(2.33)
2

Tekanan tanah pasif akibat kohesi dan beban terbagi rata secara sama dapat
ditentukan, jika berat volume dianggap tidak berpengaruh terhadap bentuk zona
longsoran. Hasilnya dinyatakan oleh persamaan :

Nc = (Nq - 1) cotg Ø……………………………………………………..….(2.34)

𝑎2
𝑁𝑢 = ………………………………………………………….(2.35)
2𝑐𝑜𝑠2 (45°+Θ⁄ 2

Θ⁄
𝑎 = 𝑒 90,75𝜂 − 2 dukung Nc dan Nq merupakan faktor kapasitas dukung akibat

pengaruh kohesi dan beban terbagi rata yang keduanya merupakan fungsi dari
sudut gesek. Nilai – nilai dari Nγ, Nc, Nq dalam bentuk nilai – nilai numerik
ditunjukkan dalam Tabel 2.12.

Tabel 2.12 Faktor Daya Dukung Terzaghi

49
Pada Tabel 2.12 menggambarkan nilai Nc, Nq, Ny, Kpy dari setiap sudut geser
tanah. Semakin besar sudut geser tanah maka nilai-nilai koefisien daya dukung
Terzaghi juga akan semakin besar. Untuk angka sudut geser yang tidak ada di

tabel diatas dapat dilakukan dengan cara interpolasi.

2.2 DAYA DUKUNG TANAH DASAR

Daya dukung tanah dasar ditetapkan berdasarkan grafik korelasi. Daya


dukung tanah dasar diperoleh dari nilai CBR atau Plate bearing Test, DCP dan
lain-lain. Penggunaan nilai CBR laboratorium pada perencanaan tebal perkerasan
jalan baru atau pelebaran, jika tanah dasarnya merupakan tanah timbunan, dan
pada daerah di mana tanah dasarnya adalah tanah galian mengunakan nilai CBR
yang diperoleh secara empiris dari hasil contoh tanah yang diambil.

Spesifikasi umum pelaksanaan menetapkan bahwa lapisan tanah yang lebih dalam
dari 30 cm di bawah elevasi tanah dasar harus dipadatkan sampai 95% kepadatan
kering maksimum. Hingga kedalaman 30 cm dari elevasi tanah dasar tanah
dipadatkan hingga 100% kepadatan kering maksimum (SNI 03-1742-1989).
Untuk desain, daya dukung rencana tanah dasar diperoleh dari nilai CBR
rendaman 4 hari pada 95% kepadatan standar kering maksimum. Bagan desain -
1 menunjukkan indikasi daya dukung berbagai jenis tanah. Nilai yang disajikan
hanya digunakan sebagai acuan awal. Pengujian daya dukung harus dilakukan
untuk mendapatkan nilai CBR yang sebenarnya. Bagan tersebut mengindikasikan
bahwa kondisi setempat mempengaruhi daya dukung tanah dasar. Fakta tersebut
harus dipertimbangkan apabila kondisi yang tidak mendukung tersebut ditemui di
lapangan. Berdasarkan kriteria-kriteria pada bagan tersebut, tanah dasar yang
lazim ditemui di Indonesia mempunyai nilai CBR sekitar 4% bahkan dapat
serendah 2%. Prosedur pengambilan contoh dan pengujian yang sesuai dengan
kondisi lapangan harus diperhatikan. Dalam hal tanah lunak kepadatan
berdasarkan standar pengujian laboratorium tidak mungkin dicapai di lapangan.
Dengan demikian nilai CBR laboratorium untuk tanah lunak menjadi tidak
relevan.

50
Bagan Desain – 1. Indikasi Perkiraan Nilai CBR

Persyaratan umum persiapan Tanah dasar perkerasan harus memenuhi kriteria


berikut:

 harus mempunyai nilai CBR rendaman rencana minimum;

 dibentuk dengan benar, sesuai dengan bentuk geometrik jalan;

 dipadatkan dengan baik pada ketebalan lapisan sesuai dengan persyaratan;

 tidak peka terhadap perubahan kadar air;

 mampu mendukung beban lalu lintas pelaksanaan konstruksi.

Ruas jalan yang didesain harus dikelompokkan berdasarkan kesamaan segmen


yang mewakili kondisi tanah dasar yang dapat dianggap seragam (tanpa
perbedaan yang signifikan). Pengelompokan awal dapat dilakukan berdasarkan
hasil kajian meja dan penyelidikan lapangan atas dasar kesamaan geologi,
pedologi, kondisi drainase dan topografi, serta karakteristik geoteknik (seperti
gradasi dan plastisitas). Secara umum disarankan untuk menghindari pemilihan
segmen seragam yang terlalu pendek. Jika nilai CBR yang diperoleh sangat
bervariasi, pendesain harus membandingkan manfaat dan biaya antara pilihan
membuat segmen seragam yang pendek berdasarkan variasi nilai CBR tersebut,
atau membuat segmen yang lebih panjang berdasarkan nilai CBR yang lebih

51
konservatif. Hal penting lainnya yang harus diperhatikan adalah perlunya
membedakan daya dukung rendah yang bersifat lokal (setempat) dengan daya
dukung tanah dasar yang lebih umum (mewakili suatu lokasi). Tanah dasar lokal
dengan daya dukung rendah biasanya dibuang dan diganti dengan material yang
lebih baik atau ditangani secara khusus.

2.3 PERBAIKAN TANAH LUNAK

Umumnya lapisan tanah yang disebut lapisan yang lunak adalah lempung
(clay) atau lanau (slit) yang mempunyai harga pengujian penetrasi standar
(standart penetration test) N yang lebih kecil dari 4 atau tanah organis seperti
gambut yang mempunyai kadar air alamiah yang sangat tinggi. Demikian pula
lapisan tanah berpasir yang dalam keadaan lepas mempunyai nilai N yang kurang
dari 10, diklasifikasikan sebagai lapisan yang lunak.

Biasanya sebahagian besar dari lapisan lunak itu telah dibentuk oleh proses
alamiah. Tebal, luas dan stratifikasinya sangat tergantung dari corak topografi dan
geologi yang mebentuk lapisan lunak itu beserta kondisi sekeliling sesudah terjadi
formasi itu. Kesemuanya ini mengakibatkan keanekaragaman yang pelik.

Bilamana diperlukan untuk membangun di atas lapisan lunak itu, maka


pertama-tama masalah teknis yang harus diselidiki adalah daya dukung (bearing
capacity) dan penurunan (settlement). Kadang-kadang, tergantung dari jenis
konstruksi, kita kita tidak memerlukan penyelidikan daya dukung. Sebaliknya,
kadangkadang dalam menghadapi kemungkinan perbedaan penururnan
(differential settlement), kita bukan menggunakan pondasi langsung, melainkan
harus mengggunakan pondasi tiang yang mencapai lapisan yang keras. Jadi,
pemilihan dan penggunaan suatu jenis pondasi dapat juga dianggap sebagai suatu
tindakan dalam menghadapi lapisan tanah pondasi yang lunak.

Lapisan tanah lunak umumnya terdiri dari tanah yang sebagian besar terdiri
dari butir-butir yang sangat kecil seperti lempung atau lanau. Dlam lapisan
sedemikian juga kurang mengalami pembebanan sehingga sifat mekanisnya buruk
dan tidak mampu memikul beban.

52
Sifat lapisan tanah lunak adalah gaya gesernya yang kecil, kemampatan
yang besar dan koefisien permeabilitas yang kecil. Jadi, bilamana pembebanan
konstruksi melampaui daya dukung kritis, maka akan terjadi kerusakan tanah
pondasi. Meskipun intensitas beban itu kurang dari daya dukung kritis, dalam
jangka waktu yang lama besarnya penurunan akan meningkat yang akhirnya akan
mengakibatkan berbagai kesulitan.

Perbaikan Tanah Lunak Dengan Prefabricated Vertical Drain (PVD)

Tanah kompresibel yang cukup tebal jika dibebani akan mengalami penurunan
sebagai akibat dari konsolidasi yang berlangsung sebagai fungsi waktu seperti
pada Gambar 2.15. Dengan menggunakan vertikal drain, akan dihasilkan waktu
penurunan yang lebih cepat dibanding tanpa menggunakan vertikal drain. Tanah
yang telah mengalami penurunan akibat pembebanan akan menjadi lebih mampat
sehingga tanah menjadi lebih kokoh dengan demikian daya dukung tanahnya
meningkat.

Gambar 2.15 Efek Penggunaan Vertical Drain

Hal terpenting dalam PVD yaitu bahwa PVD hanya berfungsi untuk mempercepat
proses konsolidasi dan tidak dapat untuk mengurangi besarnya consolidation
settlement. Proporsi tekanan air pori yang terdisipasi pada waktu tertentu (U)

53
dalam suatu perlapisan tanah yang dipasang vertikal drainase dapat dihitung
dengan persamaan berikut :

1 − 𝑈𝑣ℎ = (1 − 𝑈𝑣 ). (1 − 𝑈ℎ ) …………………………………………….(2.36)

Dimana :

Uvh = menyatakan efek kombinasi

Uv = menyatakan drainase vertikal

Uh = menyatakan drainase horizontal

Pengaruh drainase vertikal sangat kecil dibandingkan dengan drainase arah


horisontal sebagai akibat dari jalur drainase yang harus ditempuh jauh lebih
panjang. Penentuan waktu konsolidasi, t dihitung dengan persamaan Barron yang
kemudian dikembangkan lagi oleh Hansbo (1979) untuk PVD (Prefabricated
Vertical Drain) yaitu dengan memasukkan dimensi fisik dan karakteristik dari
PVD sebagai berikut :

𝐷2 1
𝑡 = 8.𝐶 . 𝐹(𝑛). 𝑙𝑛 1−𝑈 ………………………………………………………(2.37)
ℎ ℎ

yang dapat disederhanakan menjadi,

F(n) = ln(n) − 0.75 dan n = D/dw

dimana :

D = diameter ekivalen lingkaran

dw = diameter drain

Di lapangan ada dua pola pemasangan vertikal drain, seperti terlihat pada
Gambar 2.16.

54
Gambar 2.16 Pola pemasangan Vertikal Drain

2.4 LAPISAN PERKERASAN JALAN

2.4.1 Pengertian Perkerasan

Perkerasan didefinisikan sebagai lapisan yang relatif stabil yang dibangun


diatas tanah asli atau tanah dasar yang berfungsi untuk menahan dan
mendistribusikan beban kendaraan serta sebagai lapisan penutup permukaan. Jadi
perkerasan dibangun karena permukaan tanah dasar tidak mampu menahan beban
kendaraan diatasnya.

Perkerasan lentur (flexible pavement) yaitu perkerasan yang umumnya


menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapis permukaan serta bahan
berbutir sebagai lapisan di bawahnya. Sehingga lapisan perkerasan tersebut
mempunyai flexibilitas/kelenturan yang dapat menciptakan kenyaman kendaraan
dalam melintas diatasnya. Perlu dilakuan kajian yang lebih intensif dalam
penerapannya dan harus juga memperhitungkan secara ekonomis, sesuai dengan
kondisi setempat, tingkat keperluan, kemampuan pelaksanaan dan syarat teknis
lainnya, sehingga konstruksi jalan yang direncanakan itu adalah yang optimal.
Tipikal struktur perkerasan jalan dapat dilihat pada Gambar 2.17.

55
Gambar 2.17. Tipikal Struktur Perkerasan Lentur

2.4.2 Komponen Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

Perkerasan jalan dibangun di atas tanah dasar. Lapis perkerasan jalan yang
langsung bersentuhan dengan roda kendaraan disebut lapis permukaan (surface
course). Lapis permukaan berfungsi struktural dan non struktural. Di antara lapis
permukaan dan tanah dasar terdapat lapis antara yang disebut lapis pondasi. Lapis
pondasi bermanfaat untuk mendukung struktur perkerasan jalan secara struktural
dan sebagai lantai kerja untuk pembuatan konstruksi lapis permukaan. Lantai
kerja diperlukan karena pelaksanaan pembuatan konstruksi lapis permukaan
melibatkan banyak peralatan berat. Lapis pondasi dapat dibuat satu lapisan
dengan jenis bahan yang sarna. Seringkali lapis pondasi juga dibuat menjadi dua
lapisan yang berbeda kualitasnya yaitu lapis pondasi atas (LPA) dan lapis pondasi
bawah (LPB).

1. Lapisan Permukaan (surface course)

Lapisan permukaan (surface cours) adalah lapisan yang menerima


keseluruhan beban dan gaya-gaya yang ditimbulkan kendaraan baik itu gaya
vertikal, gaya horizontal dan getaran-getaran akibat beban roda.

Lapisan permukaan ini mempunyai fungsi sebagai

1. Lapisan perkerasan yang menerima dan menahan beban roda

2. Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak mudah
meresap kelapisan dibawahnya dan dapat mengurnagi kekuatan lapisan tersebut.

56
3. Lapisan aus (wearing course), yaitu lapisan yang langsung menderita gesekan
akiabt rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.

4. Lapisan yang menyebarkan beban lalu lintas kelapisan bawah, sehingga dapat
dipikul oleh lapisan berikutnya yang mempunyai daya dukung yang lebih rendah.

Bahan yang digunakan untuk lapis permukaan ini umumnya sama dengan
bahan yang digunakan untuk lapis pondasi tetapi persyaratannya lebih tinggi.
Penggunaan bahan aspal pada lapis permukaan ini berfungsi untuk melindungi
lapisan pondasi karena aspal bersifat kedap air, disamping aspal juga memberikan
bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap
beban roda lalu lintas.

Pemilihan bahan yang akan digunakan untuk lapis permukaan perlu


dipertimbangkan dari segi kegunaannya dan lalu lintas yang bagaimana yang akan
melintas, umur rencana dari jalan yang direncanakan berdasarkan perkembangan
jumlah lalu lintas dan juga perlu diperhatikan untuk pengembangan selanjutnya
agar tercapai manfaat yang sebesar-besarnya dari jalan yang direncanakan
tersebut.

2. Lapisan Pondasi Atas (Base Course)

Pondasi atas (base course) adalah pondasi yang langsung mendukung lapisan
penutup atau aspalan diatasnya, sehingga pengaruh muatan lalu lintas masih
sangat besar lapis pondasi atas ini mempunyai fungsi sebagai :

1. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban kelapisan dibawahnya.

2. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.

3. Bantalan terhadap lapisan permukaan

Material yang digunakan untuk lapisan base adalah material yang cukup
kuat. Untuk lapisan base tanpa pengikat umumnya digunakan material dengan nila
CBR > 50 % dan indeks plastisitas PI < 4 5. Bahan – bahan alam seperti batu

57
pecah, kerikil pecah, stabilitas tanah dengan semen dan kapur dapat digunakan
sebagia lapisan base.

Oleh karena itu persyaratan untuk base ini akan lebih berat dari pada
persyaratan untuk lapisan pondasi bawah (sub base course). Adapun persyaratan
untuk lapisan base adalah sebagai berikut :

1. Kualitas bahan harus baik

a. Mengenai kekerasan atau kekuatan

b. Mengenai bentuk butir

2. Gradasi butir-butir harus merupakan susunan yang rapat.

3. Kandungan filter harus cukup, tetapi tidak melampaui batas maksimum atau
minium.

4. Homogenitas haus sesempurna mungkin.

Tebal lapisan base ini tergantung kepada kepadatan lalu lintas (kelas jalan)
dan tebal lapisan aspalan diatasnya.

3. Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course)

Pondasi bawah (sub base course) adalah bagian dari perkerasan yang terletak
antara lapis pondasi atas dan tanah dasar, biasanya mempunyai ketebalan 20-30
cm yang terdiri dari material berbutir kasar (granular material) yang merupakan
campuran pasir dan batu.

Lapis pondasi bawah ini merupakan fungsi sebagai berikut :

1. Bagian dari Konstruksi perkerasan yang mendukung dan menyebarkan beban


roda ke tanah dasar.

2. Sebagai lapisan peresap, sehingga air pada tanah tidak berkumpul di pondasi.

3. Sebagai lapis pertama karena tanah dasar yang tidak mendukung terhadap berat
roda-roda alat-alat berat atau dikarenakan kondisi lapangan yang masih lembek.

58
4. Lapisan yang mencegah partikel – partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis
pondasi atas.

Pada umumnya bahan base terdiri dari cmapuran alami (natural) atau
buatan, diantaranya :

1. Soil Agregat Material

2. Natural Sandy Gravel (pasir batu atau pitrun)

3. Tanah pilihan

4. Stabilitas tanah

Mutu bahan sangat mempengaruhi masa pelayanan perkerasan maka untuk


itu sebelum bahan tersebut digunakan perlu diadakan pemeriksaan terlebih
dahulu. Semua material harus bersih dari kotoran-kotoran, bahan-bahan organik
dan bahan-bahan lainnya yang mempengaruhi buruknya perkerasan.

Material yang digunakan harus memenuhi persayratan kelas A, B atau C


tergantung dari persyaratan yang dibutuhkan, dengan nilai CBR > 20 % dan
indeks plastisitas PI < 10 %.

2.5 KETENTUAN/PERSYARATAN TEBAL PERKERASAN LENTUR

2.5.1 Metode Perhitungan Tebal Perkerasan Lentur

Metode perkerasan lentur yang digunakan adalah Manual Desain


Perkerasan Jalan dari Bina Marga nomor 02/M/BM/2013. Konsep dari perkerasan
lentur adalah dengan cara mendistribusikan beban terpusat dari kendaraan ke
struktur bawahnya sehingga tekanan yang terjadi pada lapisan tanah dasar menjadi
lebih kecil. Oleh karena itu lapis struktur perkerasan harus dibuat dengan sifat
modulus kekakuan (modulus elastisitas) lapis atas lebis besar daripada lapis
bawahnya.

59
Parameter perencanaan terdiri dari :

a. Traffic design

b. CBR

c. Faktor Regional

d. Indeks Permukaan

2.5.2 Desain Perkerasan Jalan

Desain perkerasan harus mempertimbangkan faktor-faktor yang


mempengaruhi antara lain :

- Lalu lintas, yaitu jenis / golongan kendaraan dan jumlah kendaraan

- Data pertumbuhan lalu lintas.

- Data CBR tanah dasar (subgrade) dimana jalan dibangun.

- Rencana umur perkerasan (dimulai tahun pembukaan lalu lintas).

- Muatan Sumbu Terberat (MST)

- Perkiraan tahun pembukaan lalu lintas.

- Faktor wilayah (Regional Factor ) = Pengaruh keadaan lingkungan

Dasar perhitungan dalam menentukan tebal perkerasan yaitu dari buku pedoman
Penentuan tebal perkerasan Lentur jalan raya 1983 Dirjen Bina Marga Langkah –
langkahnya sebagai berikut :

a. Menentukan Faktor Regional (FR)

Faktor regional adalah faktor setempat yang menyangkut keadaan


lapangan dan iklim, yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan, daya
dukung tanah dasar dan perkerasan seperti pada Tabel 2.13. Dengan memakai
parameter curah hujan, kelandaian plan dan prosentase kendaraan berat didapat

60
FR. Menghitung dan menampilkan jumlah komposisi lalu lintas harian rata-rata
LHR awal rencana.

Tabel 2.13 Faktor Regional

b. Menghitung angka ekivalen (E)

Yaitu angka yang menyatakan jumlah lintasan sumbu tunggal seberat 8,16
ton pada jalur rencana yang diduga terjadi pada permulaan umur rencana.
Menurut Buku Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan lentur Jalan rava 1983,
dirjen Bina Marga harga ekivalen masing-masing kendaraan dihitung dengan
memakai rumus :

Angka Ekivalen sumbu tunggal.

E = (beban I sumbu tunggal/ 8,16)4

Angka Ekivalen sumbu ganda

E = 0.086 (beban 1 sumbu ganda/ 8.16)4

Penentuan angka ekivalen (E) kendaraan dapat ditentukan melalui Tabel 2.14.

61
Tabel 2.14 Angka Ekivalen Kendaraaan

c. Mengitung lintas ekivalen permulaan (LEP)

Jumlah ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton pada
jalur rencana yang diduga terjadi pada permulaan umur rencana. Menurut Buku
Pedoman Penentuan tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya 1983. Dirjen Bina Marga,
harga lintas ekivalen permulaan dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :

LEP = LHRj x Cj x Ej

keterangan :

C = koefisien distribusi kendaraan

Σ LHRj = lalu lintas harian rata-rata pada awal umur rencana

Ej = Angka ekivalen untuk tiap jenis kendaraan

d. Menghitung lintas ekivalen akhir (LEA)

Jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton
pada jalur rencana yang diduga terjadi pada akhir umur rencana. Menurut Buku
Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur jalan Raya 1983, Dirjen Bina
Marga, harga lintas ekivalen akhir dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :

62
LEA = Σ LHRj (1+i)UR x Cj x Ej

keterangan :

Cj = koefisien distribusi kendaraan

Σ LHRj = lalu lintas harian rata-rata pada awal umur rencana

Ej = Angka ekivalen untuk tiap jenis kendaraan

i = perkembangan lalu lintas dalam tahun

UR = Umur rencana jalan

e. Menghitung lintas ekivalen tengah (LET)

Jumlah ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat 8.16 ton pada
jalur rencana yang diduga terjadi pada tengah umur rencana. Menurut Buku
Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya 1983. Dirjen Bina
Marga. harga lintas ekivalen akhir dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :

LET = ½ (LEA + LEP)

Dimana :

LEA = Lintas Ekivalen Akhir

LEP = Lintas Ekivalen Permulaan

f. Menghitung Lintas Ekivalen Rencana (LER)

Suatu beban yang dipakai dalam nomogram penetapan tebal perkerasan untuk
menyatakan jumlah lintas ekivalen rata-rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton
pada jalur rencana. Menurut Buku Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur
Jalan Raya 1983, Dirjen Bina Marga, harga lintas ekivalen akhir dapat dicari
dengan rumus sebagai berikut :

LER = LET x (UR / 10) = LET x FP

Keterangan :

63
FP = Faktor Penyesuaian

LET = Lintas Ekivalen Tengah

UR = Umur Rencana

g. Menghitung Indeks Tebal Perkerasan (ITP)

Adalah angka vang berhubungan denban penentuan tebal perkerasan, caranya


sebagai berikut :

 Bedasarkan CBR tanah dasar, dari grafik didapai (DDT) daya dukung
tanah dasar (grafik IV).

 Dengan parameter klasifikasi jalan dan besarnya LER, dari grafik didapat
indeks permukaan akhir umur rencana (grafik VII).

 Berdasarkan jenis lapis perkerasan dari daftar VIII didapat indeks


permukaan pada awal umur rencana (lpo).

 Selanjutnya dengan parameter DDT, IP, FR dan LER dengan memakai


nomorgan penetapan tebal perkerasan didapat indeks tebal perkerasan ijin
(ITP) seperti pada Tabel 2.15.

Tabel 2. 15 Nomogram penentuan ITP

64
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tinjauan Umum


Penelitian ini dilakukan pada proyek pembangunan jalan Tol Inderapura –
Kuala Tanjung.
Penelitian ini mengacu kepada desain teknis perkerasan jalan dengan metode
Manual Desain Perkerasan Jalan 2018 dan SNI-1738-2011. Di dalam penelitian
ini dilakukan analisa secara secara bertahap, yaitu terdiri dari:
1. Persiapan (pengumpulan data, refrensi, dan identifikasi masalah)
2. Perhitungan dan pengolahan data
3. Analisa (CBR subgrade ) dan kondisi tanah asli
4. Perhitungan tebal perkerasan
5. Evaluasi pengaruh kekuatan tanah dasar terhadap susunan tebal perkerasan
6. Pembuatan studi kasus
3.2 Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Pada suatu desain teknis perkerasan jalan, perlu dilakukann proses analisa data-
data mengenai objek yang akan direncanakan. Agar lebih memudahkan dalam
penulisan laporan Studi Kasus ini, maka disajikan langkah pengerjaan sebagai
berikut:
3.2.1. Persiapan
Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum pengumpulan
dan pengolahan data, pada tahap ini disusun kegiatan yang harus dilakukan
dengan tujuan untuk mengefektifkan dalam perencanaan. Untuk membantu
dalam proses penyelesaian laporan Studi Kasus maka perlu dibuat suatu
pedoman kerja yang matang, sehingga waktu untuk menyelesaikan laporan
Studi Kasus dapat terencana dengan baik dan tercapainya sasaran penulisan
Studi Kasus sesuai dengan bobot persoalan yang diangkat. Agar pekerjaan
berjalan efektif maka perlu dibuat suatu pedoman umum, berupa alur kerja
yang efisien namun dapat menjawab semua permasalahan yang akan ditinjau.
Persiapan awal yang dilakukan untuk menunjang kelancaran penyusunan Studi
Kasus adalah sebagai berikut :

65
1. Melengkapi studi pustaka berupa pengumpulan materi studi sebagai
referensi dalam analisis data;
2. Menentukan kebutuhan data sementara;
3. Mendata instansi-instansi yang akan dijadikan narasumber data;
4. Pengadaan persyaratan administrasi untuk pengumpulan data;
5. Presentasi data dan rangkuman kerja penyusunan Studi Kasus;
6. Survey lokasi untuk mendapatkan gambaran umum kondisi proyek;
7. Pembuatan jadwal rencana penyusunan Studi Kasus.
3.2.2. Pengumpulan data
Diagram alir Studi Kasus merupakan suatu kerangka dasar yang
membentuk alur kerja dan berfungsi sebagai pedoman umum untuk membantu
proses penyusunan Studi Kasus. Kerangka dan prosedur pengolahan data
diterangkan dalam diagram alir seperti Gambar 3.1 berikut

Start

Rumusan Masalah dan kebutuhan

Pengumpulan Data:

 Data CBR dan Sondir


 Data tanah asli
 Data analisis PVD Preloading
 Data LHR

Analisis/ Pengolahan Data

Perhitungan Tebal perkerasan

Analisa kuat geser, CBR dan daya dukung tanah dasar

Analisa pengaruh kekuatan tanah dasar terhadap tebal susunan perkerasan

Kesimpulan

Gambar 3.1 Diagram Alir Studi Kasus

66
3.2.3. Analisis data
Semua data yang ada dianalisa sehingga dapat nilai-nilai parameter yang
dibutuhkan. Guna untuk mengetahui jenis tanah asli, kekuatan geser, CBR dan
DDT tanah dasar. Dari setiap nilai yang didapat dari hasil analisis maka data
tersebut digunakan untuk menarik kesimpulan apakah tanah tersebut perlu atau
tidak penanganan dan bagaimana solusi selanjutnya agar perkerasan yang akan
dibangun memenuhi spesifikasi, hal ini akan dibahas dan dibuat kesimpulan.
3.2.4. Perhitungan struktur perkerasan jalan
Setalah melewati tahapan proses analisis dan olah data, selanjutnya
dilakukan perhitungan tebal perkerasan lentur (flexible pavement) dengan
metode Manual Desain Pekerasan Jalan (MDPJ 2018) dan SNI-1738-2011.
3.2.5. Desain tebal perkerasan
Data hasil perhitungan perkerasan dengan metode Manual Desain
Pekerasan Jalan (MDPJ 2018) dan SNI-1738-2011 yang diperoleh akan
menjadi bahan evaluasi mengenai pengaruh nilai kekuatan tanah dasar terhadap
tebal susunan tebal perkerasan.
3.2.6. Diagram alir penelitian
Didalam penulisan laporan penelitian studi kasus ini perlu direncanakan
diagram alir untuk memudahkan penyelesaiannya. Berdasarkan uraian prosedur
yang telah disajikan diatas, maka dapat disajikan diagram alir seperti Gambar
3.2. sebagai berikut:

67
START

PERMASALAHAN
DILAPANGAN

IDENTIFIKASI MASALAH

PENGUMPULAN
DATA

Data Lapangan:
1. Data Sondir, CBR dan Data Tanah Asli
2. GAMBAR DESAIN JALAN
3. Data Analisis PVD Preloading
4. Data Tanah Timbunan
5. Volume Lalu Lintas Harian (LHR)

ANALISIS DATA

ANALISA NILAI KUAT GESER,


CBR, DAN DDT TANAH
DASAR

ANALISA PERBAIKAN TANAH


LUNAK BERDASARKAN KONDISI
TANAH ASLI

PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN

ANALISA PENGARUH NILAI DAYA DUKUNG TANAH


DASAR TERHADAP TEBAL SUSUNAN PERKERASAN

SIMPULAN

FINISH

Gambar 3.2. Diagram Alir Perencanaan

68
BAB IV

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 PENGUMPULAN DATA


4.1.1 DATA UMUM

69
4.1.2 LOKASI PENELITIAN

Lokasi pekerjaan penyelidikan tanah (soil investigation) adalah pada proyek


pembangunan Akses Jalan Tol Pelabuhan Kuala Tanjung Ruas Inderapura-Kuala
Tanjung (STA. 0+000 sd STA. 15+600) termasuk Junction dan Simpang Susun
Inderapura serta Main Road Ruas Tebing Tinggi-Inderapura (STA. 106+650 sd
STA 109+100).
Survei Penyelidikan Tanah dilakukan berdasarkan pengamatan dari hasil
pengeboran tanah. Dari hasil pengeboran tersebut didapat layer-layer atau lapisan
tanah dimasing-masing kedalaman. Kemudian semua hasil pengeboran tanah
tersebut di korelasikan atau dihubungkan satu sama lain sehingga membentuk
suatu profil tanah. Berikut peta lokasi penyelidikan tanah dapat dilihat pada
Gambar 4.1. Untuk ukuran gambar yang lebih besar bisa dilihat pada lampiran 1.

PEMBANGUNAN (DESIGN AND BUILD)


PROYEK PEMBANGUNAN JALAN TOL KUALA TANJUNG - INDERAPURA STA (00+000
S.D 15+600) TERMASUK JUNCTION DAN SIMPANG SUSUN INDERAPURASERTA
MAIN ROAD RUAS TEBING TINGGI - INDERAPURA (STA 106+650 S.D STA 109+100)

SEKSI-2
UB JALINSUM 86+650 (Sta 106+650 s /d Sta. 109+100) da n
(Sta 0+000 s /d Sta. 15+600)

18.05 km

UB KAI 86+800

Sta 0+000

Kuala Tanjung

UB SEI SUKA 105+700

Sta 106+650

STA 106+650

Inderapura
Sta 15+600

Sta 109+100

Gambar 4.1. Peta Lokasi Penelitian

70
4.1.4 DATA TANAH

A.1 Data Tanah Dasar

Data-data tanah yang digunakan dalam Studi Kasus ini adalah data sondir dan
laboratorium dari hasil penyelidikan tanah pada area Jalan Tol Pelabuhan Kuala
Tanjung Ruas Inderapura – Kuala Tanjung (STA 4+050 S.D STA 5+050).
Berikut acuan yang dapat dilakukan setelah melakukan pengujian sondir
dilapangan :
1. Data Sondir
Data sondir yang tersedia merupakan hasil pekerjaan penyelidikan tanah yang
meliputi sondir sebanyak 2 (dua) titik (STA 4+663 (R) dan STA 4+663 (L)) .
Berdasarkan dari data sondir dengan kapasitas 250 kg/cm2 sedalam 20 m
diketahui besaran gaya yang akan menunjukan karakteristik tanah dan
konsistensinya. Pengelompokan jenis tanah dapat ditentukan berdasarkan nilai qc
seperti pada Tabel 4.1. Hasil data sondir dapat kita lihat pada lampiran 3.

Tabel 4.1 Jenis Tanah berdasarkan nilai qc


Jenis Tanah Cone Resistance(qc)
Tanah sangat keras >150 kg/cm2
Tanah keras 80-150 kg/cm2
Tanah sangat kenyal 40-80 kg/cm2
Tanah kenyal 20-40 kg/cm2
Tanah teguh 10-20 kg/cm2
Tanah lunak 5-10 kg/cm2
Tanah sangat lunak < 5 kg/cm2

2. Data Laboratorium
Pengujian tanah di laboratorium dilakukan terhadap semua contoh tanah yang
diperoleh dari lapangan. Pengujian-pengujian yang dilakukan untuk memperoleh
data dan informasi parameter sifat fisik maupun sifat mekanika tanah, selanjutnya
parameter-parameter tersebut akan digunakan sebagai bahan pertimbangan bahan
analisis dan pertimbangan dalam perencanaan maupun penanganan tanah.

71
Jenis parameter yang ditentukan di laboratorium, antara lain; berat jenis
tanah, kandungan air (water content), batas cair (liquid limit), batas plastis, nilai
konsolidasi, angka pori, CBR laboratorium, konsolidasi, kepadatan/kemampatan,
permeabilitas, dan kekuatan geser. Parameter tanah tersebut akan digunakan untuk
menentukan daya dukung tanah. Data laboratorium hasil pengujian dapat dilihat
pada Lampiran 4.
Hasil data pengujian parameter tanah asli dilapangan dapat di lihat pada
Tabel 4.2 dan Tabel 4.3

Tabel 4.2 Tabel Pengujian Komposisi Tanah


Parameter pengujian Satuan SAMPLE

Weight Ring (W 1 ) gram 60,70

Weigh of Container ( W2 ) gram 0,00

Weigh of Ring + Container + Wet Soil ( W3 ) gram 142,23

Weigh of Wet Soil ( γb ) = (W3)-(W2)-(W1) gram 81,53

Volume of Soil (V) cm3 49,85

Weigh of Ring + Container + DrySoil ( W4 ) gram 115,99

Weigh of Dry Soil ( Ws ) =(W4)-(W1)-(W2) gram 56,29

Weigh of Water ( Ww) = (W4)-(Ws) gram 28,80

Spesific Gravity, Gs - 2,64

Volume of Dry Soil (Vs) = (Ws)/Gs cm3 21,32

Volume of Pore (Vv) = (Vs)-(Vs) cm3 28,53

Wet Density, wet = (W4)/(Ws) gr/cm3 2,06

Water Content,w = (Ww)/(Ws)*100% % 51,16

Dry Density, gdry = wet/(1+w) gr/cm3 1,36

Porosity, n = (Vv)/(V)*100% % 57,23

Degree of Saturation, Sr = (Ww)/(Vv)*100% % 100,94

Angka pori (e) % 1,338152

72
Tabel 4.3 Nilai-Nilai Pengujian Laboratorium
Parameter Hasil Pengujian

Batas-batas Atterberg Limit


Batas Cair (LL) 59,81 %
Batas Plastis [Plastic Limit] (PL) 35,38 %
Batas Susut [Shrinkage Limit] (SL) 19,27189 %
Plastis Index (PI) 24,43 %
Kuat Tekan Bebas ( qu) 0,37 ton/ft^2
Kekuatan Geser (σ) 0,12514 kg/m^2

A.2 Data Tanah Timbunan


Data tanah timbunan berupa data laboratorium, DCP dan sandcone. Data
tersebut digunakan untuk penilaian spesifikasi tanah yang sudah diperbaiki. Data
tanah timbunan dapat dilihat pada lampiran 6.

Hasil data pengujian parameter tanah asli dilapangan dapat di lihat pada
Tabel 4.4

Tabel 4.4 Nilai-Nilai Pengujian Laboratorium

Parameter Hasil Pengujian

Batas-batas Atterberg Limit

Batas Cair (LL) 39,20%


Batas Plastis [Plastic Limit] (PL) 19,51 %

Batas Susut [Shrinkage Limit] (SL) 19,61 %

Kadar Air 30,45 %

Max Dry Density 1,48 gr/cc


CBR 100 % MDD 11,75 %

73
4.1.4 Data LHR Rencana dan Data Teknis Perencanaan

Tabel 4.5 Lalu lintas Harian Rata-rata Rencana

DAILY
No TYPE CLASS TRAFFIC
1 Sedan,Jeep and Station Wagon I 3773
2 Pick up, Micro Truck I 984
3 Mini Bus I 538
4 Big Bus I 354
5 Singel Truck 2 As II 271
6 Double Truck 2 As II 325
7 Truck 3 As III 578
8 Truck 4 As IV 294
9 Truck 5 As V 210
7327
Lalu lintas Harian Rata-rata Rencana pada Tabel 4.5 dibutuhkan menghitung
perencanaan tebal perkerasan. Data LHR dapat dilihat pada lampiran 8.

Data teknis perencanaan :

Lebar perkerasan : 14,40 meter


Umur rencana (UR) : 10 Tahun
Kelandaian : 2% = ≤ 6%
Jumlah lajur : 4 lajur 2 arah
Faktor pertumbuhan lalu lintas (i) awal umur rencana: 2 %
Faktor pertumbuhan lalu lintas (i) akhir rencana umur rencana: 6 %
Curah hujan : ≥ 900 mm/th
Lapis Perkerasan yang digunakan :
 a1= Laston MS 590
 a2= Batu Pecah Kelas B
 a3= Sirtu/ pitrun kelas A

74
4.2 PENGOLAHAN DATA
4.2.1 Pengelompokan Tanah (Soil Clasification)
Pengelompokan tanah dilakukan agar mengetahui jenis tanah yang ada
dilapangan. Penyelidikan jenis tanah didapat dari pengujian SPT. Dari pengujian
SPT maka diketahui klasifikasi jenis tanah berdasarkan kedalaman seperti pada
Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Tabel Klasifikasi dan Konsistensi Tanah Dasar

4.2.3 Perhitungan Daya Dukung Tanah Dasar


Kapasitas/daya dukung tanah (bearing capacity) adalah kekuatan tanah
untuk menahan suatu beban yang bekerja padanya yang biasanya disalurkan
melalui pondasi. Kapasitas/dayadukung tanah batas (qu = qult = ultimate bearing
capacity ) adalah tekanan maksimum yangdapat diterima oleh tanah akibat beban
yang bekerja tanpa menimbulkan kelongsoran geser pada tanah pendukung tepat
di bawah dan sekeliling pondasi.

A. CBR LABORATORIUM
CBR laboratorium dapat disebut juga CBR rencana titik. Tanah dasar yang
diperiksa merupakan jalan baru yang berasal dari tanah asli, tanah timbunan atau
tanah galian yang dipadatkan sampai mencapai 95% kepadatan maksimum.
Dengan demikian daya dukung tanah dasar merupakan kemampuan lapisan tanah
yang memikul beban setelah tanah itu dipadatkan. Oleh karena itu, nilai CBR

75
laboratorium adalah nilai CBR yang diperoleh dari contoh tanah yang dibuat dan
mewakili keadaan tanah tersebut setelah dipadatkan.

Berdasarkan hasil pengujian CBR Laboratorium yang terdapat pada lampiran 4


didapat nilai :

Nilai CBR pada penetrasi 0,1” = 1,99 %

Nilai CBR pada penetrasi 0,2” = 2,22 %

Maka didapat nilai CBRLAB = 2,106 %

B. Pengujian Kuat Tekan Bebas


Kuat tekan bebas adalah besarnya gaya aksial per satuan luas pada saat
sampel tanah mengalami keruntuhan atau pada saat regangan aksial telah
mencapai 20% (pilih yang lebih dahulu tercapai saat pengujian). Uji tekan bebas
termasuk hal yang khusus dari uji triaksial unconsolidated undrained,UU (tak
terkonsolidasi-tak terdrainase). Kondisi pembebanan sama dengan yang terjadi
pada uji triaksial, hanya tekanan selnya nol (σ3 = 0). Tegangan aksial yang
diterapkan di atas benda uji berangsur-angsur ditambah sampai benda uji
mengalami keruntuhan. Pada saat keruntuhannya, karena σ3 = 0, maka:

σ1 = σ3 + Δσf = Δσf = qu.

Berdasarkan pengujian laboratorium kuat tekan bebas makanya didapat nilai


qu= 0,42 kg/cm2 = 0,37 ton/ft2 . Penentuan konsistensi tanah berdasarkan nilai qu
dapat lihat pada Tabel 4.7

76
Tabel 4.7 Hubungan antara konsisitensi tanah dengan kekuatan tanah
lempung dari Test Unconfined Compression

qu
Konsistensi
ton /ft 2
Sangat Lunak 0 - 0.25
Lunak 0.25 - 0.5
Menengah 0.5 - 1.48
Kaku 1-2
Sangat Kaku 2-4
Keras >4

4.2.3 Perhitungan Tebal Perkerasan

Tabel 4.7 Lalu lintas Harian Rata-rata Rencana 2020

No TYPE CLASS DAILY TRAFFIC


1 Sedan,Jeep and Station Wagon I 3773
2 Pick up, Micro Truck I 984
3 Mini Bus I 538
4 Big Bus I 354
5 Singel Truck 2 As II 271
6 Double Truck 2 As II 325
7 Truck 3 As III 578
8 Truck 4 As IV 294
9 Truck 5 As V 210
7327
Dari Tabel 4.7 di atas maka dilakukan perhitungan perhitungan tebal perkerasan
sesuai urutan di bawah ini.

LHR2021 (awal umur rencana)


LHR2021 (awal umur rencana) = LHR2020 (1+0,02)1……………………………(4.1)
Tabel 4.8 adalah hasil perhitungan LHR awal umur rencana setiap type
kendaraan dengan menggunakan persamaan 4.1

77
Tabel 4.8 LHR2021 (awal umur rencana)

No TYPE LHR 2021


1 Sedan,Jeep and Station Wagon 4150,3
2 Pick up, Micro Truck 1082,4
3 Mini Bus 591,8
4 Big Bus 389,4
5 Singel Truck 2 As 298,1
6 Double Truck 2 As 357,5
7 Truck 3 As 635,8
8 Truck 4 As 323,4
9 Truck 5 As 231

LHR2031 (akhir umur rencana)


LHR2031 (akhir umur rencana) = LHR2021 (1+0,06)10……………………(4.2)
Tabel 4.9 adalah hasil perhitungan LHR awal umur rencana setiap type
kendaraan dengan menggunakan persamaan 4.2.

Tabel 4.9 LHR2031 (akhir umur rencana)

No TYPE LHR 2031


1 Sedan,Jeep and Station Wagon 7432,555195
2 Pick up, Micro Truck 1938,413547
3 Mini Bus 1059,823667
4 Big Bus 697,356093
5 Singel Truck 2 As 533,8516983
6 Double Truck 2 As 640,2280515
7 Truck 3 As 1138,620965
8 Truck 4 As 579,1601451
9 Truck 5 As 413,6858179

Menentukan angka ekivalen (E)

Angka ekivalen kendaraan dapat ditentukan berdasarkan Tabel 4.10.

78
Tabel 4.10 Angka ekivalen

JENIS KENDARAAN ANGKA EKIVALEN (E)


Sedan,Jeep and Station Wagon (2 ton) (1+1) ton 0,00023 + 0,00023 = 0,00045
Pick up, Micro Truck (3 ton) (1+2) ton 0,00023 + 0,00361 = 0,00383
mini bus (6 ton) (2+4) ton 0,00361 + 0,0577 = 0,0613
Big Bus (8 ton) (3+5) ton 0,01827 + 0,14097 = 0,15924
Singel Truck 2 As (10) (4+6) ton 0,05774 + 0,29231 = 0,35005
Double Truck 2 As (13 ton) (5+8) ton 0,14097 + 0,92385 = 1,06481
Truk 3 as (20 ton) (6+(7+7)) ton 0,29231 + 0,74516 = 1,03747
Truck 4 As (24 ton ) ((5+5))+((7+7)) ton 0,57425 + 0,74516 1,31941
Truk 5 as (30 ton) ((5+5)+6+((7+7)) ton 0,57425 + 0,74516 = 1,61172

Koefisien Distribusi Kendaraan (C) untuk 2 lajur 2 arah

Koef. Dist. (c) Kendaraan Ringan = 0,5


Koef. Dist. (c) Kendaraan Berat = 0,5
Menghitung Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)
LEP = E x LHRAwal rencana x C………………………………………..(4.3)
Hasil perhitungan LEP tiap kendaraan menggunakan persamaan 4.3 maka
didapat hasil seperti pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)

JENIS KENDARAAN LEP


Sedan,Jeep and Station Wagon (2 ton) 0,868
Pick up, Micro Truck (3 ton) 1,924
mini bus (6 ton) 16,833
Big Bus (8 ton) 28,749
Singel Truck 2 As (10) 48,381
Double Truck 2 As (13 ton) 176,493
Truk 3 as (20 ton) 305,826
Truck 4 As (24 ton ) 197,832
Truk 5 as (30 ton) 172,615
TOTAL 949,520

79
Menghitung Lintas Ekivalen Akhir (LEA) = E x LHRAkhir rencana x C
LEA = E x LHRAkhir rencana x C………………………………………..(4.4)
Hasil perhitungan LEP tiap kendaraan menggunakan persamaan 4.4 maka
didapat hasil seperti pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12 Lintas Ekivalen Akhir

JENIS KENDARAAN LEA


Sedan,Jeep and Station Wagon (2 ton) 1,554479484
Pick up, Micro Truck (3 ton) 3,445975723
mini bus (6 ton) 30,14528356
Big Bus (8 ton) 51,48445939
Singel Truck 2 As (10) 86,64214619
Double Truck 2 As (13 ton) 316,0716584
Truk 3 as (20 ton) 547,6873563
Truck 4 As (24 ton ) 354,2866277
Truk 5 as (30 ton) 309,1269626
TOTAL 1700,444949

Menghitung Lintas Ekivalen Tengah (LET)

𝐿𝐸𝐴+𝐿𝐸𝑅 949,520+1700,444949
𝐿𝐸𝑇 = = =⁡1324,982
2 2

𝑈𝑅 10
𝐹𝑃⁡ = = 10 = 1
10

𝐿𝐸𝑅 = 𝐿𝐸𝑇⁡𝑥⁡𝐹𝑃 = 1324,982

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ⁡𝑘𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛⁡𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 2570
%⁡𝑘𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛⁡𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 = 𝑥100% = 7327 = 35,075⁡%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ⁡𝑘𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛

Dari hasil LER yaitu ≥ 1000 untuk jalan tol maka didapat nilai Ipt = 2,5

Seperti yang sudah diketahui iklim ≥900 mm/th dengan persen kendaraan berat
sebesar 35,075 % dan kelandaian ≤ 6% maka ditentukan FR = 2,0 dan ditambah 1,0
dengan kondisi jalan yang rawa. Maka nilai FR= 2,0 + 1,0 = 3,0

Jenis lapis Perkerasan = LASTON dengan roughnes ≤ 1000 mm/km, maka Ipo ≥ 4

80
Indeks Tebal Perkerasan (ITP)

Nilai indeks tebal perkerasan di peroleh dari monogram dengan mempergunakan


nilai-nilai yang telah diketaui sebelumnya, yaitu : LER, nilai DDT, dan FR yang
diperoleh. Berikut ini adalah gambar grafik monogram untuk masing-masing Ipt
dan Ipo (Gambar 4.2)

Gambar 4.2 Grafik Nomogram nilai Ipt=2,5 dan Ipo ≥ 4

DDT = 4,3 Log CBR +1,7

A. Perhitungan Tebal Perkerasan Pada CBR Tanah Asli


Nilai CBR tanah asli dari hasil pengujian : 2,106 %
DDT = 4,3 Log 2,106 + 1,7 = 3,0908
LER = 1324,982

Dari grafik nomogram pada Gambar 4.2 didapat maka di dapat nilai :

ITP = 11,5

ITP = 12,5

81
Tabel 4.13 Penentuan Koefisien Kekuatan Relatif

Dari Tabel 4.13 berdasarkan ketentuan material yang dipakai untuk perkerasan
maka didapat koefisien-koefisien kekuatan relatif sebagai berikut :

Koefisiean a1= 0,35

Koefisiean a2= 0,14

Koefisiean a3= 0,13

82
Tabel 4.14 Penentuan Tebal Minimum Lapis Pondasi dan Lapis Permukaan

Dari Tabel 4.14 maka didapat nilai :

Tebal Minimum Lapis Pondasi (D2) = 25 cm

Tebal Minimum Lapis Permukaan (D1) = 10 cm

ITP = a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3

ITP = 0,35 x 10 + 0,14 x 25 + 0,13 x D3

12,5 = 7 + (0,13 x D3)

D3 = 42,30769 cm ≈ 43 cm

B. Perhitungan Tebal Perkerasan Pada CBR Tanah Timbunan


Nilai CBR tanah asli dari hasil pengujian : 11,75 %

DDT = 4,3 Log 11,75 + 1,7 = 6,30116

83
LER = 1324,982

Dari grafik nomogram pada Gambar 4.2 didapat maka di dapat nilai :

ITP = 8,5

ITP = 10

Koefisiean a1= 0,35

Koefisiean a2= 0,14

Koefisiean a3= 0,13

Dari Tabel 4.14 maka didapat nilai :

Tebal Minimum Lapis Pondasi (D2) = 20 cm

Tebal Minimum Lapis Permukaan (D1) = 7,5 cm

ITP = a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3

ITP = 0,35 x 7,5 + 0,14 x 20 + 0,13 x D3

8,5 = 5,425 + (0,13 x D3)

D3 = 23,6538 cm ≈ 24 cm

84
BAB V

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1 ANALISIS
5.1.1 Analisis Sifat Fisis, Parameter, dan Kuat Dukung Tanah Dasar

A. Analisis Sifat Fisis dan Parameter Tanah Dasar

Tabel 5.1 Klasifikasi Berdasarkan Cara “ Unified Classification “


(Untuk Saluran Dan Landasan)

Dari hasil pengujian beberapa parameter tanah dilapangan tanah tersebut


dikelompokkan ke dalam tanah lunak yaitu lempung anorganik (CH) yang
memiliki PI ≥ 20 % dan LL≥ 50 % dan memiliki kadar air (w) sebesar 51,16
%. Kedalaman tanah lunak berdasarkan konsistensi perlawanan konus dari data
sondir berada sampai dengan kedalaman 8 meter.

85
Penyesuaian untuk lapisan tanah dasar/subgrade di bawah aspal jalan
berdasarkan Tabel 5.1 tidak cocok sehingga membutuhkan penanganan dan
perkuatan tanah dasar dan penggantian dengan material timbunan yang
memenuhi spesifikasi untuk tanah subgrade.

B. Analisis Kapasitas Daya Dukung dan Daya Tanah Dasar (DDT)


Kapasitas/daya dukung tanah (bearing capacity) adalah kekuatan tanah
untuk menahan suatu beban yang bekerja padanya yang biasanya disalurkan
melalui pondasi. Kapasitas/dayadukung tanah batas (qu = qult = ultimate
bearing capacity ) adalah tekanan maksimum yangdapat diterima oleh tanah
akibat beban yang bekerja tanpa menimbulkan kelongsoran geser pada tanah
pendukung tepat di bawah dan sekeliling pondasi.

qu= qult = 0,42 kg/cm2 = 0,37 ton/ft2. Berdasarkan nilai qu tanah dapat
dikelompokkan seperti pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Hubungan antara konsisitensi tanah dengan kekuatan


tanah lempung dari Test Unconfined Compression

qu
Konsistensi
ton /ft 2
Sangat Lunak 0 - 0.25
Lunak 0.25 - 0.5
Menengah 0.5 - 1.48
Kaku 1-2
Sangat Kaku 2-4
Keras >4

Menurut Sukirman (1999), beban kendaraan yang dilimpahkan ke lapis


perkerasan melalui roda-roda kendaraan selanjutnya disebarkan ke lapisan-
lapisan di bawahnya dan akhirnya diterima oleh tanah dasar. Dengan demikian
tingkat kerusakan konstruksi perkerasan selama masa pelayanan tidak saja
ditentukan oleh kekuatan dari lapis perkerasan tetapi juga tanah dasar. Daya
dukung tanah dasar dipengaruhi oleh jenis tanah, tingkat kepadatan, kadar air,
kondisi drainase dan lain-lain.

86
Daya dukung tanah dasar (DDT), adalah merupakan salah satu parameter
yang dipakai dalam nomogram penetapan indeks tebal perkerasan (ITP). Nilai
daya dukung tanah dasar didapat dari hasil grafik korelasi CBR tanah dasar
terhadap DDT, secara analitis nilai DDT dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut (Sukirman, 1999):

DDT = 4,3 Log CBR +1,7

di mana :

DDT = daya dukung tanah dasar

CBR = Nilai CBR tanah dasar

Dari nilai CBRLABORATORIUM sebesar 2,106 % maka didapat nilai DDT = 3,


0908

Dari analisis sifat fisis, parameter, dan daya dukung tanah dasar di simpulkan
bahwa tanah dasar tidak cocok untuk digunakan sebagai tanah dasar maka
dilakukan perbaikan tanah lunak.

5.1.2 Analisis Perbaikan Tanah Dasar


A. Analisis PVD Preloading
Dalam pekerjaan perbaikan tanah lunak dikenal teknik preloading.
Preloading adalah beban sementara ( surcharge ) yang diletakkan pada suatu
lahan konstruksi, yang berfungsi untuk memperbaiki kondisi daya dukung
tanah dasar di mana konstruksi akan didirikan. Preloading yang paling
sederhana adalah dengan menggunakan tanah timbunan ( embankment ).
Dari hasil analisis penurunan konsolidasi pada lampiran dapat disimpulkan
bahwa waktu penurunan konsolidasi 90% adalah 19.0 bulan. Nilai ini tidak
memenuhi waktu konstruksi pekerjaan timbunan yang hanya membutuhkan
waktu selama 6 bulan, sehingga diperlukan penanganan berupa Preloading.
Salah satu metode untuk mengatasi masalah tanah lunak adalah dengan
menggunakan teknik prakompresi. Prakompresi adalah suatu proses
pemampatan tanah pondasi dengan jalan pemberian pembebanan sementara
(prabeban/preloading)sebelum konstruksi yang sesungguhnya didirikan. Proses

87
konsolidasi akan semakin cepat terjadi dengan menggunakan metode
prakompresi yang dikombinasikan dengan pemasangan Prefabricated Vertical
Drain (PVD).

Dari hasil analisis penurunan konsolidasi yang terdapat pada lampiran 5


dapat disimpulkan bahwa waktu penurunan konsolidasi 90% adalah 19 bulan.
Nilai ini tidak memenuhi waktu konstruksi pekerjaan timbunan yang hanya
membutuhkan waktu selama 6 bulan, sehingga diperlukan penanganan berupa
PVD Preloading. Pola PVD yang digunakan adalah pola segitiga dengan spasi
antar PVD sebesar 2.0 meter seperti yang terdapat pada lampiran 2.

Gambar 5.1 Pemasangan PVD (Pre-Fabricated Vertikal Drain)

88
Gambar 5.2 Hasil Pemasangan PVD (Pre-Fabricated Vertikal Drain)

Gambar 5.3 Pelaksanaan Preloading

89
5.1.3 Analisis Tanah Timbunan
Timbunan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu timbunan biasa, timbunan
pilihan dan timbunan pilihan di atas tanah rawa. Timbunan pilihan akan
digunakan sebagai lapis penopang (capping layer) untuk meningkatkan daya
dukung tanah dasar, juga digunakan di daerah saluran air dan lokasi serupa
dimana bahan yang plastis sulit dipadatkan dengan baik. Timbunan pilihan dapat
juga digunakan untuk stabilisasi lereng atau pekerjaan pelebaran timbunan jika
diperlukan lereng yang lebih curam karena keterbatasan ruangan, dan untuk
pekerjaan timbunan lainnya dimana kekuatan timbunan adalah faktor yang kritis.
Timbunan pilihan di atas tanah rawa akan digunakan untuk melintasi daerah yang
rendah dan selalu tergenang oleh air.

Tanah timbunan digunakan dengan tujuan untuk meningkatkan daya


dukung tanah dasar. Keputusan pemilihan jenis tanah timbunan diambil
berdasarkan penelitian terhadap kondisi tanah asli. Berdasarkan informasi dari
lokasi penelitian bahwa jenis timbunan yang digunakan adalah timbunan biasa.
Hasil yang didapat dari pengujian material timbunan dapat kita lihat dari Tabel
5.3. Dari tabel ringkasan tes laboratoruim didapat klasifikasi jenis tanah dan nilai-
nilai parameter tanah timbunan .

90
Tabel 5.3 Ringkasan Tes Laboratorium

Berdasarkan hasil pengujian laboratorium yang dapat kita lihat pada Tabel
5.3 dapat disimpulkan bahwa material tanah timbunan memenuhi spesifikasi daya
dukung dengan nilai CBR = 11,75 %.(Tabel 5.4)

91
Tabel 5.4 Kriteria CBR untuk Tanah Dasar Jalan (subgrade ) (Turnbul,
1968 dalam Raharjo,1985 )

5.1.4 Analisis Kesesuaian Material Timbuan dengan Pengujian Pemadatan


Lapangan (Sand Cone)
Sand cone adalah alat yang digunakan untuk tes pengujian dalam hal ini
untuk menentukan kepadatan lapisan tanah di lapangan dengan menggunaka pasir
baik itu lapisan tanah atau perkerasan lapisan tanah yang dipadatkan.

Percobaan kerucut pasir merupakan salah satu jenis pengujian yang


dilakukan dilapangan untuk menentukan berat isi kering (kepadatan) tanah asli
ataupun hasil suatu pekerjaan pemadatan yang dilakukan baik pada tanah kohesif
maupun tanah non kohesif.

Percobaan ini biasanya dilakukan untuk mengevaluasi hasil pekerjaan


pemadatan di lapangan yang dinyatakan dalam derajat pemadatan (degree of
compaction), yaitu perbandingan antara yd lapangan (kerucut pasir) dengan yd
maks. hasil percobaan pemadatan di laboratorium dalam persentase lapangan.

Tujuan dari pemadatan adalah untuk memperoleh stabilitas tanah dan


memperbaiki sifat- sifat teknisnya, Oleh karena itu, sifat teknis timbunan sangat
penting untuk diperhatikan, tidak hanya kadar air dan berat keringnya. Pengujian
untuk control pemadatan dalapangan disfesifikasikan dan hasilnya menjadi
standar untuk mengontrol suatu royek. Ada 2 spesifikasi untk pekerjaan tanah
yaitu:

- Sfesifikasi dari hasil akhir

- Sfesifikasi untuk cara pemadatan

92
Pengujian sand cone Biasa digunakan untuk pengujian pada perencaan
pondasi atau jalan raya. Hasil pengujian kepadatan di lapangan dapat kita lihat
pada lampiran

Berdasarkan data pada lampiran 7, proses percobaan pemadatan di


lapangan dilakukan sebagai berikut :

Tabel 5.5 Hasil Pemeriksaan Kepadatan di Lapangan

Pengujian Tebal Layer Alat Pemadat Derajat Kepadatan


3S+2V 95,90%
I 25 cm
5S+3V 97,30%
3S+2V 96,50%
II 30 cm
5S+3V 98,60%
Ket : S = Sheepsfoot Roller ; V = Vibrator Roller

Dari hasil pemadatan dan pengujian kepadatan lapangan maka didapat


nilai derajat kepadatan yang memenuhi spesifikasi.

Gambar 5.5 Pemadatan dengan Sheepsfoot Roller

93
Gambar 5.6 Pemadatan dengan Vibrator Roller

5.1.5 Analisis Perhitungan Tebal Perkerasan


Hasil perhitungan yang di dapat dari perhitungan tebal perkerasan dengan
daya dukung tanah asli maupun dengan tanah timbunan sebagai berikut :

1. Tebal susunan perkerasan


 Lapisan Permukaan = 25 cm
 Lapisan Pondasi = 10 cm
 Lapis Pondasi bawah = 43 cm
68 cm
2. Tebal susunan perkerasan
 Lapisan Permukaan = 20 cm
 Lapisan Pondasi = 7,5 cm
 Lapis Pondasi bawah = 24 cm

51,5 cm

94
Gambar 5.7 Grafik Variasi Tebal Perkerasan

100

90

80
TEBAL LAPIS PERKERASAN

70

60
Tebal Lapis Pondasi
50 Bawah
Tebal Lapis Pondasi
40
Tebal Lapis Permukaan

30

20

10

0
3, 0908 6,30116 DAYA DUKUNG TANAH (DDT)

5.1 PEMBAHASAN
Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini yakni :

1. Bagaimana sifat fisis dan kuat dukung tanah asli yang ada pada jalan tol
Inderapura- Kuala Tanjung?
2. Typical penanganan apa yang digunakan agar kontruksi tersebut memenuhi
syarat subgrade sesuai spesifikasi ?
3. Apa pengaruh daya dukung tanah dasar terhadap susunan tebal perkerasan
lentur jalan ?
Berdasarkan hasil penelitian maka didapat hasil pembahasan sebagai berikut :
1. Sifat fisis tanah dari hasil penelitian di klasifikasikan sebagai tanah lempung
lunak yang memiliki kadar air yang cukup tinggi sebesar 51,16 % dan daya
dukung tanah dasarnya : qu= qult = 0,42 kg/cm2 = 0,37 ton/ft2
dengan nilai CBR = 2,106 % atau DDT= 3, 0908.

95
2. Typical penanganan tanah yang digunakan agar konstruksi di lapangan
memenuhi syarat subgrade adalah dengan metode PVD Preloading sebagai
penanganan tanah lunak dan mendatangkan material timbunan yang
memenuhi spesifikasi subgrade yaitu CBR ≥ 6 % meninjau rendahnya
kekuatan tanah asli.
3. Pengaruh daya dukung tanah dasar terhadap susunan tebal perkerasan adalah
semakin besar nilai daya dukung tanah tanah maka semakin kecil tebal
susunan perkerasan. Dan sebaliknya semakin kecil nilai daya dukung tanah
dasar maka semakin besar nilai tebal susunan perkerasan. Hal tersebut dapat
kita lihat pada Gambar 5.5 Grafik Variasi Tebal Perkerasan
Meninjau ketetapan yang sudah ada bahwa nilai CBR yang tidak memenuhi
tidak dapat dilakukan perencanaan tebal perkerasan sebelum dilakukan
penanganan/perbaikan maupun perkuatan tanah tersebut.

96
BAB VI

PENUTUP

6.1 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Kondisi sifat tanah asli di lapangan merupakan tanah lempung lunak dengan
kadar air dan plastisitas yang tinggi dan tidak cocok digunakan sebagai
subgrade sehingga perlu dilakukan penanganan dan perbaikan tanah agar
mendapatkan daya dukung subgrade yang sesuai dpesifikasi.
2. Typical penanganan tanah yang digunakan agar konstruksi di lapangan memenuhi
syarat subgrade adalah dengan metode PVD Preloading. Hal tersebut untuk
mengatasi tingginya besar penurunan tanah dalam waktu yang lama. Waktu
penurunan konsolidasi 90% adalah 19 bulan. Nilai ini tidak memenuhi waktu
konstruksi pekerjaan timbunan yang hanya membutuhkan waktu selama 6
bulan.
3. Pengaruh daya dukung tanah dasar terhadap susunan tebal perkerasan adalah
semakin besar nilai daya dukung tanah tanah maka semakin kecil tebal
susunan perkerasan. Dan sebaliknya semakin kecil nilai daya dukung tanah
dasar maka semakin besar nilai tebal susunan perkerasan.
4. Meninjau ketetapan yang sudah ada bahwa nilai CBR yang tidak memenuhi
tidak dapat dilakukan perencanaan tebal perkerasan sebelum dilakukan
penanganan/perbaikan maupun perkuatan tanah tersebut.

6.2 Saran
1. Untuk mendapatkan hasil penelitian parameter tanah yang lebih akurat
Sebaiknya dilakukan pengambilan sampel di lapangan untuk menguji sendiri
laboratorium.
2. Mengingat adanya beberapa metode perencanaan tebal perkerasan lentur,
sebaiknya dalam perencanaan tebal perkerasan lentur dibandingkan
setidaknya dua metoe empiris untuk mengetahui metode mana yang lebih
baik dan lebih efisien untuk di aplikasikan.

97
3. Diperlukan penelitian lanjut mengenai pengaruh parameter lainnya terhadap
tebal perkerasan sehingga dapat memudahkan perencana dalam membuat
keputusan dengan kondisi yang ada dilapangan.

98

Anda mungkin juga menyukai