Anda di halaman 1dari 9

9.

Asuhan keperawatan selama persalinan kala III


a. Tanda pelepasan plasenta
Adapun tanda – tanda pelepasan plasenta yaitu :
 Perubahan bentuk dan tinggi fundus.
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi,
uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah
pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah,
uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan
fundus berada di atas pusat.
 Tali pusat memanjang.
Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva.
 Semburan darah mendadak dan singkat.
Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu
mendorong plasenta keluar di bantu oleh gaya gravitasi. Apabila
kumpulan darah (retroplasental pooling) dalam ruang di antara
dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas
tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang
terlepas. Tanda ini kadang – kadang terlihat dalam waktu satu menit
setelah bayi lahir dan biasanya dalam 5 menit.

b. Durasi
c. Tehnik pelepasan placenta

d. Cara pelepasan plasenta


a. Cara-cara Pelepasan Plasenta :
 Metode Ekspulsi Schultze
Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah (sentral) atau dari
pinggir plasenta. Ditandai oleh makin panjang keluarnya tali pusat
dari vagina (tanda ini dikemukakan oleh Ahfled) tanpa adanya
perdarahan per vaginam. Lebih besar kemungkinannya terjadi pada
plasenta yang melekat di fundus.
 Metode Ekspulsi Matthew-Duncan
Ditandai oleh adanya perdarahan dari vagina apabila plasenta
mulai terlepas. Umumnya perdarahan tidak melebihi 400 ml. Bila
lebih hal ini patologik.Lebih besar kemungkinan pada implantasi
lateral.
Apabila plasenta lahir, umumnya otot-otot uterus segera
berkontraksi, pembuluh-pembuluh darah akan terjepit, dan perdarahan
segera berhenti. Pada keadaan normal akan lahir spontan dalam waktu
lebih kurang 6 menit setelah anak lahir lengkap.

e. Monitoring: KU, kontraksi dan tanda vital


A. PEMANTAUAN KALA III
1. Kontraksi
Pemantauan kontraksi pada kala III dilakukan selama melakukan
manejemen aktif kala III (ketika PTT), sampai dengan sesaat setelah plasenta
lahir. Pemantauan kontraksi dilanjutkan selama satu jam berikutnya dalam kala
1V.
2. Robekan Jalan Lahir dan Perineum
Selama melakukan PTT ketika tidak ada kontraksi, bidan melakukan
pengkajian terhadap robekan jalan lahir dan perineum. Pengkajian ini dilakukan
seawal mungkin sehingga bidan segera menentukan derajat robekan dan teknik
jahitan yang tepat yang akan digunakan sesuai kondisi pasien. Bidan memastikan
apakah jumlah darah yang keluar adalah akibat robekan jalan lahir atau karena
pelepasan plasenta.
3. Hygiene
Menjaga kebersihan tubuh pasien terutama di daerah genitalia sangat
penting dilakukan untuk mengurangi kemungkinan kontaminasi terhadap luka
robekan jalan lahir dan kemungkinan infeksi intrauterus. Pada kala III ini kondisi
pasien sangat kotor akibat pengeluaran air ketuban, darah, atau feses saat proses
kelahiran janin.
Selama plasenta lahir lengkap dan dipastikan tidak ada prndarahan, segera
keringkan bagian bawah pasien dari air ketuban dan darah. Pasang pengalas
bokong yang sekaligus berfungsi sebagai penampung darah (under pad). Jika
memang dipertimbangkan perlu untuk menampung darah yang keluar untuk
kepentingan perhitungan volume darah, maka pasang bengkok dibawah bokong
pasien.

f. Pemenuhan nutrisi dan cairan


g. Pendidikan kesehatan yang dibutuhkan selama kala III
1. Dukungan mental dari bidan dan keluarga atau pendamping.
2. Penghargaan terhadap proses kelahiran janin yang telah dilalui.
3. Informasi yang jelas mengenai keadaan pasien sekarang dan tindakan apa yang
akan dilakukan.
4. Penjelasan mengenai apa yang harus ia lakukan untuk membantu mempercepat
kelahiran plasenta, yaitu kapan saat meneran dan posisi apa yang mendukung
untuk pelepasan dan kelahiran plasenta.
5. Bebas dari rasa risih akibat bagian bawah yang basah oleh darah dan air ketuban.
6. Hidrasi

h. Askep
i. Pengkajian
ii. Analisa data
iii. Diagnosa keperawatan
A. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Perilaku dapat direntang dari senang sampai keletihan
2. Sirkulasi
Tekanan darah meningkat saat curah jantung meningkat, kemudian kembali
ketingkat normal dengan cepat.
Hipotensi dapat terjadi sebagai respon terhadap analgesik dan anastesi.
Frekuensi nadi melambat pada respon terhadap perubahan curah jantung.
3. Makanan/ cairan
Kehilangan darah normal kira-kira 250-300 ml. Dikasus perdarahan ±150cc
4. Nyeri / ketidak nyamanan
Dapat mengeluh tremor kaki atau menggigil.
5. Keamanan
Inspeksi manual pada uterus dan jalan lahir menentukan adanya robekan atau
laserasi. Perluasan episiotomi atau laserasi jalan lahir mungkin ada.
6. Seksualitas
Darah yang berwarna hitam dari vagina terjadi saat plasenta lepas dari
endometerium, biasanya dalam 1 sampai lima menit setelah melahirkan bayi.
Tali pusat memanjang pada muara vagina. Uterus berubah dari diskoit menjadi
bentuk globulat dan meninggikan abdomen.

B. Diagnosa keperawatan
a. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
kehilangan cairan secara tidak disadari, laserasi jalan lahir.
 Tujuan dan kriteria hasil: pasien terhindar dari resiko kekurangan
volume cairan setelah mendapatkan tindakan keperawatan selama tiga
hari dengan kriteria hasil tekanan darah dan nadi pasien normal (TD:
110/70- 119/79mmHg ; N:60-90x/menit), mendemonstrasikan
kontraksi adekuat dari uterus dengan kehilangan darah dalam batas
normal.
 Intervensi :
a. Instruksikan klien untuk mendorong pada kontraksi, bantu
mengarahkan perhatiannya untuk mengejan.
R : Mengejan membantu pelepasan dan pengeluaran,
menurunkan kehilangan darahm dan meningkatkan kontraksi
uterus.
b. Palpasi uterus ; perhatikan ”ballooning”.
R : Menunjukkan relaksasi uterus dengan perdarahan ke dalam
rongga uterus.
c. Pantau tanda dan gejala kehilangan cairan berlebihan atau
syock.
R : Hemoragi dihubungkan dengan kehilangan cairan lebih
besar dari 500 ml dapat dimanifestasikan oleh peningkatan nadi,
penurunan TD, sianosis, disorientasi, peka rangsangan, dan
penurunan kesadaran.
d. Tempatkan bayi di payudara klien bila ia merencanakanuntuk
memberi ASI.
R : Penghisapan merangsang pelepasan oksitoksin dari hipofisis
posterior, meningkatkan kontraksi miometrik dan menurunkan
kehilangan darah.
e. Catat waktu dan mekanisme pelepasan plasenta ; misalnya
mekanisme Duncan versus mekanisme Schulze.
R : Lebih banyak waktu diperlukan bagi plasenta untuk lepas,
dan lebih banyak waktu di mana miometrium tetap rileks, lebih
banyak darah hilang.
f. Dapatkan dan catat informasi yang berhubungan dengan
inspeksi uterus dan plasenta untuk fragmen plasenta yang
tertahan.
R : Jaringan plasenta yang tertahan dapat menimbulkan infeksi
pascapartum dan hemoragi segera atau lambat.
g. Hindari menarik tali pusat secara berkebihan.
R : Kekuatan dapat menimbulkan putusnya tali pusat dan
retensi fragmen plasenta, meningkatkan kehilangan darah.
h. Berikan cairan melalui rute parenteral.
R : Bila kehilangan cairan berlebihan, penggantian secara
parenteral membantu memperbaiki volume sirkulasi dan
oksigenasi dari organ vital.
i. Berikan oksitoksin melalui rute IM atau IV drip diencerkan
dakam karutan elektrolit, sesuai indikasi.
R : Meningkatkan efek vasokonstriksi dalam uterus untuk
mengontrol perdarahan pascapartum setelah pengeluaran
plasenta.
j. Bantu sesuai kebutuhan dengan pengangkatan plasenta secara
manual di bawah anestesi umum dan kondisi steril.
R : Intervensi manual perlu untuk memudahkan pengeluaran
placenta dan menghentikan hemoragi.
b. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan, respon fisiologis setelah
melahirkan.
Intervensi :
a. Bantu dengan penggunaan teknik pernapasan selama perbaikkan
pembedahan bila tepat.
R : Pernapasan membantu mengalihkan perhatian langsung dari
ketidaknyamanan, meningkatkan relaksasi.
b. Berikan kompres pada perineum setelah melahirkan .
R : Mengkonstriksikan pembuluh darah, menurunkan edema, dan
memberikan kenyamanan dan anastesi lokal.
c. Ganti pakaian dan linen basah.
R : Meningkatkan kenyamanan, hangat, dan kebersihan.
d. Berikan selimut penghangat.
R : Kehangatan meningkatkan relaksasi otot dan meningkatkan
perfusi jaringan, menurunkan kelelahan dan meningkatkan rasa
nyaman.

c. Resiko tinggi cedera maternal berhubungan dengan posisi selama


melahirkan / pemindahan , kesulitan denganpelepasan plasenta, profil
darah abnormal.
Intervensi :
a. Palpasi fundus dan masase dengan perlahan.
R : Memudahkan pelepasan plasenta.
b. Masase fundus dengan perlahan setelah pengeluaran plasenta.
R : Mengurangi rangsangan/ trauma berlebihan pada fundus.
c. Kaji irama pernafasan dan pengembangan .
R : Pada pelepasan plasenta, bahaya ada berupa emboli cairan amnion
dapat masuk ke sirkulasi maternal, menyebabkan emboli paru, atau
perubahan cairan dapat mengakibatkan mobilisasi emboli.
d. Bersihkan vulva dan perineum dengan air dan larutan antiseptik steril
; berikan pembalut perineal steril.
R : Menghilangkan kemungkinan kontaminan yang dapat
mengakibatkan infeksi saluran asenden selama periode pascapartum.
e. Kaji perilaku klien, perhatikan perubahan SSP.
R : Peningkatan tekanan intrakranial selama mendorong dan
peningkatan curah jantung yang cepat membuat klien dengan
aneurisma serebral sebelumnya beresiko terhadap ruptur.

d. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan terjadinya transisi


(penambahan anggota keluarga), krisis situasi (perubahan peran/
tanggung jawab).
Intervensi :
a. Fasilitasi interaksi antara klien/pasangan dan bayi baru lahir sesegera
mungkin setelah melahirkan.
R : Ibu dan bayi mempunyai periode yang sangat sensitif pada waktu
di mana kemampuan interaksi ditingkatkan.
b. Berikan klien dan ayah kesempatan untuk menggendong bayi dengan
segera setelah kelahiran bila kondisi bayi stabil.
R : Kontak fisik dini membantu mengembangkan kedekatan.
c. Tunda penetesan salep profilaksis mata(mengandung eritromisin atau
tetrasiklin) sampai klien atau pasangan dan bayi telah berinteraksi.
R : Memungkinkan bayi untuk membuat kontak mata dengan
orangtua dan secara aktif berpartisipasi dalam interaksi, bebas dari
penglihatan kabur yang disebabkan oleh obat.
e. Kurang pengetahuan/ kebutuhan belajar berhubungan dengan kurang
informasi dan atau kesalahan interpretasi informasi.
Intervensi :
a. Diskusikan / tinjau ulang proses normal dari persalinan tahap III.
R : Memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan/
memperjelas kesalahan konsep, meningkatkan kerjasama dengan
aturan.
b. Jelaskan alasan untuk respons perilaku tertentu seperti menggigil dan
tremor kaki.
R : Pemahaman membantu klien menerima perubahan tersebut tanpa
ansietas atau perhatian yang tidak perlu.
c. Diskusikan rutinitas periode pemulihan selama 4jam pertama setelah
melahirkan.
R : Memberikan kesempatan perawatan dan penenangan,
meningkatkan kerjasama.
Evaluasi :
Kala III
1) Pemenuhan kebutuhan cairan adekuat
2) Nyeri berkurang atau terkontrol
3) Tidak terjadi cidera
1) Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan, respon fisiologis melahirkan
Tujuan: nyeri berkurang atau terkontrol
Kriteria evaluasi:
1. Pasien mengatakan nyeri berkurang
2. Pasien tampak relaks
3. Pasien tidak merintih kesakitan

Intervensi Rasional

1. Kaji skala nyeri pasien. 1. Skala nyeri yang tinggi atau berat
diberikan obat sesuai indikasi.
2. Posisi yang nyaman membuat
2. Beri pasien posisi yang nyaman.
pasien relaks sehingga nyeri dapat
berkurang.
3. Relaksasi napas dalam membantu

3. Ajarkan pasien tehnik relaksasi mengontrol nyeri sehingga nyeri

napas dalam. dirasakna berkurang.


4. Massage membantu merelakskan
otot-otot dan mencegah
4. Lakukan massage pada daerah
perdarahan.
fundus untuk menurunkan nyeri
dan resiko perdarahan

2) Risiko tinggi terhadap cedera maternal berhubungan dengan posisi selama


melahirkan, kesulitan pelepasan plasenta
Tujuan : tidak terjadi cedera terhadap ibu
Kriteria hasil
a. Bebas dari cedera maternal

Intervensi Rasional

1. Palpasi fundus dan masase 1. Memudahkan pelepasan


dengan perlahan plasenta
2. Masase fundus secara perlahan 2. Menghindari rangsangan/trauma
setelah pengeluaran plasenta berlebihan pada fundus
3. Bersihkan vulva dan perineum 3. Menghilangkan kemungkinan
dengan air dan larutan kontaminan yang dapat
antiseptik steril, berikan mengakibatkan infeksi saluran
pembalut. asenden selama periode
4. Rendahkan kaki klien secara pascapartum
simultan dari pijakan kaki 4. Membantu menghindari
5. Kolaborasi pemberian regangan otot
oksitosin IV, posisikan 5. Meningkatkan kontraktilitas
kembali uterus di bawah miometrium uterus
pengaruh anastesi, dan berikan 6. Membatasi potensial infeksi
ergonovin maleat IM setelah endometrial
penempatan uterus kembali
6. Kolaborasi pemberian
antibiotik profilaktik

Implementasi adalah insiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tujuan dari pelaksanan adalah untuk membantu klien dalm mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping (Nursalam, 2001).

Menurut Nursalam (2001) ada 3 tahap untuk malaksanakan tindakan keperawatan


yaitu:

1. Tahap I Persiapan

Tahap awal tindakan keperawatan menuntut perawat mempersiapkan segala sesuatu


yang diperlukan dalam tindakan, persiapan tersebut meliputi:

a Review tindakan keperawatan yang diidentifikasikan pada tahap perencanaan,


b Menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang diidentifikasi pada keterampilan
yang diperlukan.
c Mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mugkin timbul.
d Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan.
e Mempersiapkan lingkungan yang kondusif sesuai dengan tindakan yang akan
dilaksanakan.
f Mengidentifikasi aspek hukum dan etik terhadap resiko dari potensial tindakan.

2. Tahap II Intervensi

Fokus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan pelaksanaan tindakan


dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional.

3. Tahap III Dokumentasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan
akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.

Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang


menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, karena rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk
memonitor kealpaan yang terjadi selama tahap pengkajian, analis, perencanaan, dan
pelaksanaan tindakan (Nursalam, 2001).

Adapun kriteria evaluasi ada 2 macam, yaitu kriteria proses dan kriteria hasil. Kriteria
proses mengevaluasi jalannya proses sesuai dengan situasi, kondis dan kebutuhan pasien.
Sedangkan kriteria hasil mengevaluasi hasil keperawatn yang berupa ”SOAP”.

S : Subyektif, berdasarkan ungkapan pasien/keluarga pasien.

O : Objektif, berdasarkan kondisi pasien sesuai dengan masalah terkait.

A : Assesment (penilaian), merupakan analisa dari masalah yang sudah ada, apakah teratasi,
sebagian teratasi, belum teratasi, timbul masalah baru.

P : Planning (rencana), apakah rencana perawatan dilanjutkan, dihentikan atau dibuat


rencana tindakan keperawatan yang baru sesuai dengan masalah yang ada.

Anda mungkin juga menyukai