Anda di halaman 1dari 14

CAHAYA DAN BUNYI DALAM AIR LAUT

Disusun Oleh :

Kelompok 5

Dewi Nelly Simanjuntak (3191131014)

Dimas Hernowo (3193131003)

Lara Anjelita Tarigan (3193131013)

Natalia Kristina Simbolon (3193131004)

Suprianto Berutu (3192431011)

Kelas : B

Mata Kuliah : Oseanografi dan Sumber Daya Kelautan

Dosen Pengampu : Eni Yuniastuti, S. Pd., M. Sc.

PROGRAM S1 PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL – UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

FEBRUARI 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Eni Yuniastuti, S. Pd., M. Sc., selaku dosen
pengampu mata kuliah Oseanografi dan Sumber Daya Kelautan yang telah memberikan
kami kesempatan untuk bekerja sama dalam menyusun makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami mendapat tantangan untuk mencari sumber
informasi sesuai materi yang diberikan. Akan tetapi, atas kerja sama dari setiap anggota,
tantangan tersebut teratasi. Oleh karena itu, kami menyusun makalah ini sebaik
mungkin. Kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kami maupun kepada
para pembaca.
Kami juga mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan atau
penulisan makalah ini. Kami senantiasa mengharapkan masukan, baik berupa saran atau
kritik demi penyempurnaan makalah ini.

Medan, Februari 2020

Penyusun

1|Page
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 1

DAFTAR ISI .......................................................................................................................... 2

BAB I: Pendahuluan ............................................................................................................... 3

A. Latar Belakang............................................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 3
C. Tujuan .......................................................................................................................... 3

BAB II: Pembahasan ............................................................................................................... 4

CAHAYA DALAM AIR LAUT ............................................................................................. 4

A. Cahaya ......................................................................................................................... 4
B. Penyerapan dan Penyebaran ........................................................................................ 5
C. Visibilitas Dalam Air Laut .......................................................................................... 7
D. Pengukuran .................................................................................................................. 7

BUNYI DALAM AIR LAUT ................................................................................................. 9

A. Bunyi ........................................................................................................................... 9
B. Karakteristik Utama Gelombang Bunyi di Lautan ...................................................... 10
C. Aplikasi Energi Akustik di Lautan .............................................................................. 11

BAB III: Penutup ..................................................................................................................... 12

A. Kesimpulan ................................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 13

2|Page
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik menjadi sumber berjalannya
kehidupan dibumi bahkan diseluruh jagat raya ini. Tanpa ada cahaya kehidupan juga
tidak ada, karena cahaya merupakan syarat yang diperlukan dalam proses fotosintesis
tumbuhan. Jika tidak ada fotosintesis maka tumbuhan akan mati, jika tumbuhan mati
maka hewan dan manusia juga mati. Selain di darat, cahaya juga sangat penting dan
berpengaruh terhadap laut. Cahaya sebagai sumber energi utama bagi fitoplankton
dan zooplankton memproduksi makanan.
Begitu pula dengan bunyi. Bunyi termasuk gelombang mekanik, karena dalam
perambatannya bunyi memerlukan medium perantara. Ada tiga syarat agar terjadi
bunyi yaitu ada sumber bunyi, medium, dan pendengar. Gelombang bunyi juga
memiliki manfaat dan pengaruh terhadap air laut. Melalui gelombang bunyi (akustik)
kita dappat menentukan kedalaman laut, menemukan objek yang tenggelam di dasar
laut, bahkan organisme yang juga menggunakan sistem akustik dalam kehidupannya.
Melalui makalah ini, kami akan menjelaskan apa itu cahaya, bunyi serta bagaimana
peranan dan pengaruh keduanya terhadap air laut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cahaya dan bunyi merambat di air laut?
2. Bagaimana peranan cahaya dan bunyi terhadap air laut?
3. Apa manfaat cahaya dan bunyi terhadap air laut?
C. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana cahaya dan bunyi merambat di dalam air laut,
2. Mengetahui apa saja peranan cahaya dan bunyi terhadap air laut,
3. Mengetahu manfaat cahaya dan bunyi terhadap air laut.

3|Page
Bab II
Pembahasan
CAHAYA DALAM AIR LAUT
A. Cahaya
Cahaya atau sinar tampak adalah spektrum gelombang elektromagnetik yang
bergerak dengan kecepatan 3 x 108 ms-1 dalam ruang hampa (berkurang menjadi 2,2
x 108 ms-1dalam air laut). Cahaya menembus air relatif pendek sehingga sebagian
besar lautan gelap. Cahaya matahari terdiri dari tujuh warna (merah, oranye, kuning,
hijau, biru, nila, violet). Masing-masing warna memiliki panjang gelombang yang
berbeda. Hal ini berpengaruh pada kemampuan cahaya untuk menembus air.
Tabel Panjang gelombang Dari Cahaya Tampak (visible light)
Panjang Gelombang Warna
400 – 440 nm Violet
440 – 480 nm Biru
480 – 560 nm Hijau
560 – 590 nm Kuning
590 – 630 nm Oranye
630 – 700 nm Merah
Cahaya warna merah mampu terserap pada kedalam kurang dari 20 meter, lebih
dari itu warna merah tidak lagi nampak. Sebagai contoh, ada seorang penyelam yang
terluka dan berdarah di kedalaman 25 meter maka darah yang terlihat bukan lagi
berwarna merah melaikan warna hitam. Ini dikarenakan warna merah sudah tidak
mampu menembus kedalaman tersebut.
Cahaya warna oranye terserap pada kedalaman sekitar 30 meter, cahaya warna
kuning dapat terserap pada kedalam sekitar 50 meter. Cahaya warna hijau dapat
terserap pada kedalaman sekitar 100 meter. Pada kedalaman 200 meter cahaya
warna biru terserap dan begitu seterusnya.

4|Page
sumber: http://wong168.wordpress.com
Dengan demikian, terciptalah kegelapan warna cahaya matahari di lautan secara
berlapis-lapis, yang disebabkan air menyerap warna pada kedalaman yang berbeda-
beda. Kegelapan di laut dalam semakin bertambah seiring kedalaman laut, hingga
didominasi kegelapan pekat yang dimulai dari kedalaman lebih dari 200 meter. Lalu
cahaya tidak dapat masuk sama sekali pada kedalaman mulai dari 1.000 meter dan
kegelapannya berlapis-lapis. Tembusan cahaya berbanding terbalik dengan
bertambahnya kedalaman.
Plankton, biota laut lainnya serta zat organik terlarut yang menyerap cahaya
matahari sehingga hanya menyisakan warna “dark blue” pada lautan. Selain
penyerapan atau adsorbsi cahaya, warna laut juga mengalami penghamburan cahaya
oleh mikroorganisme di laut seperti fitoplankton (tumbuhan sangat kecil) dan
zooplankton (hewan sangat kecil). Semua faktor tersebutlah yang menyebabkan
warna laut menjadi biru cerah kehijauan di daerah perairan laut tropis termasuk di
Indonesia.
Cahaya matahari yang berlimpah dan iklim panas sangat baik bagi pertumbuhan
plankton, dan hal ini lebih menguatkan lagi untuk pembentukan warna cerah
kehijauan di laut. Pantulan dari langit sebenarnya juga berperan, tetapi hanya
berperan kecil. Air yang jernih tampak berwarna biru sebab panjang gelombang

5|Page
yang pendek (seperti biru) lebih sedikit diserap dan lebih banyak dihamburkan.
Akan tetapi,etapi kita tidak dapat melihat warna biru pada air di dalam gelas karena
lapisan air yang terdapat di segelas air tidak cukup untuk untuk menyerap warna
cahaya yang diterima.
Menurut ahli kelautan, zona laut dapat dibedakan berdasarkan sejauh mana
cahaya matahari dapat mencapai kawasan perairan tersebut. Adapun jenis zona
tersebut antara lain:
1. Zona Epipelagic (Eufotik)
Merupakan zona yang dapat diterangi oleh pancaran sinar matahari, sehingga
proses fotosintesis di zona tersebut dapat berjalan dengan sangat baik. Suhu zona
epipalegic berkisar dari 40°C hingga 30°C. Kedalaman zona ini berkisar antara 0-
150 meter.
2. Zona Mesopelagic (Disfotik)
Merupakan zona laut yang hanya mendapatkan sejumlah kecil penerangan sinar
matahari. Karena kelangkaan cahaya yang di dapat, maka zona ini dikenal dengan
sebutan twilight zone. Suhu dari zona mesopelagic berkisar dari 5°C hingga 4°C.
Kedalaman zona ini diperkirakan sekitar 150 - 1.000 meter.
3. Zona Bathtypelagic (Afotik)
Merupakan zona laut yang terdalam, dimana sama sekali tidak ada cahaya
matahari yang dapat menembus zona tersebut. Zona ini seringkali disebut sebagai
zona tengah malam. Suhu yang terdapat pada zona ini berkisar 0°C hingga -6°C.
Kedalaman zona ini lebih dari 1.000 meter.
B. Penyerapan dan Penyebaran
Oseanografer tertarik pada cahaya bawah air dalam konteks penglihatan dan
fotosintesis. Ketika cahaya menjalar dalam air, intensitasnya berkurang secara
eksponensial terhadap jarak dari titik sumber. Hal ini disebabkan oleh dua hal:
1. Penyerapan
Penyerapan melibatkan konversi energi elektromagnetik ke bentuk lain yang
biasanya energi panas atau kimia (contoh, fotosintesis). Penyerap dalam air laut
adalah:

6|Page
 Alga (fitoplankton) menggunakan cahaya sebagai sumber energi untuk
fotosintesis.
 Bahan organik dan anorganik dalam suspensi (selain alga).
 Senyawa-senyawa organik terlarut.
2. Penyebaran
Penyebaran merupakan merubah arah energi elektromagnetik hasil multi refleksi
partikel-partikel tersuspensi. Jadi, semakin banyak yang tersuspensi (air semakin
keruh) akan semakin besar pula tingkat penyerapan dan penyebaran. Perairan pantai
cenderung keruh sebab beban suspensi yang dibawa oleh sungai tetap dalam
kondisi tersuspensi, ini disebabkan oleh gelombang dan arus yang juga mengaduk
sedimen yang terendap di dasar. Sungai mensuplai ke perairan pantai dengan
nutrien yang mendukung pertumbuhan fitoplankton dan dengan senyawa-senyawa
organik terlarut. Sebaliknya, air cenderung jernih di daerah pertengahan laut,
dimana konsentrasi nutrien rendah dan produksi biologi kecil.
C. Visibilitas Dalam Air Laut
Visibilitas adalah mengenai kontras. Suatu objek dapat terlihat karena
mempunyai warna yang berbeda dengan latar belakangnya atau berbeda kecerahan
(atau keduanya). Pada kedalaman lebih beberapa meter, cahaya tidak hanya
teratenuasi oleh penyerapan dan penyebaran, tetapi juga menjadi monokromatik
karena penyerapan selektif panjang gelombang yang berbeda. Pada tingkat cahaya
yang lebih rendah beberapa organisme laut dalam, dapat membedakan warna dalam
keadaan normal dengan menggunakan sel penglihatan malam yang lebih sensitif
karena semuanya terlihat abu-abu.
D. Pengukuran
Alat yang digunakan untuk pengukuran cahaya bawah air terbagi dalam empat
kategori:
1. Beam Transmissometer
Mengukur atenuasi cahaya dari sumber intensitas yang diketahui dalam jarak
tetap. Rasio intensitas cahaya di sumber dan penerima (dipisahkan oleh jarak yang
diketahui) memberikan pengukuran langsung koefisien atenuasi untuk cahaya

7|Page
langsung yaitu persentase kehilangan intensitas cahaya (dalam desimal) per meter
jarak.
2. Irradiance Meter
Irradiance meter menerima cahaya datang dari semua arah. Cahaya tersebut
biasanya diterima oleh bulatan seperti teflon. Dengan mengukur intensitas cahaya
pada kedalaman yang berbeda, koefisien atenuasi dapat ditentukan.
3. Turbiditas meter atau Nephelometer
Nephelometer mengukur langsung penyebaran dalam air. Bila tingkat sebaran
berhubungan dengan jumlah materi tersuspensi dalam air, nephelometer
memberikan pengukuran jumlah turbiditas, yaitu konsentrasi materi tersuspensi.
Nephelometer digunakan untuk mengukur konsentrasi sedimen tersuspensi di laut
dalam.
4. Secchi Disc
Secchi disc adalah piring bulat yang rata dengan diameter 20-30 cm yang
semuanya putih. Secchi disc murah dan mudah dibuat dan telah lama digunakan
oleh oseanografer sebagai alat pengukur kecerahan yang cepat.

8|Page
BUNYI DALAM AIR LAUT
A. Bunyi
Bunyi merupakan gelombang longitudinal yang bisa dirasakan oleh indera
pendengaran (telinga). Bunyi merupakan pemampatan mekanis yang merambat
melalui medium. Medium (zat perantara) ini bisa berupa zat cair, padat, gas. Jadi,
gelombang bunyi tersebut dapat merambat misalnya di dalam air, batu, udara dan
sebagainya.
Pada laut, bunyi atau suara dirambatkan melalui medium air. Kecepatan rambat
bunyi laut berbeda dengan kecepatan rambat udara ataupun darat. Bunyi merambat
di udara dengan kecepatan 1.224 km/jam. Pada suhu udara 15 derajat celsius bunyi
dapat merambat di udara bebas pada kecepatan 340 ms-1. Di air, kecepatannya 5.400
km/jam, jauh lebih cepat daripada di udara.
Jika dibandingkan dengan cepat rambat udara, di laut kecepatan rambatnya lebih
cepat 4x lipat dibangingkan dengan cepat rambat di udara. Hal tersebut diakibatkan
partikel air laut lebih rapat dibandingkan dengan di udara yang lebih renggang.
Sedangkan di darat (zat padat) lebih cepat lagi dari cepat rambat di laut karena
benda padat kerapatannya paling tinggi diantara medium yang lain.
Cepat Rambat Bunyi Pada Medium Tertentu
Medium Cepat Rambat (ms-1)
Udara (0°C) 331
Udara (15°C) 340
Air (25°C) 1490
Air Laut (25°C) 1530
Besi (20°C) 5130
Aluminium (20°C) 5100
Sumber: http://andrynugrohoatmarinescience.wordpress.com
B. Karakteristik Utama Gelombang Bunyi di Lautan
Panjang gelombang energi akustik di laut berkisar antara 1 mm hingga 50 m.
kecepatan bunyi dalam air laut sebesar 1.500 ms-1. Bila energi akustik diemisikan

9|Page
seragam ke segala arah oleh satu titik sumber di pertengahan suatu massa air laut
yang homogen, maka akan tersebar ke luar menghasilkan gelombang akustik.
Intensitas akustik akan berkurang dengan bertambahnya jarak dari titik sumber, hal
ini sebagai hasil dari Spreading lost dan penyerapan. Spreading loss terjadi akibat
penyebaran gelombang akustik pada daerah permukaan yang luas. Sedangkan
penyerapan, yaitu konversi energi akustik menjadi energi panas dan energi kimia;
dan penyebaran akibat refleksi oleh partikel tersuspensi dan gelembung udara.
Proses ini juga mengekstrak energi dari gelombang bunyi sehingga gelombang
tersebut teratenuasi.
C. Aplikasi Energi Akustik di Lautan
Di dalam aplikasi energi akustik terdapat beberapa kategori utama
penggunaannya, antara lain:
1. Sistem Akustik Pasif
Sistem akustik pasif melibatkan penggunaan alat-alat penerimaan seperti
hidrofon, untuk mendengar bunyi yang ada seperti yang diemisikan oleh ikan-ikan
paus, ikan, atau kapal selam. Analisis spektra frekuensi ‘bunyi’ biasanya membantu
identifikasi sumbernya.
2. Sonar (Sound Navigation and Ranging)
Berupa sinyal akustik yang diemisikan dan refleksi yang diterima dari objek
dalam air (seperti ikan atau kapal selam) atau dari dasar laut. Sonar banyak
digunakan dalam aplikasi militer, terutama dalam perang bawah laut; dan banyak
hewan laut yang mempunyai mekanisme tipe sonar untuk mengetahui lokasi
mangsanya atau individu lain dalam suatu grup seperti juga identifikasi dan
komunikasi. Ikan paus dan lumba-lumba terkenal dengan kemampuan saling
berkomunikasi di laut menggunakan jalur bunyi. Dikatakan bahwa lumba-lumba
juga mampu membunuh mangsanya dengan energi akustik yang kuat dan tiba-tiba.
3. Telemetry dan Tracking
Lokasi dan objek dapat dikenali dan dilacak di laut jika dilengkapi dengan
peralatan transmisi akustik. Telemetry dan tracking ini adalah dasar teknologi
SoFaR (Sound Fixing And Ranging), yang digunakan secara luas untuk tujuan

10 | P a g e
militer seperti mencari lokasi kapal selam, pesawat terbang yang rusak dan kapal
laut yang tenggelam.
4. Pengukuran Arus
Bunyi dapat digunakan untuk mengukur kecepatan arus dengan
mengeksploitasi efek Doppler dimana frekuensi bunyi yang diukur dipengaruhi
oleh gerakan relatif antara sumber akustik dan titik pengukuran.
Perpindahan frekuensi Doppler ini sesuai terhadap laju arus yang dapat
ditentukan. Sejak akhir 1980-an, profil akustikarus Doppler (ADCPs) digunakan
untuk pengukuran kecepatan arus terhadap kedalaman yang kontinu dimana kapal
dalam keadaan bergerak.

11 | P a g e
Bab III
Penutup
A. Kesimpulan
Cahaya dan semua bentuk radiasi elektromagnetik bergerak pada laju 3 x 108
ms-1 dalam ruang hampa (2,2 x 108 ms-1 dalam air laut). Cahaya yang melalui air
menjadi subjek penyerapan dan penyebaran, dan intensitasnya berkurang secara
eksponensial terhadap jaraknya dari sumber. Cahaya matahari yang cukup untuk
fotosintesis tidak dapat menembus lebih dari kedalaman 200 meter dan memberikan
batas untuk zona eufotik dimana di dalamnya terbentuk hasil utama fotosintesis.
Batas zona afotik adalah dari dasar zona fotik hingga ke dasar laut. Cahaya
matahari menembus kedalaman 1.000 meter bagian atas zona afotik; di
bawahnya adalah laut yang gelap.
Bunyi yang melalui air bergerak lebih lambat dari cahaya. Intensitas bunyi
berkurang terhadap jarak dari sumber karena dua proses : (a) spreading loss; dan (b)
atenuasi akibat (i) penyerapan oleh air dan reaksi yang melibatkan unsur-unsur
terlarut seperti disosiasi B(OH)3 dan MgSO4 (peningkatan atenuasi dengan
meningkatnya frekuensi dan frekuensi tinggi teratenuasi dengan cepat), dan (ii)
penyebaran yaitu terefleksi oleh partikel- partikel tersuspensi.

12 | P a g e
Daftar Pustaka
Supangat, Agus., dan Susana. 2003. Pengantar Oseanografi, Pusat Riset Wilayah
Laut dan Sumberdaya Non-hayati Badab Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta

Hutabarat, Sahala., dan Stewart M. Evans. 2006. Pengantar Oseanografi. Penerbit


Universits Indonesia (UI-Press). Jakarta

Murtono.2008. Konsep cahaya dalam alquran dan sains. Jurnal bussines ready pdf.
Vol IV, No.2.

13 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai