Anda di halaman 1dari 12

SIKLUS HIDUP NYAMUK

Laporan Praktikum
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Parasitologi
Yang dibina oleh Sofia Ery Rahayu, S.Pd, M.Si dan Nur’aini Kartikasari, S.Si.,
M.Sc.
Disajikan Pada Hari Selasa Tanggal 2 Desember 2019

Disusun oleh :

Offering GHI-Kesehatan 2017


Kelompok 4

Lutfiyah Magfiroh Azis (170342615597)


Moch. Sholeh (170342615546)
Vina Rizkiana (170342615504)
Sa’diyatul Rizqie Amaliyah Firdaus (170342615537)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Desember 2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini, nyamuk menjadi vektor dari banyak penyakit. Di seluruh dunia
terdapat lebih dari 2500 spesies nyamuk, akan tetapi sebagian besar dari spesies
tersebut tidak berkaitan dengan penyakit akibat arbovirus serta penyakit
lainnya. Jenis nyamuk yang dapat menjadi vektor utama yakni Aedes sp, Culex
sp, dan Mansonia sp, sedangkan dari subfamili lainnya seperti Anophelinae
yaitu Anopheles sp (Yulidar & Wilya, 2015).
Semua jenis nyamuk tersebut membutuhkan air dalam fase hidupnya. Fase
nyamuk sendiri dibagi menjadi beberapa fase yakni fase telur, larva, pupa dan
nyamuk dewasa. Dalam meletakkan telurnya, nyamuk betina biasanya memilih
jenis air tertentu untuk meletakkan telur seperti pada air bersih, air kotor, air
payau atau jenis air lainnya (Agustin, dkk., 2017). Pada fase larva, larva
nyamuk cenderung tidak bertungkai, sedangkan pada fase pupa yang aktif di
dalam air dan mengalami pemendekan, baru setelahnya akan berkembang
menjadi fase dewasa. Setiap fase nyamuk juga memiliki ciri masing-masing
pada tidap tahapannya. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan
pengamatan untuk mengeksplorasi tahapan-tahapan dalam siklus nyamuk
(Yulidar & Wilya, 2015).
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu bagaimanakah tahapan-tahapan
dalam siklus perkembangan nyamuk?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian in yaitu untuk mengetahui tahapan-tahapan dalam
siklus perkembangan nyamuk.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Siklus Hidup Nyamuk

Nyamuk mengalami metamorfosis sempurna, yaitu mengalami


perubahan bentuk morfologi selama hidupnya dari stadium telur berubah
menjadi stadium larva kemudian menjadi stadium pupa dan menjadi
stadium dewasa (imago), dimana fase imago adalah final stage atau bentuk
akhir dari sebuah fase metamorfosis (Agustin, Tarwotjo, & Rahadian,
2017). Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan
dengan ukuran nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus), mempunyai warna
dasar yang hitam dengan bintik putih pada bagian badannya terutama pada

bagian kakinya (Soedarto, 1992). Metamorfosis pada nyamuk meliputi


sebagai berikut:
Gambar 1. Siklus Hidup Nyamuk pada Umumnya
(Sumber: Soedarto, 1992)
a. Stadium Telur Nyamuk
Seekor nyamuk betina rata-rata dapat menghasilkan 100 butir telur setiap
kali bertelur dan akan menetas menjadi larva dalam waktu 2 hari dalam keadaan
telur terendam air. Telur nyamuk berwarna hitam, berbentuk ovale, kulit tampak
garis-garis yang menyerupai sarang lebah, panjang 0,80mm, berat 0,0010-0,015
mg. Telur nyamuk dapat bertahan dalam waktu yang lama pada keadaan kering.
Hal tersebut dapat membantu kelangsungan hidup spesies selama kondisi iklim
yang tidak memungkinkan (Depkes, 2007).
Pada umumnya nyamuk nyamuk akan meletakan telurnya pada suhu sekitar
20° sampai 30°C. Pada suhu 30°C, telur akan menetas setelah 1 sampai 3 hari dan
pada suhu 16°C akan menetas dalam waktu 7 hari. Telur nyamuk Aedes aegypti
sangat tahan terhadap kekeringan. Pada kondisi normal, telur Aedes aegypti
(contoh) yang direndam di dalam air akan menetas sebanyak 80% pada hari
pertama dan 95% pada hari kedua. Berdasarkan jenis kelaminnya, nyamuk jantan
akan menetas lebih cepat dibanding nyamuk betina, serta lebih cepat menjadi
dewasa. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas telur adalah suhu, pH air
perindukkan, cahaya, serta kelembaban disamping fertilitas telur itu sendiri
(Soedarto, 1992).
b. Stadium Larva Nyamuk
Larva nyamuk selama perkembangannya mengalami 4 kali pergantian kulit
larva instar (Gambar 1). Larva instar I memiliki panjang 1-2 mm, tubuh
transparan, siphon masih transparan, tumbuh menjadi larva instar II dalam 1 hari.
Larva intar II memiliki panjang 2,5 – 3,9 mm, siphon agak kecoklatan, tumbuh
menjadi larva instar III selama 1-2 hari. Larva instar III berukuran panjang 4-5
mm, siphon sudah berwarna coklat, tumbuh menjadi larva instar IV selama 2 hari.
Larva instar IV berukuran 5-7 mmm sudah terlihat sepasang mata dan sepasang
antena, tumbuh menjadi pupa dalam 2-3 hari. Umur rata-rata pertumbuhan larva
hingga pupa berkisar 5-8 hari. Posisi istirahat pada larva ini adalah membentuk
sudut 450 terhadap bidang permukaan air (Zulhasril & Hoedojo, 2008).
c. Stadium Pupa Nyamuk
Pada stadium pupa tubuh terdiri dari dua bagian, yaitu cephalothorax yang
lebih besar dan abdomen. Bentuk tubuh membengkok. Pupa tidak memerlukan
makan dan akan berubah menjadi dewasa dalam 2 hari. Dalam pertumbuhannya
terjadi proses pembentukan sayap, kaki dan alat kelamin (Depkes, 2007).
d. Nyamuk dewasa
Tubuh nyamuk dewasa terdiri dari 3 bagian, yatu kepala (caput), dada
(thorax) dan perut (abdomen). Badan nyamuk berwarna hitam dan memiliki
bercak dan garis-garis putih dan tampak sangat jelas pada bagian kaki dari nyamuk
Aedes aegypti. tubuh nyamuk dewasa memiliki panjang 5 mm. Pada bagian
kepala terpasang sepasang mata majemuk, sepasang antena dan sepasang palpi,
antena berfungsi sebagai organ peraba dan pembau. Pada nyamuk betina, antena
berbulu pendek dan jarang (tipe pilose). Sedangkan pada nyamuk jantan, antena
berbulu panjang dan lebat (tipe plumose) (Soedarto, 1992).
Thorax terdiri dari 3 ruas, yaitu prothorax, mesotorax, dan methatorax. Pada
bagian thorax terdapat 3 pasang kaki dan pada ruas ke 2 (mesothorax) terdapat
sepasang sayap. Abdomen terdiri dari 8 ruas dengan bercak putih keperakan pada
masing-masing ruas. Pada ujung atau ruas terakhir terdapat alat kopulasi berupa
cerci pada nyamuk betina dan hypogeum pada nyamuk jantan (Zulhasril &
Hoedojo, 2008). Nyamuk jantan dan betina dewasa perbandingan 1:1, nyamuk
jantan keluar terlebih dahulu dari kepompong, baru disusul nyamuk betina, dan
nyamuk jantan tersebut akan tetap tinggal di dekat sarang, sampai nyamuk betina
keluar dari kepompong, setelah jenis betina keluar, maka nyamuk jantan akan
langsung mengawini betina sebelum mencari darah. Selama hidupnya nyamuk
betina hanya sekali kawin (Novianto, 2007).
Pada nyamuk betina, bagian mulutnya mempunyai probosis panjang untuk
menembus kulit dan penghisap darah. Sedangkan pada nyamuk antan,
probosisnya berfungsi sebagai pengisap sari bunga atau tumbuhan yang
mengandung gula. Nyamuk betina umumnya lebih suka menghisap darah manusia
karena memerlukan protein yang terkandung dalam darah untuk pembentukan
telur agar dapat menetas jika dibuahi oleh nyamuk jantan. Setelah dibuahi nyamuk
betina akan mencari tempat hinggap di tempat tempat yang agak gelap dan lembab
sambil menunggu pembentukan telurnya, setelah menetas telurnya diletakkan
pada tempat yang lembab dan basah seperti di dinding bak mandi, kelambu, dan
kaleng-kaleng bekas yang digenangi air (Hoedojo R dan Zulhasril, 2008).

2.2 Ekologi dan Bionomik


Nyamuk betina meletakkan telurnya pada beberapa sarang dalam satu kali
siklus gonotropik. 19 siklus gonotropik adalah siklus reproduksi dari menghisap
darah, mencerna darah, pematangan telur dan perilaku bertelur. Biasanya nyamuk
betina mencari darah pada siang hari jarang sekali pada malam hari (Shidqon,
2016).
Nyamuk betina parous (kenyang darah) yang telah melengkapi satu atau
lebih siklus gonotropik dan memiliki peluang lebih besar terinfeksi parasit
daripada nyamuk betina yang baru pertama kali menghisap darah (nulliparous).
20 Darah yang dihisap, seberapa pun banyaknya, menimbulkan kematangan telur.
Nyamuk menghisap mulai menunjukkan suatu penurunan aktifitas pencarian host
dalam 30 jam, maksimum 48 – 72 jam. Mekanisme ini melibatkan sel-sel
neurosekretori dari otak, ovarium, lemak tubuh, dan substansi kelenjar aksesori
jantan yang telah dipindahkan ke betina yang dikawini (Shidqon, 2016). Dalam 8
– 12 jam setelah pencernaan darah, ovarium menghasilkan suatu faktor yang
menimbulkan aktivasi lemak tubuh dan melepaskan neuropeptida dari sel
neurosekretori otak dan ganglia abdominalis. Betina gravid kurang merespon
atraktan bila reseptor sensori mereka gagal untuk mengenalinya (Depkes, 2007).
Setelah bertelur, pencarian host dimulai kembali bilamana sinyal system
saraf dari ovarium memberi tanda bahwa ovarium tidak lagi berisi telur. Hasil
mekanisme ini adalah gambaran siklus gonotropik spesies, kombinasi dari
menghisap darah dan perkembangan telur. Hal ini diasumsikan bahwa selama
siklus gonotropik, nyamuk hanya sekali menghisap darah pada awal siklus.
Perkembangan larva setelah keluar dari telur ada empat tahap. Lama
perkembangan tiap-tiap tahap dipengaruhi tergantung pada suhu, makanan, dan
kepadatan larva di tempat perindukan. Pada kondisi optimum, waktu sejak
penetasan hingga menjadi nyamuk dewasa berlangsung sekitar 7 hari, termasuk 2
hari untuk masa pupa. Dalam temperatur yang rendah proses ini menjadi lebih
panjang (beberapa minggu) (Shidqon, 2016).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
Alat : Ember warna gelap, wadah plastik, dan gelas air mineral
Bahan : Spons, air sumur, dan makanan ikan
3.2 Tahapan kegiatan
1. Penjaringan telur nyamuk

Diisi ember dengan air sampai setengahnya

Dimasukkan potongan spons ke dalam ember sampai setengah spons terendam

Diletakkan ember di tempat yang aman dan teduh

Diamati setiapa hari adanya telur nyamuk berupa bintik hitam pada permukaan spons
yang dekat permukaan air

2. Penetasan telur nyamuk

Diisi wadah plastik dengan air sumur

Dimasukkan telur nyamuk ke dalam wadah menggunakan kuas halus

DItutup wadah plastik dengan kain kasa

Diamati telur setiap hari sampai menetas


3. Pemeliharaan larva

Diisi botol dengan air sumur sampai 3 4 tinggi botol

Dipindah larva dengan kuas halus

Diberi sedikit pakan pelet ikan yang sudah dihaluskan pada botol yang terdapat larva

Diamati karakteristik setiap larva dan lama hidup setiap instar

4. Pemeliharaan pupa
Dipindah pupa yang telah terbentuk ke dalam gelas plastik yang sudah diisi dengan air
sumur

Diamati karakteristik dan lama hidup pupa

DItutupi gelas dengan kain yang diberi lubang yang berfungsi untuk masuknya udara

Ditunggu sampai pupa menetas menjadi nyamuk

Diamati karakteristik nyamuk dan ditentukan jenis kelamin nyamuk tersebut


BAB IV

HASIL DAN ANALISA DATA

4.1 Hasil Pengamatan


Gambar Keterangan
a. Telur nyamuk

a
.

4.2 Analisa Data


Setelah melakukan penjaringan, telur nyamuk terlihat pada wadah
yang diberi air sumur setelah tujuh hari pengamatan. Telur mengapung pada
spons dan terlihat sebagai garis maupun bintik kecil berwarna hitam.
BAB V

PEMBAHASAN

Nyamuk merupakan contoh serangga yang mengalami metamorphosis


sempurna. Metamorphosis sempurna dimulai dari stadium telur, larva, pupa
kemudian nyamuk dewasa. Dalam melakukan pengamatan ditemukan stadium telur
melalui penjaringan dengan wadah yang berisi air sumur, dari penjaringan tersebut
terlihan bitnik hitam yang diindikasikan sebagai telur nyamuk. Menurut Vargas, et
al. (2014), nyamuk bertelur di genangan air, beberapa di antaranya bersifat
sementara. Air mengalir dengan bebas melalui kulit telur mereka selama
embriogenesis awal dan kekeringan air ini dapat menyebabkan pengeringan telur,
mencegah perkembangannya. Pada tahap ini cangkang nyamuk terdiri dari
exochorion yang getas dan endochorion transparan yang halus. Telur yang ditata
berwarna putih dan endokorasinya menghitam kurang dari tiga jam setelah
diletakkan, karena proses yang menghasilkan eumelanin, pigmen coklat hingga
hitam (Farnesi et al., 2017).

Kulit telur melindungi embrio yang sedang berkembang dari tekanan biotik
dan abiotik, dan membantu menjaga keseimbangan airnya. Kulit telur nyamuk
terdiri dari tiga lapisan: exochorion, endochorion, dan kutikula serosal. Baik
exochorion dan endochorion hadir ketika telur nyamuk diletakkan, karena mereka
diproduksi oleh sel-sel folikel nyamuk betina di ovarium selama koriogenesis
(Gambar 5.1.) (Farnesi et al., 2015).

Gambar 5.1. : Lapisan pada telur nyamuk


(Sumber : Farnesi, et al. 2015)
BAB VI

PENUTUP

6.1 Simpulan
Simpulan yang dapat diambil dari pembahasan diatas yakni nyamuk
merupakan contoh serangga yang mengalami metamorphosis sempurna.
Metamorfosis sempurna dimulai dari stadium telur, larva, pupa kemudian
nyamuk dewasa. Kelompok kami melakukan pengamatan hingga stadium
telur melalui penjaringan dengan wadah yang berisi air sumur, dari
penjaringan tersebut terlihan bitnik hitam yang diindikasikan sebagai telur
nyamuk. Kulit telur melindungi embrio yang sedang berkembang dari
tekanan biotik dan abiotik, dan membantu menjaga keseimbangan airnya.
Kulit telur nyamuk terdiri dari tiga lapisan: exochorion, endochorion, dan
kutikula serosal.
6.2 Saran
Penelitian selanjutnya mengenai metode membuat siklus hidup
nyamuk sebaiknya dilengkapi dari stadium telur, larva, pupa hingga menjadi
nyamuk dewasa. Waktu penelitian hendaknya dilakukan lebih awal,
sehingga dapat teramati pada semua fase.
DAFTAR RUJUKAN

Agustin, I., Tarwotjo, U. & Rahadian, R. 2017. Perilaku Bertelur dan Siklus Hidup
Aedes aegypti pada Berbagai Media Air. Jurnal Biologi. 6(4), hlm. 71-81.
Depkes. Pengenalan Tentang Nyamuk: Depkes RI. , (2007).
Farnesi, L.C., Menna-Barreto, R.F.S., Martins, A.J., Valle, D., Rezende, G.L.,
2015. Physical features and chitin content of eggs from the mosquito vectors
Aedes aegypti, Anopheles aquasalis and Culex quinquefasciatus:
Connection with distinct levels of resistance to desiccation. Journal of Insect
Physiology 83, 43–52. https://doi.org/10.1016/j.jinsphys.2015.10.006

Farnesi, L.C., Vargas, H.C.M., Valle, D., Rezende, G.L., 2017. Darker eggs of
mosquitoes resist more to dry conditions: Melanin enhances serosal cuticle
contribution in egg resistance to desiccation in Aedes, Anopheles and Culex
vectors. PLoS Negl Trop Dis 11, e0006063.
https://doi.org/10.1371/journal.pntd.0006063
Novianto, I. W. (2007). Kemampuan Hidup Larva Culex quinquefasciatus Say.
pada Habitat Limbah Cair Rumah Tangga. Universitas Sebelas Maret.
Shidqon, M. A. (2016). Bionomik Nyamuk Culex sp sebagai Vektor Penyakit
Filariasis Wuchereria bancrofti. Universitas Negeri Semarang.
Soedarto. (1992). Entomologi. Jakart: Erlangga.
Vargas HCM, Farnesi LC, Martins AJ, Valle D, Rezende GL (2014) Serosal cuticle
formation and distinct degrees of desiccation resistance in embryos of the
mosquito vectors Aedes aegypti, Anopheles aquasalis and Culex
quinquefasciatus. J Insect Physiol 62: 54±60.
https://doi.org/10.1016/j.jinsphys. 2014.02.001 PMID: 24534672
Yulidar & Wilya, V. 2015. Siklus Aedes aegypti pada Skala Laboratorium. SEL.
2(1), hlm. 22-28.
Zulhasril, & Hoedojo. (2008). Pengenalan Siklus Hidup Nyamuk. Jakarta:
Yudhistira.

Anda mungkin juga menyukai