Paradigma Dependensia)
KELOMPOK 3
ANGGOTA :
1. Talitha Salsabila Y. (153190067)
2. Khafla Fathima N. (153190068)
3. Galih Fikyandhita (153190082)
Teori Dependensi lahir sebagai tanggapan atas gagalnya program KEPBBAL (Komisi
ekonomi PBB untuk Amerika Latin) atau ECLA (United nation Economic Commission for Latin
America) dan merupakan kritik terhadap Marxisme Ortodoks di negara-negara Amerika latin
pada awal tahun 1960- an. Berdasarkan hal itu Teori Dependensi merumuskan hubungan antar
negara-negara barat dengan negara dunia ketiga sebagai hubungan yang dipaksakan, eksploitatif
dan ketergantungan.
Teori ini menitikberatkan pada persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara dunia
ketiga. Teori dependensi merupakan “suara negara-negara pinggiran untuk menentang hegemoni
ekonomi, politik, budaya dan intelektual dari negara maju. Pada tahun 1950-an banyak
pemerintahan di amerika latin (dikenal cukup “populis”) mencoba menerapkan stategi
pembangunan dari KEPBBAL yang menitikberatkan proses industrialisasi melalui program
Industrialisasi Substitusi impor (ISI). Dengan strategi tersebut diharapkan dapat memberikan
keberhasilan yang berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan hasil
pembangunan, peningkatan kesejahteraan rakyat, sekaligus memberikan suasana yang
mendorong pembnagunan politik yang demokratis.
Akan tetapi yang terjadi adalah sebaliknya, ekspansi ekonomi yang amat singkat berubah
menjadi stagnasi ekonomi. Pada awal 1960-an berbagai masalah ekonomi mendasar seperti;
pengangguran, inflasi, devaluasi, penurunan nilai tukar perdagangan, mulai tampak ke
permukaan. Dalam waktu singkat banyak pemerintahan di Amerika Latin diharuskan untuk
berhadapan dengan gerakan perlawanan rakyat, yang diikuti dengan tumbangnya pemerintahan
yang populis ini. Lebih tragis lagi, diganti oleh pemerintahan otoriter dengan dukungan militer.
Akibatnya kepercayaan para cendekiawan terhadap program KEPBBAL dan teori
modernisasi hilang. Menurutnya teori modernisasi telah membuktikan ketidakmampuannya
untuk memenuhi janji-janji keberhasilan pembangunan ekonomi dan politik, terutama terhadap
stagnasi ekonomi, berkembangnya represi politik dan melebarnya ketimpangan kaya dan miskin.
Teori dependensi juga dipengaruhi dan merupakan jawaban atas krisis Teori Marxis
Ortodoks di Amerika Latin. Menurut pandangan Marxis Ortodoks, Amerika Latin harus melalui
tahapan revolusi industri “Borjuis’ sebelum melalui revoluis sosialis proletar. Namun demikian
Revolusi RRC 1949 dan Revolusi Kuba 1950, mengajarkan bahwa negara dunia ketiga tidak
harus selalu mengikuti tahapan-tahapan perkembangan tersebut, bahkan dapat langsung menuju
dan berada pada tahapan revolusi sosialis.
Teori dependensi ini segera menyebar dengan cepat ke belahan Amerika Utara pada akhir
tahun 1960-an. Andre Gunder Frank adalah orang yang paling bertanggungjawab terhadap
penyebaran awal teori ini pada masyarakat intelektual internasional. Bahkan di luar Amerika
Latin, teori Dependensi ini diidentifikasikan dengan Frank pada majalah Amerika Monthly
Review, tempat Frank sering menulis.
Di Amerika Serikat teori dependensi memperoleh sambutan hangat, karena hal ini terjadi
kedatangannya hampir bersamaan dengan lahirnya kelompok intelektual muda radikal yang
tumbuh dan berkembang subur pada masa revolusi kampus di AS, akibat protes anti perang,
gerakan kebebasan wanita dan gerakan “Ghetto”. Chirot (1981), menggambarkan kegagalan
Amerika di Vietnam dan menyebarnya kerusuhan rasial pada pertengahan tahun 1960-an yang
diikuti oleh inflasi kronis, devaluasi US$, dan perasaan kehilangan kepercayaan diri pada masa
awal tahun 1970-an, menyebabkan hilangnya keyakinan landasan moral Teori Modernisasi.
Dalam suasana sejarah tahun 1960-an dengan paradigma baru untuk memberikan jawaban
atas kegagalan program KEPBBAL, krisis teori Marxis Ortodox dan menurunnya kepercayaan
terhadap teori modernisasi di AS, muncullah teori Dependensi.
1. Keadaan ketergantungan dilihat sebagai suatu gejala yang sangat umum, berlaku bagi
seluruh negara dunia ketiga. Teori Dependensi berusaha menggambarkan watak-watak
umum keadaan ketergantungan di dunia ketiga sepanjang sejarah kapitalisme dari abad
XVI samapai sekarang.
2. Ketergantungan dilihat sebagai kondisi yang diakibatkan oleh faktor luar. Sebab
terpenting yang menghambat pembangunan tidak terletak pada kekurangan modal atau
tenaga dan semangat berwiraswasta, melainkan terletak di luar jangkauan politik-
ekonomi dalam negeri suatu negara. Warisan sejarah kolonial dan pembagian kerja
internasional yang timpang bertanggung jawab terhadap kemerdekaan pembangunan
negara dunia ketiga.
3. Permasalahan ketergantungan lebih dilihat sebagai masalah ekonomi, yang terjadi akibat
mengalirnya surplus ekonomi dari negara dunia ketiga ke negara maju. Hal ini
diperburuk lagi karena negara dunia ketiga mengalami kemerosotan nilai tukar
perdagangan relatifnya.
4. Situasi ketergantungan merupakan bagaian yang tidak terpisahkan dari proses polarisasi
regional ekonomi global. Di satu pihak, mengalirnya surplus ekonomi dari dunia ketiga
menyebabkan keterbelakangan, sementara hal yang sama merupakan salah satu (satu-
satunya?) faktor yang mendorong lajunya pembangunan di negara maju. Dengan kata
lain, keterbelakangan di negara dunia ketiga dan pembangunan di negara sentral tidak
lebih tidak kurang sebagai dua aspek dari satu proses akumulasi moal yang pada akhirnya
menyebabkan terjadinya polarisasi regional di dalam tatanan ekonomi dunia yang global
ini.
5. Keadaan ketergantungan dilihat sebagai suatu hal yang bertolak belakang dengan
pembangunan. Bagi teori dependensi, pembangunan di negara pinggiran mustahil
terlaksana. Teori dependensi berkeyakinan bahwa pembangunan yang otonom dan
berkelanjutan hampir dapat dikatakan tidak mungkin dalam situasi yang terus menerus
terjadi pemindahan surplus ekonomi ke negara maju.
1. Keterbelakangan di negara dunia ketiga justru merupakan hasil kontak yang dilakukan
oleh negara- negara dunia ketiga dengan negara-negara maju.
2. Kontak dengan negara-negara maju tidak menularkan nilai-nilai modern yang dibutuhkan
untuk pembangunan, tetapi sebaliknya dia membutuhkan suatu kolonialisme di dalam
negeri yang dilakukan oleh kaum elite dari negara-negara dunia ketiga yang bekerjasama
dengan kaum pemodal dari luar negeri da mengekploitasi rakyat miskin di negara dunia
ketiga tersebut.
Suatu keadaan dimana perkembangan ekonomi negara tertentu tergantung perkembangan dan
perluasan ekonomi dari negara-negara lain yang lebih dominan. Hubungan interdependensi
antara dua atau lebih sistem perekonomian, dan sistem-sistem ini dengan perdagangan dunia
,berubah enjadi dependensi kalau beberapa negara yang lebih dominan semakin berkembang,
sedang negara-negara lainnya hanya bisa melakukan ini sebagai bayangan dari perluasan
ekonomi dari negara-negara dominan, yang bisa berakibat positif atau negatif pada
perkembangan jangka pendek perekonomian negara-negara tersebut.
Ketergantungan kita dengan negara lain memiliki dampak kelemahan dan kekuatan. Menurut
Robert A. Packenham kelemahan dari teori dependensi yaitu:
A. TEORI MODERNISASI
Modernisasi diartikan sebagai proses transformasi dimana struktur dan nilai-nilai
tradisional diganti dengan seperangkat struktur dan nilai-nilai modern. Teori modernisasi
yang lahir sekitar tahun 1950-an di Amerika Serikat merupakan wujud respon kaum
intelektual bara tats kondisi dunia yang terjadi setelah Perang Dunia II. Lahirnya negara-
negara merdeka baru bekas jajahan Eropa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin pasca Perang
Dunia II merupakan pemicu lahirnya teori ini. Menurut web academia, Negara-negara baru
ini secara serempak mencari model-model pembangunan yang hendak digunakan sebagai
contoh untuk membangun ekonominya dalam usaha untuk mempercepat pencapaian
kemerdekaan politiknya. Dalam situasi ini, wajar jika elit politik Amerika Serikat
memberikan dorongan dan fasilitas bagi ilmuan sosialnya untuk mempelajari permasalahan
Dunia Ketiga dalam rangka menghindari kemungkinan terpengaruh dan atau jatuhnya
negara baru tersebut ke tangan Uni Soviet.
Pandangan teori Modernisasi menganggap bahwa negara-negara Dunia Ketiga
merupakan negara yang masih terbelakang (masih berkembang) dengan masyarakat
tradisionalnya, dan sementara negara-negara Barat dipandang sebagai negara yang sudah
modern. Pada umumnya, masyarakat di Negara-negara berkembang cenderung
mengadaptasi nilai-nilai gaya hidup Barat untuk menunjukkan identitasnya agar tidak
ketinggalan zaman (hidup modern). Teori modernisasi memiliki asumsi-asumsi dasar
sebagai berikut:
Menurut web pustaka, dalam proses modernisasi itu terjadi suatu proses perubahan yang
mengarah pada perbaikan, para ahli manajemen pembangunan menganggapnya sebagai
suatuproses pembangunan dimana terjadi proses perubahan dari kehidupan tradisional
menjadi modern, yang pada awal mulanya ditandai dengan adanya penggunaan alat-alat
modern, menggantikan alat-alat yang tradisional.
Satu hal yang menonjol dari teori ini adalah modernisasi seolah-olah tidak memberikan
celah terhadap unsur luar yang dianggap modern sebagai sumber kegagalan, namun lebih
menekankan sebagai akibat dari dalam masyarakat itu sendiri. Alhasil faktor eksternal
menjadi terabaikan. Teori modernisasi memberikan solusi, bahwa untuk membantu Dunia
Ketiga termasuk kemiskinan, tidak saja diperlukan bantuan modal dari negara-negara maju,
tetapi negara itu disarankan untuk meninggalkan dan mengganti nilai-nilai tradisional dan
kemudian melembagakan demokrasi politik (Garna, 1999: 9). Karena berpatokan dengan
perkembangan di Barat, modernisasi diidentikkan dengan westernisasi. Teori ini pun kurang
mampu menjawab kegagalan penerapannya di Amerika Latin, tidak memperhatikan kondisi
obyektif masyarakat, sejarah dan tradisi lama yang masih berkembang di Negara Dunia
Ketiga. Untuk menjawabnya, muncullah teori modernisasi baru. Bila dalam teori
modernisasi klasik, tradisi dianggap sebagai penghalang pembangunan, dalam teori
modernisasi baru, tradisi dipandang sebagai faktor positif pembangunan. Namun, tetap saja
baik teori modernisasi klasik, maupun baru, melihat permasalahan pembangunan lebih
banyak dari sudut kepentingan Amerika Serikat dan negara maju lainnya.
Teori modernisasi melihat hubungan antara Negara Dunia Pertama (Amerika Serikat dan
negara-negara maju lainnya) dengan Negara Dunia Ketiga layaknya hubungan antara
masyarakat modern dengan tradisional. Hubungan ini mencerminkan kuatnya pengaruh
Barat sebagai role-model terhadap Timur. Hal ini membuat negara berkembang harus selalu
berkaca kepada Barat untuk melakukan modernisasi membuat Barat dengan mudah
menanamkan nilai-nilainya kepada mereka. Negara Dunia Ketiga dengan sendirinya harus
menolak paham komunis sebagaimana Negara Dunia Pertama menolaknya. Termasuk
menerima dominasi asing yang kini dilembagakan dalam hukum formal. Bantuan asing
berupa modal dan investasi bertebaran di negara-negara berkembang seperti padi di sawah.
Dari penjelasan di atas, teori modernisasi pun memberikan implikasi akan adanya
perubahan/transformasi yang direncanakan pemerintah (top-down).
B. TEORI DEPENDENSI
Teori dependensi lahir sebagai hasil “revolusi intelektual” secara umum pada pertengahan
tahun 60-an sebagai tantangan para ilmuwan Amerika Latin terhadap pandangan Barat
mengenai pembangunan. Teori ini merupakan kritik terhadap teori modernisasi. Dasar
pemikiran teori ini adalah pandangan Marx tentang masyarakat sebagai satu kesatuan sistem
atas dua struktur utama: struktur atas dan bawah dimana struktur atas yang berupa sistem
budaya, ideologi, politik dan sosial digerakkan oleh struktur bawah yang merupakan sistem
ekonomi. Teori ini mencermati hubungan dan keterkaitan negara Dunia Ketiga dengan
negara sentral di Barat sebagai hubungan yang tak berimbang dan karenanya hanya
menghasilkan akibat yang akan merugikan Dunia Ketiga. Negara sentral di Barat selalu dan
akan menindas negara Dunia Ketiga dengan selalu berusaha menjaga aliran surplus ekonomi
dari negara pinggiran ke negara sentral. Asumsi-asumsi dasar teori dependensi mencakup:
1. Keadaan ketergantungan dilihat sebagai suatu gejala yang universal, berlaku bagi
seluruh negara dunia Ketiga.
2. Ketergantungan dilihat sebagai kondisi yang diakibatkan oleh faktor luar eksternal.
3. Situasi ketergantungan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses polarisasi
regional ekonomi global.
4. Keadaan ketergantungan dilihat sebagai suatu hal yang mutlak bertolak belakang
dengan pembangunan.
5. Perkembangan masyarakat didasarkan atas konflik yang terjadi. Konflik-konflik yang
tercipta justru membawa perubahan masyarakat secara global.
6. Solusi yang dikemukakan teori ketergantungan klasik bahkan melepaskan diri dari
hubungan dengan negara maju (berdikari).
SUMBER :
Garna, Y. K. (1999). Teori Sosial dan Pembangunan Indonesia: Suatu Kajian melalui
Diskusi. Bandung: Primaco Academika.
Suwarsono, & So, A. Y. (1991). Perubahan Sosial dan Pembangunan di Indonesia,
Teori-Teori Modernisasi, Dependensi, dan Sistem Dunia. Jakarta: LP3ES.
https://www.academia.edu/13975629/3_teori_pembangunan
https://www.pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/IPEM4542-M1.pdf